Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan


meningkatkan mutu SDM menuju era globalisasi yang penuh dengan
tantangan sehingga disadari bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang
sangat fundamental bagi setiap individu. Oleh karena itu, kegiatan
pendidikan tidak dapat diabaikan begitu saja, terutama dalam memasuki era
persaingan yang semakin ketat, tajam, berat pada abad millennium ini.

Disadri atau tidak, penempatan seseorang dalam suatu bidang kerja


ataupun dalam profesi apa pun tidak dapat menjamin bahwa mereka akan
sukses secara otomatis dalam pekerjaanya. Karyawan baru sering tidak
mengetahui pasti akan peranan dan tanggung jawab mereka. Permintaan
pekerjaan dan kemampuan seseorang harus diseimbangkan melalui program
orientasi. Kedua kegiatan tersebut sangat diperlukan. Apabila seseorang
telah dilatih dan telah mahir dalam bidang kerjanya, mereka memerlukan
pengembangan lebih lanjut untuk mempersiapkan tanggung jawab mereka di
masa mendatang. Dengan mengikuti perkembangan dan pertumbuhan, uang
ditandai dengan makin besarnya diversifikasi tenaga kerja, bentuk
organisasi dan persaingan global yang terus meningkat, maka upaya
pendidikan dan pengembangan memungkinkan seseorang untuk memperluas
kewajiban serta tanggung jawabnya yang lebih besar. Meskipun kegiatan
pendidikan dapat membnatu seseorang mengerjakan tugasnya yang ada
sekarang, manfaat kegiatan pendidikan dapat terus diperluas melalui
pembinaan karier dan mengembangkan seseorang dalam mengemban
tanggung jawabnya di masa mendatang.

B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari uraian di atas “Apa saja teori dan konsep
perencanaan pendidikan yang dapat diterapkan ?”
C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :

1
1. Untuk memahami teori-teori dan konsep pendidikan yang ada
2. Untuk menambah wawasan mengenai konsep perencanaan pendidikan yang
merupakan aplikasi dari teori-teori pendidikan
3. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perencanaan dan penganggaran
Pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Perencanaan Pendidikan


Menurut Hudson dalam Tanner dalam Maswarita (2010), teori perencanaan
meliputi, antara lain: synoptic, incremental, transactive, advocacy, dan radikal.
Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai
penggabungan dari taksonomi Hudson.
1.Teori Synoptic
Disebut juga system planning, rational system approach, rasional
comprehensive planning. Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan,
sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan
satu tujuan yang disebut visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi:
a. pengenalan masalah,
b. mengestimasi ruang lingkup problem
c. mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian,
d. menginvestigasi problem,
e. memprediksi alternative,
f. mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.
Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat
desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini
menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan
desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam merencanakan objek
tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan.
2. Teori transactive
Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan
pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu
berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya
juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan
perencanaan.

3. Teori advocacy

3
Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah
diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara empiris,
tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai advocacy
(mempertahankan dengan argumentasi).

Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena
ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan
terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan
umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau
badan pusat.

4. Teori radikal

Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal


untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat
mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan. Perencanaan ini bersifat
desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan minimum dari
pemerintah pusat/ manajer tertinggilah yang dapat dipandang perencanaan yang
benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia.
Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri
menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani
pendidikannya.

5. Teori SITAR

Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary


planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih
lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau
lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi
SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational. Berarti
teori baru ini di samping mengkombinasikan teori-teori yang sudah ada
penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori-
teori di atas mempunyai persamaan dan pebedaannya.

Persamaannya:

a. Mempunyai tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah

4
b. Mempunyai obyek perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan
sekitarnya.

c. Mempunyai beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai


konsistensi internal walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan
penitikberatan.

d. Mempertimbangkan dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam pencapaian


tujuan.

Sedangkan Perbedaannya adalah:

1) Perencanaan synoptic lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam


pemecahan masalah dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih
mengedepankan aspek-aspek metodologi, data dan sangat memuja angka atau
dapat dikatakan komprehensif rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan
dalam 4 pendekatan perencanaan yang lain.

