New Siklus Hidup Trematoda PDF
New Siklus Hidup Trematoda PDF
SKRIPSI
Oleh:
INDAH KARTIKA SARI
061011253
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakutas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga
Oleh:
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
(Dr. Lucia Tri Suwanti, drh., MP.) (Dr. Suherni Susilowati, drh., M.Kes.)
Pembimbing Utama Pembimbing Serta
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
PERNYATAAN
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
ii
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
iii
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
iv
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRACT
This study aims to determine the prevalence and degree of gastrointestinal worm
infection in cattle Ongole Crossbreed and Limousin in Sub-district of Tikung,
Lamongan Regency. The research was conducted in February 2014 with 100
samples of stool examination in the laboratory of Helmintology Airlangga
University Department of Parasitology, were examined by native, sedimentation,
floatation techniques, and count the number of worm eggs per gram of feces. On
examination it was found some kind of worm eggs, which are: Oesophagustomum
spp., Bunostomum spp., Mecistocirrus spp., Trichostrongylus spp., Trichuris spp.,
and Moniezia benedini. The results of this study showed prevalence of
gastrointestinal worms was 59%. In the calculation of worm eggs per gram feces
obtained the number of worms that infect the eggs ranges from 0-500 EPG, so
mean of degree infection was light.
Key words: prevalence and degrees of worms, Ongole Crossbreed and Limousin,
cattle, Lamongan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Segala puji bagi Allah, penciptaku, pelindungku, dan cahaya hatiku. Satu-
satunya Dzat yang paling mulia, yang menundukkan hatiku senantiasa berada
hidup dalam segala urusan. Shalawat dan salam kepada Nabi mulia Muhammad
SAW sebagai pembawa cahaya agung pedoman bagi seluruh umat manusia.
setiap langkah penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini,
Dr. Lucia Tri Suwanti, MP., drh. dan Dr. Suherni Susilowati, M.Kes., drh.,
selaku dosen pembimbing skripsi atas ilmu, nasehat, dan semangat yang diberikan
kepada penulis.
Dr. Kusnoto, drh., MSi., selaku ketua penguji, Dr. Soeharsono, drh., M.Si.,
selaku sekretaris penguji dan Agus Sunarso, drh., M.Sc selaku anggota penguji
vi
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
M. Gandul Atik Yuliani, drh., M.Si., selaku dosen wali atas bimbingan
Terimakasih yang terdalam kepada Abahku dan Ibuku atas cinta dan
keteladanannya serta atas kasih sayang dan doanya. Terimakasih kepada yang
tersayang Yeni, Cita, Ririn, Alim, Bastian, Vina, Ika, Mbak Cita, Dek Rinda, Mas
Faris, dan Mbak Hesty atas bantuan, semangat, doa, motivasi, dan inspirasinya.
Penulis
vii
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................... ii
HALAMAN IDENTITAS ................................................................. iii
ABSTRACT ...................................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xii
SINGKATAN DAN ARTI LAMBANG .......................................... xiii
viii
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
RINGKASAN .................................................................................... 51
LAMPIRAN ....................................................................................... 59
ix
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Sampel Feses yang Digunakan dalam
Penelitian………………………………………………... 25
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Telur Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi
(Sumber: Soulsby: 1986)………………………………… 10
xi
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Data dan Hasil Pemeriksaan Sampel Cacing Saluran
Pencernaan pada Sapi PO dan Limousin di Kecamatan
Tikung Kabupaten Lamongan…………………………….... 59
2. Keadaan Ternak di Kecamatan Tikung, Kabupaten
Lamongan…………………………………………………... 62
xii
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
% = persentase
°C = derajat celcius
cm = centimeter
et al. = et alii
Ha = hektar
kg = kilogram
km = kilometer
m = meter
µm = mikrometer
ml = mililiter
mm = milimeter
PO = Peranakan Ongole
sp. = spesies
spp. = spesiesis
xiii
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 1 PENDAHULUAN
sebagian besar pada sektor pertanian, salah satunya adalah usaha pembibitan dan
penggemukan sapi potong (Arbi, 2009). Menurut Priyanto (2011), kebutuhan akan
sapi potong hanya sebesar 4,23%. Kondisi tersebut menyebabkan jumlah pasokan
(Mersyah 2005; Santi 2008). Dalam menangani permintaan daging yang terus
ternak sapi potong di Jawa Timur. Secara umum budidaya ternak sapi potong di
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
2
dari total populasi di Kabupaten Lamongan 117.788 ekor pada bulan April 2013,
dengan jumlah produksi daging sapi rata-rata per tahun 235.577 kg (Dinas
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari usaha tersebut adalah pakan dan
seperti Indonesia salah satunya adalah penyakit cacing saluran pencernaan. Jenis
cacing yang sering menginfeksi adalah cacing dari kelas Trematoda, Cestoda dan
adalah 59,3%. Menurut Yulianto (2007), penyebaran infeksi cacing terjadi cukup
tinggi pada daerah tropis yang lembab dan panas, sehingga mendukung
kurang baik merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prevalensi penyakit
cacingan. Selain itu, menurut Raza et al. (2012) sejumlah faktor intrinsik yang
juga mempengaruhi infeksi cacingan, diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan
bangsa sapi. Sapi muda terutama yang berumur satu sampai tiga bulan rentan
(Koesdarto dkk., 2007). Reaksi daya tahan tubuh terhadap infeksi cacing pada
sapi dewasa lebih baik daripada sapi muda. Selain itu, jenis crossbreed dari Bos
indicus lebih resisten terhadap paparan cacing terutama dibandingkan jenis sapi
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
3
banyak dipelihara penduduk adalah sapi PO dan sapi Limousin. Sebagian besar
kandang sapi potong berada di belakang rumah dengan bangunan semi permanen
dan tidak terdapat saluran pembuangan feses dan urin ternak, sehingga sanitasi
wilayahnya dikelilingi oleh waduk, yang merupakan dataran rendah dan sering
terlanda banjir ketika musim hujan, yang mana air merupakan media
perkembangbiakan yang baik bagi cacing saluran pencernaan dan media transport
telur cacing.
produktivitas ternak, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya
penularan pada manusia atau zoonosis (Gasbarre et al., 2001). Penyakit cacing
produksi. Infeksi cacing ringan sampai sedang tidak selalu menampakkan gejala
klinis yang nyata, sedangkan infeksi berat dari cacing dewasa dapat menyebabkan
(Subekti dkk, 2011). Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan pencegahan dan
untuk menghindari kerugian yang lebih besar (Mustika dan Riza, 2004).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
4
prevalensi dan derajat infeksi penyakit cacing saluran pencernaan pada sapi
menjadi lebih efektif. Data kejadian penyakit cacing yang diperoleh diharapkan
ditimbulkan.
Kabupaten Lamongan?
Kabupaten Lamongan?
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
5
Lamongan?
Andrade et al. (2001) infeksi cacing dapat dipengaruhi oleh sanitasi dan kondisi
lingkungan yang kurang baik. Penularan penyakit yang disebabkan parasit ini
mencakup tiga faktor yaitu sumber infeksi, cara penularan dan adanya hewan
yang peka yang dapat bertindak sebagai hewan karier sehingga dapat merupakan
cacing dipengaruhi oleh musim, keadaan lingkungan, tata laksana dan pakan.
oleh faktor dari dalam tubuh inang yaitu umur, jenis kelamin dan bangsa sapi.
infeksi cacing pada sapi potong yaitu dengan memperhatikan lingkungan sekitar
kandang, sehingga pakan dan minuman yang diberikan terhindar dari pencemaran
feses atau kontaminasi kotoran yang mengandung larva infektif (Soulsby, 1986).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6
Kabupaten Lamongan.
