I. PENDAHULUAN ..................................................................................................................................... 3
4. Hubungan –hubungan antara jumlah butir air dan udara dalam tanah .............................. 14
B. Klasifikasi tanah......................................................................................................................... 15
1. Pengertian Klasifikasi tanah .................................................................................................. 15
2. Monmorilite .......................................................................................................................... 38
3. Illite ....................................................................................................................................... 39
Tanah dalam pandangan teknik sipil adalah himpunan mineral, bahan organic dan
endapan-endapan yang relative lepas(loose) yang terletak di atas batu dasar(bedrock)
(Hardiyatmo,2006).
Tanah membagi bahan-bahan yang menyusun kerak bumi secara garis besar
menjadi dua kategori :tanah (soil) dan batuan (rock), sedangkan batuan merupakan
agregat mineral yang satu sama lainnya diikat oleh gaya-gaya kohesif yang permanen
dan kuat 9Therzaghi,1991).
Tanah juga didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tersementasi 9terikat secara kimia) satu sama lain dan dari
bahan organic yang telah melapuk (yang berpatikel padat) disertai dengan zat cair dan
gas yang mengisi ruang-ruang kososng di antara partikel-partikel tersebut (Das,1991).
Secara umum tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu tanah tak berkohesif
dan tanah berkohesif. Tanah tak berkohesif adalah tanah yang berada dalam keadaan
basah akibat gaya tarik permukaan di dalam air, contohnya adalah tanah berpasir.
Tanah berkohesif adalah tanah apabila karakteristik fisis yang selalu terdapat
pembahasan dan pengeringan yang menyusun butrian tanah bersatu sesamanya
sehingga sesuatu gaya akan diperlakukan untuk memisahkan dalam keadaan kering,
contohnya tanah lempung (Bowles,1991).
A. Tanah dasar (subgrade)
Tanah dasar (Subgrade) dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah
aslinya baik atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain atau tanah yang
distabilisasi (dengan semen, kapur dan lain lain).Ditinjau dari muka tanah asli, maka
tanah dasar dibedakan atas :
a) Tanah dasar tanah galian.
b) Tanah dasar tanah urugan
c) Tanah dasar tanah asli
Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat
tanah pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaanyang
mengakibatkan kepadatan yang kurang baik. Struktur Perkerasan jalan Secara umum
terdiri dari beberapa lapis perkerasan, yaitu sebagai berikut:
b) Berangkal
Potongan bahan lebih kecil yang telah terpisah dari batuan
dasar dan berukuran 250 mm sampai 300 mm lebih.
c) Kerikil (gravel)
Istilah umum yang digunakan untuk potongan-potongan batuan
yang berukuran maksimum 150 mm sampai kurang dari 5 mm.
bias berupa batu pecah/split bila terbuat dari pabrik,berupa
kerikil alamiah bila digali dari deposit yang terdapat secara
alami, atau berupa kerikil ayakan jika kerikil tersebut telah
disaring hingga ukuran 3 mm sampai 5 mm. kerikil adalah
bahan tak berkohesi, yaitu kerikil yang tidak mempunyai adhesi
atau tarikan antar partikel.
d) Pasir
Pasir adalah partikel-partikel mineral yag lebih kecil dari kerikil
tetapi lebih besar dari sekitar 0,05 sampai 0,075 mm. bias
berbentuk halus,sedang, atau kasar tergantung daripada ukuran
partikel terbanyak.
e) Lanau
Lanau merupakan partikel-partikel mineral yang ukurannya
berkisar antara 0,005 samapai 0,0074 mm dan 0,002 sampai
0,006 mm.
f) Lempung
Lempung merupakan partikel-partikel mineral yang ukurannya
lebih kecil dari lanau, sekitar ukuran 0,002 mm atau lebih kecil.
Tanah lempung mempunyai sifat plastisitas yang tinggi dan
kohesif. Sifat-sifat tanah lempung sangat dipengaruhi oleh
kadar air yang terkandung.
3. Sifat-sifat tanah
Bahan induk, komposis mineral kandungan bahan organik, cuaca,
umur, cara perpindahan, letak endapan, cara pemadatan dan derajat kepadatan,
tekstur tanah, gradasi butir serta struktur tanah merupakan faktor-faktor yang
saling berhubungan dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat
dasar tanah. Namun demikian, sifat dasar tanah tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut, tetapi juga oleh kondisi pada saat pengujian dilakukan.
Karena tanah merupakan bahan yang mempunyai karakteristik sangat
heterogen, maka untuk mendapatkan gambaran tentang perilakunya serta
untuk memudahkan penanganannya terlebih dahulu perlu dipaham sifat-sifat
dasar tanah. Beberapa sifat dasar tanah yang dipandang penting adalah:
a. Kadar air, berat jenis, berat isi, angka pori, porositas dan derajat
kejenuhan.
Kadar air, berat jenis, berat isi, angka pori, porositas dan derajat
kejenuhan merupakan parameter yang biasa digunakan untuk menunjukkan
hubungan antara berat dengan volume komponen-komponen tanah.
Sebagaimana telah ditunjukkan pada Persamaan 5 .1, kadar air adalah
perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah dengan berat
kering tanah yang biasa dinyatakan dalam persen.
Di laboratorium, kadar air biasanya ditentukan dengan menempatkan
contoh tanah dalam wadah (container) dan kemudian menimbang contoh
basah, mengeringkan dan menimbang contoh kering tanah. Dengan demikian,
maka berat contoh kering dan berat air (selisih antara berat contoh basah
dengan berat contoh kering). Pengeringan biasanya dilakukan dalam tungku
(oven) pada suhu 100-105 oC dalam waktu sampai berat contoh tetap.