2) Perencanaan incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah dan


sangat bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti
kemapanan dan perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.

3) Perencanaan transactive mengedepankan faktor – faktor perseorangan atau


individu melalui proses tatap muka dalam salah satu metode yang digunakan,
perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat parsial dan kurang sejalan
dengan perencanaan Synoptic dan Incremental yang lebih komprehensif.

4) Perencanaan advocacy cenderung menggunakan pendekatan hukum dan obyek


yang mereka ambil dalam perencanaan adalah golongan yang lemah. Perencanaan
ini bersifat sosialis dengan lebih mengedepankan konsep kesamaan dan hal
keadilan sosial.

5) Perencanaan Radikal seakan–akan tanpa metode dalam memecahkan masalah dan


muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal ini sangat kontradiktif dengan
pendekatan incremental dan synoptic yang memepertimbangkan aturan – aturan
yang ada baik akademis maupun metodologis dan lembaga pemerintahan yang
ada.

B. Perencanaan Pendidikan

5
1. Pengertian Perencanaan
Secara umum, dilihat dari fungsi-fungsi administrasi dalam institusi
pendidikan dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan,
pengawasan, pengevaluasian dan pengambilan keputusan. Semua proses kegiatan
tersebut dilaksanakan oleh administrator bersama staf untuk mencapai tujuan
pendidikan, itu artinya perencanaan pendidikan merupakan tindakan awal yang
dilakukan yang dilakukan administrator didalam menjalankan tugas pokok dan
fungsi sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan disekolah.
Menurut Sondang P. Siagian (1986:108) Perencanaan adalah keseluruhan
proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan
dikerjakan di masa akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan. Dalam kaitan ini, dapat dipahami pula bahwa perencanaan adalah
persiapan yang cerdas bagi pelaksanaan perbuatan. Dua pertanyaan yang sangat
pokok yang harus dijawab oleh perencanaan ialah: apa yang akan dicapai dan
bagaimana mencapainya.
Di dalam setiap perencanaan ada dua factor yang harus diperhatikan, yaitu
factor tujuan dan factor sarana, baik sarana personil maupun material. Menurut
Eka Prihatin (2013:13) langkah-langkah dalam perencanaan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a. Menentukan dan merumuskan tujuan yang hendak dicapai.
b. Meneliti masalah-masalah atau pekerjaan-pekerjaan yang akan dilakukan.
c. Mengumpulkan data dan informasi –informasi yang diperlukan.
d. Menentukan tahap-tahap atau rangkaian tindakan.
e. Merumuskan bagaimana masalah-masalah itu akan dipecahkan dan
bagaimana pekerjaan itu akan diselesaikan.

Menurut Syafaruddin. Dkk (2016:36) dari sudut pandang organisasi


perencanaan berurusan dengan (1) penetapan tujuan-tujuan dan maksud-maksud
organisasi (2) perkiraan lingkungan (sumber-sumber dan hambatan-hambatan)
dalam mana tujuan dan maksud-maksud itu harus dicapai dan (3) penentuan
pendekatan yang akan mencapai tujuan-tujuan dan maksud-maksud itu. Aspek-
aspek perencanaan yang paling pokok di atas itu menjelaskan bahwa perencanaan
adalah mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi kearah tujuan dan

6
maksud yang dibatasi serta mengurangi perbuatan untung-untungan,
disfungsional dan tidak diarahkan kepada tujuan organisasi.