Kabupaten Lamongan.
Lamongan.
prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan serta jenis telur cacing
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
7
pengetahuan dan bahan pustaka bagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan
Lamongan.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
menyerang tenak sapi berasal dari kelas Nematoda, Cestoda, dan Trematoda. Jenis
cacing yang berasal dari kelas Nematoda antara lain Bunostomum spp., Trichuris
digitatus. Jenis cacing yang berasal dari kelas Cestoda adalah Moniezia benedini.
Sedangkan jenis cacing yang berasal dari kelas Trematoda antara lain Fasciola
lapisan atau selaput tipis. Bentuk permukaan telur elips. Telur yang dikeluarkan
sudah mengandung 8-16 sel dan berukuran 73-89 x 34-45 µm. Telur Bunostomum
spp. mempunyai ukuran telur 79-97 x 47-50 µm. Telur berbentuk bulat lonjong
dengan ujung tumpul dan berisi sel embrio. Warna telur lebih gelap dari genus
lain sehingga lebih mudah dibedakan dari telur cacing lainnya. Telur Gaigeria
pachyscelis berukuran besar yaitu 105-129 x 50-55 µm. Bentuk telur tumpul pada
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
9
kedua ujungnya. Telur Trichostrongylus spp. disebut juga telur lambung. Ukuran
telur 79-101 x 39-47 µm. Telur berbentuk oval dengan salah satu ujungnya
terlihat lancip. Telur Mecistocirrus spp. berukuran 95-120 x 56-60 µm. Telur ini
ternak ruminansia besar. Telur Trichuris spp. berwarna coklat berbentuk seperti
buah lemon dengan kedua ujungnya mempunyai sumbat transparan. Panjang telur
70-80 x 30-42 µm. Telur Strongyloides papillosus memiliki panjang 40–60 × 20–
26 µm, saat dikeluarkan sudah mengandung larva dengan dinding telur yang tipis.
Telur Toxocara vitulorum berbentuk sub globular dikelilingi lapisan albumin yang
tebal dan ukurannya 75-95 x 60-75 µm. Telur Paramphistomum cervi mempunyai
mempunyai ukuran panjang 123–135 × 61–68 µm. Telur Cooperia punctata yang
berbentuk elips berukuran 67–85 µm. Telur Moniezia sp. berbentuk segitiga untuk
Moniezia expansa dan berbentuk segi empat untuk Moniezia benedini dan
dkk, 2010).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
10
D
C
E
B
G H I
Gambar 2.1 Telur Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi, (A) Parampistomum
cervi., (B) Strogyloides papillosus., (C) Trichuris spp., (D)
Moniezia benedini., (E) Fasciola sp., (F) Trichostrogylus spp., (G)
Bunostomum spp., (H) Oesophagustomum spp. dan (I) Cotyloporon
cotyloporum. (Soulsby, 1986).
Telur yang dikeluarkan bersama tinja induk semang pada keadaan lingkungan
yang sesuai akan dikeluarkan menjadi larva mirasidium. Temperatur yang paling
baik untuk penetasan telur adalah 22°C – 26°C, sedangkan dibawah 10°C telur
Fasciola sp. tidak menetas tapi dapat bertahan lama serta dapat menetas kembali
apabila keadaan lingkungan baik (Koesdarto dkk., 2007; Hall, 1977). Di atas suhu
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
11
26°C telur Fasciola sp. menetas dalam waktu dua sampai tiga hari. Selanjutnya
mirasidium berenang mencari siput air sebagai inang perantara. Sebagai inang
perantara cacing Fasciola sp. adalah jenis siput dari genus lymnea, sedangkan
menjadi lima sampai delapan redia, selanjutya redia berkembang menjadi serkaria
yang memiliki ekor yang lebih panjang dari badannya. Serkaria keluar dari tubuh
siput apabila ada rangsangan sinar dan berenang dalam air. Apabila serkaria tidak
segera mendapatkan inang definitif maka serkaria akan menempel pada rumput.
Serkaria memiliki kelenjar untuk membentuk dinding kista dan ekor serkaria
definitif memakan rumput atau minum air tercemar oleh serkaria atau
Siklus hidup cacing Nematoda terdiri dari telur, empat stadium larva, dan
gastrointestinal inang definitif. Telur yang diproduksi oleh cacing betina dewasa
keluar bersama tinja. Telur berembrio akan menetas di luar tubuh inang menjadi
stadium larva stadium 1 (L1) yang berkembang dan ekdisis menjadi larva stadium
2 (L2). Selanjutnya larva stadium 2 (L2) mengalami ekdisis menjadi larva stadium
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
12
3 (L3) namun kutikulanya tidak dilepas setelah ekdisis sebelumnya sehingga larva
stadium 3 (L3) memiliki kutikula rangkap (Soulsby 1982, Levine 1990). Larva
yaitu lewat pakan, minum, atau penetrasi kulit. Pada genus Haemonchus,
vitulorum larva infektif ini masuk ke dalam tubuh hewan melalui pakan dan
minum (Subekti dkk., 2011). Pada genus Haemonchus dan Mecistocirrus setelah
mengalami perkembangan lebih lanjut menjadi larva stadium 4 (L4) dalam waktu
2 hari setelah infeksi, selanjutnya larva berpredileksi pada lamina propria selaput
berdiam diri selama 7 hari dan mengalami pergantian kulit menjadi larva stadium
4 (L4), selanjutnya larva keluar dari mukosa usus halus ke lumen usus dan
menjadi dewasa. Pada cacing Trichuris, setelah larva stadium 3 (L3) masuk
bersama pakan selanjutnya larva akan menetas di dalam usus. Kemudian larva
menuju sekum dan menempel pada bagian mukosa sekum untuk berkembang
mukosa usus halus dan usus besar sampai pada lapisan muskularis usus dan
membentuk kapsul, larva stadium 3 (L3) akan menjadi larva stadium 4 (L4) dan
hidup dalam kista dan akan menaglami demineralisasi, sedang sebagian keluar
dari kista masuk ke dalam lumen sekum dan kolon berkembang menjadi larva
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
13
stadium 5 (L5), selanjutnya berkembang dan menempel pada mukosa sekum serta
larva stadium 2 (L2). Pada kondisi optimal diluar tubuh host stadium infektif dapat
dicapai 3-6 hari. Bila telur infektif termakan bersama pakan atau minum, setelah
sampai di usus larva stadium 2 (L2) masuk dinding usus halus dan tinggal di usus
sampai menjadi larva stadium 4 (L4), kemudian menuju mukosa dan lumen usus,
larva stadium 5 (L5) dicapai pada minggu keenam kemudian akan menjadi cacing
dewasa dan menghasilkan telur setelah 74 hari infeksi (Subekti dkk., 2010).