Berat jenis tanah (biasa dinyatakan dengan symbol G) adalah
perbandingan antara berat bahan padat dengan berat air pada suhu tertentu
(biasanya 4⁰C), untuk volume yang sama. Berat jenis tanah biasanya berkisar
antara 2,60 sampai 2,80, dimana secara umum, nilai yang rendah adalah untuk
bahan berbutir kasar, sedangkan nilai yang tinggi adalah untuk tanah berbutir
halus. Meskipun demikian, kadang-kadang dijumpai jenis tanah yang
mempunyai berat jenis di luar rentang yang disebutkan, yaitu jenis tanah yang
berasal dari batuan induk sangat ringan atau sangat berat. Penentuan berat
jenis di laboratorium biasa dilakukan dengan menggunakan piknometer.
b. Permeabilitas
Dalam teknik sipil, permeabilitas biasanya menunjukkan kemampuan
(tingkat kemudahan atau kesulitan) air untuk mengalir dalam pori-pori tanah,
baik sebagai akibat pengaruh gaya gravitasi maupun kekuatan lain. Tekstur,
gradasi, derajat kepadatan dan struktur primer tanah sangat mempengaruhi
permeabilitas. Tanah berbutir kasar mempunyai permeabilitas yang jauh lebih
besar dari pada tanah berbutir halus. Meskipun demikian, kandungan yang
rendah bahan halus atau bahan perekat pada tanah berbutir kasar serta retak,
patahan dan lubang pada tanah berbutir halus kadang-kadang merubah
permeabilitas tersebut. Permeabilitas tanah berbutir lebih kasar dapat
ditentukan dengan cukup teliti melalui pengujian, baik di laboratorium
maupun di lapangan. Dalam mekanika tanah, permeabilitas biasa dinyatakan
dengan "koefisien permeabilitas", yang sering didefinisikan sebagai kecepatan
aliran air melalui masa tanah di bawah pengaruh satu satuan gradien hidrolik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien permeabilitas adalah sama dengan
faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas. Pengujian permeabilitas di
laboratorium dapat dilakukan dengan permeameter, baik yang mempunyai
tinggi air berubah(falling-head permeater), maupun yang mempunyai tinggi air
tetap (constant-head permeameter).
Tanah berbutir kasar (missal pasir dan kerikil) mempunyai koefisien
permeabilitas yang besar dan dapat disebut sebagai tanah porus, sedangkan
lempung dan tanah berbutir halus lain mempunyai koefisien permeabilitas
yang kecil dan dapat dikatakan sebagai tanah kedap. Pada Tabel 2 ditunjukkan
perkiraan koefisien dan karakteristik drainase berbagai jenis bahan.
c. Elastisitas
Elastisitas menggambarkan kemampuan tanah untuk kembali ke bentuk
aslinya setelah tanah melendut akibat pembebanan singkat. Deformasi elastis
atau lendutan balik yang mengikuti pembebanan ringan merupakan akibat dari
deformasi elastis masing-masing partikel mineral dan sampai tingkat tertentu,
merupakan sumbangan dari deformasi elastis struktur tanah yang menyerupai
busa karet ("sponger ubber-like"). Pada sebagian besar tanah dan untuk
sebagian besar keperluan rekayasa, deformasi tersebut sangat kecil dan sering
diabaikan. Namun demikian, dalam rekayasa jalan raya, deformasi elastic
disadari makin penting.
d. Plastisitas
Plastisitas mengandung arti kemampuan tanah untuk berubah bentuk
tanpa mengalami retak atau hancur serta setelah beban lepas, perubahan
bentuk tersebut tetap dipertahankan. Perubahan bentuk yang tidak kembali
atau deformasi plastis kemungkinan merupakan gabungan daripada sejumlah
besar pergeseran kecil antara butir serta keruntuhan kecil struktur lokal pada
masa tanah. Menurut teori Goldschmidt, plastisitas merupakan akibat
kehadiran partikel-partikel pada muatan elektro-magnetik, dimana molekul-
molekul air mempunyai sifat bi-polar yang mengatur dirinya mirip magnit-
magnit kecil dalam daerah magnetik yang berdampingan dengan permukaan
butir-butir tanah. Pada jarak yang sangat dekat dengan permukaan, air menjadi
sangat kental dan apabila jaraknya bertambah, maka viksositas air menurun
sampai pada jarak tertentu menjadi air normal. Apabila air hadir dalam jumlah
yang cukup, maka partikel-partikel tanah terpisahkan oleh tetes-tetes air kental
yang memungkinkan partikel bergeser satu sama lain ke posisi yang baru
tanpa ada kecenderungan untuk kembali ke posisi awal, tanpa ada perubahan
pada rongga serta tanpa mengganggu kohesi. Kebenaran teori Goldschmidt
ditunjukkan oleh kenyataan bahwa lempung tidak menjadi plastis apabila
dicampur dengan cairan yang mempunyai molekul tidak berpolarisasi, missal
minyak tanah.
f. Pemampatan (Compressibility)
Karena butir-butir mineral dan air dalam masa tanah relatif tidak dapat
memampat, maka sebagian besar perubahan volume pada tanah merupakan
akibat perubahan struktur tanah yang diikuti dengan keluarnya (expulsion) air
atau udara atau kedua-duanya dari masa tanah. Pemampatan atau perubahan
bentuk sebagai akibat keruntuhan geser tidak dimasukkan dalam kategori ini.
Istilah "konsolidasi" biasa digunakan untuk menyatakan porsi deformasi
perubahan volume yang semata-mata diakibatkan oleh keluarnya air pori.
Sehubungan dengan hal di atas, maka pemampatan sangat dipengaruhi
oleh struktur tanah dan sejarah tegangan yang pernah bekerja pada endapan.
Endapan yang terjadi sebagai akibat proses sedimentasi biasanya mempunyai
kompresibilitas yang lebih besar daripada tanah residual atau endapan yang
dipindahkan oleh angin. Pemampatan pada sebagian besar tanah telah dapat
ditentukan dengan menggunakan beberapa metoda pengujian di laboratorium.
Deformasi perubahan volume sering kali terjadi pada masa tanah,
meskipun tanpa pemberian atau pelepasan beban luar. Hal tersebut dapat
terjadi akibat sekurang-kurangnya dua fenomena yang berbeda; misalnya,
penurunan muka air tanah pada suatu daerah akan mengakibatkan peningkatan
tegangan tanah sehingga efektif untuk menimbulkan perubahan volume pada
lapisan kompresibel di bawah permukaan air tanah awal dan selanjutnya
terjadi penurunan (settlement) pada timbunan atau bangunan yang terletak
pada atau dekat permukaan. Pada kasus yang lain, perubahan volume dalam
bentuk deformasi pada tanah (tidak tergantung pada beban luar) dapat terjadi
sebagai akibat fenomena penyusutan atau pemuaian.
g. Penyusutan dan pemuaian (Shringkage and Swelling)
Penyusutan dan pemuaian lebih nyata terjadi pada tanah berbutir halus,
terutama lempung. Penyusutan dan pemuaian terjadi sebagai akibat terbentuk
dan terlepasnya tegangan tarik kapiler pada air pori tanah serta tingkat
penyerapan air (thirst for water) oleh mineral lempung yang terdapat pada
tanah.