2. Fleksibilitas dalam Perencanaan


Perencanaan berurusan dengan masa depan. Karena tidak bisa diketahui secara
pasti atau dengan tepat apa isi masa depan itu, pada umumnya suatu rencana tidak
berjalan persis seperti diharapkan. Dalam perencanaan perhatian diarahkan
kepada suatusasaran terjadi, bahwa sebelum sasaran yang telah ditetapkan itu
tercapai suatu penyesuaian harus dibuat terhadap rencana semula atau rencana
lama ditinggalkan seluruhnya. Bagaimanapun, suatu sasaran baru harus
ditetapkan dan suatu rencana baru dibuat.
3. Perencanaan dalam Tingkat Administrasi
Semua tingkat administrasi hendaknya terlibat dalam perencanaan. Tapi, seperti
dengan fungsi-fungsi administrasi lainya, administrator pada tingkat yang lebih
tinggi dalam organisasi mungkin menghabiskan lebih banyak waktu bagi
perencanaan daripada administrator pada tingkat yang lebih rendah. Ada
hubungan umum lainnya yang penting antara kegiatan perencanaan dengan
tingkat organisasi. Karena tingkat yang lebih rendah condong untuk menurunkan
rencana dari rencana-recana tingkat lebih tinggi, rencana-rencana tingkat atas itu
harus sudah ditetapkan sebelum berada dalam struktur organisasi, lebih jauh ke
masa depan ia harus merencanakan.
4. Perlunya Partisipasi Staf dalam Perencanaan
Dalam organisasi yang dibangun dan dibina atas dasar yang otoriter, kebanyakan
perencanaan dilakukan oleh administrator. Puncak , akan tetapi di indudtri
menunjukkan bahwa ada banyak kelemahan dalam organisasi yang otoriter serupa
itu. Para anggota stafnya telah terbiasa untuk bergantung pada pemimpin untuk
formulasi tujuan-tujuan dan pembuatan rencana-rencana. Kesanggupan kreatif
dari kelompok tidak dimanfaatkan. Dalam kondisi serupa itu ketergantungan
psikologis, kepatuhan, dan sifat berpusat pada pemimpin berkembang dengan
cepat.
5. Karakteristik Perencanaan di Sekolah-sekolah
Supaya perencanaan di sekolah-sekolah benar-benar berarti adalah perlu bahwa ia
didesain dan dikembangkan dengan cermat. Adalah penting untuk membuat
persiapan yang baik bagi perencanaa seperti bagi setiap kegiatan penting lain.

7
Orang-oarangyang akan berpartisifasi dalam perencanaan hendaknya
diikutsertakan dalam pengembangan prosedur-prosedur dan aturan-aturanyang
akan menguasainya.
6. Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan , khususnya perencanaan pendidikan yang komprehensif,
merupakan suatu bidang baru bagi para pembuat putusan di bidang pendidikan.
Kegagalan lembaga-lembaga pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
akan pendiddikan telah menimbulkan kesangsian tentang maksud-maksud yang
diharapkan akan dipenuhi oleh pendidikan, tentang sifat proses pendidikan secara
keseluruhan dan tentang kemampuan para pendidik. Kesangsian ini telah
memaksa para pendidik untuk memeriksa kembali program-program pendidikan
yang ada sekarang serta pengaruhnya dalam memecahkan masalah-masalah
masyarakat. Peristiwa ini telah menimbulkan kesadaran baru tentang pentingnya
perencanaan pendidikan.
7. Proses Prencanaan
Maksud dari perencanaan yang komprehensif, yaitu perencanaan untuk maksud
yang macam-macam dan meluas kepada tujuan jangka panjang yang akan
menggunakan sumber-sumber yang tersedia yang paling baik untuk mencapai
tujuan-tujuan pendidikan dan memungkinkan evaluasi yang kontiniu terhadap
masalah-masalah proses perencanaan itu sendiri. Tahap-tahap yang terlibat di
dalamnya, menurut Banghart dan Trull, ialah sebagai berikut:
a. Formulasi masalah perencanaan pendidikan
- Menguraikan ruang lingkup masalah pendidikan
- Mempelajari apa yang pernah ada
- Menentukan apa yang ada lawan apa yang seharusnya ada
- Sumber-sumber dan kendala-kendala
- Menetapkan bagian-bagian dari perencanaan pendidikan dan prioritas.
b. Analisa bidang-bidang masalah perencanaan
- Mempelajari bidang dan system sub-bidang masalah
- Mengumpulkan data
- Mengolah data
- Membuat Ramalan
c. Formulasi rencana-rencana