mencapai paru-paru melalui sistem pembuluh darah dan megalami eksidisis yang
ketiga, pada paru-paru larva akan tinggal selama ± 13 hari. Selanjutnya Larva
stadium 4 (L4) migrasi ke bronki, trakhea, dan faring kemudian ditelan mencapai
dewasa ± 10 minggu pasca infeksi. Pada genus Bunostomum larva infektif masuk
ke tubuh inang definitif selain secara per oral (melalui pakan dan minum) juga
melalui penetrasi kulit. Melalui kedua cara infeksi tersebut, kemudian larva
pengelupasan kulit ketiga kemudian larva menuju bronki dan trakea. Selanjutnya
larva stadium 4 (L4) yang sudah mempunyai bukal kapsul mencapai saluran
pencernaan (usus halus) setelah 11 hari dan terus tumbuh menjadi cacing dewasa.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
14
antara, apabila telur termakan induk semang antara maka oncosfer dan embriofor
akan hancur oleh aktivitas enzim saluran pencernaan induk semang antara,
oncosfer menembus dinding usus menuju pembuluh darah dan ikut aliran darah ke
tempat predileksi. Sapi akan terinfeksi bila memakan rumput yang terdapat mites
Moniezia expansa, siklus hidup cacing ini memerlukan induk semang perantara
berbagai jenis tungau dari famili Oribatidae dengan genus Galumna, Oribatula,
(Subekti dkk., 2010). Telur ditularkan bersama tinja induk semang satu persatu
atau dalam keadaan berkelompok dalam segmen yang terlihat seperti butiran
beras. Apabila segmen mature termakan oleh famili Oribatidae maka dindingnya
akan sobek dan telur akan keluar, lalu oncosfer akan tumbuh membesar setelah 4
bulan akan membentuk sisterkoid (Urquhart et al., 1988). Infeksi terjadi pada
hewan bila memakan rumput yang terdapat tungau yang terinfeksi oleh sisterkoid.
Infeksi dari kelas Trematoda merupakan parasit yang sangat penting pada
ternak sapi karena dapat menyebabkan kondisi tubuh ternak menurun dan
infeksi ini dapat berlangsung akut maupun kronis tergantung derajat infeksinya
(Soulsby, 1986). Infeksi dari Fasciola sp. berjalan kronis. Akibat adanya cacing
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
15
empedu dan jaringan hati sehingga akan terjadi foki nekrotik serta diikuti dengan
(Coles, 1986 ; Urquhart et al., 1988). Selain itu cacing dewasa akan menyebabkan
reaksi keradangan, penebalan dan pada mukosa usus tampak hemoragi. Cacing
dewasa kurang patogen tetapi dalam jumlah besar bisa menyebabkan pelepasan
sekali menimbulkan kerusakan pada dinding abomasum dan usus halus, selain itu
kerusakan juga dapat disebabkan dari perjalanan daur hidup larva ke organ lain.
Adaya penebusan larva cacing kedalam mukosa usus halus menimbulkan iritasi
dan peradangan dinding mukosa usus halus yang disertai dengan adanya lesi,
ulsera, perdarahan dan diare, bahkan apabila semakin parah bisa terjadi ruptura
(Subekti dkk., 2010). Soulsby (1986) menyatakan bahwa infeksi dari Ostertagia
spp. ditandai nodul pada permukaan mukosa abomasum. Infeksi dari cacing
dapat menimbulkan luka dan disertai perdarahan sebagai akibat penembusan larva
ke dalam mukosa usus halus. Cacing dari genus Cooperia, Nonustomum dan
hewan akan mengalami anemia. Infeksi Bonustomum yang berat hewan selain
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
16
dibawah kulit, pada kasus yang kronis bisa menyebabkan bottle jaw. Cacing
untuk menghisap darah. Cacing ini juga mengeluarkan zat anti pembekuan darah
Cacing tersebut menghisap darah induk semang dalam jumlah yang cukup besar
(Subekti dkk., 2010). Infeksi cacing dari genus Trichuris akan menimbulkan
menginfeksi pada ternak akan terjadi reaksi keradangan lokal dikelilingi larva
sehingga terjadi penggumpalan sel eosinofil, limfosit, makrofag, dan sel raksasa
mengelilingi larva sehingga terbentuk nodul, kemudian pada pusat nodul terjadi
pengejuan dan pengapuran serta diluarnya terbentuk kapsul dari fibroblas. Larva
dapat bertahan dalam nodul kurang lebih tiga bulan dan apabila nodul sudah
megalami pengejuan dan pengapuran maka larva akan mati (Soulsby, 1986).
Cacing dewasa dari genus Chabertia hidupnya menempel pada membran mukosa
dari kolon dengan menggunakan bukal kapsul, cacing ini menghisap pembuluh
Infeksi cacing Moniezia sp. dapat menimbulkan iritasi pada usus sehingga
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
17
berhubungan erat dengan tungau yang ada di padang rumput (Soulsby, 1986;
hubungan antara hospes dengan parasit terganggu, yang mungkin disebabkan oleh
kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah parasit yang
saluran pencernaan dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis yang tampak
seperti menurunnya nafsu makan, diare, anemia, bulu kotor, dan suram,
menurunnya berat badan dan lambatnya pertumbuhan pada sapi muda. Cara yang
lebih tepat dan sering digunakan untuk diagnosis adalah dengan melakukan
pemeriksaan secara mikroskopis terhadap adanya telur cacing pada tinja sapi.
Telur cacing Nematoda akan keluar dari tubuh hewan bersama feses, sehingga
dengan pemeriksaan feses akan mudah diketahui apakah hewan tersebut terinfeksi
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
18
saluran pencernaan hewan ternak sapi dapat dilakukan dengan beberapa tindakan.
Sapi-sapi yang dikandangkan hendaknya diberi pakan dan minum yang bebas dari
kontaminasi tinja atau kotoran yang mengandung larva infektif dari cacing
(Soulsby, 1986). Kandang harus tetap bersih dan dijaga agar tetap kering, kotoran
kandang yang berasal dari sapi hendaknya dibuang sesering mungkin (Levine,
1990). Menghindari kepadatan ternak yang berlebihan, sapi muda dan sapi dewasa
hendaknya dipisahkan karena sapi yang lebih tua sering kali merupakan sumber
secara umum menurut Subekti dkk. (2011), yaitu: (1) mengurangi sumber infeksi
dengan tindakan terapi; (2) pengawasan sanitasi air, makanan, keadaan tempat
tinggal dan sampah; dan (3) pemberantasan inang perantara dan vektor.
definitif melalui pakan yang tercemar larva. Pedet yang baru lahir dapat tertular
oleh larva yang terdapat di dalam kolostrum atau menempel pada puting. Selain
itu, penularan dengan menembus kulit pada hewan muda juga banyak terjadi
(Subronto, 2007).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
19
Menurut Sasnita dkk (1991) dan Koesdarto dkk (2007) selain melakukan
lanjut adanya infeksi parasit cacing. Dalam menentukan obat yang digunakan
harus mempunyai toksisitas terhadap semua jenis cacing dan semua stadium tetapi
2004).
cacing mencapai tanah sehingga mengurangi infeksi pada ternak yang peka
hexacholorophene.
