Anda di halaman 1dari 13

GROUP WORK PROCESSES AND APPLICATION

Chapter 18: Family, Couples, T-Groups, and Self-Help Approaches to Counseling


(Ann Vernon and Darcie Davis-Gage)

LAPORAN BAB

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Bimbingan Kelompok yang
diampu oleh Dr. Nandang Rusmana, M.Pd. dan Dadang Sudrajat, M.Pd.

oleh:

Deajeng Karlistanyawati 1604946


Regita Yusma 1601594

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1. Identitas Buku
Judul Buku : Group Work Processes and Application
Penulis : Bradley T. Erford
Halaman : 368 Lembar
Tahun : 2011
Lembaga : Library of Congres Cataloging-in-Publication Data
No. Laporan : ISBN-10: 0-13-171410-4
ISBN-13: 978-0-13-171410-6
Penerbit : Pearson Education, Inc, New Jersey
Cetakan : Pertama

2. Struktur yang Dilaporkan


Nama Pembuat
Tugas Waktu Pengerjaan
Tugas
Minggu, 08 Februari
Menemukan Buku dan Bab Deajeng K
2018
Kamis, 15 Februari
Cover Regita Yusma
2018
Kamis, 15 Februari
Daftar Pustaka Regita Yusma
2018

BAB I PENDAHULUAN

Rabu, 14 Februari Regita Yusma


1. Identitas Buku
2018 Deajeng K
2. Time Schedule dan Selasa, 13 Februari
Regita Yusma
pembagian tugas 2018
BAB II RESUME ISI BAB

1. Kerja kelompok dengan Rabu, 14 Februari Deajeng K


keluarga dan pasangan 2018
1.1 Jenis kelompok keluarga
Kamis, 15 Februari
dan pasangan
2018
1.2 Peran dan fungsi
pemimpin dalam kelompok
keluarga dan pasangan
1.3 Tahapan kelompok
keluarga dan pasangan
1.4 Teknik yang biasa
digunakan untuk keluarga dan
pasangan
1.5 Komentar tentang
kelompok keluarga dan
pasangan
2. Kelompok pelatihan (T- Rabu, 14 Februari Regita Yusma
Groups) 2018
2.1 Jenis T-Groups
Kamis, 15 Februari
2.2 Peran dan fungsi
2018
pemimpin dalam T-Groups
2.3 Tahapan T-Groups
2.4 Komentar tentang T-
Groups
3. Self-help Groups Rabu, 14 Februari Regita Yusma
3.1 Jenis Self-help Groups 2018
3.2 Tahapan Self-help Groups
Kamis, 15 Februari
2018
3.3 Komentar tentang Self-
help Groups

BAB III PEMBAHASAN

Selasa, 13 Februari
2018
Regita Yusma
Menyusun Makalah
Rabu, 14 Februari Deajeng K
2018

Rabu, 28 Februari
2018 Regita Yusma
Revisi Makalah
Deajeng K
Jum’at, 9 Maret 2018

3. Garis Besar Bab 18


Bab ini menguraikan jenis kelompok, peran pemimpin, tahapan
pengembangan kelompok, dan teknik yang terkait dengan kelompok keluarga dan
pasangan, T-Groups, dan Self-help Groups. Anggota kelompok memiliki
kesempatan untuk belajar tentang hubungan dan dinamika kelompok dan
menerapkan keterampilan yang dipelajari dalam kelompok tersebut ke kehidupan
mereka di luar kelompok. Akses kelompok ini mudah karena dapat
mengakomodasi jumlah peserta yang lebih banyak dan mereka dapat
meningkatkan layanan kepada lebih banyak konseli.
BAB II
RESUME BAB

Preview
Keluarga, pasangan, T-Groups, dan pendekatan Self-help menggabungkan terapi
kelompok dan model terapi lainnya untuk memfasilitasi perubahan pada anggota
kelompok. Masing-masing pendekatan untuk kerja kelompok ini akan dibahas,
termasuk prinsip dasar, jenis kelompok, peran pemimpin, tahapan perkembangan, dan
berbagai teknik.

