PENDAHULUAN
1
5. Mengetahui Manifestasi klinis HIV/AIDS ?
6. Mengetahui Pendekatan Diagnosa HIV/AIDS ?
7. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS ?
8. Mengetahui Penatalaksaan Medis HIV/AIDS ?
9. Mengetahui Pencegahan HIV/AIDS ?
10. Asuhan Keperawatan pada anak dengan HIV/AIDS ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
Banyak orang yang mempunyai risiko tinggi untuk terkena AIDS. Oleh
karena itu upaya preventif dan kehati-hatian dari setiap individu harus selalu
diperhatikan HIV dapat ditularkan melalui beberapa cara, diantarannya adalah
(Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2005) :
1. Hubungan seks/hereroseksual/Homoseksual (anal, oral, vaginal) yang
tidak terlindung dengan orang yang telah terinfeksi HIV.
2. IDU/ penggunaan jarum suntik secara bergantian.
3. Perinatal/ibu hamil mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.
4. Tidak diketahui/kemungkinan karena kecelakaan kerja di rumah sakit.
Khusus untuk kasus HIV/AIDS pada anak, paling besar karena faktor
perinatal. Dimana ibu sudag menderita AIDS sebelumnya, entah itu didapat
dari suami atau yang lainnya. Kemungkinan yang lain adalah karena faktor
3
kecelakaan dirumah sakit (klien mungkin terkena jarum suntik yang sudah
terinfeksi virus HIV atau bisa karena transfusi darah yang juga itu
mengandung virus HIV).
HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit obligat intra sel .Dalam
bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari
protein struktur yang dirujuk pada ukurannya.
Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita
yang terinfeksi dengan beban virus tinggi.
Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa
molekul transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase
DNA virus yang menggabung nukleosid menjadi DNA dengan
menggunakan RNA virus sebagai model. ( Behrman, dkk , 1999 : 1128
)
HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran ( target )
Selubung ( envelope ) lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu
yang terinfeksi saat budding, yang mengandung dua glikoprotein virus,
gp120 dan gp41. gp120 penting pada pengikatan pada molekul CD4
pejamu untuk memulai infeksi virus.
4
Ditemukan beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain,
yaitu tat, vpu, vip, nef, dan rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV
dan karenanya dapat dipakai sebagai target terapi.
Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua
sekresi dari penderita yang terinfeksi. ( Robbins,dkk, 1998 : 140 ).
5
3. Stadium AIDS
AIDS bukan penyakit tersendiri melainkan merupakan sekumpulan
gejala infeksi opportunistik yang menyertai infeksi HIV tersebut.
Disini sistem imun sudah rusak, sehingga didapatkan gejala yang
mulai khas, dianataranya adalah:
a. Selalu merasa lelah
b. Pembengkakan kelenjar pada leher atau lipatan paha
c. Panas yang berlangsung lebih dari 10 hari
d. Keringat malam
e. Penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan penyebabnya
f. Bercak keunguan pada kulit yang tidak kunjung hilang
g. Pernafasan memendek
h. Diare berat yang berlangsung lama
i. Mudah memar/perdarahan yang tidak bisa dijelaskan
penyebabnya.
2.4 Patofisiologi
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target (
terutama sel limfosit T ) yang mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD4. Ia melepas bungkusnya kemudian mengeluarkan enzim R-
tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk RNA-nya menjadi DNA
agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel target (sel limfosit
T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain ) . Dari DNA sel target ini
berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai
mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi
ini fungsi sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka
fungsi imonologik lain juga mulai terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus
untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B
juga terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total
sehubungan dengan penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan
6
memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin
rentan terhadap infeksi oportunis dan juga berkurang kemampuannya
dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV dimanifestasikan
sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama
bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap.
