Pembimbing :
dr. Abdurrahman Erman, Sp.A
Oleh :
Desti Oki Lestari
2014730017
I. IDENTITAS
Nama : An. T
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 7 tahun
Suku bangsa/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Rancagoong, Kabupaten Cianjur
Tanggal masuk RS : 11 Juni 2018
Tanggal keluar RS : 15 Juni 2018
0
Nama Ny. Y Tn. D
Umur 27 tahun 29 tahun
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Wiraswasta
Pendidikan SMA
SMA
Agama Islam
Islam
II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu pasien pada tanggal 12 Juni 2018
a. Keluhan Utama :
Demam tinggi
Pasien mengeluh nyeri pada ulu hatinya 1 hari SMRS, terasa sangat hebat dan
demam terasa semakin tinggi, akhirnya orang tua pasien memutuskan untuk
membawa pasien ke klinik terdekat, pasien dibawa ke dokter umum, dan diberikan
obat penurun panas dan antibiotik untuk mengurangi nyeri pada ulu hatinya dan
menurunkan demamnya, mual dan muntah tidak berkurang setelah minum obat,
demam dirasa tetap tinggi, pasien tidak timbul bercak-bercak kemerahan pada
lengan bawah dan kaki, tidak ada gusi berdarah, tidak ada mimisan.
Beberapa jam SMRS, pasien merasa demam tinggi tidak ada perbaikan dan
mimisan 1x. Karena takut makin parah keadaannya, Ibu pasien memutuskan untuk
datang ke IGD RSUD Sayang Cianjur.
1
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit menurun seperti kencing manis, tidak ada
riwayat darah tinggi, tidak ada riwayat alergi terhadap obat maupun makanan.
Menurut Orang tua pasien di keluarga dan lingkungan sekitar seperti tetangga tidak
ada yang menderita demam berdarah, pasien juga tidak memiliki riwayat berpergian
ke luar kota atau luar pulau sebelum terjadinya demam. Pasien mengatakan tidak
suka jajan sembarangan.
f. Riwayat Kelahiran :
Pasien dilahirkan secara spontan di rumah sakit bersalin dan ditolong oleh dokter
spesial kandungan, langsung menangis saat lahir, tidak ada cacat maupun trauma.
Berat saat lahir 3 kg dan panjang badan 50 cm.
g. Riwayat Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : ± 8 bulan
Tengkurap : ± 3 bulan
Duduk : ± 6 bulan
Berjalan : ± 10 bulan
Bicara : ± 18 bulan
Membaca dan menulis : ± 6 tahun
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia.
2
Riwayat Imunisasi :
I II III
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B
Kesan : imunisasi dasar sudah lengkap sesuai dengan usia, imunisasi ulangan belum lengkap.
h. Riwayat Makanan :
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 12 Juni 2018
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 20 Kg
Tinggi badan : 120 cm
Berat badan ideal : 23 Kg
Status Gizi : (BB/TB)x 100%
(20/23)x 100% = 87% (gizi baik)
Tanda-tanda vital : Tekanan darah
Nadi = 100 x/menit teraba kuat angkat
Pernapasan = 24 x/menit
Suhu = 37,6°C
Status Generalis :
Kepala : Normocephal
Mata : Palpebra kanan dan kiri tidak cekung dan tidak edema,
konjungtiva kanan dan kiri pucat, sklera kanan dan kiri tidak
ikterik, pupil isokor diameter 3 mm.
Telinga : Bentuk daun telinga kanan dan kiri normal, liang telinga kanan
dan kiri tidak terdapat serumen dan tidak terdapat cairan,
membrane timpani intak.
Hidung : Bentuk normal, nafas cuping hidung tidak ada, sekret tidak ada,
epistaksis.
Mulut : Merah, mukosa bibir basah, sianosis tidak ada, gingivitis tidak
ada
Tenggorokan : T1 – T1, faring tidak hiperemis.
Leher : Bentuk simetris, trakea ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba
Thoraks : Bentuk normal, gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi
tidak ada.
Paru
Inspeksi : Gerak simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal dan
subcosta tidak ada.
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, wheezing tidak ada, rhonki tidak ada.