8
- Mengidentifikasi kecondongan-kecondongan
- Menetapkan maksud dan tujuan
- Mendesain rencana-rencana
d. Evaluasi rencana-rencana dan memilih rencana
- Merancang melalui simulasi
- Menilai rencana-rencana
- Memilih suatu rencana
e. Elaborasi Rencana
- Formulasi masalah
- Melaporkan hasil-hasil
f. Implementasi Rencana
- Persiapan program
- Persetujuan program, justifikasi keabshan
- Mengkoordinasi unii –unit operasional
g. Umpan balik Rencana
- Memonitor Implementasi rencana
- Menilai rencana
- Merevisi, mengubah, mendesain kembali rencana
8. Dimensi Perencanaan Pendidikan
Perencanaan pendidikan bisa memiliki beberapa dimensi: makro, meso dan
mikro. Perencanaan pendidikan yang komprehensif terutama diperlukan bagi
perencanaan ditingkat makro yang merupakan jangka panjang. Kebanyakan
system perencanaan yang dipakai di tingkat meso dan makro terbatas pada
perencanaan jangka pendek saja.
Masalah-masalah pendidikan yang hendak dipecahkannya ialah hal-hal berikut:
- Pengembanga pendidikan yang formal dan yang nonformal
- Pengembangan system pendidikan formal yang seimbang pada semua
tingkat
- Pentingnya pertimbangan kualitatif bagi perkembangan pendidikan
- Diversifikasi pendidikan dengan memperluas dan memperkuat pendidikan
kejuruan dan teknik

9
- Peningkatan program-program pendidikan orang dewasa, generasi muda
dan keluarga sebagai bagian integral dari pengembangan pendidikan yang
menyeluruh.
- Pengembangan pendidikan yang mencerminkan atas kesamaan dalam
kesempatan pendidikan.
C. Bentuk-bentuk Perencanaan Pendidikan
Ditinjau dari segi waktu, perencanaan pendidikan dapat dibedakan atas
perencanaan jangka panjang (antara 11– 30 tahun), perencanaan jangka menengah
(antara 5 –10 tahun), dan perencanaan jangka pendek (antara 1–4 tahun). Ketiga bentuk
perencanaan tersebut berkaitan antara satu dan yang lainnya. Perencanaan jangka
pendek merupakan bagian dari perencanaan jangka menengah, keduanya merupakan
bagian dari perencanaan jangka panjang. Beberapa perencanaan jangka pendek yang
digabungkan secara sistematis dan sistemik dapat dipandang sebagai perencanaan
jangka menengah, beberapa perencanaan jangka menengah yang dirangkai dalam satu
kesatuan akan menjadi rencana jangka panjang. Pada zaman orde baru, perencanaan
jenis ini teraktualisasi dalam perencanaan tahunan, rencana pembangunan lima
tahun (REPELITA), dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). RPJP I
merupakan gabungan dari (REPELITA I, II, III, IV, dan V); RPJP II merupakan
gabungan dari (REPELITA VI, VII, VIII, IX, dan X); sedangkan setiap REPELITA
merupakan gabungan dari Rencana Pembangunan Tahun ke I, II, III, IV, dan V. Di
era otonomi daerah, pemerintah daerah pada umumnya menerapkan konsep
pembangunan tersebut dikenal dengan sebutan program pembangunan multiyears.
Istilah pembangunan tahun jamak bukanlah pendekatan baru dalam perencanaan
pembangunan, tetapi merupakan kata lain dari program pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan suatu objek yang tidak dapat dikerjakan dalam satu tahun harus
dirancang untuk dikerjakan dalam beberapa tahun, dengan pentahapan yang rasional,
konsepsional, proporsional, dan bertahap.
Berdasarkan ruang lingkupnya, perencanaan pendidikan dapat dibedakan
atas (1) perencanaan makro, level nasional, meliputi seluruh usaha pendidikan
pada semua jenjang dan jenis pendidikan, kurikulum, peserta didik, dan pendidik
dalam suatu sistem pendidikan yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional; (2) perencanaan meso, yaitu level regional atau lokal, meliputi semua jenis
dan jenjang pendidikan di suatu daerah; serta (3) perencanaan mikro, biasanya
bersifat institusional, meliputi berbagai kegiatan perencanaan pada suatu lembaga

