Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyebabkan penyakit
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan dan berakhor dengan kematian. Banyak orang dengan
positif HIV mereka dengan tidak menyadari bahwa mereka mempunyai virus
tersebut dan akan menyebarkannya tanpa di sadari dengan kontak dengan
darah serta cairan tubuh.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006:3), pola
penularan HIV pada pasangan seksual berubah pada saat ditemukan kasus
seorang ibu hamil diketahui telah terinfeki HIV. Bayi yang dilahirkan ternyata
juga positif penderita HIV. Ini menjadi awal dari penambahan pola penularan
HIV/AIDS dari ibu ke bayi yamg dikandunganya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Menjelaskan pengertian HIV/AIDS ?
2. Menjelaskan Etilogi HIV/AIDS ?
3. Menjelaskan Patofisiologi HIV/AIDS ?
4. Apa saja Stadium pada HIV/AIDS ?
5. Bagaimana Manifestasi klinis HIV/AIDS ?
6. Bagaimana Pendekatan DIagnosa HIV/AIDS ?
7. Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS ?
8. Menjelaskan Penatalaksaan Medis HIV/AIDS ?
9. Menjelaskan Pencegahan HIV/AIDS ?
10. Asuhan Keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS ?
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian HIV/AIDA
2. Mengetahui Etilogi HIV/AIDS ?
3. Mengetahui Patofisiologi HIV/AIDS ?
4. Mengetahui Stadium pada HIV/AIDS ?

1
5. Mengetahui Manifestasi klinis HIV/AIDS ?
6. Mengetahui Pendekatan Diagnosa HIV/AIDS ?
7. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS ?
8. Mengetahui Penatalaksaan Medis HIV/AIDS ?
9. Mengetahui Pencegahan HIV/AIDS ?
10. Asuhan Keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS ?

1.4 Manfaat Penulisan


Agar para pembaca khusus nya mahasiswa dan mahasiswi dapat menambah
wawasan dan pengetahuan tentang “HIV/AIDS pada anak “.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian HIV/AIDS


Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang merusak sistem
kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup diluar tubuh manusia.
Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menyebabkan kerentanan terhadap
infeksi penyakit. Sedangkan, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
merupakan kumpulan gejala penyakit akibatnya menurunya sistem kekebalan
tubuh yang disebabkan oleh HIV. Dalam bahasa Indonesia dapat dikatakan
sebagai sindrome cacat kekebaln tubuh dapatan.
Acquired : didapat, bukan penyakit turunan
Immune : sistem kekebalan tubuh
Deficiency : kekurangan
Syndrome : kumpulan gejala – gejala penyakit
AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau
kerusakan daya tahan tubuh yang diakibatkan oleh faktor luar (bukan dibawah
sejak lahir).

2.2 Etiologi
Banyak orang yang mempunyai risiko tinggi untuk terkena AIDS. Oleh
karena itu upaya preventif dan kehati-hatian dari setiap individu harus selalu
diperhatikan HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara, diantarannya adalah
(Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2005) :
1. Hubungan seks/hereroseksual/Homoseksual (anal, oral, vaginal) yang
tidak terlindung dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
2. IDU/ penggunaan jarum suntik secara bergantian.
3. Perinatal/ibu hamil mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.
4. Tidak diketahui/kemungkinan karena kecelakaan kerja di rumah sakit.

Khusus untuk kasus HIV/AIDS pada anak, paling besar karena faktor
perinatal. Dimana ibu sudag menderita AIDS sebelumnya, entah itu didapat
dari suami atau yang lainnya. Kemungkinan yang lain adalah karena faktor

3
kecelakaan dirumah sakit (klien mungkin terkena jarum suntik yang sudah
terinfeksi virus HIV atau bisa karena transfusi darah yang juga itu
mengandung virus HIV).

Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus


immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1
(HIV-1) yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+, yang juga
ditemukan dalam jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag.

HIV-I merupakan retrovirus yang termasuk pada subfamili Lentivirus.


Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang menyebabkan penyakit yang sama.

HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
 Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari
protein struktur yang dirujuk pada ukurannya.
 Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita
yang terinfeksi dengan beban virus tinggi.
 Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa
molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase
DNA virus yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan
menggunakan RNA virus sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128
)
 HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
 Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu
yang terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus,
gp120 dan gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4
pejamu untuk memulai infeksi virus.

4
 Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain,
yaitu tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV
dan karenanya dapat dipakai sebagai target terapi.
 Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua
sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).

2.3 Stadium HIV/AIDS


Menurut Gunung (2002), gejala dari HIV/AIDS dibagi menjadi tiga
stadium, yaitu; stadium infeksi akut, infeksi kronis dan AIDS.
1. Stadium infeksi akut
Pada fase stadium akut ini, tidak semua penderita menunjukan gejala
yang spesifik, biasanya dalam kurun waktu 3-6 minggu mengalami flu,
panas dan rasa lelah yang berlangsung selama 1-2 minggu. Gelaja
timbul gejala lain seperti:
a. bisul dengan bercak kemerahan, biasanya pada tubuh bagian atas
tidak gatal.
b. Sakit kepala
c. Sakit pada otot-otot
d. Sakit tenggorokan
e. Pembengkakan kelenjar
f. Diare (mencret)
g. Mual – mual
h. Muntah
2. Stadium infeksi kronis
infeksi kronis mulai 3-6 minggu setelah tubuh terinfeki. Karena pada
saat terpapar tubuh memberikan perlawanan yang kuat terhadap virus
HIV. Pada stadium ini penderita tidak memperlihatkan gejala apapun
dan bisa berlangsung sampai 10 tahun. Walaupun tidak menunjukkan
gejala yang spesifik, sistem imunitas penderita semakin menurun.
Pada orang normal CD4 sebesar 450-12000 sel per ml, sedangkan
pada penderita semakin turun, dan apabila CD4-nya berada dibawah
200, maka penderita sudah masuk stadium AIDS.

5
3. Stadium AIDS
AIDS bukan penyakit tersendiri melainkan merupakan sekumpulan
gejala infeksi opportunistik yang menyertai infeksi HIV tersebut.
Disini sistem imun sudah rusak, sehingga didapatkan gejala yang
mulai khas, dianataranya adalah:
a. Selalu merasa lelah
b. Pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha
c. Panas yang berlangsung lebih dari 10 hari
d. Keringat malam
e. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya
f. Bercak keunguan pada kulit yang tidak kunjung hilang
g. Pernafasan memendek
h. Diare berat yang berlangsung lama
i. Mudah memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan
penyebabnya.

2.4 Patofisiologi
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target (
terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-
tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA
agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit
T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini
berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai
mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi
ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka
fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus
untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B
juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total
sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan

6
memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin
rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya
dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan
sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama
bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap.
Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini
bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak
langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-
obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan
menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat
melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang
terinfeksi (disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih
dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13
tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
( Cecily L. Betz , 2002 : 210)

2.5 Manifestasi Klinis


Bayi dan Anak
Bayi yang terinfeksi tidak dapat dikenali secara klinis sampai
terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare, gagal
tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang
mendasari. Kebanyakan anak dengan infeksi HIV-1 terdiagnosis antara
umur 2 bulan dan 3 tahun.
Tanda-tanda klinis akut yang disebabkan oleh organisme virulen
pada penderita limfopeni CD4+ yang terinfeksi HIV-1 disebut infeksi
oportunistik "penentu-AIDS". Infeksi oportunistik yang paling sering dan

7
sangat mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC
pada bayi terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan
batuk, takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke
arah blokade kapiler alveolar (mis ; proses radang interstisial).
Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan
diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel
dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun
tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-
Barr, virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi
pernafasan terkait mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal
mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan
dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC tampak semakin
bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan klinis
infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC (trimetropim-
sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri
dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan
diobati dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral,
sepertii Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex
biasanya menimbulkan gejala saluran cerna, dan herpes virus
menimbulkan komplikasi retina, paru, hati, dan neurologist. M.
tuberculosis dan malaria yang tersebar di seluruh dunia adalah patogen
oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma relatif tidak sering pada
penderita terinfeksi HIV-1 pediatri. (Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum

8
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya
yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif,
perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit
yang asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini
diikuti tanda dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa
bulan sebelum tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan
gejala tersebut antara lain:
1) Demam
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV

9
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
 Limfadenopati
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Dermatitis
 Parotitis
 Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten,
sinusitis, atau otitis media
3) Kategori B : Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau
menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari
kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
 Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
 Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
 Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6
bulan
 Kardiomiopati
 Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
 Diare, kambuhan atau kronik
 Hepatitis
 Stomatitis herpes, kambuhan
 Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan
sebelum berusia 1 bulan
 Herpes zoster, dua atau lebih episode
 Leimiosarkoma
 Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid
pulmoner (LIP/PLH)
 Nefropati
 Nokardiosis
 Varisela zoster persisten

10
 Demam persisten >1 bulan
 Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam
 Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )
4) Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut :
 Infeksi balterial multipel atau kambuhan
 Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
 Koksidioidomikosis, intestinal kronik
 Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai
pada umur > 1 bulan.
 Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).
 Ensefalopati HIV.
 Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau
pneumonitis atau esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
 Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.
 Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).
 Sarkoma kaposi.
 Limfoma, primer di otak.
 Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
 Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,
diseminata atau ekstrapulmoner.
 Pneumonia Pneumocystis carinii.
 Leukoensefalopati multifokal progresif.
 Septikemia salmonella kambuhan.
 Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
 Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )

2.6 Pendekatan Diagnosa


Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih
sukar dari pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya
yang tidak / kurang meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang

11
harus dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan
serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV
(IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya,
karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada
dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka
memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran
terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih
terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya
infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA,
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio
T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM
maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste
Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa,
ataupun DNA –virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Pemeriksaan ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi.
Metoda lain yang sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody
Production), dengan mencari sel-sel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut
:
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.

12
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dengan ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut
WHO).
Gejala Mayor :
a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan.
b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap

Gejala Minor :
a) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali
b) Kandidiasis mulut dan faring
c) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
d) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
e) Dermatitis yang menyelurh
f) Ensefalitis

Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas


“positive predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan
hanya untuk melakukan surveillance epidemiologi.
Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance
epidemiologi, CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak
sebagai berikut :
(lihat tabel 2)
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun
menurut Center for Disease Control (CDC)
Klas Subklas / kategori
P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)
P1 Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normal

13
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
P-2 Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala
menetap lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance
CDC untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum
dalam daftar definisi surveillance CDC untuk
AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan
karena infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan
oleh infeksi H HIV

Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex
(ARC)”. Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis
interstitialis, diare menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang
menetap, serta pembesaran hepar, namun belum ada infeksi oportunistik
atau keganasan.
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3

Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)

14
Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis

Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip

Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah

Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor.


Serta 2 kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –
mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk
skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya
antibodi terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3) Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
4) Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) –
mendeteksi asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini
bermanfaat untuk mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.
5) Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.

15
6) HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi
(secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas,
diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum
berusia 6 bulan.
1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak
yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2) Limfopenia.
3) Anemia, trombositopenia.
4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili
)
7) Haemophilus influenzae tipe B
8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9) Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18
bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2
determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau
antigen HIV, maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir
dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif
terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”.
Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif
dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia
terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “Seroreverter”.
( Cecily L. B, 2002, 212 )

2.8 Penatalaksanaan Medis


I. Penalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang
terbukti terinfeksi HIV.

16
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang
berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya
segala tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan
untuk tetap memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan
ada yang menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting
untuk senantiasa memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai
melahirkan, demikian juga sang bayi sampai berumur lebih dari 2
tahun. Ada pula yang menganjurkan untuk melakukan terminasi
kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi HIV, karena
kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.