Apabila memungkinkan, penggunaan tanah yang mempunyai perubahan
volume besar untuk pembangunan jalan raya hendaknya dihindarkan. Pada
kasus dimana penggunaan tanah tersebut tidak dapat dihindarkan, maka perlu
dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi potensi pemuaian, atau mengurangi
fluktuasi kandungan air. Lempung yang mempunyai perubahan volume besar
seringkali mempunyai batas cair dan indeks plastis yang tinggi. Pengujian di
laboratorium dapat membantu dalam mengidentifikasi dan menentukan
pemuaian tanah.
Istilah penyusutan dan pemuaian yang mempunyai pengertian berbeda
dengan pengertian di atas dikenal pula pada pekerjaan tanah. Pada pekerjaan
tersebut, penyusutan dikaitkan dengan volume tanah dalam keadaan lepas dan
volume tanah setelah dipadatkan, sedangkan pemuaian diartikan dikaitkan
dengan volume tanah dalam keadaan asli dan volume setelah digali (dalam
keadaan lepas).
V = Isi (Volume)
W = Berat ( weight)
B. Klasifikasi tanah
1. Ukuran butir, dibagi menjadi kerikil, pasir, lanau, dan lempung. Kerikil
adalah bagian tanah yang lolos ayakan dengan diameter 75mm dan
tertahan pada ayakan diameter 2 mm. pasir adalah bagian tanah yang
lolos ayakan dengan diameter 2 mm dan tertahan pada ayakan diameter
0,075 mm. lanau dan lempung adalah bagian tanah yang lolos ayakan
dengan diameter 0,075 mm.
2. Plastisitas, nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari
tanah mempunyai indeks plastisitas (IP) sebesar 10 atau kurang. Nama
berlempung dipakai apabila bagian-bagian halus dari tanah mempunyai
indeks plastisitas sebesar 11 atau lebih.
3. Apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75 mm) ditemukan dalam
contoh tanah yang akan diuji, maka batuan-batuan tersebut harus
dikeluarkan terlebih dahulu, tetapi presentasi dari batuan yang
dikeluarkan tersebut harus dicatat.
Pengujian yang dijadikan patokan untuk mengklasifikasikan tanah
adalah sama dengan system klasifikasi Unified yaitu analisis saringan dan
batas-batas Atterberg. Dan untuk mengevaluasi pengelompokkan lebih lanjut
digunakan indeks kelompok/ group index ( GI), dengan persamaan:
Dimana:
LL = batas cair
PI = Indeks plastisitas
a) Tanah granular/berbutir
1. KelompokA -1
Kelompok ini terdiri atas fragmen-fragmen batuan atau kerikil bergradasi
menerus yang tidak mengandung bahan perekat atau mengandung bahan
perekat tidak plastis atau agak plastis.
2. Kelompok A-3
Kelompok ini terdiri atas pasir dengan sedikit atau tanpa butiran kasar dan
bahan perekat. Pasir pantai halus atau pasir gurun halus tanpa butiran lanau
atau lempung atau dengan sangat sedikit lanau tidak plastis merupakan contoh
tanah yang termasuk pada kelas ini. Kelompok ini mencakup juga campuran
pasir halus bergradasi jeled kengan sedikit pasir kasar dan kerikil sebagai hasil
pengendapan oleh arus. Tanah jenis ini cocok sebagai tanah dasar pada semua
jenis perkerasan asalkan dalam keadaan terkurung (confined) dan lembab serta
dapat dipadatkan dengan menggunakan mesin pemadat getar, mesin
pemadatan roda karet dan mesin pamadat roda besi, tetapi tidak dengan mesin
pemadat kaki kambing. Namun demikian, tanah jenis ini mudah tererosi dan
mudah terpompa apabila digunakan di bawah perkerasan kaku.
3. Kelompok A-2
Kelompok ini mencakup berbagai jenis tanah "granular" yang merupakan
batas antara tanah yang termasuk A-1 dan A-3 dengan lempung kelanauan
pada kelompok A-4, A-5, 4-6 dan A-7. Kelompok ini mencakup semua jenis
tanah yang mengandung 35 persen atau kurang butiran yang lolos saringan No.
200, yang tidak termasuk pada kelompok A-1 atau A-3.
b) Tanah Lanau-Lempung
1. KelompokA -4
Tanah tipikal pada kelompok ini adalah lanau tidak plastis atau agak plastis
yang biasanya mempunyai kandungan 75 persen atau lebih butiran yang lolos
saringan No.200. Kelompoki ni mencakup juga campuran antara tanah
berbutir halus mengandung lanau dengan pasir dan kerikil dimana butiran
yang tertahan saringan No.200 maksimum 64 persen. Indeks kelompok tanah
ini berkisar antara 1 sampai 8 dimana peningkatan kandungan butiran kasar
dicerminkan oleh makin menurunnya indeks kelompok.
2. Kelompok A-5
Tanah tipikal pada kelompok ini adalah sama dengan yang diuraikan pada
kelompok A-4, Kecuali karakternya yang biasanya mirip dengan karakter
diatoma atau mika dan dapat mempunyai sifat elastic yang tinggi sebagaimana
ditunjukkan oleh batas cair yang tinggi. lndeks kelompok tanah ini berkisar
antara 1 sampai 12, dimana nilainya yang makin meningkat merupakan
pengaruh gabungan dari makin meningkatnya batas cair dan makin
menurunnya persentase butiran kasar.
3. Kelompok A-6
Tanah tipikal pada kelompok ini adalah lempung plastis yang biasanya
mengandung 75 persen atau lebih butiran yang lolos saringan No. 200.
Kelompok ini mencakup juga campuran antara tanah berbutir halus
mengandung lempung dengan pasir dan kerikil dimana butiran yang tertahan
saringan No. 200 maksimum 64 persen. Tanah pada kelompok ini biasanya
mempunyai perubahan volume yang besar apabila kadar air berubah. Indeks
kelompok tanah ini berkisar antara 1 sampai 16, dimana nilainya yang makin
meningkat merupakan pengaruh gabungan dari makin meningkatnya batas cair
dan makin menurunnya persentase butiran kasar.
4. Kelompok A-7
Tanah tipikal dan persoalan yang dihadapi tanah ini adalah sama dengan yang
diuraikan pada tanah 4-6, kecuali batas cairnya yang sama dengan batas cair
A-5 serta bersifat elastik dan mudah mengalami perubahan volume yang
tinggi. Indeks kelompok tanah ini berkisar antara 1 sampai 20, dimana nilainya
yang makin meningkat merupakan pengaruh gabungan dari makin
meningkatnya batas cair dan indeks plastis serta makin menurunnya persentase
butiran kasar.
