Anda di halaman 1dari 6

Pemantauan kesadaran dengan menilai fungsi SSP tersebut.

~ Tingkat kesadaran dibagi enam :

1. Compos Mentis.

Kesadaran penuh.

2. Apatis.

Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan,
pendengaran, serta perabaan normal.

3. Somnolent.

Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang, dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila
rangsangan berhenti pasien tidur lagi.

4. Sopor.

Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan rangsangan kasar dan terus menerus.

5. Sopora Coma.

Reflek motoris terjadi hanya bila dirangsang nyeri.

6. Coma.

Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan rangsangan nyeri.

Pemantauan tingkat kesadaran dengan mengunakan pemeriksaan Glasgow Coma Skala (GCS ),

~ Skala yang dinila ;

1. BUKA MATA. Nilai total : 4

- Buka mata tidak ada meskipun dirangsang nilai 1

- Buka mata jika ada nyeri nilai 2

- Buka mata jika diajak bicara/ disuruh nilai 3

- Buka mata spontan nilai 4


2. RESPON MOTORIK. Nilai total : 6

- Respon motor tidak ada nilai 1

- Respon motor ektensi nilai 2

- Respon motor fleksi abnormal nilai 3

- Respon motor reaksi abnormal nilai 4

- Respon motor tunjuk nyeri nilai 5

- Respon motor menurut perintah nilai 6

3. RESPON VERBAL. Nilaitotal : 5

- Respon verbal tidak ada nilai 1

- Respon verbal tanpa arti nilai 2

- Respon verbal tak benar nilai 3

- Respon verbal bicara ngacau nilai 4

- Respon verbal orientasi baik nilai 5

GCS nilai 15 : kesadaran normal.

GCS nilai 03 : kesadaran coma.

Besar pupil :

- Pupil dipantau besarnya antara 2 -3 mm bisa 1 -8 mm.

- Kanan dan kiri besarnya tidak sama.

- Reaksi pupil kanan dan kiri positif/ negative.


Tingkat Kesadaran

( Macam-macam Tingkat Kesadaran )

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari

lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh
tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun
(tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam
lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak,
dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas
reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan
angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa
dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Penyebab Penurunan Kesadaran


Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun
ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan
syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau
hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia,
hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi
(encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala.
Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika
kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya
penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert),
berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar
sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama
akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau
(confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

http://nursingbegin.com/tingkat-kesadaran/

Denyut Nadi
Ketika jantung berdenyut. jantung memompa darah melalui aorta dan pembuluh
darah perifer. Pemompaan ini menyebabkan darah menekan dinding arteri, menciptakan
gelombang tekanan seiring dengan denyut jantung yang pada perifer terasa sebagai
denyut/detak nadi. Denyut nadi ini dapat diraba/palpasi untuk menilai kecepatan jantung,
ritme dan fungsinya. Karena mudah diakses, nadi pada radial tangan adalah metode yang
paling banyak digunakan untuk mengukur kecepatan jantung; dipalpasi melalui arteri tangan
(radial) pada pergelangan tangan anterior. Cara lain untuk mengukur denyut nadi dibahas
pada Bab 13.
Untuk mengukur nadi radial:
• Letakkan jari pertama dan kedua pada pergelangan tangan pasien antara tulang
medial dan radius (Gambar 5-6).
• Tekan sampai nadi dapat teraba, tetapi hati-hati jangan samapi mengoklusi arteri
(denyut nadi tidak akan teraba).
• Hitung jumlah denyut dalam 30 detik, dan jika ritmenya teratur, kalikan dua
jumlah tadi.
• Hindari menghitung nadi hanya dalam 15 detik, karena kesalahan 1-2 denyut saja
akan mengakibatkan kesalahan 4-8 kali kesalahan pada evaluasi kecepatan detak
janutng. Juga, lebih mudah mengalikan dua daripada mengalikan denyut janutng
emapat kali.
• Jika ritme tidak teratur, hitung denyut nadi dalam 1 menit.
Catat temuan dalam denyut per menit (beats per minute/bpm).
5.General Assessment dan Tanda‐tanda Vital
113
Kecepatan detak jantung normal untuk berbagai usia dapat dilihat pada Tabel 5-3.
Pada dewasa, kecepatan jantung kurang dari 60 bpm disebut bradikardia, dan kecepatan
jantung lebih dari 100 bpm disebut takhikardia. Namun, atlet yang baik kondisinya, dapat
menunjukkan kecepatan jantung krang dari 60 bpm, dan kecepatan janutng lebih dari 100
bpm dapat terjadi pada pasien yang berolahraga atau gelisah.
Selain kecepatan denyut nadi, ritme denyut nadi juga harus dievaluasi. Normalnya,
ritme nadi adalah tetap dan rata. Jika ritme tidak teratur, disebut aritmia. Jika terdeteksi
aritmia ini, suara jantung dapat diauskulatsi dengan stetoskop untuk dapat lebih akurat
menilai (lihat Bab 12 untuk bahasan lengkap mengenai aritmia).
Gambar 5‐6 Pengukuran nadi radial.
Tabel 5‐3 Kecepatan jantung normal untuk berbagai kelompok usia
Usia Kecepatan jantung (BPM)
Bayi baru lahir (newborn) 70‐170
1‐6 tahun 75‐160
6‐12 tahun 80‐120
Dewasa 60‐100
Usia Lanjut 60‐100
Atlet yang terkondisi baik 50‐100
Kekuatan setiap kontraksi jantung, yang dinyatakan sebagai volume stroke jantung,
dapat dievaluasi dengan cara meraba/palpasi nadi. Biasanya, nadi yang normal dapat dengan
mudah dipalpasi, tidak “muncul lalu hilang”, dan tidak mudah terobstruksi. Kekuatan nadi ini
dapat digambarkan secara subyektif menggunakan 4 skala berikut:

0 Absen/tidak ada
1+ Lemah
2+ Normal
3+ Penuh
Rhonda M. Jones, 2008; terj. D. Lyrawati, 2009 114

Kreatinin Darah (Serum)


Posted by Riswanto on Thursday, March 4, 2010
Labels: Tes Kimia Darah

Kreatinin merupakan produk penguraian keratin. Kreatin disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka
yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam
sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan
katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara
ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin.