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
4
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula kiri, tidak ada
thrill
Perkusi : Batas atas jantung di sela iga 3 garis sternal kiri
Auskultasi : Bunyi jantung I – II regular, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen
Inspeksi : Datar, massa (-), venektasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan di epigastrium (+), hepar tidak teraba, Lien tidak
teraba.
Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen
Ektremitas : Akral hangat, CRT <2detik
Genitalia : tidak dilakukan
Anus : tidak dilakukan
Darah Rutin
Hematokrit 46 32-42 %
Imunologi/Serologi Widal
S. TYPHI H Negatif
5
Tanggal 12-06-2018 Jam 09:17
Darah Rutin
Hematokrit 42 32-42 %
Darah Rutin
Hematokrit 45 32-42 %
Darah Rutin
Hematokrit 45 32-42 %
6
Darah Rutin
Hematokrit 39 32-42 %
Darah Rutin
Hematokrit 34 40-52%
V. RESUME
Pasien laki-laki, 7 tahun , gizi baik, keluhan utama demam terus menerus 3 hari SMRS, disertai
menggigil, lemas, mual, muntah, nafsu makan menurun, BAB cair, nyeri kepala berat, nyeri
perut, mimisan. Pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis (+/+), nyeri tekan epigastrium
(+). Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan Ht, leukopeni dan trombositopeni.
VII. TATALAKSANA
Medikamentosa
IVFD asering 5cc/KgBB/jam
Inj. ondansetron 2x4 mg
p/o. paracetamol syr 4x2cth
7
Non Medikamentosa :
• Periksa darah rutin 2x/hari
• Tirah baring
• Edukasi untuk banyak minum
• Pesan untuk orang tua/penunggu pasien jika pasien tampak gelisah, lemah,
kaki/tangan dingin, sakit perut, dan BAB hitam (tanda syok) segera lapor ke
dokter atau perawat
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
VIII. FOLLOW UP
Tanggal FOLLOW UP
12 S = Pasien mengatakan nyeri pada ulu hatinya, demam (+) mual (+) muntah
Juni 2018
(-) intake (-) mimisan (-) BAB cair (-)
O = KU/KS = Tampak sakit sedang/compos mentis
Nadi = 100 x/menit Nafas = 24 x/mnt
Suhu = 37,6°C (aksila)
Kepala = Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
THT = Epistaksis (+/+), PCH (-), sekret (-), T1 – T1, faring hiperemis (-)
Mulut = Sianosis (-), gingivitis (-)
Jantung = BJ I – II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, soepel, Nyeri tekan Epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral dingin, edema (-), peteki (+), CRT <2detik, peteki +
A = DHF grade II, febris hari ke-4
P =
IVFD asering 5cc/KgBB
Inj ondansetron 2x4 mg
p/o. paracetamol syr 4 x 2cth
13 S = Nyeri ulu hati (+) demam (-) mual (+) muntah (-)
Juni 2018 O = KU/KS = Tampak sakit ringan/compos mentis
Nadi = 80x/menit Nafas = 22x/mnt
Suhu = 36,8°C (aksila)
8
Kepala = Normocephal, rambut hitam, distribusi merata
Mata = Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT = Discharge (-), epistaksis (-), PCH tidak ada, sekret tidak ada,
T1 – T1 tenang, faring hiperemis (-/-)
Mulut = Sianosis (-), gingivitis (-/-)
Jantung = BJ I – II regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo = Suara nafas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-)
Abdomen = BU (+) N, soepel, Nyeri tekan epigastrium (+)
Ekstremitas = Akral hangat, CRT <2detik
A = DHF grade II, febris hari ke 5
P =
IVFD Asering 5cc/KgBB
Inj ondansetron 2x4 mg
p/o paracetamol 4x2 cth
9
TINJAUAN PUSTAKA
Pendahuluan
Penyakit Dengue Haemoragic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah
salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia.
Sedangkan manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa Dengue Fever (DF) dan
Dengue Haemoragic Fever (DHF).
DHF merupakan penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan
bertendensi mengakibatkan renjatan yang menyebabkan kematian.