3. Sistem Klasifikasi USCS ( Unified Soil Classification System)
1. Dasar pengklasifikasian
Untuk tanah yang mengandung sedikit butiran halus sehingga
kandungan tersebut tidak mempengaruhi kinerja tanah, Sistem
Klasifikasi Unified didasarkan pada karakteristik tekstur, sedangkan
untuk tanah yang butiran halusnya mempengaruh kinerja tanah, Sistem
Unified didasarkan pada karaskteristik plastisitas-kompresibilita.
Karakteristik plastisitas kompresibilitas tanah dievaluas dengan cara
mengeplot titik-titik indeks plastis dan batas cair pada grafik
plastisitass tandar sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 15. Posisi
titik dalam grafik akan menginformasikan tentang perkiraan kinerja
tanah sebagai bahan bangunan teknik.
Sifat-sifat tanah yang menjadi dasar klasifikas Unified adalah sebagai
berikut:
a. Persentase kerikil, pasir dan butir halus (fraksi lolos
saringanNo.200).
b. Bentuk kurva gradasi.
c. Karakteristik plastisitas dan kompresibilitas
Pada prinsipnya menurut metode ini ada 2 pembagian jenis tanah yaitu
tanah berbutir kasar ( kerikil dan pasir) dan tanah berbutir halus ( lanau dan
lempung). Tanah digolongkan dalam butiran kasar jika lebih dari 50%
sementara itu tanah digolongkan berbutir halus jika lebih dari 50% lolos dari
saringan no.200. selanjutnya klasifikasi yang lebih detail lagi dapat
menggunakan table USCS berikut ini. Beberapa symbol berikut ini sering
digunakan dalam klasifikasi metode USCS.
a. Jenis tanah
G : gravel ( kerikil)
S : sand ( pasir)
M : silt (lanau)
C : clay ( lempung)
b. Jenis gradasi
W : well graded ( bergradasi baik)
P : poorly graded ( bergradasi buruk)
c. Konsistensi plastisitas
H : high plasticity ( plastisitas tinggi)
L : low plasticity ( plastisitas rendah)
2. Pembagian kelompok dan simbol kelompok
Sistem Unified membagi tanah menjadi tiga divisi, yaitu:
Tanah berbutir kasar
Tanah berbutir halus
Tanah mengandung banyak bahan organik.
Tanah berbutir kasar adalah tanah yang mengandung 50 persen
atau kurang butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No.200),
sedangkan tanah berbutir halus adalah tanah yang mengandung lebih
dari 50 persen butiran yang lolos saringan 0,075 mm (No.200).
Tanah yang mengandung banyak bahan organic umumnya dapat
dikenal melalui pengujian secara visual. Lebih lanjut Sistem Unified
membagi tanah menjadi 15 kelompok. Masing-masing kelompok
diberi nama dan simbul dengan huruf serta ditentukan berdasarkan
istilah yang digunakan pada fraksi tanah, nilai relatif batas cair
(tinggi atau rendah), atau gradasi relative (gradasi menerus atau
gradasi jelek).
Dibeberapa kota besar di Indonesia data daya dukung tanah menjadi salah satu
syarat teknis untuk mendapatkan surat IMB (Ijin Mendirikan Bangunan). Tidak hanya
struktur yang besar yang diharuskan melakukan penyelidikan tanah untuk
mendapatkan nilai daya dukung tanah, tetapi struktur bangunan kecil juga diharuskan
untuk melakukan penyelidikan tanah, contoh ruko, rumah lantai 2, dan bangunan
gedung lainnya. Pada umumnya penyelidikan tanah yang dilakukan adalah uji SPT
untuk penyelidikan tanah yang dalam (>20m) dan sondir untuk mengetahui daya
dukung tanah dangkal (<20m). kedu alat tersebut menggunakan alat yang cukup
banyak dan berat, pembacaan alatnya pun masih secara manual.
Sekarang telah ada alat untuk mengukur daya dukung tanah yang lebih simple
dan praktis, mudah dibawa kemana-mana dan dapat dijalankan oleh satu orang.
Dengan bacaan nilai yang digital dapat diprint out langsung dilokasi, sehingga
menghindari dari manipulasi data pengukuran. Alat yang bernama HMP ini tersedia
dalam beberapa model sesuai dengan aplikasi penggunaannya.
Keunggulan HMP dalam pengukuran daya dukung tanah adalah instalasi alat
yang sederhana dan hasil pengukuran lebih cepat diketahui serta tidak dapat
dimanipulasi. HMP sangat cocok digunakan dalam pekerjaan pengawasan proyek
karena dengan bacaan nilai daya dukung tanah yang digital dan dapat diprint out
langsung dilokasi, tidak memungkinkan untuk terjadinya manipulasi data. Berat alat
yang ringan juga memudahkan mobilisasi saat penggunaan pada proyek jalan raya
atau proyek yang jangkauannya luas dan jauh
Penyelidikan dengan penyondiran disebut penetrasi, dan alat sondir yang biasa
digunakan adalah Dutch Cone Penetrometer, yaitu suatu alat yang pemakaiannya
ditekan secara langsung kedalam tanah. Ujung yang berbentuk konus ( kerucit )
dihubungkan pada suatu rangkaian stang dalam casing luar dengan bantuan suatu
rangka dari besi dan dongkrak yang dijangkarkan ke dalam tanah.
Pada jenis ini yang diukur adalah perlawanan pada ujung ( konus ), hal ini
dilakukan hanya dengan menekan stang dalam yang segera menekan konus tersebut
ke bawah sedangkan seluruh casing luar tetap di luar. Gaya yang dibutuhkan untuk
menekan konus tersebut ke bawah diukur dengan suatu alat pengukur. Alat pengukur
yang akan diletakkan pada kekuatan rangka didongkrak. Setelah dilakukan
pengukuran,konus,stang dalam,dan casing luar dimajukan sampai pada kedalaman
berikutnya dimana pengukuran selanjutnya dilakukan hanya dengan menekan stang
dalamnya saja.
Pada jenis ini dapat diukur secara sekaligus nilai konus dan hambatan
lekatnya. Hal ini dilakukan dengan penekanan stang dalam seperti biasa. Pembacaan
nilai konus dan hambatan lekat dilakukan setiap 20 cm. Dengan alat sondir yang
mungkin hanya mencapai pada kedalaman 30 cm atau lebih, bila tanah yang diselidiki
adalah lunak. Alat ini sangat cocok di Indonesia, karena disini banyak dijumpai
lapisan lempung yang dalam dengan kekuatan rendah sehingga tidak sulit
menembusnya. Dan perlu diketahui bahwa nilai konus yang diperoleh tidak boleh
disamakan dengan daya dukung tanah tersebut.