1. Kerja Kelompok dengan Keluarga dan Pasangan


Kelompok keluarga dan pasangan memadukan prinsip terapi kelompok dan
keluarga untuk menghasilkan pekerjaan kelompok produktif untuk keluarga,
pasangan, dan individu. Prinsip yang digunakan dalam kelompok kerja kecil
sangat sesuai untuk sistem keluarga. Pelatihan khusus dalam kelompok kerja,
konseling keluarga, dan konseling pasangan diperlukan untuk menerapkan
pendekatan ini dengan sukses dalam praktik klinis. Perhatikan juga bahwa
pendekatan ini tidak sesuai dalam setting sekolah.
Dalam menggabungkan sistem keluarga dan kelompok kerja, Trotzer (1999)
mengidentifikasi beberapa kesamaan keluarga dan kelompok: (1) keluarga dan
kelompok memiliki struktur kekuatan yang serupa, (2) keduanya sering berfungsi
dalam seperangkat peraturan dan norma, dan (3) anggota dari kedua kelompok dan
keluarga dapat memainkan berbagai peran selama proses perkembangan.
Sebaliknya, beberapa perbedaan penting mencakup fakta bahwa kelompok
memiliki titik akhir dan anggota biasanya tidak memiliki sejarah bersama yang
panjang. Keluarga sering kali datang ke terapi dengan riwayat bersama yang
panjang, dan saat terapi selesai, hubungan mereka biasanya.
1.1 Jenis Kelompok Keluarga dan Pasangan
Kelompok keluarga dapat terjadi di berbagai tempat, seperti fasilitas
perawatan kecanduan atau klinik kesehatan mental rawat jalan. Donigian dan
Hulse Killacky (1999) menyatakan bahwa terapi kelompok keluarga
membantu anggota untuk lebih memahami asal masalah keluarga. Mereka
juga mengidentifikasi urutan kelahiran, hubungan saudara, perceraian, dan
masalah dan isu-isu pelepasan sebagai topik yang mungkin untuk terapi
kelompok keluarga.
1.2 Peran dan Fungsi Pemimpin dalam Kelompok Keluarga dan Pasangan
Pemimpin kelompok terkadang mengambil peran direktur, fasilitator,
atau partisipatoris. Pemimpin dalam kelompok keluarga perlu menjadi
fasilitator terampil karena kelompok ini bisa besar, terutama saat bekerja
dengan kelompok multifamily. Saat bekerja dalam kelompok keluarga,
Donigian dan Hulse-Killacky (1999) menyarankan agar para pemimpin
mengambil peran aktif. Pemimpin perlu menyeimbangkan peran partisipator
dan ahli. Pemberian informasi dari pemimpin yang tepat waktu dapat
membantu anggota kelompok, namun terlalu banyak dapat menghambat
kemajuan kelompok.
1.3 Tahapan Kelompok Keluarga dan Pasangan
Donigian dan, Hulse-Killacky (1999) mengidentifikasi model tahap
pertama yang mencakup keamanan, penerimaan, tanggung jawab, pekerjaan,
dan penghentian. Tahapan saling bergantung karena tugas yang diidentifikasi
(contohnya keamanan, penerimaan) harus diselesaikan sebelum kelompok
maju ke tahap berikutnya. Jika kelompok dapat berkembang melalui tahap
yang teridentifikasi, anggota biasanya dapat menyelesaikan tujuan yang
mereka identifikasi.
1.4 Teknik yang Biasa Digunakan untuk Keluarga dan Pasangan
Trotzer (1999) mengidentifikasi tiga jenis teknik yang digunakan dalam
kelompok keluarga, yaitu reaksi, interaksi, dan keterampilan berbasis
tindakan. Keterampilan reaksi melibatkan pemimpin yang melakukan
intervensi pada tingkat individu atau kelompok. Keterampilan interaksi
dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi proses kelompok dengan
menghubungkan anggota satu sama lain. Pengaturan nada, pemodelan, dan
pertanyaan adalah semua contoh keterampilan tindakan. Bila seorang
pemimpin dapat memadukan ketiga jenis keterampilan dalam kelompok
keluarga, anggota kelompok biasanya mengalami hasil positif.
1.5 Komentar tentang Kelompok Keluarga dan Pasangan
Kelompok kerja keluarga yang terpusat dapat membantu anggota
memperbaiki hubungan dan menyadari pola interaksi mereka. Meskipun
terapi kelompok keluarga dapat membantu anggota untuk memeriksa
hubungan keluarga. Terapi kelompok keluarga juga dapat membantu banyak
keluarga dan pasangan dalam satu kelompok. Penelitian telah mendukung
keberhasilan kelompok multifamily (Dare & Eisler, 2000; Dyck et al., 2002).
2. Kelompok Pelatihan (T-Groups)
T-Groups dikembangkan oleh Kurt Lewin. T-Groups seperti laboratorium
pelatihan di mana anggota kelompok mempelajari hal baru tentang diri mereka
sendiri. Karena proses ini terbukti sangat efektif untuk memahami dinamika
kelompok dan pengembangan kelompok, peran pengamat proses muncul. Menurut
Forsyth (1999, hlm. 478), “T-Groups adalah pendahulu teknik kelompok yang
dirancang untuk meningkatkan spontanitas, meningkatkan pertumbuhan pribadi,
dan memaksimalkan kepekaan anggota terhadap orang lain." T-Groups memiliki