Etiologi
Virus dengue penyebab DBD termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali,
yaitu 35-45 nm. Virus dengue serotipe 1,2,3,4 ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies lain merupakan vektor
yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak memberi perlindungan terhadap serotipe lain.
10
Patofisiologi
Virus hanya dapat hidup dalam sel hidup sehingga harus bersaing dengan sel manusia
terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan tubuh
manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi (1) aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilatoksin yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular; (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan mengakibatkan kelainan fungsi trombosit sebagai
akibat mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang; (3) kerusakan sel endotel pembuluh
darah akan merangsang/ mengaktivasi faktor pembekuan. Ketiga faktor diatas menyebabkan (1)
peningkatan permeabilitas kapiler; (2) kelainan hemostasis yang disebabkan oleh vaskulopati,
trombositopenia, dan koagulopati.
Dari sudut patofisiologi, infeksi virus dengue bergerak sesuai alur berikut :
11
Manifestasi Klinik
Infeksi virus dengue mengakibatkan menifestasi klinik yang bervariasi mulai dari
asimptomatik, penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), dengue fever, dengue
haemoragic fever, sampai dengue shock syndrom. Walaupun secara epidemiologis infeksi ringan
lebih banyak, tetapi pada awal penyakit hampir tidak mungkin membedakan infeksi ringan atau
berat.
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus memasuki tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit. Setelah itu disusul oleh periode tenang selama
kurang lebih 4 hari, dimana virus melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia.
Apabila jumlah virus sudah cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan
pada saat ini manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue
dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh terhadap virus ini
antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda, dimana perbedaan reaksi ini
akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala klinis dan perjalanan penyakit. Pada
prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai
berikut :
12
Bentuk reaksi pertama
Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan kualitas
komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi perdarahan.
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen plasma
(cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa gejala ascites dan
rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh manusia hanya memberi reaksi
bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan menderita demam dengue, sedangkan apabila
ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.
13
Dengue Fever
Manifestasi klinis infeksi dengue fever ditandai gejala-gejala klinik berupa demam, nyeri
pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini
timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 ºC) dan dapat disertai dengan menggigil.
Begitu mendadaknya, sering kali dalam praktik sehari-hari kita mendengar cerita ibu bahwa pada
saat melepas putranya berangkat sekolah dalam keadaan sehat walafiat, tetapi pada saat pulang
putranya sudah mengeluh panas dan ternyata panasnya langsung tinggi. Pada saat anak mulai
panas ini biasanya sudah tidak mau bermain. Demam ini hanya berlangsung sekitar lima hari.
Pada saat demamnya berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak (lysis), dan disertai
dengan berkeringat banyak. Saat itu anak tampak agak loyo. Kadang-kadang dikenal istilah
demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari itu sempat turun di
tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh
(gambaran kurva panas sebagai punggung unta).
Gejala panas pada penderita infeksi virus dengue akan segera disusul dengan timbulnya
keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri
sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan.
Karena adanya gejala nyeri ini, di kalangan masyarakat awam ada istilah flu tulang. Dengan
sembuhnya penderita gejala-gejala nyeri pada seluruh tubuh ini juga akan hilang.
Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang
berupa flushing, yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat
timbul pada hari ke-4 sakit berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit
campak. Kadang-kadang ruam tersebut hanya timbul pada daerah tangan atau kaki saja sehingga
memberi bentuk spesifik seperti kaos tangan dan kaki. Yang terakhir ini biasanya timbul setelah
panas turun atau setelah hari ke-5.
Pada infeksi virus dengue apalagi pada bentuk klinis DHF selalu disertai dengan tanda
perdarahan. Hanya saja tanda perdarahan ini tidak selalu didapat secara spontan oleh penderita,
bahkan pada sebagian besar penderita tanda perdarahan ini muncul setelah dilakukan tes
tourniquet. Bentuk-bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue
dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit (petechiae), perdarahan agak besar di kulit
14
(echimosis), perdarahan gusi, perdarahan hidung dan kadang-kadang dapat terjadi perdarahan
yang masif yang dapat berakhir pada kematian.