D. Stabilisasi dan Pemadatan tanah
1. Pendahuluan
Berhubung sifat-sifat tanah di lapangan tidak selalu memenuhi
harapan dalam merencanakan suatu konstruksi, maka apabila
dijumpai tanah yang sifat-sifatnya sangat jelek, tanah tersebut harus
distabilkan sehingga dapat memenuhi syarat-syarat teknis yang
diperlukan. Tujuan dari pemadatan adalah untuk memperbaiki
kondisi tanah tersebut, kemudian mengambil tindakan yang tepat
terhadap masalah-masalah yang kita hadapi. Stabilisasi dapat
berupa tindakan-tindakan sebagai berikut :
2. Stabilisasi tanah
Stabilisasi tanah dapat terdiri dari salah satu atau gabungan
pekerjaan-perkejaan berikut :
1. Mekanis
Stabilisasi dengan berbagai macam peralatan mekanis sperti;
Mesin gilas 9roller)
Benda-benda berat yang dijatuhkan ( pounder)
Peledakan dengan alata peledak ( explosif)
Tekanan statis
2. Bahan pencampur/tambahan (additive)
Kerikil untuk kohesif (lempung)
Lempung untuk tanah berbutir kasar
Pencampur kimiawi seperti :
Semen Portland (PC)
Gamping/kapur
Abu batu bara
Semen aspel dll.
d) Lapisan dangkal
Bilamana tanah mudah diperoleh bahan dengan kualitas yang
baik, maka dapat dilaksanakan stabilisasi tanah dengan hanya
merubah kadar air tanah asli atau dengan penggilasan dan tidak
perlu mengadakan pekerjaan perbaikan khusus, seperti dengan
penambahan bahan stabilisasi. Akan tetapi, kadang-kadang untuk
mendapatkan stabilisasi yang tinggi, tanah asli yang terdapat di
lapangan terpaksa diberi juga bahan untuk stabilisasi. Dewasa ini,
ada tiga metoda utama yang digunakan untuk mengadakan
peningkatan stabilitas lapisan dangkal, yaitu :
Dengan pemadatan.
Pemadatan adalah metoda dasar untuk stabilisasi tanah. Penerapan
metoda-metoda laintanapa kecuali selalu diikuti metoda
pemadatan.tujuan pemadatan tanah umumnya untuk:
Menaikkan kekuatannya
Memperkecil pemampatannya dan daya rembes airnya.
Memperkecil pengaruh air terhadap tanah tersebut.
Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan
pemadatan tanah adalah:
4. Pemadatan tanah
Pada dasarnya, pemadatan merupakan usaha untuk
mempertinggi kepadatan tanah dengan pemakaian energi mekanis
untuk menghasilkan pemampatan partikel. Tanah dapat dikerjakan
pada mulanya dengan pengeringan, penambahan air, agregat (butir-
butir) tersebut dengan bahan –bahan stabilisasi seperti : Semen
Portland (PC),gamping, abu batubara atau bahan lainnya.
Menaikkan kekuatannya
Memperkecil pemampatannya dan daya rembes airnya.
Memperkecil pengaruh air terhadapnya.
5. Teori pemadatan
Pemeriksaan spesifikasi untuk pemadatan kohesif telah
dikembangkan oleh R.R Proctor ketika sedang membangun
bendungan-bendungan untuk Los Angeles Water District pada
akhir tahun 1920-an. Metoda yang asli dilaporkan melalui seri-seri
artikel di dalam Engineering New Records oleh Proctor tahun
1993. Prosedur dinamis laboratorium yang standar biasanya disebut
percobaan Poctor.
1. Kaolinite
Kaolinite disebut sebagai mineral lempung satu banding satu
(1:1). Bagian dasar struktur ini adalah lembaran tunggal silica
tetrahedral yang digabung dengan satu lembaran tunggal alumina
oktahedran (gibbsite) membentuk satu unit dasar dengan tebal kira-kira
2. Monmorilite
Monmorilite disebut juga mineral dua banding satu (2:1) karena
satuan susunan kristalnya terbentuk dari susunan dua lempeng silika
tetrahedral mengapit satu lempeng alumina oktahedral ditengahnya. Tebal
satu satuan. unit adalah 9,6Å (0,96µm), seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7 sebagaimana dikutip Das, Braja M. (1985). Hubungan antara satuan
unit diikat oleh ikatan gaya Van der Walls diantara ujung-ujung atas dari
lembaran silika itu sangat lemah, maka lapisan air (n.H20) dengan kation
yang dapat bertukar dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan
antar satuan susunan kristal mengakibatkan antar lapisan terpisah
Ukuran unit massa sangat besar, dapat menyerap air dengan sangat
kuat, mudah mengalami proses pengembangan.
Gambar 2.7. Struktur Montmorillonite (Grim, 1959)
3. Illite
Illite memilili formasi struktur satuan Kristal yang hampir sama dengan
monmorilite. Satu init krisal illite memiliki tebal dan komposisi yang hampir
sama dengan monmorilite. Perbedaannya adalah pada :
Pengikatan antar unit Kristal terdapat pada kalium (K) yang berfungsi
sebagai penyeimbang muatan sekaligus pengikat.
Terdapat 20% pergantian silicon (Si) oleh Aluminium (Al) pada
lempeng tetrahedral.
Struktur mineralnya tidak mengembang sebagaimana monmorilite.
Gambar satuan unit illite seperti yang ditunjukkan pada gambar.
F. Tekanan dalam subgrade
µ1,H1,E1
43
4. System tiga layer
Tegangan – tegangan yang terjadi di setiap lapis pada axis simetri
sistem tiga lapis dapat dilihat pada gambar 2.9. Tegangan – tegangan yang
terjadi meliputi:
σz1 : tegangan vertical interface 1
σz2 : tegangan vertical interface 2
σr1 : tegangan horizontal pada lapisan 1 bagian bawah
σr2 : tegangan horizontal pada lapisan 2 bagian bawah
σr3 : tegangan horizontal pada lapisan 3 bagian atas
44
Dalam menentukan σz1 dan σz2 diperlukan grafik. Dari grafik tersebut
didapat nilai faktor tegangan (ZZ1 atau ZZ2) yang didapatkan dengan
memasukkan parameter di atas. Untuk perhitungan tegangan vertikal
digunakan rumus sebagai berikut:
Sedangkan untuk tegangan horizontal σr1, σr2, σr3 dapat diperoleh juga dari table.
