Anda di halaman 1dari 21

Laporan Praktikum

Kesuburan Tanah dan Pemupukan

PERANGKAT UJI TANAH SAWAH DAN UJI TANAH


KERING

OLEH
Nama : Achmad Roihan
Nim : G011181372
Kelas : Kesuburan Tanah dan Pemupukan G
Kelompok : 14
Asisten : 1. Natasya Aprilianti Sitorus
2. Muh. Aras

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semua makhluk hidup baik manusia, hewan dan tumbuhan akan tumbuh dan
berkembang di atas tanah. Tanah merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
kehidupan seluruh makhluk hidup. Tanah juga berfungsi sebagai sumber unsur
hara bagi tumbuhan dan sebagai tempat dari akar tumbuhan dan air tersimpan.
Bahan organik memiliki peranan penting di dalam tanah terutama terhadap sifat-
sifat tanah tersebut (Hanafiah, 2014).
Unsur hara yang paling banyak dibutuhkan oleh tanah dan tanaman adalah
unsur hara N, P dan K dan untuk memberikan hasil produksi yang tinggi
diperlukan tambahan pupuk kimia atau anorganik karena pasokan hara dari tanah
dan sumber alami lainnya kurang mencukupi. Penambahan pupuk anorganik
tersebut perlu dilakukan secara tepat berkaitan dengan ketersediaan hara dalam
tanah dan kebutuhan tanaman sesuai dengan tingkat hasil yang ingin dicapai.
Dengan demikian, biaya produksi dapat ditekan (Jamil, 2014).
Pengelolaan hara tanah dilakukan dengan cara menyeimbangkan
ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam tanah dengan
asupan yang perlu ditambahkan agar tercapai hasil dan keuntungan yang optimal.
Salah satu cara uji tanah yaitu dengan menggunakan perangkat uji tanah sawah.
Perangkat ini diharapkan dapat membantu petani saat harus menentukan ketepatan
dalam pemberian pupuk N, P dan K untuk tanaman padi (Suwahyono, 2011).
Ketersediaan unsur hara dalam tanah terkadang berkurang atau tidak selalu
memenuhi kebutuhan tanaman. Hal ini dipengaruhi karena banyaknya kebutuhan
sementara ketersediaan tidak meningkat. Maka dalam meningkatkan ketersediaan
unsur hara dilakukan pemupukan berimbang. Rekomendasi pemupukan
berimbang harus berdasarkan penilaian status hara yang berada di dalam tanah
serta kebutuhan tanaman terhadap suatu unsur hara agar pemupukan dapat efektif
dan efisien digunakan (Hamdani, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan praktikum perangkat uji tanah
sawah dan kering sebagai langkah awal dalam penelitian dan pengamatan
terhadap uji kandungan hara tanah dan menentukan rekomendasi pupuk yang
digunakan dengan tepat. Dari praktikum ini kita dapat mengetahui rekomendasi
pupuk yang digunakan serta mengetahui kandungan unsur hara tanah.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dilaksanakan praktikum ini yaitu untuk mengetahui status hara pada tanah
dengan metode Perangkat Uji Tanah Sawah dan Perangkat Uji Tanah Kering.
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui
informasi mengenai rekomendasi pupuk yang akan digunakan setelah melakukan
uji PUTS dan PUTK serta sebagai bahan pertimbangan antara materi yang
diperoleh di kelas dengan yang ada di laboratorium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lahan Basah