Berkaitan dengan tanda perdarahan ini, pada anak-anak tertentu diketahui oleh orangtua
mereka bahwa apabila anaknya menderita panas selalu disertai dengan perdarahan hidung
(epistaksis). Dalam istilah medis dikenal sebagai habitual epistaksis, sebagai akibat kelainan
yang bersifat sementara dari gangguan berbagai infeksi (tidak hanya oleh virus dengue). Pada
keadaan lain ada penderita anak yang apabila mengalami sakit panas kemudian minum obat-obat
panas tertentu akan disusul dengan terjadinya perdarahan hidung. Untuk penderita dengan
kondisi seperti ini, pemberian obat-obat panas jenis tertentu tersebut sebaiknya dihindari.
Secara umum empat gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala
klinis dari bentuk reaksi 1 dan 2 tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan
pada DHF. Yang membedakan DHF dengan dengue fever adalah adanya manifestasi gejala klinis
sebagai akibat adanya bentuk reaksi 3 pada tubuh manusia terhadap virus dengue, yaitu berupa
keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga
perut dan rongga selaput paru. Fenomena ini apabila tidak segera ditanggulangi dapat
mempengaruhi manifestasi gejala perdarahan menjadi sangat masif. Yang dalam praktik
kedokteran sering kali membuat seorang dokter terpaksa memberikan transfusi darah dalam
jumlah yang tidak terbayangkan.
Yang penting bagi masyarakat awam adalah dapat mengetahui atau mendeteksi kapan
seorang penderita DHF mulai mengalami keluarnya plasma darah dari dalam pembuluh darah.
Keluarnya plasma darah ini apabila ada biasanya terjadi pada hari sakit ke-3 sampai dengan hari
ke-6. Biasanya didahului oleh penurunan panas badan penderita, yang sering kali terjadi secara
mendadak (lysis) dan diikuti oleh keadaan anak yang tampak loyo, dan pada perabaan akan
didapatkan ujung-ujung tangan/kaki dingin serta nadi yang kecil dan cepat. Banyak ditemui
kasus dengan kondisi demikian, tampak suhu tubuh penderita dirasakan normal mengira kalau
putranya sembuh dari sakit. Kondisi tersebut mengakibatkan orangtua tidak segera membawa
putra mereka ke fasilitas kesehatan terdekat. Pada keadaan ini penderita sudah dalam keadaan
terlambat sehingga kurang optimal untuk diselamatkan dari penyakitnya.
15
Sindrom syok dengue(SSD/DSS)
Sindrom syok dengue adalah demam berdarah dengue dengan manifestasi kegagalan
sirkulasi berupa nadi lemah, lembut atau tak teraba, tekanan nadi ≤ 20 mmHg, hipotensi (sesuai
umur), kulit dingin dan lembab, pasien tampak gelisah. Dengan kata lain demam berdarah
dengue yang telah memasuki keadaan syok (sesuai DBD derajat III dan IV menurut WHO)
(Dorland Medical Dictionary, 2005)
Pemeriksaan Penunjang
Trombosit
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur, jenis kelamin
16
- Pada sebagian besar kasus, disertai penurunan faktor koagulasi dan fibrinolitik, yaitu
fibrinogen, protrombin, factor VII, factor XII dan antitrombin III
- Pada kasus berat ada disfungsi hati, penurunan kelompok vitamin K-dependent,
protrombin seperti factor V, VII, IX dan X, fibrinogen mungkin subnormal
- Hiponatremia
-Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen pada syok berkepanjangan
2. Radiologis
Pada foto thoraks didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan, tetapi bila
terjadi pembesaran plasma hebat, foto roentgen dada sebaiknya dilakukan lateral
dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat dideteksi dengan USG
3. Diagnosis serologi
1. Hemaglutination Inhibition Test (HI test)
Uji ini sensitif tapi tidak spesifik (tidak dapat menunjukkan tipe virus yang
menginfeksi. Antibody HI bertahan >48 tahun, maka cocok untuk uji seroepidemiologi.
Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen 4x dari titer serum akut atau titer
tinggi (>1280) baik pada serum akut atau konvalesen dianggap diduga keras positif
infeksi dengue yang baru terjadi (presumtif +)
Antibodinya hanya bertahan sekitar 2-3 tahun saja. Cara pemeriksaannya ruwet dan
membutuhkan tenaga pemeriksa berpengalaman.
17
3. Neutralization Test
Paling spesifik dan paling sensitif untuk virus dengue, berdasarkan reduksi dari
plaque yang terjadi, dideteksi bersamaaan dengan antibodi HI tapi lebih cepat dari
antibodi komplemen, bertahan >48 tahun tapi lama dan ruwet
Akhir-akhir ini sering dipakai. IgM muncul pada perjalanan penyakit hari 4-5 yang
kemudian diikuti dengan IgG. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, dapat
ditentukan diagnosis yang tepat (diambil >hari ke5 dan <6 minggu) bila masih negatif,
harus diulang, apabila pada hari sakit ke-6 masih tetap (-), msks dilaporkan sebagai (-).
IgM hanya dapat bertahan dalam darah 2-3 bulan setelah infeksi sehingga tidak boleh
dijadikan satu-satunya uji diagnostik pengelolaan kasus. Sensitivitasnya sedikit di
bawah uji HI, spesifitas sama dengan uji HI dan hanya memerlukan 1 serum akut saja.
Saat ini sudah beredar uji Elisa yang sebanding dengan uji HI hanya lebih spesifik
(IgM/IgG dengue blot, dengue rapid, dll). Pada infeksi sekunder, IgG lebih banyak
didapatkan.
4. Isolasi virus
a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1-3 hari
5. Identifikasi virus
Dengan Fluorescence antibody technique test secata langsung atau tidak langsung. Untuk
identifikasi dipakai yang indirek dengan antibodi monoclonal
6. NS1 antigen test ( Platelia Dengue NS1 Ag assay ) pemeriksaan untuk DHF yang
pertama kalai diperkenalkan tahun 2006 oleh Bio-Rad Laboratories, dapat mendeteksi dihari
pertama panas sebelum antibody dapat terdeteksi 5 hari kemudian.
18
Diagnosis
Klinis
Trombositopenia (< 100.000/ul) dan hemokonsentrasi (nilai hematokrit lebih 20% dari normal).
Dua gejala klinis pertama ditambah satu gejala laboratorium cukup untuk menegakkan diagnosis
kerja DHF.
Suhu turun
19
Derajat (WHO,1997) :
III. Ditemukannya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun
(<20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan pasien jadi gelisah.
I. Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
Diagnosis Banding
Pada awal penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau protozoa
seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam cikungunya , leptospirosis, dan
malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi membedakan DHF dari
20
penyakit lain. Diagnosis banding lain adalah sepsis, meningitis meningokok, Idiophatic
Trombositopenic Purpura (ITP), leukemia, dan anemia aplastik.
Demam cikungunya (DC) sangat menular dan biasanya selruh keluarga terkena dengan
gejala demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tingi, hampir selalu diikuti
dengan ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi
uji bendung positif, petekie, epistaksis hampir sama dengan DHF. Pada DC tidak ditemukan
perdarahan gastrointestinal dan syok.
Pada hari-hari pertama, ITP dibedakan dengan DHF dengan demam yang cepat
menghilang dan tidak dijumpai hemokonsentrasi, sedangkan pada fase penyembuhan jumlah
trombosit pada DHF lebih cepat kembali.
Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia dan anemia aplastik. Pada leukemia, demam
tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pada anemia aplastik anak
sangat anemis dan demam timbul karena infeksi sekunder.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat
peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DF dapat berobat jalan
sedangkan pasien DHF dirawat diruang perawatan biasa, tetapi pada kasus DHF dengan
komplikasi diperlukan perawatan intensif. Fase kritis umumnya terjadi pada hari sakit ketiga.
Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan
muntah. Pasien perlu diberi banyak minum, 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama berupa air teh
dengan gula, sirup, susu, sari buah atau oralit. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi, beri cairan
rumatan 80-100ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Hiperpireksia diatasi dengan antipiretik dan
bila perlu surface cooling dengan kompres es. Parasetamol direkomendasikan untuk mengatasi
demam dengan dosis 10-15 mg/kgBB/kali.