II. Penatalaksanaan bayi/anak yang telah tertular


1. Terhadap Etiologi
Diberikan obat-obata antiretroviral
Tabel 4. Macam-macam antiretroviral
Golongan obat Nama generik Singkatan
Nucleoside-reserve Azidotimidin/zidovudin AZT
Transcriptase Didanosin DDI
Stavudin D4T
Zalbitabin DDC
Lamivudin 3TC

Protease Inhibitor (PI) Indinavir IDV


Ritonavir
Saquinavir

Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin

Pada pemberian pengobatan dengan antiretroviral sebagai


indikator pemakaian/ kemajuan sering dipakai perhitungan jumlah
CD4 serta menghitung beban viral (viral load).

17
Tabel 5. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV
Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi
Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu PI + (1 atau 2 NRTI)
setelah terpajan)
Asimtomatik dengan beban virus Didanosin
< 10.000/ml Kombinasi 2 NRTI
Simtomatik / asimtomatik PI + (1 atau 2 NRTI)
Dengan beban virus > 10.000/ml
Berlanjutnya penyakit setelah terapi Pindah ke terapi PI – NRTI
dengan 2 NRTI

Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali
sehari peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan
tanpa memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak
menyusui bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV
positif, dapat diobati dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya
pada bayi / anak pengukuran viral-load penting karena rentang
jumlah CD4 yang sangat bervariasi selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek
mempengaruhi proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2,
diberikan secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti
peroral selama 1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu
setengah kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya
segera membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian
pemberian obat. Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73%
dapat bertahan sampai 44 minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
- Adanya peningkatan berat badan

18
- Pengecilan hepar dan lien
- Penurunan immunoglobulin (IgG, IgM)
- Peningkatan T4
- Perbaikan klinis / radiologis
- Peningkatan jumlah trombosit
2. Terhadap Infeksi Sekunder
2.1 Infeksi Protozoa
Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi,
hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal
c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4
dosis. Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada
infeksi yang berat dapat diberikan kortikosteroid.
2.1.2 Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral /
space occupying lesions
a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari
b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
2.1.3 Terhadap Cryptosporidium
Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine,
yang penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama
rehidrasi.
2.2 Infeksi Jamur
Manifestasi klinik berupa kandidiasis, pada umumnya
memberikan respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin
B. 0,3 – 0,5 mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr.

19
2.3 Infeksi Virus
Yang penting : Virus herpes, cytomegalovirus (CMV),
papovavirus (penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty
/ PML)
a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis
diberikan selama 7 hari.
b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik
untuk CM
Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian :
1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap
tahun.
2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza
A.
3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625
u). Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan
penderita.
4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml)
dalam waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita
2.4 Infeksi Bakteria
Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium
avium intra cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi
dengan pemberian antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang
dipertimbangkan pemberian immunoglobulin.
3. Mengatasi Status Defisiensi Immun
Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak
banyak memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba :
a. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma
interferron, interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum
tulang, transplantasi timus.
b. Immunomodulator misalnya isoprinosine.
4. Mengatasi Neoplasma

20
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih
bersifat lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah
lanjut, hanya radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi /
interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV,
masih mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang
baik sampai berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah
berusia di atas 2 tahun, bahkan ada yang mengatakan
menghilang pada umur 4 tahun. Karenanya vaksinasi rutin sesuai
dengan “Program Pengembangan Immunisasi yang ada di
Indonesia dapat tetap diberikan, dengan pertimbangan yang lebih
terhadap pemberian vaksin hidup, terutama BCG dan Polio.

Tabel 2 Penetapan kategori imun berdasarkan usia dan jumlah CD4


Kelompok Usia :
Kategori Imun Jumlah CD4 dan Persentase
0 – 11 bulan 1 – 5 tahun 6 – 12 tahun
1) Tidak ada tanda- >1500 >1000 >500
tanda supresi >25% >25% >25%
2) Tanda-tanda 750-1499 500-999 200-499
supresi sedang 15-25% 15-25% 15-25%
3) Tanda supresi <750 <500 <200
hebat <15% <15% <15%

2.9 Pencegahan
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko
infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-
34 kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit
CD4 yang jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu
mendapat terapi zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa
masa kehamilan.