Butiric Acid) dalam proses transmisi sehingga cacing mati dalam keadaan
paralisis. Dosis yang efektif terhadap larva dan Nematoda saluran pencernaan sapi
dengan dosis 10-100 ml (larutan 1%) atau campuran cuper sulfat dan nicotine
sulfate diberikan rata- rata 1,8 gram tiap ekor hewan infektif. Hexacholorophene
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
20
efektif terhadap cacing Trematoda. Pada cacing Fasciola spp. pemberian dosis 15
mg/kg BB diberikan secara per oral efektif untuk cacing dewasa dan dosis 40
mg/kg BB dapat membunuh cacing muda umur empat minggu. Sedangkan pada
spp. diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB. Mebendazole efektif untuk cacing
dewasa dan cacing yang belum masak (immature) dan mempunyai efektifitas 85-
Trichuris spp. Dosis pemakaiannya adalah dosis 12,5 mg/ kg BB. Methyridine
diberikan dengan dosis 200 mg/kg BB sangat efektif terhadap larva dan cacing
kuliut dengan dosis tunggal dan dianjurkan tidak terlalu dekat dengan persendian
berbau, tidak berasa, dan tidak larut dalam air. Merupakan obat cacing yang
mempunyai spektrum yang luas, dapat membunuh cacing dewasa, stadium larva
dan stadium telur. Dosis yang diberikan adalah 50 mg/kg BB per oral, efektif
daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas dengan curah hujan rata-rata
2500 mm per tahun, tetapi populasi cacing terbanyak di negara-negara tropis yang
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
21
larva dan penularan cacing. Kondisi tanah juga memegang penting, apabila tanah
terlalu kering, larva tidak dapat berkembang (Williamson and Payne, 1993).
topografi tanah datar sampai berombak dan berada di ketinggian 23-30 meter
diatas permukaan laut, dengan luas wilayah ± 52,99 Km². Di Kecamatan Tikung
juga terdapat waduk yang dinamakan Waduk Twiri dan Waduk Simbatan. Curah
hujan rata-rata 210 mm pertahun dan suhu 27 – 32 ºC. Jumlah penduduk pasa
bulan Desember 2012 ± 41.483 jiwa (Badan Pusat Statistik & Kantor Penelitian
adalah jenis sapi Peranakan Ongole dan jenis impor yaitu : Simental, Brahman,
2013).
sapi lokal terutama dengan kelompok sapi Jawa yang menghasilkan sapi yang
secara grading up mirip dengan sapi Ongole atau lebih populer disebut dengan
istilah PO (Sosroamidjojo dkk., 1990). Ciri – ciri yang dimiliki yaitu badan besar,
panjang, leher pendek dan kaki panjang. Warna bulu biasanya putih, padas sapi
jantan sebagian mempunyai warna kelabu dan gelap pada bagian kepala dan leher.
Kepala panjang, telingan agak panjang dan menggantung. Tanduk pendek dan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
22
tumpul, tumbuh ke samping dan belakang dengan pangkal tebal (Bambang, 2002).
Perancis. Ukuran tubuhnya besar dan panjang serta dadanya besar dan berdaging
tebal. Bulunya berwarna merah, sorot matanya tajam, kaki tegap dengan warna
pada bagian lutut ke bawah berwarna terang (Sarwono dan Arianto, 2001). Bobot
lahir pedet Peranakan Limousin yaitu 26,8 kg lebih besar dibandingkan dengan
Penentuan yang paling pasti untuk mengetahui umur sapi adalah dengan
cara melihat catatan kelahiran tersebut, namun di daerah hal ini tidak pernah
dilakukan oleh peternak sehingga penentuan umur biasa dilihat dengan cara
melihat pertumbuhan gigi sapi itu sendiri (Nazar dan Surjoatmodjo, 2007). Untuk
pertumbuhan, penggantian dan keausan gigi sapi. Pertumbuhan gigi sapi sendiri
terbagi tiga periode yakni periode gigi susu, periode penggantian gigi susu
menjadi gigi tetap serta periode keausan gigi tetap. 1) Tanduk kelihatan sekitar
dua cm, mempunyai umur lima bulan. 2) Sapi yang memiliki gigi susu semua
berjumlah empat pasang pada rahang bawah, mempunyai usia sekitar satu tahun.
3) Sapi yang memiliki gigi tetap sepasang pada rahang bawah mempunyai usia
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
23
sekitar satu – dua tahun. 4) Sapi yang memiliki gigi tetap dua pasang pada rahang
bawah mempunyai usia sekitar dua – tiga tahun. 5) Sapi yang memiliki gigi tetap
tiga pasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar tiga - empat tahun. 6)
Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah mempunyai usia
sekitar empat tahun. 7) Sapi yang memiliki gigi tetap sudah aus semua pada
Gambar 2.2 Penentuan Umur Sapi Dilihat dari Susunan Gigi. Sumber : Sudarmono
dan Sugeng (2008).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sapi PO dan sapi
Limousin dengan batasan umur antara 0 bulan – 1 tahun, 1 tahun - 2 tahun, dan
lebih dari dua tahun. Sampel yang digunakan adalah sebanyak 100 ekor. Sampel
sebanyak 100 terbagi dalam enam kategori yaitu sapi PO dan sapi Limousin
berumur 0–1 tahun masing-masing sebanyak 15 ekor, sapi PO dan sapi Limousin
berumur 1 tahun - 2 tahun masing-masing sebanyak 20 ekor, dan sapi PO dan sapi
Limousin berumur lebih dari dua tahun masing-masing sebanyak 15 ekor. Berikut
24
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
25
Bahan penelitian berupa feses sapi dalam keadaan segar, larutan gula
label, gelas plastik, pengaduk, saringan, tabung sentrifus, rak tabung, sentrifus,
Sampel feses diambil dari desa yang memiliki populasi sapi dalam jumlah
besar, kemudian dipilih secara acak dengan memperhatikan jenis kelamin, umur
dan ras sapi, sehingga didapatkan keseluruhan sampel adalah 100 sampel.
Sampel feses segar yang baru keluar dari anus, diambil secukupnya (± 10
gram) lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi formalin 10 % sebagai
pengawetnya. Setelah itu, pada setiap kantong plastik diberi label atau penanda
nomor sampel yang disesuaikan dengan pendataan sampel. Sampel feses dibawa
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
26
Hasil pemeriksaan dinyatakan positif bila dalam salah satu metode tersebut
pengaduk yang kecil lalu memasukan ke dalam gelas plastik. Menambahkan air
±10 ml dan diaduk sampai tercampur, kemudian menyaring larutan feses tersebut
dan meneteskannya pada gelas obyek serta menutupnya dengan cover glass.
pelarut, elemen-elemen parasit (telur cacing, larva) yang relatif lebih berat dan
partikel sisa-sisa makanan pada umumnya lebih ringan (Mumpuni dkk., 2007).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
27
ditambahkan air 10 ml. Feses dan air diaduk sampai rata kemudian disaring, hasil
ditambahkan air lagi seperti tahap sebelumnya kemudian disentrifus lagi selama
2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Proses ini diulang sampai supernatan
diaduk dan diambil sedikit dengan pipet Pasteur kemudian diletakkan di gelas
obyek tutup dengan cover glass dan diperiksa di bawah mikroskop dengan
memiliki berat jenis lebih besar daripada air dan feses. Larutan yang digunakan
pada metode ini adalah larutan gula jenuh. Pemeriksaan telur cacing Nematoda
dengan cara pengapungan merupakan metoda yang paling praktis dan mudah
dikerjakan, yaitu dengan cara melarutkan feses dalam larutan gula jenuh yang
mempunyai berat jenis lebih tinggi dari berat jenis air (BJ gula jenuh=1,2; BJ
ditambahkan air 10 ml. Feses dan air diaduk sampai rata kemudian disaring, hasil
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
28
ditambahkan air lagi seperti tahap sebelumnya kemudian disentrifus lagi selama
2-5 menit dengan kecepatan 1500 rpm. Proses ini diulang sampai supernatan
larutan gula jenuh sampai 1 cm dari mulut tabung, lalu disentrifugasi dengan cara
yang sama. Setelah disentrifuse, tabung sentrifugasi diletakkan di rak tabung dan
pelan-pelan ditetesi dengan larutan gula jenuh sampai cairan terlihat cembung
pada mulut tabung sentrifugasi lalu letakkan cover glass pada permukaan tabung
sentrifugasi selama 5 menit. Cover glass diangkat dan diletakkan di atas gelas
dkk., 2007).
mengapungkan telur cacing namun berbeda pada alat yang digunakan. Alat yang
digunakan adalah berupa kamar penghitung McMaster. Alat ini terdiri dari dua
lempeng kaca dan kedua lempeng ditempatkan beberapa pengganjal yang direkat
bergaris yang luasnya sedemikian rupa sehingga isi ruangan di bawah daerah
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
29
bergaris adalah 0,5 ml. Rumus perhitungan jumlah telur cacing per gram tinja
n
TCPGT = × 60
N
Hasil pemeriksaan TCPGT dapat diketahui jumlah telur cacing per gram
infeksi, maka infeksi dapat dibedakan yaitu infeksi ringan jika jumlah telur 1-499
butir per gram, infeksi sedang ditunjukkan jika jumlah telur 500 - 5000 butir per
gram dan infeksi berat ditunjukkan jika telur yang dihasilkan lebih dari 5000 butir
per gram feses ternak (Nofyan dkk., 2010 yang dikutip dari Thienpont et al.,
1995).
