1. Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering
ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain,
panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar
ke hati dan paru-paru. (Wingo, 1995). Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun
ovarium yaitu sel epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam ovarium juga dapat
berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker payudara dan kanker kolon tapi
tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
Kanker ovarium adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan tidak
terkendali. (Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit. Hal.2 di akses tgl 20-7-
2009).
Kanker indung telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang
berasal dari sel-sel ovarium atau indung telur. (Sofyan, 2006)
Kanker ovarium disebut sebagai “the silent lady killer” karena sulit diketahui
gejalanya sejak awal. Sebagian besar kasus kanker ovarium terdiagnosis dalam stadium yang
sudah lanjut. Kebanyakan kanker ovarium ini berawal dari kista. (Colombo N,Parma G, et al.
Role of conservative surgeri in ovarian cancer 2005)
Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan penyebab
kematian kelima akibat kanker pada perempuan. (Price, 2005;1297)
Kanker ovarium memiliki 4 stadium yaitu :
(Smeltzer, 2001;1570)
a. Stadium I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium
b. Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan
perluasan pelvis
c. Stadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan
metastasis diluar pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif
d. Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium dengan
metastasis jauh
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker indung telur atau kita
sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari sel-sel ovarium atau indung
telur. dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga
mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
2. Epidemiologi
Kanker ovarium adalah kanker yang membuat frustasi bagi pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan karena awitannya yang tersembunyi dan tidak adanya gejala peringatan
adalah penyeab mengapa penyakit ini telah mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa.
Kejadian merupakan penyebab kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit
ini mempunyai angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali, sekitar 75%
dari kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk mendiagnosa dan adalah unik
sehingga kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak kanker primer dan mungkin
menjadi tempat metastase dari kanker lainnya. Kondisi ini membawa angka kematian 14.500
setiap tahunnya dan merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada
wanita ( Wingo et. al. , 1995 ). Sebagian kasus mengenai wanita usia 50 – 59 tahun. Insidens
tertingginya adala di negara – negara industri, kecuali Jepang yang insidennya paling rendah.
Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker payudara tiga
sampai empat kali lipat dan wanita dengan kanker payudara mempunyai resiko yang
meningkat terhadap kanker ovarium. Tidak ada faktor penyebab definitif yang telah
ditetapkan, tetapi kontraseptif oral tampak memberikan efek protektif. Hereditas dapat
berperan dalam menimbulkan penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan
pelvis bimanual bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara dengan kanker
ovarium. Meskipun dengan pemeriksaan yangn cermat, tumor ovarium biasanya terdapat jauh
di dalam dan sulit untuk dideteksi. Belum ada skrinng dini yang tersedia saat ini, meskipun
penanda tumor sedang dalam penelitian. Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-
125 sangat membantu pada mereka yang beresiko tinggi untuk mengalami kondisi ini. Akhir
– akhir ini, antigen yang berkaitan dengan tumor membantu dalam perawatn tindak lanjut
setelah didiagnosis dan pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.
Faktor – faktor resiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan
bedak talk perineal, riwayat kanker payudara, kanker kolon, kanker endometrium, dan
riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi
adalah faktor – faktor resiko. Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana kanker
didiagnosis. Lebih dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita
pascamenopause. Usia 62 tahun adalah usia di mana kanker ovarium epitelial paling sering
ditemui. Kanker ovarium epitelial jarang ditemukan pada usia kurang dari 45 tahun. Pada
wanita premenopause hanya 7% tumor ovarium epitelial yang ganas.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1989-1992 ditemukan 1.726 kasus kanker ginekologi,
di antaranya 13,6% adalah kanker ovarium. Umumnya (72%) adalah kanker ovarium epitelial
yang datang dalam stadium lanjut, sedangkan stadium I-II (42,5%). Mortalitas karena kanker
ovarium adalah 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi.
3. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang
menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium yaitu :
a. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang
terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
b. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data
epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada
beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar
hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan mengikat.
Peningkatan kadar hormon goonadotropin ini ternyata berhubungan dengan makin bertambah
bsarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik dimetil benzzatrene
(DMBA) akan terjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah
dioovorektomi, Tetapi tidak menjadi tumor jiak tikus tersebut telah dihipofisektomi. Jika
ovarium yang telah diardiassi (hormonally inactivated) ditransplantasikan ke rodentia dengan
ovarium yang makin normal, tumor ovarium tidak terbentuk. Akan tetapi, jika
ditransplantasikan pada rodentia yang telah dioovorektomi, tumor ovarium akan terbentuk.
Berkurangnya resiko ca ovarium pada wanita multipara dan wanita pemakai pil kontrasepsi
dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada dua kelompok ini.
c. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen.
Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal
dan sel-sel kanker ovarium.
d. Hipotesisi Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen, progesteron
ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal
ovarium mengandung reseptor progesteron. Percobaan pada kera macaque, progesteron
menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen menghambatnya.
Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca menopause akan
meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium, sedangkan pemberian kombinasi dengan
progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan, dimana kadar progesteron tinggi,
menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker
ovarium. Demikian juga yang hanya mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga
menurunkan resiko kanker ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat
ternyata tidak menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker ovarium yaitu:
a. Diet tinggi lemak
b. Merokok
c. Alkohol
d. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
e. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
f. Nulipara
g. Infertilitas
h. Menstruasi dini
i. Wanita diatas usia 50 – 75 tahun
j. Wanita yang memiliki anak > 35 tahun
k. Ras kaucasia > Afrika-Amerika
l. Kontrasepsi oral
m. Berawal dari hyperplasia endometrium yang berkembang menjadi karsinoma.
n. Menarche dini
4. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan
pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak
akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam
jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan
membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2
cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus
luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama
kehamilan.
Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan
dengan abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri pada rongga abdomen dan
pelvis. Sel-sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan peritoneal sehingga implantasi dan
pertumbuhan keganasan selanjutnya dapat timbul pada semua permukaan intraperitoneal.
Limfatik yang disalurkan ke ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas.
Semua kelenjar pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran
awal kanker ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala yang
spesifik. Gejala tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat
pada pelvis, sering berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa
penuh, mual, tidak enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi. Pada beberapa perempuan
dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hyperplasia endometrium bila
tumor menghasilkan estrogen, beberapa tumor menghasilkan testosterone dan menyebabkan
virilasi. Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat
perdarahan dalam tumor , ruptur atau torsi ovarium. Namun tumor ovarium paling sering
terdeteksi selama pemeriksaan pelvis rutin.
5. Pathway
Terlampir
6. Klasifikasi
Lebih dari 30 neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Tumor ovarium dikelompokkan
dalam 3 kategori (Price, 2005;1297) besar yaitu :
a. Tumor-tumor epitel
Tumor-tumor epitel menyebabkan 60% dari semua neoplasma ovarium dan diklasifikasikan
sebagai neoplasma jinak, perbatasan ganas
b. Tumor stroma gonad
c. Tumor-tumor sel germinal
Terdapat tiga ketegori utama tumor sel germinal yaitu : tumor jinak (kista dermoid), tumor
ganas (bagian dari kista dermoid), tumor sel germinal primitive ganas (sel embrionik dan
ekstraembrionik)
Dua pertiga persen kanker ovarium adalah tumor sel germinal primitive ganas. Penting
untuk mendiagnosis jenis tumor dengan tepat.
8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah
massa pada rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu
membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa
tumor jinak cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan.
Sedangkan tumor ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi
dan sering bilateral. Massa yang besar memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih
mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-
de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.
9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kanker ovarium yaitu :
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pelvic
b. Radiologi : USG Transvaginal, CT scan, MRI
c. Tes darah khusus : CA-125 (Penanda kanker ovarium epitelial), LDH, HCG, dan AFP
(penanda tumor sel germinal)
d. Laparoskopi
e. Laparotomi
f. Pemeriksaan untuk mengetahui perluasan kanker ovarium
g. Pielografi intravena (ginjal, ureter, dan vesika urinaria), sistoskopi dan sigmoidoskopi.
h. Foto rontgen dada dan tulang
i. Scan KGB (Kelenjar Getah Bening)
j. Scan traktus urinarius
c. Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam menegakkan diagnosis
suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan akan memberikan gambaran dengan
septa internal, padat, berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites . Walaupun ada
pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic resonance imaging), dan
positron tomografi akan memberikan gambaran yang lebih mengesankan, namun pada
penelitian tidak menunjukan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari
ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini merupakan petanda tumor yang paling sering
digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel, walaupun sering disertai
keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada adanya petanda tumor untuk jenis sel
germinal, antara lain alpha-fetoprotein (AFP), lactic acid dehidrogenase (LDH), human
placental lactogen (hPL), plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic
gonadotrophin(hCG).
12. Penatalaksanaan
Adapun tindakan yang dilakukan pada penanganan kanker ovarium antara lain:
(Smeltzer, 2001;1570)
a. Intervensi bedah untuk kanker ovarium adalah histerektomi abdominal total
dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium serta omentum (salpingo-oofarektomi
bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar unruk penyakit tahap dini
b. Terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) interperitoneal, isotop radioaktif,
dapat dilakukan setelah pembedahan
c. Kemoterapi dengan preparat tunggal atau multiple tetapi biasanya termasuk
sisplantin, sikofosfamid, atau karboplatin juga digunakan
d. Paklitaksel (Taxol) merupakan preparat yang berasal dari pohon cemara pasifik,
bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk berkumpul dan mencegah
pemecahan struktur yang mirip benang ini. Secara umum, sel-sel tidak dapat berfungsi ketika
mereka terlilit dengan mikrotubulus dan mereka tidak dapat membelah diri. Karena medikasi
ini sering menyebabkan leucopenia, pasien juga harus minum G-CSF (factor granulosit
koloni stimulating)
e. Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan pada penderita
dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat menyebabkan pecahnya dinding kista
akibat bagian yang diduga asites ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran
cairan asites hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan pada
diafragma.