21
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir.
Hal ini mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% . (
Behrman, dkk, 1999 : 653 )

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
A. Biodata klien

a. Nama :Nn.Y

b. Umur : 5 tahun

c. Jeniskelamin :Perempuan

d. Agama : Islam

e. Alamat : Ds.CibogoRT/RW 24/12

f. Tanggal masuk : 25 Juli 2018

g. Tanggal Pengkajian : 25 Juli2018

h. Nomor Merdek :4066408

i. Ruang/ Kelas : Bad II

j. Diagnosa Medis :-

B. Biodata Penanggung Jawab

a. Nama : Ny.D

b. Umur :30tahun

c. Pendidikan : SMA

d. Pekerjaan : IbuRumahTangga

e. Alamat :Ds.Cibogo RT/RW 24/12

f. Hubungan Dengan Klien : ibu

23
3.2 . Riwayat Kesehatan

A. KeluhanUtama

Demam dan diare berkepanjangan, Takhipnea, batuk, sesak nafas


dan hipoxia
B. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat pengkajian tanggal 25- juli- 2018 pukul 05.30 WIB ibu
klien mengatakan anaknya Berat badan dan tinggi badan yang
tidak naik, Diare lebih dari 1 bulan, Demam yang berkepanjangan
( lebih dari 1 bulan ). Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak
putih, Limpha denophati yang menyeluruh, Infeksi berulang (otitis
media, pharingitis), Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
Dermatitis yang menyeluruh.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada saat pengkajian klien mengatakan anaknya pernah ada
riwayat pemberian tranfusi
D. Riwayat Penyakit Keluarga

Pada saat pengkajian ibu klien mengatakan bahwa suaminya yang


terinfeksi HIV.
E. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
- Ibu selama hamil terinfeksi HIV  50% tertular untuk anaknya
- Penularan dapat terjadi pada minggu ke 9 – 20 dari kehamilan
- Penularan pada proses melahirkan, terjadi kontak darah ibu dan
bayi
- Penularan setelah lahir dapat terjadi melalui air susu ibu.
F. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Kegagalan pertumbuhan (failure to thrive)

24
G. Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
H. Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun DT, Campak

- Immunisasi BCG tidak boleh diberikan  kuman hidup


- Immunisasi polio harus diberikann inactived poli vaccine, bukan
tipe live attenuated polio vaccine  virus mati bukan virus hidup
- Immunisasi dengan vaksin HIV diberikan setelah ditemukan HIV
(+)
3.3 Pola Aktivitas
N Aktivi Di Rumah Di RS
o. tas
1. Nutrisi:
a. Makan 1. 3 kali sehari 1. 1-2 kali sehari
1. Frekuen 2. Nasi,sayuran dan lauk 2. Bubur dan sayuran
si pauk 3. Porsi makan tidak habis
2. Jenis 3. Porsi habis 4.. Klien merasa mual
4. Tidak ada keluhan 5. Rendah garam-garam
3. Porsi rendah protein 40gr.
4. Keluhan
5. Diet 1.7-8 gelas sehari 1. 1000 cc
2.Air putih 2. Air putih
b. Minum
1. Frekue

25
nsi
2. Jenis

2 Pola
2 Eliminasi:
a. BAB 1.1-2 kali sehari 1. 1-2 kali sehari
1. Frekuen 2. lembek 2. Lembek
si 3. Kuning 3. Kuning
2. Jenis
3. Warna 1. 4-5 kali sehari 1. 2-3 kali sehari
2. Kuning jernih 2. Kuning pekat
b. BAK 3. 750ccdalam 24 jam 3. 600cc dalam 24 jam
1. Frekuen
si
2. Warna
3. Kuantita
s
3 Pola
3 Istirahattidur:
a. A. Malam 1. 7-8 jam perhari 1. 4-5 jam perhari
1. Frekuensi 2. Tidakadagangguan 2. Sering terbangun karena
1. 2. Gangguan klien tidak nyaman dan gelisah
1. Tidak pernah tidur
b. B. Siang 1-2 jam perhari
1. 1. Frekuensi Tidak ada gangguan
2. 2. Gangguan