Jumlah telur cacing per gram feses ternak tidak selalu dapat menunjukkan
tingkat infeksi yang sebenarnya. Hal ini mengacu pada kenyataan bahwa hanya
cacing dewasa saja yang dapat menghasilkan telur, sedangkan larva cacing belum
menghasilkan telur. Larva kemudian menjadi dewasa secara seksual, dan ada yang
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
30
menjadi cacing jantan yang juga patut diperhitungkan untuk menentukan tingkat
program SPSS (Statistical Product and Service Solution) for Windows rel.16.0.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
31
Pengambilan Sampel
Natif
Sedimentasi
Apung
Positif Negatif
Identifikasi jenis
telur cacing
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
332
apung terhadap 50 sampel feses sapi PO dan 50 sampel feses sapi Limousin yang
positif mengandung telur cacing. Hal ini menunjukkan prevalensi dan derajat
Tikung, Kabupaten Lamongan sebesar 59%. Jenis telur cacing yang menginfeksi
sapi tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2
Tabel 4.1 Jenis Telur Cacing yang Menginfeksi Sapi PO di Kecamatan Tikung,
Kabupaten Lamongan
Jantan Betina
Jenis cacing 0-1 1-2 >2 0-1 1-2 >2
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Oesophagustomum spp. 4(8%) 1(2%) 0(0%) 5(10%) 4(8%) 4(8%)
Bunostomum spp. 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 2(4%) 0(0%)
Mecistocirrus spp. 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 0(0%) 1(2%)
Oesophagustomum spp.
0(0%) 0(0%) 0(0%) 1 (2%) 0(0%) 0(0%)
+ Bunostomum spp.
Oesophagustomum spp.
+ 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 1(2%) 0(0%)
Mecistocirrus spp.
Oesophagustmum spp.
0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 1(2%) 1(2%)
+ Trichostrogylus spp.
Oesophagustomum spp.
+ 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 1(2%) 0(0%)
Trichuris spp.
Oesophagustomum spp.
1(2%) 0(0%) 0(0%) 0 (0%) 0(0%) 0(0%)
+ Moniezia benedini
Keterangan : Sampel yang positif sebanyak 27 sampel dari total yang diperiksa
50 sampel sapi PO.
32
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
33
Tabel 4.2 Jenis Telur Cacing yang Menginfeksi Sapi Limousin di Kecamatan
Tikung, Kabupaten Lamongan
Jantan Betina
Jenis cacing 0-1 1-2 >2 0-1 1-2 >2
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Oesophagustomum spp. 7(14%) 10(20%) 1(2%) 5(10%) 0(0%) 1(2%)
Bunostomum spp. 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
Trichuris spp. 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
Oesophagustomum spp.
0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 1(2%)
+ Bunostomum spp.
Oesophagustomum spp.
0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
+ Mecistocirrus spp.
Mecistocirrus spp. +
0(0%) 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
Bunostomum spp.
Oesophagustomum spp.
+ Trichostrogylus spp. 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
+ Moniezia benedini
Oesophagustomum spp.
+ Trichuris spp. + 0(0%) 0(0%) 1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
Moniezia benedini
Oesophagustomum spp.
+ Mecistocirrus spp. +
1(2%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%) 0(0%)
Trichuris spp. +
Moniezia benedini
Keterangan : Sampel positif sebanyak 32 sampel dari total yang diperiksa 50
sampel sapi Limousin.
Hasil pemeriksaan didapatkan jenis telur cacing dari kelas Nematoda dan
Cestoda. Jenis telur cacing yang berasal dari kelas Nematoda antara lain
spp., dan Trichuris spp., sedangkan dari kelas Cestoda ditemukan telur Moniezia
benedini.
sebanyak 18 (36%) sampel positif pada sapi PO dan sebanyak 24 (48%) sampel
positif pada sapi Limousin, telur Bunostomum spp. sebanyak dua (4%) sampel
positif pada sapi PO dan sebanyak satu (2%) sampel positif pada sapi Limousin,
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
34
telur Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif pada sapi PO, dan telur
Trichuris spp. sebanyak satu (2%) sampel positif pada sapi Limousin.
Oesophagustomum spp. dan Bunostomum spp. sebanyak satu (2%) sampel positif,
sampel positif, Oesophagustomum spp. dan Trichuris spp. sebanyak satu (2%)
sampel positif, dan Oesophagustomum spp. dan Moniezia benedini sebanyak satu
(2%) sampel positif. Kejadian infeksi campuran pada sapi Limousin ditemukan
telur cacing Oesophagustomum spp. dan Bunostomum spp. sebanyak satu (2%)
(2%) sampel positif, Bunostomum spp. dan Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%)
spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif, dan
telur dan ukuran telur cacing. Pengukuran telur cacing dilakukan menggunakan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
35
Oesophagustomum spp. mempunyai lapisan atau selaput tipis dan berbentuk oval.
Gambar 4.1 Telur Oesophagustomum spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
mempunyai ukuran lebih besar dari telur Oesophagustomum spp., yaitu 89,5×48,5
µm. Telur Bunostomum spp. berbentuk bulat lonjong dengan ujung tumpul.
Gambar 4.2 Telur Bunostomum spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
36
berwarna gelap.
Gambar 4.3 Telur Mecistocirrus spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Gambar 4.4 Telur Trichostrogylus spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
37
Telur Trichuris spp. yang ditemukan pada sapi PO berjumlah satu sampel,
sedangkan pada sapi Limousin berjumlah tiga sampel. Telur Trichuris spp. yang
ditemukan berukuran 72,7×37,0 µm, telur berwarna coklat berbentuk seperti buah
Gambar 4.5 Telur Trichuris spp. (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Telur yang ditemukan pada kelas Cestoda adalah Moniezia benedini yang
apparatus yang tumbuh baik. Telur Moniezia benedini yang ditemukan pada sapi
PO berjumlah satu sampel, sedangkan pada sapi Limousin berjumlah tiga sampel.