Kecepatan perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini
bervariasi dari orang ke orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak
langsung dengan darah atau produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-
obatan intravena, kontak seksual, transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan
menyusui. Tidak ada bukti yang menunjukkan infeksi HIV didapat
melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang
terinfeksi (disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih
dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13
tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
( Cecily L. Betz , 2002 : 210)
7
sangat mematikan adalah pneumonia P. carinii (PPC). Tanda klinis PPC
pada bayi terinfeksi HIV-1 merupakan distress pernapasan berat dengan
batuk, takipnea, dispnea dan hipoksemia dengan gas darah menunjuk ke
arah blokade kapiler alveolar (mis ; proses radang interstisial).
Roentgenogram dada menunjukkan pneumonitis difus bilateral dengan
diafragma datar. Diagnosis biasanya diperkuat oleh bronkoskopi fleksibel
dan cuci bronkoalveolar dengan pewarnaan yang tepat untuk kista maupun
tropozoit. Kadar laktat dehidroginase biasanya juga naik. Diagnosa
banding pada bayi termasuk herpes virus ( sitomegalovirus, virus Epstein-
Barr, virus herpes simpleks ), virus sinsitial respiratori, dan infeksi
pernafasan terkait mengi. Pengobatan infeksi PPC harus dimulai seawal
mungkin, tetapi prognosis jelek dan tidak secara langsung dikorelasikan
dengan jumlah limfosit CD4+.. Reaktivasi PPC tampak semakin
bertambah pada anak yang lebih tua yang mempunyai perjalanan klinis
infeksi HIV-1 yang lebih kronis. Profilaksis PPC (trimetropim-
sulfametoksasol tiga kali seminggu ) dianjurkan pada penderita pediatri
dengan angka limfosit-T CD4+ rendah (<25% angka absolut ).
Infeksi oportunistik penentu AIDS yang relatif sering kedua adalah
esofagitis akibat Candida albicans. Esofagitis Candida nampak sebagai
anoreksia atau disfagia, dikomplikasi oleh kehilangan berat badan, dan
diobati dengan amfoterisin B dan ketokonazol.
Infeksi oportunistik penting lain melibatkan ssstem saraf sentral,
sepertii Toxoplasma gondii. Infeksi Mycobacterium avium complex
biasanya menimbulkan gejala saluran cerna, dan herpes virus
menimbulkan komplikasi retina, paru, hati, dan neurologist. M.
tuberculosis dan malaria yang tersebar di seluruh dunia adalah patogen
oportunistik pada penderita AIDS. Neoplasma relatif tidak sering pada
penderita terinfeksi HIV-1 pediatri. (Behrman,dkk,2002: 1129 )
Manifestasi klinisnya antara lain :
1) Berat badan lahir rendah
2) Gagal tumbuh
3) Limfadenopati umum
8
4) Hepatosplenomegali
5) Sinusitis
6) Infeksi saluran pernafasan atas berulang
7) Parotitis
8) Diare kronik atau kambuhan
9) Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10) Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11) Sariawan Orofaring
12) Trombositopenia
13) Infeksi bakteri seperti meningitis
14) Pneumonia Interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya
yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif,
perkembangan yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Remaja
Kebanyakan remaja yang terinfeksi mengalami periode penyakit
yang asimtomatik yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Hal ini
diikuti tanda dan gejala yang dimulai beberapa minggu sampai beberapa
bulan sebelum tinbulnya infeksi oportunistik dan keganasan.Tanda dan
gejala tersebut antara lain:
1) Demam
2) Malaise
3) Keletihan
4) Keringat malam
5) Penurunan berat badan yang tidak nyata
6) Diare kronik atau kambuhan
7) Limfadenopati umum
8) Kandidiasis aral
9) Atralgia dan mialgia. ( Cecily L. Betz, 2002 : 211 )
Kategori Klinis HIV
1) Kategori N : Tidak bergejala
Anak-anak tanpa tanda atau gejala infeksi HIV
9
2) Kategori A : Gejala ringan
Anak-anak mengalami dua atau lebih gejala berikut ini :
Limfadenopati
Hepatomegali
Splenomegali
Dermatitis
Parotitis
Infeksi saluran pernapasan atas yang kambuhan/ persisten,
sinusitis, atau otitis media
3) Kategori B : Gejala sedang
Anak-anak dengan kondisi simtomatik karena infeksi HIV atau
menunjukkan kekurangan kekebalan karena infeksi HIV . Contoh dari
kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut :
Anemia, neutropenia, trombositopenia selama > 30 hari
Meningitis bakterial, pneumonia, atau sepsis
Sariawan persisten selama lebih dari 2 bulan pada anak di atas 6
bulan
Kardiomiopati
Infeksi sitomegalovirus dengan awitan sebelum berusia 1 bulan
Diare, kambuhan atau kronik
Hepatitis
Stomatitis herpes, kambuhan
Bronkitis, pneumonitis, atau esofagitis HSV dengan awitan