4 personal
Pola
. hygiene:
a. Mandi 2 kali sehari 1x perhari (di seka)
b. Gosokgigi 2 kali sehari 1x perhari
c. Cucirambu 1 kali perhari belumpernah
t

3.4 . Pemeriksaan fisik


26
A. Keadaan Umum

- Penampilan : Lemah

- Kesadaran : Compos Mentis

B. Keadaan Status Gizi

- Tinggi Badan : 120 Cm

- Berat Badan

- Dirumah : 40 kg

- Di RS : 35 kg

- Penurunan BB : 5 kg

3.Tanda – Tanda Vital

- Tensi Darah :100/70 mmHg

- Nadi :78x/menit

- Respirasi :20x/menit

- Suhu : 38,40 C

4. Head toe-toe
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris,
rambut hitam keriting,
kulit kepala kering,
tidak ada ketombe.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.


b. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat
dengan jelas, bola mata
simetris, konjungtiva merah
muda, ada reaksi terhadap
cahaya (miosis) tidak

27
mengguakan alat bantu
penglihatan, fungsi
penglihatan normal.

Palpasi : Tidak nyeri tekan.

c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak
ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri
tekan, tidak ada
benjolan dan
pembengkakan.

d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak
ada kelainan dikedua
telinga,ada lesi dan
serumen.

Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri


tekan.
e. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak kuning,
lidah bersih, mukosa
mulut lembab.

Palpasi : Otot rahang kuat.


f. Leher
Inspeksi : Ada pembesaran kelenjar
getah bening.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

g. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak
ada lesi, respirasi 40

28
kali per menit,
terdapat retraksi
dinding dada.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Auskultasi : Bunyi napas ronkhi.

Perkusi : Batas paru-paru normal.

29
h. Thoraks (jantung)
Inspeksi : Ictus cordis terlihat, terlihat
tatto di dada sebelah kanan.

Palpasi : Ictus cordis teraba.

Auskultasi : S1 dan S2 reguler.

Perkusi : Batas jantung normal.

i. Abdomen
Inspeksi : lesi, luka sukar sembuh

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.

Auskultasi : Bising usus 8 kali per menit.

Perkusi : Timpani.

j. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji karena menyangkut masalah pribadi).
k. Ekstremitas

Kanan 5555 5555 Kiri

5555 5555

Keterangan:
Terpasang infus di tangan kiri (RL 20 TPM).
0 : Tidak mampu bergerak sama sekali
1 : Hanya mampu menggerakkan ujung ektremitas.
2 : Hanya mampu menggerser sedikit.
3 : Mampu mengangkat tangan dengan
bantuan, saat bantuan di lepaskan
tangan ikut jatuh.
4 : Kekuatan otot sedikit berkurang,
mampu melawan gravitasi sesaatlalu
jatuh.
5 : Kekuatan otot utuh mampu melwan gravitasi.

30
3.5 Data Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
HbsAg : Non-reaktif
HIV : R/Reaktif
BTA :+
LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
RBC 3,57 3,50-5,50 12⁄𝑙
MCV 7,47 75,0-100,0 fl
RDW% 63,1 1,0-1,6 %
HCT 26,7 35,0-55,0 %
PLT 386 100-400 10 𝑔⁄𝑙
MPV 6,3 8,0-11,0 fl
PCT 0,24 0,01-99,9 %
𝑔
HGB 10,2 11,5-16,5 𝑑𝑙