Gambar 4.6 Telur Moniezia benedini (Perbesaran 400X dengan metode apung).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
38
Pada pemeriksaan 100 sampel feses sapi PO dan Limousin yang diperiksa,
Tabel 4.3 Prevalensi Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi Peranakan Ongole
(PO) dan Limousin di Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan
Jenis Jantan Betina Total
0 – 1 1 – 2 >2 0 – 1 1 – 2 >2
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
PO 5 1 0 6 9 6 27
Limousin 10 12 3 5 0 2 32
Prevalensi 15% 13% 3% 11% 9% 8% 59%
Keterangan : Total sampel feses 100 sampel sapi Peranakan Ongole (PO) dan
Limousin
positif dari 50 sampel yang diperiksa. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada
pedet jantan sebesar 15% dengan jumlah sampel positif 15 sampel. Prevalensi
cacing saluran pencernaan pada pedet betina sebesar 11% dengan jumlah sampel
positif 11 sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi jantan umur 1-2
tahun sebesar 13% dengan jumlah sampel positif 13 sampel. Prevalensi cacing
saluran pencernaan pada sapi betina umur 1-2 tahun sebesar 9% dengan jumlah
sampel positif sembilan sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi
jantan umur lebih dari dua tahun sebesar 3% dengan jumlah sampel positif tiga
sampel. Prevalensi cacing saluran pencernaan pada sapi betina umur lebih dari
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
39
dengan melakukan perhitungan rata-rata (mean) Telur Cacing Per Gram Tinja
(TCPGT) dengan metode McMaster pada sampel feses sapi PO dan Limousin.
Pada hasil analisis regresi pohon tidak ditemukan pengaruh rata-rata TCPGT,
sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada
ringan yaitu berkisar 0-500 EPG. Hasil perhitungan TCPGT dapat dilihat pada
Lampiran 1.
sampel dari total sampel feses 100 sampel, sehingga angka prevalensi sebesar
59%. Sampel sapi yang positif dipengaruhi oleh umur, sapi yang berumur 0-1
tahun memiliki angka prevalensi yang lebih besar (86,7%) dibandingkan dengan
sapi yang berumur 1-2 tahun dan lebih dari dua tahun (47,1%). Sapi yang berumur
0-1 tahun dipengaruhi oleh ras. Sapi Limousin memiliki angka prevalensi lebih
Tingkat prevalensi pada sapi yang berumur 1-2 tahun dan lebih dari dua
tahun diklasifikasikan kembali menjadi sapi umur 1-2 tahun dan umur lebih dari
dua tahun. Sapi yang berumur 1-2 tahun memiliki angka prevalensi lebih besar
(55%) dibandingkan sapi yang berumur lebih dari dua tahun (36,7%).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
40
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB 5 PEMBAHASAN
umur dan ras. Berdasarkan hasil penelitian dari 100 sampel yang berasal dari
sampel feses sapi PO dan Limousin yang diambil dari Kecamatan Tikung
Pada hasil pemeriksaan ditemukan lima jenis telur cacing yang sesuai ciri-
ciri berasal dari kelas Nematoda dan satu jenis dari kelas Cestoda. Jenis telur
spp., Mecistocirrus spp., Trichostrongylus spp., dan Trichuris spp., dari kelas
spp. yang ditemukan berukuran 89,5×48,5 µm, telur Bunostomum spp. berukuran
lebih besar dari telur Oesophagustomum spp. dan tampak tumpul. Telur
dan berbentuk seperti buah lemon. Telur Moniezia benedini yang ditemukan
spp. mempunyai lapisan atau selaput tipis. Bentuk permukaan telur elips. Telur
41
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
42
yang dikeluarkan sudah mengandung 8-16 sel dan berukuran 73-89 x 34-45 µm.
Telur Bunostomum spp. mempunyai ukuran telur 79-97 x 47-50 µm. Bentuk bulat
lonjong dengan ujung tumpul dan berisi sel embrio. Telur Mecistocirrus spp.
berukuran 95-120 x 56-60 µm. Telur ini berwarna lebih gelap dari Haemonchus.
Telur Trichostrongylus spp. berukuran 79-101 x 39-47 µm, telur berbentuk oval
dan bersegmen pada waktu dikeluarkan bersama feses. Telur Trichuris spp.
sumbat transparan, telur berukuran 70-80 x 30-42 µm. Telur Moniezia benedini
ukuran 56 – 57 µm.
Telur cacing yang paling banyak ditemukan pada pemeriksaan feses sapi
Nematoda, hal ini bisa disebabkan karena siklus hidup cacing Nematoda pada
umumnya cepat, terutama pada suhu yang sesuai dan tidak memerlukan induk
semang perantara dalam siklus hidupnya (Subekti dkk., 2007). Infeksi cacing
terbesar pada hasil penelitian ini adalah infeksi cacing Oesophagustomum spp.,
hal ini sangat wajar dikarenakan cacing Oesophagustomum spp. banyak terdapat
akan tinggi pada musim penghujan (Koesdarto dkk., 2007). Hasil tersebut sesuai
Lamongan yang dilakukan oleh Pertiwi (2012) dan Khozin (2012) bahwa infeksi
spp., sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum tanah di daerah Jawa
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
43
spp. di Philipina yang merupakan negara tropis. Infeksi dari cacing ini perlu
bisa berakibat fatal pada ternak (Levine, 1990). Parasit cacing yang terdapat
dalam saluran pencernaaan akan menghisap zat gizi, menghisap darah atau cairan
tubuh dan bahkan memakan jaringan tubuh. Parasit cacing akan menurunkan
bobot badan dan menghambat pertumbuhan badan, serta menurunkan daya tahan
infektif akan masuk dalam tubuh induk semang melalui pakan, minum dan
yang disebut dengan bottle jaw (Subekti dkk., 2011). Cacing Mecistocirrus spp.
sering menginfeksi abomasum sapi, kerbau, zebu, lambung babi dan pernah
Menurut Dunn (1978) Mecistocirrus spp. banyak dijumpai di abomasum sapi dan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
44
tropis seperti Indonesia. Infeksi cacing ini berbahaya pada ternak karena larvanya
disertai perdarahan dan anemia (Koesdarto dkk., 2007). Adanya infeksi dari
cacing Trichuris spp. juga perlu diwaspadai karena infeksi cacing Trichuris spp.
edema mukosa sekum dewasa (Soulsby, 1986). Telur cacing Trichuris spp. juga
sebanyak empat sampel positif. Infeksi dari Moniezia benedini dapat dikarenakan
sistiserkoid yang infektif (Koesdarto dkk., 2007), hal ini menunjukkan bahwa
spp. dan Trichuris spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, dan Oesophagustomum
spp. dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif. Kejadian infeksi
campuran pada sapi Limousin ditemukan telur cacing Oesophagustomum spp. dan
Bunostomum spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Oesophagustomum spp. dan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
45
Mecistocirrus spp. sebanyak satu (2%) sampel positif, Bunostomum spp. dan
Trichostrogylus spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif,
spp., dan Moniezia benedini sebanyak satu (2%) sampel positif. Menurut Levine
(1990), infeksi campuran atau tunggal sering terjadi pada sapi, sehingga sulit
biasanya dilakukan oleh bermacam-macam jenis cacing yang terjadi baik pada
abomasum, usus dan organ lain, sehingga pengaruhnya berupa kombinasi atau
dengan angka prevalensi 59%. Angka ini bisa dikatakan tinggi jika dibandingan
sampel untuk penelitian ini dilakukan pada bulan Januari yang termasuk pada
sehingga tanah kandang dalam kondisi yang lembab dan becek, oleh karena itu
wajar bila ditemukan infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi PO dan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
46
berdasarkan umur sapi menunjukkan bahwa sapi yang berumur 0-1 tahun
memiliki prevalensi lebih tinggi (87,6%) bila dibandingkan dengan sapi umur 1-2
tahun dan lebih dari dua tahun (47,1%) dan sapi yang berumur 1-2 tahun memiliki
prevalensi lebih tinggi (55%) daripada sapi yang berumur lebih dari dua tahun
(36,7%). Koesdarto dkk. (2007) mengatakan bahwa umur sapi berpengaruh pada
infeksi cacing. Sapi muda terutama yang berumur satu sampai tiga bulan rentan
untuk melawan infeksi terhadap cacing tersebut. Levine (1990) juga mengatakan
bahwa reaksi daya tahan tubuh terhadap infeksi cacing pada sapi dewasa lebih
baik daripada sapi muda. Pedet lebih peka terhadap infeksi daripada hewan
dewasa, biasanya sapi dewasa merupakan sumber infeksi bagi yang muda, hal ini
mungkin karena adanya kekebalan yang terbentuk pada hewan sebagai infeksi
yang dialami pada waktu muda. Hasil penelitian Susanto (2003) dan Setiyono
(2007) yang menyatakan bahwa faktor umur berpengaruh nyata terhadap infeksi
Sapi yang berumur 0-1 tahun dipengaruhi oleh faktor ras, sapi yang
berumur 0-1 tahun pada sapi Limousin memiliki prevalensi cacing lebih tinggi
(100%) apabila dibandingkan dengan sapi PO (73,3%), namun faktor ras belum
dari sistem manejemen kandang yang berbeda antara sapi PO dan Limousin di
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
47
Tikung, Kabupaten Lamongan pada sapi PO lebih baik daripada sapi Limousin.