sebelum berusia 1 bulan
Herpes zoster, dua atau lebih episode
Leimiosarkoma
Pneomonia interstisial limfoid atau kompleks hiperplasia limfoid
pulmoner (LIP/PLH)
Nefropati
Nokardiosis
Varisela zoster persisten
10
Demam persisten >1 bulan
Toksoplasmosis, awitan sebelum berusia 1 bulam
Varisela, diseminata ( cacar air berkomplikasi )
4) Kategori C : Gejala Hebat
Anak dengan kondisi berikut :
Infeksi balterial multipel atau kambuhan
Kandidiasis pada trakea, bronki, paru, atau esofagus
Koksidioidomikosis, intestinal kronik
Penyakit sitomegalovirus ( selain hati, limpa, nodus ) dimulai
pada umur > 1 bulan.
Retinitis sitomegalovirus (dengan kehilangan penglihatan).
Ensefalopati HIV.
Ulkus herpes simpleks kronik ( durasi > 1 bulan ) atau
pneumonitis atau esofagitis, awitan saat berusia > 1 bulan.
Histoplasmosis, diseminata atau ekstrapulmoner.
Isosporiasis interstinal kronik (durasi > 1 bulan).
Sarkoma kaposi.
Limfoma, primer di otak.
Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii,
diseminata atau ekstrapulmoner.
Pneumonia Pneumocystis carinii.
Leukoensefalopati multifokal progresif.
Septikemia salmonella kambuhan.
Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
Wasting Syndrome karena HIV. ( Cecily L. Betz, 2002 : 213 )
11
harus dipikirkan sebagai diagnosa bandingnya, juga karena pemeriksaan
serologisnya yang sering membingungkan. Adanya antibodi terhadap HIV
(IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi yang berasal dari ibunya,
karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat menetap berada
dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi , maka
memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran
terjadinya infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih
terdapatnya antibodi sampai lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya
infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya antibodi kelas IgM atau IgA,
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan sensitifitas dan
spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti menurunnya T4 (ratio
T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi imun.
Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM
maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste
Blot. Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa,
ataupun DNA –virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Pemeriksaan ini tentunya mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi.
Metoda lain yang sedang dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody
Production), dengan mencari sel-sel penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut
:
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-
gejala ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak
berkaitan dengan infeksi HIV.
12
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dengan ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut
WHO).
Gejala Mayor :
a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan.
b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)
c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)
d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap
Gejala Minor :
a) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegali
b) Kandidiasis mulut dan faring
c) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitis
d) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)
e) Dermatitis yang menyelurh
f) Ensefalitis
13
Subklas B : Fungsi immun tak normal
Subklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
P-2 Infeksi yang simtomatik
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala
menetap lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressip
Subklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis
Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana
tercantum dalam daftar definisi surveillance
CDC untuk AIDS
Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulang
Kategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunder
Kategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum
dalam daftar definisi surveillance CDC untuk
AIDS
Kategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan
karena infeksi AIDS
Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan
oleh infeksi H HIV
Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak sesuai
dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex
(ARC)”. Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis
interstitialis, diare menahun, infeksi berulang, kandidiasis mulutyang
menetap, serta pembesaran hepar, namun belum ada infeksi oportunistik
atau keganasan.