10
atau satuan pendidikan tertentu atau pada beberapa lembaga yang sama dan
berdekatan lokasinya. Dalam konteks ini, kita kenal adanya (1) Perencanaan
Pendidikan Nasional; (2) Perencanaan Pendidikan Provinsi; (3) Perencanaan
Pendidikan Kabupaten/Kota/Kecamatan; dan (4) Perencanaan Satuan Pendidikan atau
Perencanaan Kelembagaan atau Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Rencana
pembangunan pendidikan nasional merupakan “kumulatif” dari perencanaan
pendidikan provinsi. Rencana pembangunan pendidikan provinsi merupakan
kumulatif dari perencanaan pendidikan kabupaten/kota. Rencana pembangunan
pendidikan kabupaten/kota merupakan kumulatif dari perencanaan pengembangan
satuan-satuan pendidikan.
Dari segi pendekatannya, perencanaan pendidikan dibedakan atas: (1)
perencanaan terintegrasi (integrated planning), yaitu perencanaan yang mencakup
keseluruhan aspek pendidikan sebagai suatu sistem dalam pola pembangunan
nasional; (2) perencanaan komprehensif (comprehensive planning), yaitu
perencanaan yang disusun secara sistematis dan sistemik, sehingga membentuk suatu
kesatuan yang utuh dan menyeluruh; (3) perencanaan strategis (strategic planning),
yaitu perencanaan yang disusun berdasarkan skala prioritas, sehingga berbagai
sumber daya yang ada dapat diatur dan dimanfaatkan secermat dan seefisien
mungkin; serta (4) perencanaan operasional (operational planning), yang
mencakup kegiatan pengembangan dari perencanaan strategis.
Perencanaan terintegrasi dalam bidang pendidikan mengandung makna
bahwa pembangunan pendidikan bukanlah penerapan konsep pembangunan
yang parsial, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan (terintegrasi) dengan
pembangunan nasional di berbagai bidang. Pembangunan pendidikan tidak
dapat lepas dari program pembangunan: (1) ketenagakerjaan; (2) teknologi; (3)
industri; (4) transportasi; (5) lingkungan sosial- budaya; (6) lingkungan geografis;
serta (7) ekonomi dan keuangan. Perencanaan pendidikan yang komprehensif
adalah perencanaan pendidikan yang disusun secara sistematis, sehingga
membentuk satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh tentang perencanaan,
tentang penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan pada suatu wilayah
tertentu, yang kegiatannya meliputi perencanan pengembangan pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Perencanaan
dan pengembangan pendidikan berkaitan dengan substansi kesiswaan, ketenagaan
(pendidik dan tenaga kependidikan), kurikulum, sarana dan prasarana, biaya, metode,