Sapi PO dipelihara dengan sistem peternakan dalam satu kandang dengan tipe
kandang yang sudah permanen yaitu dinding tembok terbuka, lantai kandang yang
telah diplester, tempat pakan dan minum berbentuk cor bata yang sudah
permanen, beratap asbes, dan sanitasi teratur serta terdapat saluran pembuangan
feses dan urin. Sedangkan sapi Limousin sebagian besar dipelihara dengan cara
tradisional oleh para petani peternak yaitu dinding berasal dari kayu atau bambu,
lantai yang sebagian besar masih tanah, tempat pakan dan minum dari kayu atau
bambu, dan sanitasi yang belum teratur serta belum terdapat saluran pembuangan
feses dan urin. Hal ini sesuai menurut Andrade et al. (2001) bahwa infeksi cacing
dapat dipengaruhi oleh sanitasi dan kondisi lingkungan yang kurang baik.
Berdasarkan analisis regresi pohon faktor jenis kelamin sama sekali tidak
berpengaruh terhadap kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi. Pada
tabel 4.1 dan 4.2 diketahui bahwa, sapi PO yang berjenis kelamin betina lebih
banyak terinfeksi (21 sampel) daripada yang berjenis kelamin jantan (6 sampel),
sedangkan pada sapi Limousin yang berjenis kelamin jantan lebih banyak
terinfeksi (25 sampel) daripada sapi yang berjenis kelamin betina (7 sampel).
Sampai sejauh ini masih belum bisa dipastikan pengaruh jenis kelamin terhadap
infeksi cacing. Infeksi cacing saluran pencernaan lebih tinggi pada host betina
dibandingkan jantan dilaporkan oleh sebagian besar peneliti (Komoin et al., 1999;
Valcarcel and Romero, 1999; Farooq, 2009). Sedangkan Gulland and Fox (1992)
melaporkan bahwa prevalensi dan derajat infeksi lebih tinggi pada host jantan
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
48
kelamin terhadap infeksi cacing saluran pencernaan adalah karena faktor stres
proses reproduksi yaitu saat host betina bunting dan melahirkan, sedangkan
infeksi cacing pada host jantan dapat lebih tinggi dari pada host betina yaitu
kejadian infeksi cacing saluran pencernaan pada sapi, sehingga kejadian infeksi
500 EPG. Berdasarkan hasil perhitungan TCPGT ini perlu diadakan pengendalian
Lamongan bila hasil telur cacing per gram tinja mencapai 300-600 EPG
digolongkan dalam tiga tingkatan, yaitu: derajat infeksi ringan bila TCPGT
berkisar antara 0 sampai 500, derajat infeksi sedang bila TCPGT antara 501
sampai 1000 dan derajat infeksi berat bila TCPGT lebih dari 1000 (Soulsby,
1986).
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
6.1 Kesimpulan
sebagai berikut :
2) Jenis telur cacing yang ditemukan pada pemeriksaan sampel feses sapi
benedini.
4) Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa umur dan ras berpengaruh
49
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
50
6.2 Saran
saluran pencernaan.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
RINGKASAN
negara tropis seperti Indonesia salah satunya adalah penyakit cacing saluran
pencernaan. Iklim tropis yang lembab dan panas merupakan lingkungan yang
penyakit cacingan, selain itu, sejumlah faktor intrinsik yang juga mempengaruhi
infeksi cacingan diantaranya adalah umur, jenis kelamin, dan bangsa sapi.
Seleksi hewan ternak yang secara genetis lebih resisten terhadap infeksi
Menurut Alencar et al. (2009) jenis crossbreed lebih resisten terhadap paparan
cacing dibandingkan jenis sapi purebreed yang berada di kondisi daerah tropis. Di
banyak dipelihara penduduk adalah sapi Peranakan Ongole (PO) dan Limousin.
cara tradisional, kandang sapi potong berada di belakang rumah dengan bangunan
semi permanen dan tidak terdapat saluran pembuangan feses dan urin ternak,
rendah dan sering terlanda banjir ketika musim hujan, yang mana air merupakan
51
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
52
media perkembangbiakan yang baik bagi cacing saluran pencernaan dan media
dan turunnya daya produksi. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan sebagai
kerugian yang lebih besar. Mengamati kondisi tersebut, maka penelitian ini
umur, dan ras, serta jenis cacing saluran pencernaan apa saja yang terdapat pada
Timur.
metode sedimentasi dan metode apung. Pada sampel feses yang positif terinfeksi
cacing saluran pencernaan, dilakukan identifikasi terhadap jenis telur cacing dan
McMacter. Analisis data prevalensi dan derajat infeksi untuk mengetahui adanya
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
53
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Alencar, M.M., A.C.S. Chagas, R. Giglioti, H.N Oliveira, M.C.S Oliveira. 2009.
Gastrointestinal nematode infection in beef cattle of different genetic
groups in Brazil. Veterinary Parasitology. 166. 249–254.
Andrade, C., T. Alava, I.A. De Palacio, P. Del Poggio, C. Jamoletti, M. Gulletta
and A. Montresor. 2001. Prevalence and Intensity of Soil-transmitted
Helminthiasis in the City of Portoviejo (Ecuador). Rio de Janeiro. 96(8):
1075-1079.
Arbi, P. 2009. Analisis Kelayakan dan Strategi Pengembangan Usaha Ternak Sapi
Potong [skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara. Medan.
Bambang, M.A. 2002. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Brown, H.W. 1983. Dasar Parasitologi Klinis. Edisi ketiga.P.T. Gramedia Jakarta.
165-222.
Coles, E.H. 1986. Veterinary Clinical Pathology. 4th Ed. W. B. Saunders
Company. Philadelphia. 405-418.
Dargantes, A., D. Van Aken., J. Varcruysse., J. Lagapa., D.J. Shaw. 1998.
Epidemiology of Mecistocirrus digitatus and other Gastrointestinal
Nematode Infections in Mindanao, Philippines. Veterinary Parasitology.
Vol. 74. 29-41.
Departemen Pertanian. 2010. Petunjuk Teknis Penanggulangan Gangguan
Reproduksi dan Peningkatan Pelayanan Kesehatan Hewan. Direktorat
Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Galloway, J.H. 1974. Farm Animal Health and Disease Control. Lea and Febiger.
Philadelphia. 131-135.
54
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
55
Hall, H.T.B. 1977. Disease and Parasites of Livestock in the Tropic. Longman
Group lTD. London. 192-203.