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3
14
Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis
Kriteria Minor :
- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)
- Pembesaran hepar dan lien
- Diare menahun / berulang
- Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)
- Ensefalopati idiopatik progresip
Kriteria Laboratorium :
- Peningkatan IgA / IgM dalam serum
- Perbandingan T4/T8 terbalik
- IVAP rendah
15
6) HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi
(secara eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas,
diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum
berusia 6 bulan.
1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak
yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2) Limfopenia.
3) Anemia, trombositopenia.
4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili
)
7) Haemophilus influenzae tipe B
8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9) Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18
bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2
determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau
antigen HIV, maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir
dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif
terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”.
Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif
dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia
terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “Seroreverter”.
( Cecily L. B, 2002, 212 )
16
Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala cairan yang
berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya
segala tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan
untuk tetap memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan
ada yang menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting
untuk senantiasa memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai
melahirkan, demikian juga sang bayi sampai berumur lebih dari 2
tahun. Ada pula yang menganjurkan untuk melakukan terminasi
kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi HIV, karena
kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
Non-Nucleoside-Reserve
Transcriptase Inhibitor (NNRTI) Nevirapin
17
Tabel 5. Terapi antiretroviral menurut tahapan klinis infeksi-HIV
Keadaan klinis penyakit Pedoman terapi
Sindroma Retroviral Akut (2-4 minggu PI + (1 atau 2 NRTI)
setelah terpajan)
Asimtomatik dengan beban virus Didanosin
< 10.000/ml Kombinasi 2 NRTI
Simtomatik / asimtomatik PI + (1 atau 2 NRTI)
Dengan beban virus > 10.000/ml
Berlanjutnya penyakit setelah terapi Pindah ke terapi PI – NRTI
dengan 2 NRTI
Pada wanita hamil dengan infeksi HIV dapat diberi AZT 2 kali
sehari peroral sejak minggu ke 36 kehamilan sampai persalinan
tanpa memandang jumlah CD4, serta dianjurkan untuk tidak
menyusui bayinya. Pada bayi yang baru lahir bila ibunya HIV
positif, dapat diobati dengan AZT sampai 6 minggu. Sebenarya
pada bayi / anak pengukuran viral-load penting karena rentang
jumlah CD4 yang sangat bervariasi selama masa pertumbuhannya.
Sebagai profilaksis pasca pajanan dapat diberikan AZT sampai 4
minggu. Zidovudin (Azidothymidine), mempunyai efek
mempengaruhi proses replikasi virus.
Dosis yang dianjurkan untuk anak-anak 80, 120, 160 mg/m2,
diberikan secara intravena setiap 6 jam, selama 1-2 bulan, diikuti
peroral selama 1-2 bulan dengan dosis satu sampai satu
setengah kali dosis intravena.
Efek samping obat berupa neutropenia dan anemia, biasanya
segera membaik dengan pengurangan dosis, atau penghentian
pemberian obat. Dengan pemberian obat ini penderita PCP 73%
dapat bertahan sampai 44 minggu.
Pada umumnya adanya perbaikan ditandai dengan :
- Adanya peningkatan berat badan
18
- Pengecilan hepar dan lien
- Penurunan immunoglobulin (IgG, IgM)
- Peningkatan T4
- Perbaikan klinis / radiologis
- Peningkatan jumlah trombosit
2. Terhadap Infeksi Sekunder
2.1 Infeksi Protozoa
Yang terpenting terhadap : Penumocystis carinii, Toxoplasma dan
Cryptosporidium.