Pada table tersebut didapatkan nilai (ZZ1 – RR1), (ZZ2-RR2), (ZZ3-RR3), maka
diperlukan rumus :
45
CBR (California Bearing Ratio) adalah percobaan daya dukung tanah yang
dikembangkan oleh California State Highway Departement. Prinsip pengujian ini
adalah pengujian penetrasi dengan menusukkan benda ke dalam benda uji.
Dengan cara ini dapat dinilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang
dipergunakan untuk membuat perkerasan. Kekuatan tanah diuji dengan uji CBR
sesuai dengan SNI-1744-1989. Nilai kekuatan tanah tersebut digunakan sebagai
acuan perlu tidaknya distabilisasi setelah dibandingkan dengan yang disyaratkan
dalam spesifikasinya.
46
rendah), maka akan semakin tebal lapisan perkerasan di atasnya sesuai beban
yang akan dipikulnya.
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada 0.254 cm (0,1”) terhadap penetrasi
standard besarnya 70,37 kg/cm2 (1000 psi).
Sedang dari hasil pengujian CBR laboratorium tanpa rendaman sejauh ini selalu
menghasilkan daya dukung tanah lebih besar dibandingkan dengan CBR
laboratorium rendaman.
47
G. Kasus tanah Gambut
Tanah gambut atau lebih dikenal dengan nama Peat Soil adalah tanah
yang mempunyai kandungan organic cukup tinggi dan pada umumnya terbentuk
dari campuran fragmen-fragmen material organic yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan yang telah berubah sifatnya menjadi fosil. Menurut Van de Meene
(1982) tanah gambut terbentuk sebagai hasil proses penumpukan sisa tumbuhan
rawa seperti berbagai macam jenis rumput, paku-pakuan, bakau, pandan, pinang,
serta tumbuhan rawa lainnya. Gambut Indonesia merupakan jenis gambut tropis
dengan luas area tanah gambut mencapai kurang lebih 15,96 juta hektar (Wijaya,
Adhi, dkk, 1991) yang sebagian besar terdapat di Pulau Sumatera, Kalimantan
dan papua dengan variasi kedalaman yang berbeda serta merupakan areal gambut
terbesar ketiga di Dunia.
Luas area tanah gambut yang cukup besar merupakan suatu kendala
dalam pengembangan infrastruktur suatu wilayah. Hal ini disebabkan tanah
gambut merupakan tanah sangat lunak (very soft soil) dengan daya dukung
yang sangat rendah dan mempunyai sifat mudah mampat jika terdapat beban
yang bekerja diatasnya. Apabila kemampuan untuk mendukung beban lebih
rendah dari pada berat konstruksi yang harus dipikulnya maka akan terjadi
kelongsoran (bearing capacity failure). Begitu juga dengan pemampatan yang
tidak merata (differential settlement) akan menyebabkan terjadinya retak-retak
struktur atau miringnya konstruksi yang ada. Karena sifat tanah gambut yang
tidak menguntungkan tersebut maka para Civil Engineer selalu mengalami
kesulitan untuk membangun diatas lapisan tanah tersebut. Untuk mengatasi hal
tesebut diperlukan suatu metode perbaikan yang tepat untuk tanah gambut.
Pada kondisi tanah lunak yang mudah mampat dan tebal seperti tanah
gambut diperlukan pembebanan awal dengan membebani tanah terlebih dahulu.
Tujuan tersebut adalah untuk mereduksi penurunan konsolidasi primer
sebelum konstruksi bangunan sipil permanen dilaksanakan. Metode ini
dikenal dengan istilah preloading.
49
terkandung dalam tanah gambut mencapai 6 (enam) kali lebih berat
dibandingkan berat butiran soil tanah gambut itu sendiri. Hal yang penting
untuk diperhatikan adalah tanah gambut menpunyai nilai pH yang sangat rendah,
hal ini bersifat sangat korosif (Mochtar, N.E, 2002) terhadap material baja dan
beton yang ada dalam lingkungan tersebut.
No Sifat Fisik Nilai
1 Kandungan Organik (Oc) 95 – 99%
2 Berat volume ( t) 0,9 – 1,25 t/m3
3 Kadar air (w) 750% - 1500%
4 Angka pori (e) 5 – 15
5 pH 4 -7
6 Kadar abu (Ac) 1 – 5%
7 Spesifik gravity (Gs) 1,38 – 1,52
2. s/d 1,2-06 cm/dt
-02
8 Rembesan (k)
Table 1.1.
Nilai sudut geser-dalam tanah gambut berserat sangat besar yaitu > 500; tetapi hal
tersebut sangat dipengaruhi oleh serat yang ada. Landva (1982) menyatakan
50
bahwa harga sudut geser-dalam untuk tanah gambut berserat sebenarnya berkisar
antara 270 – 320. Kemampuan tanah gambut yang tinggi untuk menyerap dan
menyimpan air akan berpengaruh pada sifat teknik tanah gambut
(Vautrain,1976); semakin besar kadar air yang terkandung pada tanah
gambut semakin kecil pula kekuatannya. Selain itu, tanah gambut sangat
sensitif terhadap beban yang bekerja diatasnya, hal ini menunjukkan bahwa tanah
gambut mempunyai harga pemampatan yang tinggi (High Compressibility).
4. Penerapan konstruksi
Daerah gambut di Indonesia sangat luas dan tersebar di pulau besar
maupun kecil. Pada mulanya daerah tanah gambut kurang diperhatikan dan tidak
menarik secara ekonomi, tetapi karena pertumbuhan penduduk dan perkembangan
teknologi memaksa orang membangun di atas tanah gambut. Hal ini sejalan
dengan program pemerintah untuk membuka daerah terisolir dengan
pembangunan ruas jalan baru karena banyak ditemuinya potensi alam di bawah
lahan tanah gambut. Penggunaan lahan gambut sebagai areal pembangunan baik
pertanian, hunian, maupun infrastruktur, termasuk jalan, akhir-akhir ini terlihat
semakin menggejala. Sementara selama ini orang membuat jalan di atas gambut
dengan menggunakan alas rangkaian kayu gelondongan, untuk memperbaiki daya
dukung gambut dan menyeragamkan penurunan, sehingga memerlukan
pembabatan hutan.
Sebagian dari aktivitas itu berada di atas lahan tanah gambut dengan
ketebalan yang bervariasi dan memiliki daya dukung yang sangat rendah
(extremely low bearing capacity). Akibatnya banyak menimbulkan masalah bagi
konstruksi yang harus dibangun di atas lapisan tanah gambut.
51
memerlukan biaya yang cukup besar dalam rangka pembinaan jalan pada lokasi
tersebut.