11
isi/kurikulum, mutu kelembagaan pendidikan, kependudukan, dan hal lain yang
bermakna bagi pengembangan penyelenggaraan pendidikan.
Perencanaan strategis (strategic planning) di bidang pendidikan
mengutamakan pada adanya prioritas dalam penyelenggaraan dan pembangunan
pendidikan. Sebagai contoh, prioritas pendidikan diletakkan pada pendidikan dasar.
Sebagai bukti bahwa pendidikan dasar mendapatkan prioritas dalam pembangunan
pendidikan adalah besarnya biaya pendidikan yang dialokasikan untuk membiayai
penyelenggaraan pendidikan dasar. Argumentasi bahwa pendidikan dasar dijadikan
prioritas didasarkan pada kenyataan bahwa mutu pendidikan dasar masih belum
menggembirakan, padahal mutu pendidikan dasar akan menjadi fondasi bagi
jenjang pendidikan selanjutnya. Pendidikan dasar juga merupakan hak setiap
warga negara untuk mendapatkannya. Hal tersebut dibuktikan dengan ditetapkannya
kebijakan wajib belajar pendidikan dasar dan kebijakan pembebasan biaya
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, yang pada sebagian kasus sering
dijadikan ikon unggulan cakada (calon kepala daerah) dalam meraih simpati
konstituennya dengan janji “pendidikan gratis”. Apabila prioritas penyelenggaraan
dan pembangunan pendidikan dasar telah terpenuhi, maka prioritas akan bergeser
pada perluasan dan peningkatan mutu pendidikan menengah.
Perencanaan operasional (operational planning) merupakan penjabaran dari
perencanaan strategis. Perencanaan yang mampu memberikan penjelasan secara
detail tentang (what) apa yang harus dikerjakan, (who) siapa yang mengerjakan, (how)
bagaimana mengerjakannya, (where) di mana akan dikerjakan, (when) bilamana hal itu
akan dilaksanakan. Perencanaan operasional secara dokumen diwujudkan dalam
bentuk program kerja atau kegiatan yang disusun sedemikian rupa dan menjadi
panduan bagi setiap orang yang terlibat dalam melaksanakan program kerja tersebut.
Dalam konteks persekolahan, perencanaan operasional diwujudkan dalam bentuk
program kerja sekolah, agenda akademik sekolah, jadwal pembelajaran, dan
sejenisnya.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan ruang lingkupnya, perencanaan pendidikan dapat dibedakan
atas (1) perencanaan makro, level nasional, meliputi seluruh usaha pendidikan
pada semua jenjang dan jenis pendidikan, kurikulum, peserta didik, dan pendidik
dalam suatu sistem pendidikan yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional; (2) perencanaan meso, yaitu level regional atau lokal, meliputi semua jenis
dan jenjang pendidikan di suatu daerah; serta (3) perencanaan mikro, biasanya
bersifat institusional, meliputi berbagai kegiatan perencanaan pada suatu lembaga
atau satuan pendidikan tertentu atau pada beberapa lembaga yang sama dan
berdekatan lokasinya. Dalam konteks ini, kita kenal adanya (1) Perencanaan
Pendidikan Nasional; (2) Perencanaan Pendidikan Provinsi; (3) Perencanaan
Pendidikan Kabupaten/Kota/Kecamatan; dan (4) Perencanaan Satuan Pendidikan atau
Perencanaan Kelembagaan atau Rencana Pengembangan Sekolah (RPS). Rencana
pembangunan pendidikan nasional merupakan “kumulatif” dari perencanaan
pendidikan provinsi. Rencana pembangunan pendidikan provinsi merupakan
kumulatif dari perencanaan pendidikan kabupaten/kota. Rencana pembangunan
pendidikan kabupaten/kota merupakan kumulatif dari perencanaan pengembangan
satuan-satuan pendidikan.
B. Saran
Perencanaan pendidikan sangat komplek dan rumit, untuk itu perlu mengetahui
prinsip-prinsip penyusunan rancangannya dan dalam proses implementasinya.
Hendaknya menjadi perhatian para penyusun perencanaan agar tercapai tujuan
bersama. Hal lain yang perlu juga mendapat perhatian dalam menyusun perencanaan
adalah jelasnya tujuan yang ingin dicapai, jelasnya potensi yang ada dan yang
diharapakan, perlu keseimbangan, kesinambungan, koordinasi, keutuhan, data yang
tepat dan menyeluruh serta adanya fleksibilitas.

13
DAFTAR PUSTAKA
Aan Hasanah, Amiroh. (2014). Inovasi Pengelolaan Pendidikan (Pemalang: STIT
Pemalang Press).
Eka Prihatin. (2013). Teori Administrasi Pendidikan. Bandung
Syafaruddin dkk. (2016). Administrasi Pendiikan (Medan: Perdana Publishing)
Sondang P. Siagian. (1986). Filsafat Administrasi (Jakarta : Gunung Agung)

14

Anda mungkin juga menyukai