Pemberian cairan intravena pada pasien DHF tanpa renjatan dilakukan bila pasien terus-
menerus muntah sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai
hematokrit yang bertendensi terus meningkat (> 40 vol%). Jumlah cairan yang diberikan
tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam
21
1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat asidosis, 1/4 dari jumlah larutan total dikeluarkan dan
diganti dengan larutan yang berisi 0,167 mol/liter natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan
NaCl 0.9% + glukosa ditambah 1/4 natrium bikarbonat).
22
23
24
Prinsip terapi DHF/DSS
25
Terapinya bersifat simtomatik dan suportif sesuai bagan di atas dengan urutan sbb:
Pada semua pasien syok harus diberikan oksigen 2l/menit (disarankan masker dengan
saturasi 95-100% dan kadar hemoglobin cukup. Akses vena untuk darah
3. Kateter urin
Urin ditampung untuk urinanalisa dan jumlah diuresis urine (normal: 2-3 ml/kgBB/jam).
Oliguria sering muncul sebelum penurunan tekanan darah dan nadi
5. Resusitasi Cairan
Kristaloid (efektif mengisi ruang interstitial, mudah disediakan, tidak mahal, tidak alergik,
namun hanya ¼ bolus yang tetap di intravascular )
Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)
Larutan ringer asetat(RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)
Larutan NaCl 0,9%(garam faali=GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan garam faali
(D5/GF)
Koloid (berada lebih lama di ruang intravascular, mampu mempertahankan tekanan onkotik,
mahal dapat menyebabkan hipersensitivitas, lebih cepat meningkatkan kadar hematokrit
daripada kristaloid (ringer laktat) dan komplikasi lain
26
Dekstran 40 Albumin 5% Gelatin
Plasma Hetastarch
Darah, fresh frozen plasma, dan komponen darah diberikan untuk mempertahankan Hb,
menaikkan daya angkut oksigen, memberikan faktor pembekuan atau mengoreksi
koagulopati. Produk darah perlu dihangatkan sebelum diberikan. Risiko penggunaan darah
dalam jumlah besar adalah infeksi blood-borne, hipotermia, hipokalsemia. Cairan yang
mengandung glukosa jarang diberikan bolus karena dapat menyebabkan hiperglikemia,
diuresis osmotik dan memperburuk cedera serebral iskemik
Cairan intravena diperlukan saat (1) terjadinya syok (terapi yang utama) (2) nilai hematokrit
cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala (3) anak terus menerus muntah, tidak mau
minum, demam tinggi sehingga tak mungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadi
dehidrasi sehingga mempercepat syok. Jumlah cairan tergantung derajat dehidrasi dan
kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% dalam 1/3 larutan yang berisi 0,167
mol/liter biknat. Bila hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis cairan yang
diberikan harus sama dengan plasma, volume dan komposisi cairan yang diperlukan sama
dengan cairan untuk dehidrasi pada diare ringan dan sedang yaitu cairan rumatan ditambah
defisit 6% (5%-8%)
27
Berat badan (kg) Jumlah cairan (ml)
10 100 per kg BB
10-20 1000+50x kg BB(di atas 10 kg)
>20 1500+20xkg BB(diatas 20 kg)
- Pemberian cairan oral, jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, teh manis, sirup,
susu, serta oralit. Pasien diberi minum 50 ml/kgBB dalam 4-6 jam pertama. Setelah
keadaan dehidrasi teratasi anak diberi cairan rumatan 80-100 ml.kg BB dalam 24 jan
berikutnya. Bayi yang masih minum ASI tetap harus minum ASI di samping larutan oralit.
Rasa haus dan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah.
- Bila tanda vital membaik dan Hematokrit turun: tetesan diturunkan menjadi 10
ml/kgBB/jam dan kemudian disesuaikan tergantung kehilangan plasma yang terjadi
selama 24-48 jam
- Cairan intravena dapat dihentikan bila Ht telah turun sekitar 40%, jumlah urin 2
ml/kgBB/jam atau lebih.