orientasi saat ini, dan anggota ditantang untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan tujuan pribadi dan lebih memahami dirinya sendiri.
2.1 Jenis T-Groups
Karena fokus beralih dari pelatihan dinamika kelompok ke penekanan
pada pengembangan kepekaan, namanya berubah dari T-Groups ke T-Groups
sensitivitas atau kelompok tatap muka (Forsyth, 1999). Penekanannya pada
belajar lebih banyak tentang diri sendiri, dan anggota terlibat dalam eksplorasi
diri dan mengembangkan tujuan untuk lebih memahami diri mereka sendiri
dan orang lain.
2.2 Peran dan Fungsi Pemimpin dalam T-Groups
Pada tahap awal T-Groups, anggota sering cemas tentang sifat ambigu
Kelompok tersebut mengarahkan ketidaknyamanan mereka pada pemimpin
(Forsyth, 1999). Ambiguitas itu disengaja karena "mengalihkan tanggung
jawab untuk menyusun, memahami, dan mengendalikan aktivitas kelompok
kepada peserta itu sendiri" (hal. 478). Anggota kelompok menentukan
organisasi, agenda, sasaran, dan struktur. Melalui proses ini, mereka belajar
bagaimana mengungkapkan perasaan, menghadapi konflik, dan akhirnya
mengembangkan hubungan kolaboratif.
2.3 Tahapan T-Groups
Tidak seperti kelompok lain dimana ada lebih banyak struktur dan fase
pemanasan yang lebih formal, kelompok pelatihan tidak terstruktur, dan
peserta menghadapi ambiguitas saat mereka berusaha untuk mendefinisikan
prosesnya. Selama tahap kerja, perhatian lebih diarahkan pada anggota yang
berinteraksi satu sama lain dan memberi umpan balik tentang persepsi dan
perasaan. Pada tahap akhir, penutupan tercapai, dan pembelajaran baru
dibahas dan diperkuat.
2.4 Komentar tentang T-Groups
Forsyth (1999) mencatat bahwa sementara efektivitas jangka panjang
kelompok pelatihan agak dipertanyakan, kelompok pelatihan masih memiliki
peran dalam intervensi pengembangan organisasi.
3. Self-help Groups
Self-help groups dirancang untuk menciptakan sistem pendukung bagi
orang-orang yang memiliki masalah atau dilema yang sama. Self-help groups
memungkinkan anggota berbagi pengalaman dan memberikan dukungan untuk
satu orang lain. Peserta menawarkan saran dan arahan, dan memotivasi anggota
kelompok untuk mulai mengubah hidup mereka. Dukungan sebaya bisa lebih
penting dan efektif daripada bantuan ahli. Self-help groups tidak memiliki
pemimpin profesional, namun sering ada pemimpin awam atau relawan yang
menganggap beberapa peran kepemimpinan atau organisasional. Karena
keanggotaan bersifat sukarela dan peserta mengalami kesulitan yang sama, ikatan
terjadi secara wajar. Gladding (2008) mengidentifikasi dua bentuk self-help
groups: (1) kelompok yang berasal secara spontan dan bergantung pada sumber
daya kelompok internal, dan (2) kelompok yang diorganisir oleh organisasi
pembantu profesional atau oleh individu (kelompok pendukung. Dalam kedua
jenis kelompok ada saling membantu, tapi ada yang terorganisir secara profesional
dan yang lainnya adalah sekelompok individu yang membentuk kelompok
berdasarkan perhatian bersama. Salah satu karakteristik utama self-help groups
adalah memberi insentif bagi anggota untuk mendapatkan kontrol lebih besar atas
kehidupan mereka sehingga mereka dapat berfungsi dengan lebih efektif.
3.1 Jenis Self-help Groups
Forsyth (1999) mencatat bahwa ada self-help groups untuk berbagai
masalah medis, psikologis, atau stress, kelompok untuk membantu individu
mengatasi kecanduan dan masalah berat badan, kelompok untuk orang-orang
yang menderita sakit kronis, kecacatan, penyakit jantung atau hati, AIDS, atau
kanker, kelompok untuk membantu orang mengelola waktu, uang atau
berbagai masalah kehidupan mereka, kelompok untuk orang-orang yang
berbagi pengalaman hidup bersama seperti menderita kesedihan atau menjadi
veteran perang, dan kelompok untuk advokasi sosial.
3.2 Tahap Self-help Groups
Self-help groups tidak memiliki tahapan yang jelas. Biasanya anggota
mengenalkan diri mereka, bergiliran menceritakan kisah mereka, dan saling
menawarkan dukungan satu sama lain. Bergantung pada tingkat
kepemimpinan, mungkin ada tahapan yang lebih jelas.
3.3 Komentar tentang Self-help Groups
Mengingat kenyataan bahwa hidup semakin menantang, self-help
groups jelas memenuhi kebutuhan banyak individu yang mungkin tidak
mampu membayar layanan kesehatan mental profesional. Kelemahan pada
self-help groups adalah kenyataan bahwa, walaupun para peserta dipersatukan
karena mereka memiliki masalah bersama dan dapat menawarkan dukungan
dan pemahaman, tidak adanya pemimpin terlatih yang dipandu oleh kode etik
dan standar praktik mungkin memiliki efek buruk pada proses kelompok atau
anggota individu.
BAB III
PEMBAHASAN