Hariyanto,A., A. Yazid, S. Sembiring. 1986. Kasus Fasciolosis pada Sapi dan
Kerbau si Sumatera Utara Berdasarkan Uji Sieving Technique With The
Glass Bears Layer. Balai Penyelidikan Penyakit Hewan Wilayah I Medan.
1-5.
Imbang, D. 2003. Ilmu Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan Perikanan.
Universitas Muhammadiyah. Malang.
Kecamatan Tikung. 2013. Kecamatan Tikung Dalam Angka. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Lamongan dan Kantor Penelitian dan Pengembangan
Kabupaten Lamongan.
Khozin, F.A. 2012. Prevalensi Penyakit Cacing Saluran Pencernaan pada Sapi
Potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman di Kecamatan Sugio
Kabupaten Lamongan. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Airlangga. Surabaya.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
56
Mersyah, R. 2005. Desain Sistem Budi Daya Sapi Potong Berkelanjutan Untuk
Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Bengkulu
Selatan. Disertasi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mumpuni, S., S. Subekti, S. Koesdarto, H. Puspitawati dan Kusnoto. 2007.
Penuntun Praktikum Ilmu Penyakit Helminth Veteriner. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Mustika, I. dan Z. A. Riza. 2004. Peluang Pemanfaatan Jamur Nematofagus untuk
Mengendalikan Nematoda Parasit pada Tanaman dan Ternak. Jurnal
Litbang Pertanian, 23(4): 115.
Nazar, S.D. dan M. Suryoatmodjo. 2007. Pengantar Ilmu Peternakan. Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Pertiwi, P.H. 2012. Prevalensi dan derajat infeksi cacing saluran pencernaan pada
sapi Peranakan Ongole (PO) di daerah aliran sungai (das) bengawan solo
Kecamatan Kasiman Kabupaten Bojonegoro. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Priyanto, D. 2011. Strategi Pengembangan Ternak Sapid an Kerbau dalam
Mendukung PSDSTahun 2014. Jurnal Penelitihan dan Pengembangan
Pertanian. Balai Penelitihan Ternak, Bogor. 30(3): 108-116.
Purwantan, P., Ismaya N.R., Burhan. 2006. Penyakit Cacing Hati (Fasciolasis)
Pada Sapi Bali di Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) Kota
Makassar. Jurnal Agrisistem, 2(2).
Raza, M.A., H.A. Bachaya, M.S. Akhtar, H.M. Arshad, S. Murtaza, M.M. Ayaz,
M. Najeem and A. Basit. 2012. Point Prevalence of Gastrointestinal
Helminthiasis in Buffaloes (Bubalus Bubalis) at The Vicinity of Jatoi,
Punjab, Pakistan. Sci. Int. (Lahore), 24(4): 465-469.
Santi, W.P. 2008. Respons Penggemukan Sapi PO dan Persilangannya sebagai
Hasil IB terhadap Pcmberian Jerami Padi Fermentasi dan Konsentrat di
Kabupaten Blora. Skripsi. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Santosa, U. 2008. Mengelola Sapi Secara Profesional. Cetakan 1. Penerbit
Penebar Swadaya. Jakarta.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
57
Sarwono, B. dan H.B. Arianto 2001. Penggemukan Sapi Potong secara Cepat. PT
Penebar Swadaya. Cimanggis. Depok. 8-21.
Setiyono, H. 2007. Prevalensi Helmintiasis pada saluran pencernann Sapi Potong
di Desa Panglungan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Skripsi.
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
58
Urquhart, M.G., J. Armour, J.L. Duncan, A.M. Dunn and F.W. Jenning. 1988.
Veterinary Parasitology. English Language Book Society. Longman.
Usri, N. 2001. Manajemen Peternakan Sapi Potong serta Kaitannya dengan
Pencemaran Lingkungan dan Kesehatan Ternak. Media Kedokteran
Hewan. 17. 1-4.
Valcarcel, F. and C.G. Romero. 1999. Prevalence and Seasonal Pattern of Caprine
Trichostrongyles in A Dry Area Central Spain. Zentralbl Veterinarmed B;
46 (10) (Abstr.): 673-81.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 32-40.
Yulianto, E. 2007. Hubungan Higiene Sanitasi Dengan Kejadian Penyakit
Cacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan
Tembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. [Skripsi]. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Negeri Semarang.
Yusuf. 2010. Kompetensi Peternak dalam Pengelolaan Sapi Potong di Kabupaten
Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. 148: 20.
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
59
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
60
40 PO 0-1 th * + 150 *
41 PO 0-1 th * - 0 *
42 PO 0-1 th * + 210 *
43 PO 0-1 th * + 960 *
44 PO 0-1 th * + 600 *
45 PO 0-1 th * - 0 *
46 PO 0-1 th * + 240 *
47 PO 0-1 th * - 0 *
48 PO 0-1 th * + 300 *
49 PO 0-1 th * - 0 *
50 PO 1-2 th * - 0 *
51 Limousin 1-2 th * + 90 *
52 Limousin 1-2 th * + 60 *
53 Limousin >2 th * - 0 *
54 Limousin 0-1 th * + 240 *
55 Limousin 0-1 th * + 150 *
56 Limousin 0-1 th * + 60 *
57 Limousin 0-1 th * + 600 *
58 Limousin 0-1 th * + 300 *
59 Limousin 0-1 th * + 540 *
60 Limousin 1-2 th * - 0 *
61 Limousin 0-1 th * + 150 *
62 Limousin 0-1 th * + 90 *
63 Limousin 0-1 th * + 240 *
64 Limousin >2 th * + 60 *
65 Limousin >2 th * + 300 *
66 Limousin 1-2 th * - 0 *
67 Limousin >2 th * - 0 *
68 Limousin 0-1 th * + 240 *
69 Limousin 0-1 th * + 240 *
70 Limousin >2 th * - 0 *
71 Limousin >2 th * - 0 *
72 Limousin 1-2 th * + 90 *
73 Limousin 1-2 th * + 150 *
74 Limousin 1-2 th * + 210 *
75 Limousin 1-2 th * + 300 *
76 Limousin 1-2 th * - 0 *
77 Limousin 1-2 th * + 300 *
78 Limousin 1-2 th * - 0 *
79 Limousin >2 th * + 210 *
80 Limousin >2 th * - 0 *
81 Limousin >2th * - 0 *
82 Limousin >2 th * - 0 *
83 Limousin >2 th * + 90 *
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
61
84 Limousin >2 th * - 0 *
85 Limousin >2 th * - 0 *
86 Limousin >2 th * + 90 *
87 Limousin >2 th * - 0 *
88 Limousin 1-2 th * + 90 *
89 Limousin 1-2 th * - 0 *
90 Limousin 1-2 th * - 0 *
91 Limousin 1-2 th * + 150 *
92 Limousin 0-1 th * + 300 *
93 Limousin 0-1 th * + 210 *
94 Limousin 0-1 th * + 90 *
95 Limousin 1-2 th * - 0 *
96 Limousin 0-1 th * + 150 *
97 Limousin 1-2 th * - 0 *
98 Limousin 1-2 th * + 540 *
99 Limousin 1-2 th * + 300 *
100 Limousin 1-2 th * + 600 *
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
62
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
63
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN
ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
64
McMaster Sentrifus
Mikroskop
Skripsi PREVALENSI DAN DERAJAT INFEKSI CACING SALURAN PENCERNAAN PADA INDAH KARTIKA SARI
SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DAN LIMOUSIN DI KECAMATAN TIKUNG KABUPATEN LAMONGAN