2.1.1 Terhadap Pneucystis Carinii, penyebab pneumonia
(Pneumocystis Carinii Pneumonia/PCP)
a. Pentamidin (IV/IM) 4 mg/kg/hr, selama 2 minggu, dosis
tunggal.
b. Efek samping berupa : neuse, diare, hipotensi,
hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal
c. Cotrimoxazole (IV/oral), 20 mg/kg/hr, dibagi dalam 4
dosis. Hati-hati bagi bayi kurang dari 3 bulan. Pada
infeksi yang berat dapat diberikan kortikosteroid.
2.1.2 Terhadap Toxoplasma
Dapat menyebabkan CNS syndrome akibat lesi serebral /
space occupying lesions
a. Pyrimethamine (oral), 12,5-25 mg/hari
b. Sulfadiazin (oral) 2-4 gr/hari
2.1.3 Terhadap Cryptosporidium
Dapat menyebabkan diare kronik. Obat kausal spiramycine,
yang penting pengobatan suportif dan simtomatik terutama
rehidrasi.
2.2 Infeksi Jamur
Manifestasi klinik berupa kandidiasis, pada umumnya
memberikan respon yang baik dengan nystatin topikal amfoterisin
B. 0,3 – 0,5 mg/kg/hari, ketoconazole 5 mg/kg/hr.
19
2.3 Infeksi Virus
Yang penting : Virus herpes, cytomegalovirus (CMV),
papovavirus (penyebab progressive multifocal leucoencephalopaty
/ PML)
a. Acyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 3 dosis
diberikan selama 7 hari.
b. Gancyclovir 7,5 – 15 mg/kg/hr (IV) dibagi dalam 2 dosis baik
untuk CM
Di samping obat-obat di atas, perlu dipertimbangkan pemberian :
1. Vaksinasi dengan vaksin influenza A dan influenza B, setiap
tahun.
2. Pemberian amantidin untuk pencegahan infeksi virus influenza
A.
3. Immunoglobulin Varicella-Zoster 125 u/kg (maksimum 625
u). Diberikan dalam waktu 96 jam setelah kontak dengan
penderita.
4. Immunoglobulin campak : 0,5 ml/kg (maksimum 15 ml)
dalam waktu 6 hari setelah kontak dengan penderita
2.4 Infeksi Bakteria
Yang penting adalah : Mycobacterium TBC, Mycobacterium
avium intra cellulare, streptococcus, staphylococcus, dll. Diatasi
dengan pemberian antibiotika yang spesifik. Kadang-kadang
dipertimbangkan pemberian immunoglobulin.
3. Mengatasi Status Defisiensi Immun
Pada umumnya pemberian obat-obatan pada keadaan ini tidak
banyak memberikan keuntungan. Obat yang pernah dicoba :
a. Biological respons modifier, misalnya alpha / gamma
interferron, interleukin 2, thymic hormon, tranplantasi sumsum
tulang, transplantasi timus.
b. Immunomodulator misalnya isoprinosine.
4. Mengatasi Neoplasma
20
Neoplamsa yang terpenting adalah sarkoma kaposi. Kalau masih
bersifat lokal, diatasi dengan eksisi dan radio terapi, kalau sudah
lanjut, hanya radioterapi, dikombinasi dengan kemoterapi /
interferron.
5. Pemberian Vaksinasi
Pada penelitian ternyata, bahwa anak yang terkena infeksi HIV,
masih mempunyai kemampuan immunitas terhadap vaksinasi yang
baik sampai berumur 1-2 tahun. Kemampuan ini menurun setelah
berusia di atas 2 tahun, bahkan ada yang mengatakan
menghilang pada umur 4 tahun. Karenanya vaksinasi rutin sesuai
dengan “Program Pengembangan Immunisasi yang ada di
Indonesia dapat tetap diberikan, dengan pertimbangan yang lebih
terhadap pemberian vaksin hidup, terutama BCG dan Polio.
