Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Perkembangan jalan raya merupakan salah satu hal yang selalu beriringan
dengan kemajuan teknologi dan pemikiran manusia yang menggunakannya, karena
jalan merupakan fasilitas penting bagi manusia supaya dapat mencapai suatu daerah
yang ingin dikehendaki. Pembuatan jalan raya bertujuan untuk pemerataan
perekonomian suatu daerah dan sebagai jalur penghubung antara suatu daerah
dengan daerah yang lain. Secara umum laju pertumbuhan dan perkenomian
biasanya tidak terlepas dari tuntutan pengembangan wilayah, akan membawa
perubahan pada kondisi angkutan barang dan jasa yang semakin meningkat pula
baik volume maupun berat bebannya. Dalam hal tersebut untuk mendukung suatu
perencanaan yang baik diperlukan penyediaan prasarana yang berfungsi untuk
mendistribusikan berbagai kebutuhan masyarakat.
Simpang adalah titik simpul dalam jaringan jalan dimana dua atau lebih ruas
jalan bertemu yang fungsinya untuk melakukan perubahan arah lalu lintas. Hampir
semua jaringan jalan kita dapati adanya persimpangan yang terletak pada bidang
yang sama dan kebanyakan dari arus lalu lintas tersebut berpotongan, sehingga
banyak terjadinya konflik yang pada akhirnya menyebabkan kemacetan/tundaan
dan terkadang kecelakaaan.
Pada penelitian ini yang ditinjau merupakan persimpangan yang mempunyai
tujuh lengan yaitu Simpang Tujuh Ulee Kareng. Simpang Tujuh Ulee Kareng
merupakan persimpangan dengan jumlah pertemuan ruas jalan yang paling banyak
di Kota Banda Aceh. Simpang Tujuh Ulee Kareng terdiri dari pertemuan tujuh ruas
jalan diantaranya Jalan T. Iskandar (arah kota), Jalan Mesjid Tuha, Jalan Lamreung,
Jalan Kebun Raja, Jalan Lamgapang, Jalan Jurong Dagang dan Jalan T. Iskandar
(arah Blang Bintang). Simpang Tujuh Ulee Kareng menjadi kawasan perdagangan
dan jasa yang ramai dimana daerah ini memiliki kegiatan finansial dan peluang -
peluang bisnis yang ekstensif dimana kompleksitas dan diversitasnya mengalami
siklus perubahan akibat beragam pengaruh sosial dan

1
ekonomi. Pasar Ulee Kareng ini telah menjadi suatu bangkitan atau tarikan
transportasi di daerah tersebut.
Pada Simpang Tujuh Ulee Kareng terjadi pertemuan ruas jalan yang sangat
komplek karena terdiri dari pertemuan tujuh ruas jalan tanpa adanya pengaturan lalu
lintas seperti lampu lalu lintas, bundaran, maupun rambu-rambu peringatan lainnya.
Kondisi ini sangat menggangu pengguna jalan apalagi pada jam - jam puncak (peak
hour). Pengguna jalan harus ekstra hati-hati pada jangka waktu tersebut karena tidak
adanya pengaturan lalu lintas sehingga rawan terjadi kecelakaan.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat sebuah rekayasa lalu lintas terhadap
Simpang Tujuh Ulee Kareng dari simpang tak bersinyal menjadi sebuah
persimpangan dengan bundaran. Hal tersebut merupakan suatu upaya untuk
memberikan suatu rekomendasi untuk mengurangi atau mencegah terjadinya
konflik pada persimpangan tersebut.
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisa kapasitas bagian jalinan
dengan merencanakan bundaran mengunakan software VISSIM 6.00-22.
Pengambilan data arus lalu lintas dilakukan pada hari Senin (6 Maret 2017) dan
Kamis (9 Maret 2017), masing - masing pada waktu pagi pukul 07.00 – 09.00 WIB
dan sore pukul 16.30 – 18.30 WIB dengan menggunakan alat bantu handycam dan
pengambilan data kecepatan dilakukan dengan alat bantu speedgun. Menurut MKJI
(1997 : 5-38), data volume lalu lintas yang didapat dikumpulkan kemudian
dikonversikan kedalam smp/jam, yaitu dengan mengalikan volume lalu lintas dalam
kend/jam dengan emp (LV : 1,0 ; HV : 1,2 ; MC : 0,25).

Anda mungkin juga menyukai