Jika lapisan gambutnya cukup tipis, 0-2m, cara yang paling gampang
adalah dengan membuang atau mengupas lapisan gambut tersebut dan
menggantinya dengan material yang lebih baik. Jika kedalamannya tidak terlalu
dalam (3-4m), konstruksi dengan menggunakan cerucuk kayu (dolken atau
curdoray) dapat pula menjadi pilihan. Sedangkan jika lapisan gambutnya sangat
dalam atau tebal, maka konstruksi dengan tiang pancang maupun dengan
52
menggunakan material alternatif yang ringan seperti EPS (expanded
polyesthyrine) dapat menjadi pilihan. Namun tentu kita harus pula
memperhitungkan segi biayanya pula.
Untuk areal gambut luas yang akan dijadikan konstruksi jalan, biasanya
dengan cara memperbaiki areal tersebut dengan cara dikupas atau digali kemudian
galian tersebut diisi dengan lapisan tanah atau pasir yang lebih baik, dimana tanah
yang telah diganti tersebut dipampatkan dengan diberi beban diatasnya berupa
tumpukan pasir atau tanah selama jangka waktu tertentu.
Penggunaan vertical wick drain ada juga yang ditambah dengan bantuan
pompa vakum untuk mempercepat proses pemampatan tanah. Semua hal ini
dilakukan untuk mengeluarkan air dan udara yang mengisi pori-pori pada lapisan
tanah. Proses pemampatan tanah ini ada juga yang menggunakan sistem yang
disebut dynamic consolidation yaitu dengan cara menjatuhkan beban yang berat
kelapisan tanah yang akan dipampatkan (system ini contohnya dipakai pada
proyek Kansai airport di Jepang dan Nice airport di Perancis yang mana arealnya
berupa areal reklamasi).
53
Untuk areal yang tidak luas, pondasi untuk equipment, ada yang langsung
membangun pondasinya (contohnya pondasi cakar ayam), yang mana setelah
pondasinya terpasang baru kemudian diberi beban diatasnya berupa tumpukan
pasir atau tanah supaya terjadi pemampatan sampai yang diinginkan baru
kemudian dibangun konstruksi jalan yang ingin dipasang diatasnya. Cara yang
murah adalah dengan memakai dolken atau bambu berukuran diameter sekitar 8
cm dan panjang antara 4 s.d 6 meter yang dipancang dengan jarak tergantung
kebutuhan (biasanya sekitar 30-40cm).
Pondasi sarang laba-laba ini memiliki kedalaman antara 1 s/d 1.5 meter,
dan terdiri dari pelat rib vertical yang berbentuk segitiga satu sama lainnya. Di
antara ruang segitiga tersebut akan diisi material tanah pasir yang dipadatkan
(bisa sirtu). Selanjutnya di atas pelat tersebut akan di cor pelat beton dengan tebal
150-200 mm. Konstruksinya cukup sederhana dan cepat dilaksanakan serta
ekonomis.
Cara lain yang selama ini dipakai pada pembuatan jalan adalah pemakaian
kanoppel atau galar kayu sebagai perkuatan tanah dasar pada pembuatan jalan
diatas tanah gambut cukup besar. Banyaknya pembangunan jalan yang selama ini
dikerjakan dengan memakai kanoppel tidak lepas dari pertimbangan ekonomis
54
mengingat fungsi jalan raya selalu berkaitan dengan dimensi panjang yang
melibatkan bahan perkerasan dengan jumlah yang cukup banyak.
55
II. TUGAS
Dalam metodologi penelitian didapati dua data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer ialah sifat fisis yang berupa berat jenis, analisa saringan
dan batas-batas Atterberg dan sifat mekanisnya berupa kepadata apapun dan Nilai
CBR sedangkan dat sekunder ialah data yang pendukung dari data primer berupa
angka koreksi benda uji, angka kalibrasi alat pengujian.
Secara visual, tanah lempung kawasan Glee memiliki coklat tua kemerah-
merahan, liat dan bila dipegang lengket ditangan. Selain itu dalam keadaan kering
tanah tersebuut sangat keras dan kuat sedangkan dalam keadaan basah tanah
tersebut lemah dan mengembang
Konstruksi jalan yang memakai tanah lempung ekspansif sebagai tanah dasar
ternyata mengalami banyak kerusakan. Tanah lempung ekspansif yang berasal
dari Glee Geunteng Kecamatan Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar merupakan
salah satu material timbunan yang digunakan sebagai subgrade jalan sekitar Kota
Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh campuran kapur padam Ca(OH)2 sebagai bahan stabilisasi
tanah lempung ekspansif terhadap perbaikan sifat-sifat fisis dan mekanis untuk
meningkatkan nilai CBR. Metode yang digunakan adalah ujicoba di laboratorium
menurut beberapa standar ASTM. Hasil penelitian tanah asli diketahui nilai CBR
56
tanpa rendaman sebesar 4,93% dan nilai CBR rendaman sebesar 3,09% dan nilai
pengembangan sebesar 5,01%. Hasil pengujian setelah dilakukan stabilisasi
dengan campuran kapur 3%, 6%, 9%, dan 12%, nilai CBR tanpa rendaman terjadi
peningkatan masing-masing 9,59%, 14,85%, 17,48%,18,45%.
Kesimpulan
Dari hasil sifat fisis dan klasifikasi terhadap tanah lempung asli, menurut sistem
klasifikasi AASHTO termasuk jenis tanah tergolong kedalam kelompok A-7-6
(tanah berlempung), dan menurut sistem USCS digolongkan kedalam tanah
lempung organik dengan plastisitas tinggi dan diberi simbol CH. Sedangkan
untuk tanah dengan campuran kapur tidak terjadinya perubahan. Kelompok dari
tanah yang asli baik sistem klasifikasi AASHTO maupun sistem klasifikasi USCS
dikarenakan bahan kapur yang digunakan sebagai campuran berupa butiran yang
gradasinya halus sehingga tidak terlalu.
Hasil pencampuran batas-batas Atterberg dicampur kapur
a. Batas cair sebesar 84,24 % turun menjadi 72,18 % pada persentase kapur 12 %
b. Batas plastis 27,34 % naik menjadi 30,00 % pada persentase kapur 12 %
Penambahan campuran kapur 3 % - 12 % pada Lempung Glee. Meningkatkan
berat volume kering maksimum dan menurunkan kadar air Optinum.
Dengan CBR Tanpa Rendaman = 4,93 % dan CBR rendaman adalah 3,09 % dan
kedua tersebut dengan pengembangan 5,01 %. Hasil stabilisasi tanah lempung
ekspansif dengan campuran kapur dapat memenuhi persyaratan CBR tanag dasar
minimal 6%.