Jumlah kreatinin yang dikeluarkan seseorang setiap hari lebih bergantung pada massa otot total daripada aktivitas otot
atau tingkat metabolisme protein, walaupun keduanya juga menimbulkan efek. Pembentukan kreatinin harian umumnya
tetap, kecuali jika terjadi cedera fisik yang berat atau penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan masif pada otot.

Prosedur

Jenis sampel untuk uji kreatinin darah adalah serum atau plasma heparin. Kumpulkan 3-5 ml sampel darah vena dalam
tabung bertutup merah (plain tube) atau tabung bertutup hijau (heparin). Lakukan sentrifugasi dan pisahkan
serum/plasma-nya. Catat jenis obat yang dikonsumsi oleh penderita yang dapt meningkatkan kadar kreatinin serum.
Tidak ada pembatasan asupan makanan atau minuman, namun sebaiknya pada malam sebelum uji dilakukan, penderita
dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi daging merah.

Kadar kreatinin diukur dengan metode kolorimetri menggunakan spektrofotometer, fotometer atau analyzer kimiawi.
Nilai Rujukan

DEWASA : Laki-laki : 0,6-1,3 mg/dl. Perempuan : 0,5-1,0 mg/dl. (Wanita sedikit lebih rendah karena massa otot yang lebih
rendah daripada pria).

ANAK : Bayi baru lahir : 0,8-1,4 mg/dl. Bayi : 0,7-1,4 mg/dl. Anak (2-6 tahun): 0,3-0,6 mg/dl. Anak yang lebih tua : 0,4-1,2
mg/dl. Kadar agak meningkat seiring dengan bertambahnya usia, akibat pertambahan massa otot.

LANSIA : Kadarnya mungkin berkurang akibat penurunan massa otot dan penurunan produksi kreatinin.

Masalah Klinis

Kreatinin darah meningkat jika fungsi ginjal menurun. Oleh karena itu kreatinin dianggap lebih sensitif dan merupakan
indikator khusus pada penyakit ginjal dibandingkan uji dengan kadar nitrogen urea darah (BUN). Sedikit peningkatan
kadar BUN dapat menandakan terjadinya hipovolemia (kekurangan volume cairan); namun kadar kreatinin sebesar 2,5
mg/dl dapat menjadi indikasi kerusakan ginjal. Kreatinin serum sangat berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus.

Keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah : gagal ginjal akut dan kronis, nekrosis tubular
akut, glomerulonefritis, nefropati diabetik, pielonefritis, eklampsia, pre-eklampsia, hipertensi esensial, dehidrasi,
penurunan aliran darah ke ginjal (syok berkepanjangan, gagal jantung kongestif), rhabdomiolisis, lupus nefritis, kanker
(usus, kandung kemih, testis, uterus, prostat), leukemia, penyakit Hodgkin, diet tinggi protein (mis. daging sapi [kadar
tinggi], unggas, dan ikan [efek minimal]).

Obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar kreatinin adalah : Amfoterisin B, sefalosporin (sefazolin, sefalotin),
aminoglikosid (gentamisin), kanamisin, metisilin, simetidin, asam askorbat, obat kemoterapi sisplatin, trimetoprim,
barbiturat, litium karbonat, mitramisin, metildopa, triamteren.

Penurunan kadar kreatinin dapat dijumpai pada : distrofi otot (tahap akhir), myasthenia gravis.

Untuk menilai fungsi ginjal, permintaan pemeriksaan kreatinin dan BUN hampir selalu disatukan (dengan darah yang
sama). Kadar kreatinin dan BUN sering diperbandingkan. Rasio BUN/kreatinin biasanya berada pada kisaran 12-20. Jika
kadar BUN meningkat dan kreatinin serum tetap normal, kemungkinan terjadi uremia non-renal (prarenal); dan jika
keduanya meningkat, dicurigai terjadi kerusakan ginjal (peningkatan BUN lebih pesat daripada kreatinin). Pada dialisis
atau transplantasi ginjal yang berhasil, urea turun lebih cepat daripada kreatinin. Pada gangguan ginjal jangka panjang
yang parah, kadar urea terus meningkat, sedangkan kadar kreatinin cenderung mendatar, mungkin akibat akskresi
melalui saluran cerna.

Rasio BUN/kreatinin rendah (<12)>20) dengan kreatinin normal dijumpai pada uremia prarenal, diet tinggi protein,
perdarahan saluran cerna, keadaan katabolik. Rasio BUN/kreatinin tinggi (>20) dengan kreatinin tinggi dijumpai pada
azotemia prarenal dengan penyakit ginjal, gagal ginjal, azotemia pascarenal.

Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium

 Obat tertentu (lihat pengaruh obat) yang dapat meningkatkan kadar kreatinin serum.

 Kehamilan

 Aktivitas fisik yang berlebihan

 Konsumsi daging merah dalam jumlah besar dapat mempengaruhi temuan laboratorium.

Anda mungkin juga menyukai