1. Kesimpulan Umum
Kerja kelompok keluarga dan pasangan membantu anggota untuk lebih
memahami asal masalah keluarga, para pemimpin mengambil peran aktif, terdiri
dari tahap pertama yang mencakup keamanan, penerimaan, tanggung jawab,
pekerjaan, dan penghentian, teknik yang digunakan dalam kelompok keluarga:
reaksi, interaksi, dan keterampilan berbasis tindakan, dan membantu anggota
memperbaiki hubungan dan menyadari pola interaksi mereka.
T-Groups fokus beralih dari pelatihan dinamika kelompok ke penekanan
pada pengembangan kepekaan, mengalihkan tanggung jawab untuk menyusun,
memahami, dan mengendalikan aktivitas kelompok kepada peserta itu sendiri, dan
selama tahap kerja, perhatian lebih diarahkan pada anggota yang berinteraksi satu
sama lain dan memberi umpan balik tentang persepsi dan perasaan. Pada tahap
akhir, penutupan tercapai, dan pembelajaran baru dibahas dan diperkuat.
Self-help Groups untuk berbagai masalah medis, psikologis, atau stress,
anggota mengenalkan diri mereka, bergiliran menceritakan kisah mereka, dan
saling menawarkan dukungan satu sama lain.
2. Implikasi Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling
Bimbingan keluarga merupakan upaya pemberian bantuan kepada para
individu sebagai pemimpin/anggota keluarga agar merka mampu menciptakan
keluarga yang utuh dan harmonis, memberdayakan diri secara produktif, dapat
meciptakan dan menyesuaikan diri dengan norma keluarga, serta
berperan/berpartisipasi aktif dalam mencapai kehidupan yang bahagia. Bimbingan
keluarga juga membantu individu yang akan berkeluarga memahami tugas dan
tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga sehingga individu siap menghadapi
kehidupan keluarga. Bimbingan keluarga juga membantu anggota keluarga dengan
berbagai strategi dan teknik berkeluarga yang sukses, harmonis, dan bahagia
(Nurihsan, 2009, hlm. 17).
Dalam perspektif hubungan, konselor keluarga tidak menghilangkan
signifikansi proses interpsikis yang sifatnya individual, tetapi menempatkan
perilaku individual dalam pandangan yang lebih luas. Perilaku individu itu
dipandang sebagai suatu yang terjadi dalam sistem sosial keluarga. Konselor
keluarga lebih memfokuskan pemahaman proses keluarga daripada mencari
penjelasan-penjelasan yang sifatnya linear. Dalam kerangka kerja seperti ini,
simptom yang ditunjukkan pasien dipandang sebagi cermin dari sistem keluarga
yang tidak seimbang (Nurihsan, 2009, hlm. 99-100).
Nathan Acherman berpandangan bahwa ketidakberfungsian keluarga akibat
hilangnya peran yang saling melengkapi di antara para anggota, akibat konflik
yang tepat tidak terselesaikan, dan akibat korban yang merugikan. James Framo,
konselor keluarga generasi pertama, meyakini bahwa konflik intrapsikis yang
tidak terselesaikan di bawa dari keluarganya, diteruskan dalam bentuk proyeksi ke
dalam hubungan-hubungan yang terjadi pada saat ini, seperti hubungan suami istri
atau anak (Nurihsan, 2009, hlm. 103).
Dalam bab ini membahas tentang sistem kelompok kerja dalam kelurga. Dan
melalui terapi kelompok keluarga dapat membantu anggota untuk lebih memahami
asal masalah keluarga. Kelompok kerja keluarga yang terpusat dapat membantu
anggota memperbaiki hubungan dan menyadari pola interaksi mereka.
Kelompok kerja dalam keluarga ini berupaya membantu para keluarga dan