2.9 Pencegahan
Pemberian zidovudin selama kehamilan efektif dalam menurunkan resiko
infeksi janin dari wanita hamil yang terinfeksi HIV-1 pada minggu ke 14-
34 kehamilan yang belum mendapat obat ini karena memiliki limfosit
CD4 yang jumlahnya lebih dari 200 sel/mm³tanpa gejala klinis AIDS. Ibu
mendapat terapi zidovudin oral ( 100 mg lima kali sehari ) selama sisa
masa kehamilan.
21
Saat persalinan obat diberikan secara intravena ; dosis awal 2 mg/kg
diberikan selama 1 jam dan disertai dengan infus sebanyak 1 mg/kg/jam
hingga bersalin.
Bayi baru lahir mendapat terapi antivirus selama 6 minggu ( sirup
zidovudin dosis 2 mg/kg setiap 6 jam ) mulai pada 8-12 jam pascalahir.
Hal ini mengakibatkan penurunan resiko relatif sebesar 67,5% . (
Behrman, dkk, 1999 : 653 )
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Biodata klien
a. Nama :Nn.Y
b. Umur : 5 tahun
c. Jeniskelamin :Perempuan
d. Agama : Islam
j. Diagnosa Medis :-
a. Nama : Ny.D
b. Umur :30tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : IbuRumahTangga
23
3.2 . Riwayat Kesehatan
A. KeluhanUtama
Pada saat pengkajian tanggal 25- juli- 2018 pukul 05.30 WIB ibu
klien mengatakan anaknya Berat badan dan tinggi badan yang
tidak naik, Diare lebih dari 1 bulan, Demam yang berkepanjangan
( lebih dari 1 bulan ). Mulut dan faring dijumpai bercak-bercak
putih, Limpha denophati yang menyeluruh, Infeksi berulang (otitis
media, pharingitis), Batuk yang menetap (lebih dari 1 bulan)
Dermatitis yang menyeluruh.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada saat pengkajian klien mengatakan anaknya pernah ada
riwayat pemberian tranfusi
D. Riwayat Penyakit Keluarga
24
G. Riwayat Makanan
Anoreksia, mual, muntah
H. Riwayat Imunisasi
Jadwal immunisasi bayi dan anak dengan infeksi HIV
UMUR VAKSIN
2 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
4 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
6 bulan DPT, Polio, Hepatitis B
12 bulan Tes Tuberculin
15 bulan MMR, Hepatitis
18 bulan DPT, Polio, MMR
24 bulan Vaksin Pnemokokkus
4 – 6 tahun DPT, Polio, MMR
14 – 16 Tahun DT, Campak
25
nsi
2. Jenis
2 Pola
2 Eliminasi:
a. BAB 1.1-2 kali sehari 1. 1-2 kali sehari
1. Frekuen 2. lembek 2. Lembek
si 3. Kuning 3. Kuning
2. Jenis
3. Warna 1. 4-5 kali sehari 1. 2-3 kali sehari
2. Kuning jernih 2. Kuning pekat
b. BAK 3. 750ccdalam 24 jam 3. 600cc dalam 24 jam
1. Frekuen
si
2. Warna
3. Kuantita
s
3 Pola
3 Istirahattidur:
a. A. Malam 1. 7-8 jam perhari 1. 4-5 jam perhari
1. Frekuensi 2. Tidakadagangguan 2. Sering terbangun karena
1. 2. Gangguan klien tidak nyaman dan gelisah
1. Tidak pernah tidur
b. B. Siang 1-2 jam perhari
1. 1. Frekuensi Tidak ada gangguan
2. 2. Gangguan
4 personal
Pola
. hygiene:
a. Mandi 2 kali sehari 1x perhari (di seka)
b. Gosokgigi 2 kali sehari 1x perhari
c. Cucirambu 1 kali perhari belumpernah
t
- Penampilan : Lemah
- Berat Badan
- Dirumah : 40 kg
- Di RS : 35 kg
- Penurunan BB : 5 kg
- Nadi :78x/menit
- Respirasi :20x/menit
- Suhu : 38,40 C
4. Head toe-toe
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris,
rambut hitam keriting,
kulit kepala kering,
tidak ada ketombe.