HL
WBC 13,5 3,5-10 10 𝑔⁄𝑙

B. Therapi Medis

No Nama Dosis
Obat Pembe-rian

1. IVFD RL (Ringer Laktat) 20x tetes/Menit

2. Ceftriaxe 1 x 2 gr

3. NTR 3 x 1 mg

4. Lasix 1 x 1 mg

31
3.6 ANALISA DATA

No Data Etiologi Problem

1 DO
- Adanya lesi Sistem imun Resiko terjadinya Infeksi
- adanya luka sukar sembuh menurun sehingga
tubuh mudah
DS terinfeksi dari luar
- Demam terus menerus (virus, bakteri,
- Kulitnya Merah-merah jamur, parasit ) maka
- Luka yang tidak sembuh- apabila terjadi luka
sembuh sukar sembuh

2 DS Nutrisi kurang dari


- Klien mengatakan berat Terjadi gangguan kebutuhan tubuh
badannya menurun pada
- Nafsu makan berkurang gastrointeristinal dan
- Mual kesulitan menelan
- Muntah sehingga nafsu
DO makan berkurang
- Anoreksia serta mual muntah

3. 7 Diagnosa Keperawatan

1. Resiko terjadi infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.

32
2. Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan
nyeri, anoreksia, diare.

3.8 Rencana keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Resiko terjadi Anak bebas dari tanda dan gejala infeksi 1. Kaji tanda-tanda infeksi (
infeksi sehubungan Kriteria Hasil : demam, peningkatan nadi,
dengan penurunan  Tanda-tanda vital dalam batas peningkatan RR, kelemahan
daya tahan tubuh normal. tubuh / letargi ).
 Badan tampak lebih kuat / berenergi. 2. Monitor tanda-tanda vital
 Tidak ada tanda-tanda kemerahan tiap 4 jam.
pada tubuh. 3. Berikan antibiotik, anti
 Anak tidak terserang batuk dan viral, anti jamur sesuai
rhinorhea. advis dokter..
 Jumlah sel darah putih dan hitung 4. Berikan Intra Venus
jenis dalam batas normal. Gamma Globulin sesuai
 Kulit tidak abrasi / rash advis dokter..
5. Gunakan teknik aseptik
dengan prosedur yang tepat.
6. Kaji batuk, hidung
tersumbat, pernafasan cepat
dan suara nafas tambahan
tiap 8 jam.
7. Pertahankan higiene
pulmonar yang adekuat
8. Monitor SDP dan hitung
jenis setiap hari.
9. Kaji kulit setiap hari.

33
10. Jaga kulit tetap bersih,
kering dan kelembaban
baik.

2. Gangguan kebutuhan 1. Timbang berat badan setiap


nutrisi (kurang dari Kebutuhan nutrisi terpenuhi. hari.
kebutuhan) Kriteria Hasil : 2. Monitor intake dan output
sehubungan dengan  Berat badan meningkat. tiap 8 jam dan turgor kulit.
nyeri, anoreksia,  Intake dan output 3. Berikan makanan tinggi
diare seimbang. kalori tinggi protein.
 Turgor kulit baik. 4. Rencanakan makanan
 Anak mengkonsumsi diet enteral atau parenteral.
berkalori tinggi.

34
3.9 Catatan perkembangan

No Implementasi Evaluasi
1 - mengkaji tanda-tanda infeksi klien S – Klien mengatakan demam terus menerus
- mengobservasi tanda-tanda vital O – mengurangi infeksi
- memberikan obat antibiotik - mengurangi adanya lesi
- Mengkaji kuit agar tetap bersih A - Tujuan belum tercapai
dan terjaga P - Intervensi dilanjutkan

2 - Mengobservasi BB klien
- Monitor intake dan output S - Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual
- Memberikan makanan dengan dan muntah
tinggi kalori dan protein O - Klien tidak lemah lagi
A - Tujuan sebagian tercapai
P - Intervensi dilanjutkan

35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup diluar tubuh
manusia. Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menyebabkan
kerentanan terhadap infeksi penyakit. Sedangkan, AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit
akibatnya menurunya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
HIV/AIDS di anak penyebabnya perinatal/ibu hamil mengidap HIV
kepada bayi yang dikandungnya.
HIV/AIDS pada anak terbagi menjadi 3 stadium yaitu : stadium infeksi
akut, stadium infeksi kronis dan stadium AIDS.

36

Anda mungkin juga menyukai