pasangan sebagai pemimpin atau anggota keluarga agar mereka dapat memahami
tanggung jawab diri, dapat menyesuaikan diri, dan mampu menghadapi kehidupan
keluarga. Selain itu juga pemimpin atau anggota keluarga dapat menciptakan
keluarga yang bahagia.
Menurut Sugiyanto (tt, hlm. 1) menyatakan bahwa T-Groups bertujuan
untuk memperbaiki interpersonal skill, belajar mengamati proses yang terjadi pada
dirinya, mampu menerapkan dinamika kelompok dan hubungan antar pribadi
dalam suasana hidup dan bekerja. Dalam kelompok ini difokuskan pada proses
kelompok itu sendiri dan mencakup studi tentang dinamika kelompok melalui
pengalaman konkret dalam interaksi satu dengan yang lainnya dalam kelompok.
Menurut Sayekti (2013) menyatakan bahwa rendahnya tingkat kompetensi
sosial, mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menjalani hidupnya, jadi
perlunya mencari solusi dan memecahkan masalah dalam hal ini. Cara efektif
untuk meningkatkan kompetensi sosial siswa adalah dengan menerapkan pelatihan
konseling kelompok. T-Groups memberikan kontribusi yang penting dalam
meningkatkan kompetensi sosial, terlebih masalah kompetensi sosial merupakan
masalah yang banyak dialami oleh siswa sehingga mengefisiensikan waktu
konseling kelompok dimungkinkan lebih efektif dibandingkan layanan konseling
individual.
Dalam melaksanakan bimbingan self-help groups dapat membuat anggota
kelompok menemukan penyelesaian masalahanya secara lebih baik dengan cara
berbagi perasaan dan pengalaman, memberikan kesempatan untuk berbicara
tentang permasalahan yang dihadapi dan memilih apa yang akan dilakukan, saling
mendengarkan satu sama lain, membantu para peserta untuk berbagi informasi,
dapat meningkatkan kepdulian antar sesama peserta, dan tercapainya perasaan
aman dan sejahtera mengetahui bahwa dirinya tidak sendiri.
Tujuan dan manfaat dari self-help groups adalah memberikan support
emosional setiap peserta kelompok, belajar koping yang baru, menemukan strategi
untuk mengatasi suatu kondisi dan membantu yang lain ketika mereka perlu
bantuan (Utami, 2008, hlm. 36).
Self-help groups dirancang untuk menciptakan sistem pendukung bagi
orang-orang yang memiliki masalah atau dilema yang sama. Self-help group bisa
dipakai sebagai salah satu teknik bimbingan dan konseling kelompok, karena
metode yang digunakan ialah dengan cara mengelompokkan orang berdasarkan
satu masalah atau satu kondisi yang sama-sama ingin mencapai satu tujuan, yang
di dalamnya terdapat helper untuk membantu.
Self-help group ini memberikan kontribusi pada bimbingan kelompok yang
dilakukan. Dengan adanya self-help group ini dapat mengembangkan emphaty
diantara sesama anggota kelompok dimana para anggota dapat saling memberikan
penguatan untuk membentuk koping yang adaptif.
DAFTAR PUSTAKA

Erford, T, B. (2011). Group Work Processes And Applications. United States: Pearson
Education, Inc. New Jersey.

Nurihsan, A.J. (2009). Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan.
Bandung: Refika Aditama.

Sayekti, D, E. (2013). Efektifitas Konseling Kelompok untuk Meningkatkan


Kompetensi Sosial Siwa SMK. (Tesis). Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.

Sugianto. (tanpa tahun). Konseling Kelompok. [Online]. Diakses dari


http://staff.uny.ac.id/pengabdian/sugiyanto-mpd/konseling-kelompok.pdf.

Anda mungkin juga menyukai