- Fase reabsorpsi plasma dari ekstravaskular ditandai dengan penurunan kadar Ht setelah
pemberian cairan rumatan, tekanan darah normal, nadi kuat, diuresis cukup, tanda vital
baik. Pada fase ini penurunan Ht merupakan tanda hemodilusi
7. Rawat di PICU
28
Dilakukan pemeriksaan analisis gas darah dan elektrolit. Apabila asidosis tidak dikoreksi,
memacu terjadinya DIC. Koreksi dilakukan dengan memberikan natrium bikarbonat
dengan dosis: IV lambat (1) <5kg: BE(base excess) x kgBB/4 (2)anak-anak: BEx kgBB/6
(3)dewasa: BE x kgBB/10. Dosis ini mengoreksi ½ defisit basa.
Sodium bikarbonat hanya diberikan pada henti jantung lama dan keadaan hemodinamik
tidak stabil yang menyebabkan asidosis berat dan hiperkalemia. Pada bayi premature dan
<3bulan digunakan cairan sodium bikarbonat 4,2% (0,5mEq/ml). bila pemeriksaan analisa
gas darah tidak dapat dilakukan diberikan sodium bikarbonat 0,5 mEq/kgBB tiap 10 menit
infuse pelan 1-2 menit
Infus obat-obatan untuk resusitasi dipersiapkan dengan dekstrosa 5%, garam fisiologik atau
Ringer laktat menurut rule of 6 yaitu 6 mg obat x BB (kg) dilarutkan dalam 100 ml bila
diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam=1.0 µg/kgBB/menit.
9. Epinefrin
Bolus epinefrin diberikan pada henti jantung, bradikardi, hipotensi yang non responsif
terhadap resusitasi jantung paru dan cairan. Dosis bolus epinefrin IV dan IO inisial adalah
0,01 mg/kgBB (0,1 ml/kgBB epinefrin 1:10000). Bila perlu dosis IV dan IO dinaikkan
menjadi 0,1-0,2 mg/kgBB (0,1-0,2 ml epinefrin 1:1000), yang diulang tiap 3-5 menit.
Dosis infus epinefrin adalah 0,1-1,0 µg/kgBB/menit. Untuk mencegah ekstravasasi, infuse
epinefrin diberikan melalui kateter vena atau kateter vena sentralis. Epinefrin tidak aktif
pada cairan alkali. Tersedia dalam vial 1 mg/ml. larutan epinefrin 1:10.000 disiapkan untuk
IV dan IO dosis rendah, larutan epinefrin 1:1000 disiapkan untuk IO dan IV dosis tinggi
dan endotrakeal.
10. Atropin
Curah jantung anak adalah rate dependent, karena itu bradikardia simtomatik (<60
kali/menit) akibat perfusi buruk, hipotensi dan hipoksemia harus diobati dengan resusitasi
jantung paru, pemberian epinefrin atau atropin. Atropin adalah obat parasimpatolitik yang
mempercepat sinus atau pacemaker atrial dan konduksi atrioventrikular. Digunakan juga
untuk mencegah bradikarsi karena refleks vagal pada intubasi endotrakeal. Dosisnya 0,02
29
mg/kgBB dengan dosis minimal 0,1 mg, dosis atropin tunggal maksimal adalah 0,5-1mg/x
yang dapat diulang tiap 5 menit dengan total maksimal 1 mg untuk anak dan 2 mg untuk
remaja. Atropin tersedia dalam kemasan 0,4 mg/ml dapat diberikan IV/IO
11. Glukosa
Hanya diberikan bila terdapat hipooglikemia dan pasien tak memberi respons terhadap
tindakan resusitasi standar. Glukosa diberikan dengan dosis 0,5-1,0 g/kg secara IV atau IO.