57
B. IDENTIFIKASI SECARA VISUAL TANAH TMBUNAN OPRIT
PADA DAERAH JEMBATAN LAMNYONG DAN JEMBATAN KRUENG
CUT
1. LATAR BELAKANG
Kegiatan konstruksi yang dilakukan tersebut tidak bisa lepas dari pekerjaan tanah yang
menjadi dasar berdirinya infrastruktur di hamper semua tempat. Hal tersebut berarti kegiatan
konstruksi yang berkaitan dengan bidang geoteknik terus mengalami perkembangan. Dapat
diambil contoh antara lain kegiatan awal proses konstruksi dilakukan investigasi tanah,
pembuatan pondasi ( baik pondasi dangkal atau pondasi dalam : borpile, driving pile ),
penggalian, penimbunan , perbaikan dan perkuatan tanah, serta kegiatan lainnya sebagai
kegiatan lainnya sebagai kegiatan awal proses konstruksi dilakukan. Perkembangan kegiatan
konstruksi geoteknik tersebut memunculkan kreativitas dan inovasi baik dari metode
pelaksanaan, instrumentasi alat, dan penemuan-penemuan baru lainnya.
58
2. Identifikasi tanah secara visual (Studi kasus tanah timbunan
Lamnyong)
Timbunan atau urugan dibagi dalam 2 macam sesuai dengan maksud penggunaannya
yaitu :
1. Timbunan biasa, adalah timbunan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir
subgrade untuk pengantian material existing subgrade yang tidak memenuhi syarat.
2. Timbunan pilihan, adalah timbunan yang digunakan untuk pencapaian elevasi akhir
subgrade yang memenuhi persyaratan dalam perencanaan gambar yang dimaksud.
Setelah ditinjau secara visual, dapat disimpulkan tanah timbunan yang ada di
lapangan berasal dari :
Setelah dilihat secara visual, tanah yang berasal dari hasil galian tersebut adalah
hasil dari tanah pilihan yang memenuhi syarat untuk menjadi tanah timbunan. Dan
pemakaian dari tanah galian tersebut hanya untuk bagian lapis bawah dari pondasi
tanah tersebut. Setelah dilakukan pemadatan tanah pilihan tersebut, kemudian barulah
tanah timbunan yang berasal dari quarry yang akan dilakukan proses timbunan
sampai ke subgrade.
59
2. Tanah timbunan quarry daerah blang bintang
Tanah timbunan quarry blang bintang dilihat secara visual mempunyai ciri-
ciri Pasir Berlanau. Hal ini dapat kita kategorikan tanah timbunan tersebut termasuk
dalam jenis klasifikasi tanah A 2-6. Cara pemadatan yang dilakukan adalah dengan
system per layer pemadatan sebesar 30 cm. pemadatan dilakukan menggunakan alat
vibrator roller dengan kapasitas 8 ton. Fungsi dari vibrator roller adalah untuk
memadatkan tanah atau material sedemikan rupa hingga tercapai tingkat kepadatan
yang diinginkan. Cara pemadatan yang dilakukan adalah dengan system per layer
pemadatan sebesar 30 cm.
60
Gambar 1.2 Tanah timbunan quarry Blang Bintang
Setelah ditinjau secara visual, dapat disimpulkan tanah timbunan yang ada di
lapangan berasal dari tanah timbunan quarry ujung bate. Hal ini dikarenakan oleh
tanah hasil galian tersebut tidak memnuhi syarat untuk dilakukan urugan kembali.
Tanah tersebut adalah hasil bekas tsunami dan sampah organic. Oleh karena itu,
dilakukan penggalian sedalam 3 meter agar subgrade yang dihasilkan dalam proses
pemadatan akan semakin kuat. Pemadatan dilakukan menggunakan vibrator roller
yang terlebih dahulu dihamparkan dengan menggunakan bulldozer. Sistem
pemadatannya dilakukan sebesar 30 cm per layer. Klasifikasi tanah tersebut adalah
tanah Lempung Berpasir. Hal ini dapat kita kategorikan tanah tersebut adalah jenis
tanah A6.
61
Gambar 1.3 tanah timbunan quarry ujung batee
Gambar 1.4 vibrator roller yang digunakan untuk pemadatan tanah jembatan krueng cut
62
Gambar 1.5 bulldozer yang dipakai untuk pemadatan tanah jembatan krueng cut
4. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan secara visual, dapat kita simpulkan bahwa :
1. Jembatan lamnyong
Tanah timbunan yang digunakan untuk oprit pada jembatan lamnyong berasal
dari tanah urugan pilihan yang memenuhi syarat untuk dijadikan pondasi tanah dan
timbunan yang berasal dari quarry Blang Bintang. Klasifikasi jenis tanah untuk
timbunan dari quarry ujung batee dilihat secara visual termasuk ke dalam kategori
jenis tanah A2-6 (Pasir Berlanau).
Tanah timbunan yang digunakan untuk oprit pada jembatan krueng cut berasal
dari tanah timbunan yang berasal dari quarry Ujong Batee. Klasifikasi jenis tanah
untuk tanah timbunan dari quarry Ujong Batee dilihat secara visual termasuk ke
dalam kategori jenis tanah A6 ( Lempung Berpasir).
63
3. Perbandingan tanah timbunan dari kedua jembatan tersebut.
Dilihat secara visual, dapat dikatakan bahwa tanah timbunan yang digunakan untuk
oprit pada jembatan lamyong dapat dikatakan lebih baik daripada tanah timbunan
pada oprit yang digunakan pada jembatan Krueng Cut dikarenakan dari klasifikasi
jenis tanah tersebut, jenis tanah A2-6 lebih baik daripada A6. Selain itu, pada
jembatan Krueng Cut, masih terdapat banyak bebatuan yang dicampur pada oprit
tersebut dan bisa mengakibatkan adanya rongga disaat terjadi pemadatan tanah.
64
III. DAFTAR PUSTAKA
http://edwardpgultom.blogspot.co.id/2011/08/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://civilgalerie.blogspot.co.id/2010/04/meningkatkan-nilai-cbr-pada-lapisan.html
http://karpetilmusipil.blogspot.co.id/2010/01/cbr-california-bearing-ratio.html
http://labmektansipilusu.blogspot.co.id/2011/02/cbr-california-bearing-ratio.html
http://kampuzsipil.blogspot.co.id/2012/12/metoda-rasio-daya-dukung.html
https://www.academia.edu/10203644/perbedaan_lempung_dan_lanau
ejournal.polbeng.ac.id/index.php/IP/article/download/80/79
etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79727/.../S2-2015-337001-chapter1.pdf
65