27
mengguakan alat bantu
penglihatan, fungsi
penglihatan normal.
c. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak
ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri
tekan, tidak ada
benjolan dan
pembengkakan.
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak
ada kelainan dikedua
telinga,ada lesi dan
serumen.
g. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak
ada lesi, respirasi 40
28
kali per menit,
terdapat retraksi
dinding dada.
29
h. Thoraks (jantung)
Inspeksi : Ictus cordis terlihat, terlihat
tatto di dada sebelah kanan.
i. Abdomen
Inspeksi : lesi, luka sukar sembuh
Perkusi : Timpani.
j. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji karena menyangkut masalah pribadi).
k. Ekstremitas
5555 5555
Keterangan:
Terpasang infus di tangan kiri (RL 20 TPM).
0 : Tidak mampu bergerak sama sekali
1 : Hanya mampu menggerakkan ujung ektremitas.
2 : Hanya mampu menggerser sedikit.
3 : Mampu mengangkat tangan dengan
bantuan, saat bantuan di lepaskan
tangan ikut jatuh.
4 : Kekuatan otot sedikit berkurang,
mampu melawan gravitasi sesaatlalu
jatuh.
5 : Kekuatan otot utuh mampu melwan gravitasi.
30
3.5 Data Penunjang
A. Pemeriksaan Laboratorium
HbsAg : Non-reaktif
HIV : R/Reaktif
BTA :+
LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
RBC 3,57 3,50-5,50 12⁄𝑙
MCV 7,47 75,0-100,0 fl
RDW% 63,1 1,0-1,6 %
HCT 26,7 35,0-55,0 %
PLT 386 100-400 10 𝑔⁄𝑙
MPV 6,3 8,0-11,0 fl
PCT 0,24 0,01-99,9 %
𝑔
HGB 10,2 11,5-16,5 𝑑𝑙
⁄
HL
WBC 13,5 3,5-10 10 𝑔⁄𝑙
B. Therapi Medis
No Nama Dosis
Obat Pembe-rian
2. Ceftriaxe 1 x 2 gr
3. NTR 3 x 1 mg
4. Lasix 1 x 1 mg
31
3.6 ANALISA DATA
1 DO
- Adanya lesi Sistem imun Resiko terjadinya Infeksi
- adanya luka sukar sembuh menurun sehingga
tubuh mudah
DS terinfeksi dari luar
- Demam terus menerus (virus, bakteri,
- Kulitnya Merah-merah jamur, parasit ) maka
- Luka yang tidak sembuh- apabila terjadi luka
sembuh sukar sembuh
3. 7 Diagnosa Keperawatan
32
2. Gangguan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) sehubungan dengan
nyeri, anoreksia, diare.
33
10. Jaga kulit tetap bersih,
kering dan kelembaban
baik.
34
3.9 Catatan perkembangan
No Implementasi Evaluasi
1 - mengkaji tanda-tanda infeksi klien S – Klien mengatakan demam terus menerus
- mengobservasi tanda-tanda vital O – mengurangi infeksi
- memberikan obat antibiotik - mengurangi adanya lesi
- Mengkaji kuit agar tetap bersih A - Tujuan belum tercapai
dan terjaga P - Intervensi dilanjutkan
2 - Mengobservasi BB klien
- Monitor intake dan output S - Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual
- Memberikan makanan dengan dan muntah
tinggi kalori dan protein O - Klien tidak lemah lagi
A - Tujuan sebagian tercapai
P - Intervensi dilanjutkan
35
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup diluar tubuh
manusia. Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menyebabkan
kerentanan terhadap infeksi penyakit. Sedangkan, AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit
akibatnya menurunya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV.
HIV/AIDS di anak penyebabnya perinatal/ibu hamil mengidap HIV
kepada bayi yang dikandungnya.
HIV/AIDS pada anak terbagi menjadi 3 stadium yaitu : stadium infeksi
akut, stadium infeksi kronis dan stadium AIDS.
36