Bolus D10W 5-10 ml/kgbb atau D5W atau D5 NaCl 0,9% atau RL 10-20 ml/kgBB, dapat
diberikan dalam 20 menit. Konsentrasi maksimum glukosa neonatus adalah 12,5% ( secara
IV)
13. Dopamin
Dopamin diberikan untuk mengobati hipotensi atau perfusi perifer buruk pada anak dengan
volume intravaskular cukup dan irama jantung stabil. Dopamin disiapkan menurut Rule of
six (6xBB) mg dopamin dalam cairan 100 ml, bila diinfuskan dengan kecepatan 1 ml/jam
akan memberikan dopamin 1 µg/kgbb/menit. Diberikan infus kontinu dengan bantuan
pompa infus melalui kateter vena yang besar atau kateter vena sentralis. Ekstravasasi
dopamin dapat menyebabkan iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Dimulai dari 10 ml/jam
atau 10µg/kgbb/ menit yang selanjutnya disesuaikan dengan penilaian diuresis, perfusi
sistemik dan tekanan darah. Pada dosis rendah (2-5µg/kgbb/menit), efek langsung dopamin
pada reseptor β adrenergic jantung sedikit namun pada vascular bed dopamin merangsang
30
reseptor dopaminergik dengan efek vasodilatasi yang meningkatkan aliran darah renal,
splanknik, koroner dan serebral. Pada dosis tinggi (>5µg/kgbb/menit) dopamin memberi
efek melalui pelepasan norepinefrin saraf simpatis jantung pada reseptor β adrenergic
jantung dan efek α adrenergic. Infus dopamin 5-10µg/kgbb/menit meningkatkan
kontraktilitas jantung tanpa efek pada tekanan darah dan denyut jantung. Infus dopamin10-
20µg/kgbb/menit terjadi vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah namun timbul
masalah takikardia. Infus dopamin >20µg/kgbb/menit menyebabkan vasokonstriksi perifer
hebat dan iskemia tanpa tambahan efek inotropik.
14. Dobutamin
15. Sedatif
Bila pasien gelisah (biasa karena gangguan perfusi jaringan) dapat diberikan Kloral Hidrat
per oral atau per rectal dengan dosis 12,5-50 mg/kgBB (tidak lebih dari 1 gram). Diusahakan
tidak memberi obat yang hepatotoksik. Gelisah akan hilang segera setelah pemberian cairan
adekuat.
Pemeriksaan golongan darah dan cross matching harus dilakukan pada pasien syok. Untuk
pasien DIC dengan pendarahan masif dapat diberikan plasma segar dan suspensi trombosit.
Untuk menentukan prognosis, berat perdarahan dan deteksi terjadinya DIC perlu dilakukan
pemeriksaan PT, PTT dan FDP
31
17. Kelainan ginjal
Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/kgBB/jam sedangkan cairan yang diberikan sudah
sesuai kebutuhan, maka selanjutnya dapat diberikan furoseemid 1 mg/kgBB, perlu dipasang
CVP untuk pedoman pemberian cairan selanjutnya. Tetap dilakukan pemantauan diuresis,
kadar ureum dan kreatinin.
18. Pemantauan
- Tanda-tanda vital dicatat tiap 15-30 ‘ atau lebih sering sampai syok dapat teratasi
- Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan pasien stabil
jumlah dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah cukup
- Jumlah dan frekuensi diuresis harus dicatat. Kadar elektrolit harus dipantau.
19. Kortikostroid tidak memperpendek masa sakit atau memperbaiki prognosis pada anak yang
mendapat terapi suportif
- Hematokrit stabil
32
- Tidak dijumpai distress pernafasan akibat asites atau efusi pleura
Pencegahan
Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara yang paling
memadai saat ini. Ada 2 cara pemberantasan vektor :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah adalah malathion
untuk membunuh nyamuk dewasa (adultsida) dan temephos (abate) untuk membunuh
jentik (larvasida).
2. Tanpa insektisida
Menguras bak mandi, tempayan, dan tempat penampungan air minimal sekali
seminggu.
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas dan benda lain yang
memungkinkan nyamuk bersarang.
Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai kelambu atau lotion.
Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DHF/DSS
mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-
anak.
Dari penelitian tahun 1993, dijumpai keadaan penyakit yang terbukti bersama-sama
muncul dengan DHF yaitu demam tifoid, bronkopneumonia, dan anemia.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (1999). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I, Edisi 3, FKUI, Jakarta, hal 425-426.
34