Lahan basah merupakan lahan-lahan yang secara biofisik sesuai untuk
pengembangan lahan sawah, meliputi lahan sawah yang saat ini ada, lahan rawa,
maupun lahan non rawa yang memungkinkan untuk digenangi atau diirigasi.
Usaha tani di lahan basah umumnya dilakukan masih secara konvensional oleh
masyarakat yang umumnya berada dalam satu hamparan dan berada di lahan
basah yang terdapat sumber air atau pengairan serta memanfaatkan air hujan atau
tadah hujan. Meskipun produksi meningkat, namun produktivitasnya relatif tetap
karena disebabkan oleh cara pengelolaan lahan yang kurang tepat, alih fungsi
lahan dan kurangnya modal sehingga produktivitasnya tetap (Wati, 2016).
Lahan basa adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut yang tetap atau
sementara dengan air yang tergenang atau mengalir. Lahan basah memiliki
peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Fungsi lahan basah tidak
saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung, tetapi juga memiliki
berbagai fungsi ekologis seperti pengendalian banjir, pencegah erosi, pencemaran
dan pengendalian iklim global. Kawasan lahan basah juga akan sulit dipulihkan
kondisinya apabila tercemar dan perlu bertahun-tahun untu pemulihannya.
Dengan demikian, untuk melestarikan fungsi kawasan lahan basah perlu
dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian (Harahap, 2016).
Peningkatan daya dukung lahan basah untuk pertanian harus menerapkan
sistem usaha tani berkelanjutan. Sistem usaha tani berkelanjutan merupakan
tujuan penerapan pengelolaan lahan basah terpadu. Usaha pertanian yang intensif
harus mempertimbangkan fungsi lahan basah. Pengelolaan terpadu lahan basah
dapat dilakukan dengan mengatur pengelolaan lahan dan tata air mikro ramah
lingkungan. Penggunaan bahan-bahan anorganik seperti pupuk dan pestisida
kimia hanya memberi kesuburan sementara yang dapat merusak kondisi fisik
tanah dan air (Rahmi, 2015).
2.2 Lahan Kering
Lahan kering secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang tidak
pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun,
dengan curah hujan <2000 mm/tahun dan mempunyai bulan kering >7 bulan.
Curah hujan yang rendah di wilayah beriklim kering menyebabkan tanah tidak
mengalami pencucian yang intensif sehingga basa-basa di dalam tanah cukup
tinggi, serta tingkat kesuburan tanah relatif tinggi. Kebanyakan, lahan kering
dimanfaatkan sebagai untuk perkebunan terutama kelapa sawit dan karet. Lahan
kering perlu mendapat perhatian yang serius khususnya terkait dengan sumber air
dan pengelolaannya, mengingat ketersediaan air merupakan faktor pembatas
utama akibat curah hujan yang sangat rendah (Mulyani, 2014).
Pertanian pada lahan kering tidak memerlukan banyak air, seperti halnya
budidaya padi sawah. Teknologi pengelolaan lahan kering cukup banyak tersedia,
namun pemanfaatannya memerlukan perencanaan dan strategi yang tepat.
Tantangan utama bagi kesinambungan penggunaan air tanah, muncul setelah
penggunaan air tanah meningkat terus dan secara terus menerus yang
menyebabkan penurunan baik kuantitas maupun kualitas. Oleh sebab itu,
diperlukan pengelolaan air tanah yang tepat dan serius, terutama adanya sistem
pemantauan secara periodik yang dapat memberikan informasi dini dan terkini
serta dilengkapi dengan pengawasan yang ketat (Rengganis, 2017).
2.3 Perangkat Uji Tanah Sawah
Pengelolaan hara tanah dilakukan dengan cara menyeimbangkan ketersediaan
unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dalam tanah dengan asupan yang perlu
ditambahkan agar tercapai hasil dan keuntungan yang optimal. Salah satu cara uji
tanah yaitu dengan menggunakan perangkat uji tanah sawah. Perangkat ini
diharapkan dapat membantu petani saat harus menentukan ketepatan dalam
pemberian pupuk majemuk N, P dan K untuk tanaman padi. Uji tanah ini
sebaiknya dilakukan sebelum musim tanam atau pada saat pembukaan lahan
pertanian baru sehingga dapat ditentukan strategis pemupukan yang tepat. Dengan
perangkat ini, dapat ditentukan secara tepat dan cepat unsur-unsur hara utama
yang terkandung di dalam tanah (Suwahyono, 2011).
Penetapan kebutuhan pupuk P dan K dapat diperoleh berdasarkan hasil uji
Perangkat Uji Tanah Sawah yang hasilnya berupa rekomendasi pupuk P dan K
yang dapat dicocokkan pada skala warna dan dibaca pada tabel rekomendasi.
Penggunaan PUTS kemudian diperkuat oleh Pemerintah No. 40/SR.140/04/2007
tentang rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah. Selain lebih cepat,
mudah, murah dan relatif akurat penggunaan PUTS Juga mampu menghemat
kebutuhan pupuk SP-36 dan KCl masing-masing hingga 50 kg/ha sehingga
meningkatkan pendapatan petani dan menekankan pencemaran (Jamil, 2014).
2.4 Perangkat Uji Tanah Kering
Perangkat Uji Tanah Kering adalah suatu alat untuk menganalisa kadar hara tanah
lahan kering yang dapat digunakan di lapangan dengan cepat, mudah, murah dan
cukup akurat. PUTK dirancang untuk mengukur kadar hara P, K, C-organik dan
kebutuhan kapur kecuali hara N. Prinsip kerja PUTK adalah mengukur hara P dan
K tanah yang terdapat dalam bentuk tersedia secara semi kuantitatif. Penetapan P,
K, pH dan kapur dengan metode pewarnaan. Hasil analisa P dan K tanah
selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan rekomendasi pemupukan P dan K
spesifik lokal tanaman. Status hara yang dikategorikan adalah rendah, sedang dan
tinggi serta bagan warna (Hamdani, 2015).
Rekomendasi pemupukan pada lahan kering tegalan dapat ditetapkan
berdasarkan hasil uji cepat dengan PUTK atau berdasarkan sifat tanah secara
empiris. Pupuk P diberikan dalam bentuk pupuk tunggal SP-36 dengan dosis 100
kg/ha pada tegalan berpotensi tinggi. Pada tegalan berpotensi sedang dan rendah
masing-masing dianjurkan 150 kg/ha dan 250 kg/ha. Pada lahan tegalan yang
tanahnya masam, sumber P dapat menggunakan fosfat alam. Dosis fosfat alam
yang direkomendasikan adalah 350-500 kg/ha. Pupuk K diberikan dalam bentuk
pupuk tunggal KCl dengan dosis 50 kg/ha pada tegalan berpotensi tinggi. Pada
tegalan berpotensi sedang diperlukan 100 kg/ha dan pada tegalan rendah diberikan
KCl 150 kg/ha (Putri, 2019).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Pengenalan dan Perhitungan Dosis Pupuk dilaksanakan di
Laboratorium Fisika dan Konservasi Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari Senin, 30 September 2019
pukul 12.30 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain alat tulis, tabung reaksi,
sendok spatula, batang pengaduk, rak tabung, bagan warna N, P, K, dan pH tanah.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain, sampel tanah sawah
dan tanah kering serta pereaksi N, P, K, dan pH.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Perangkat Uji Tanah Sawah
1. Penetapan Status N Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan status unsur N pada tanah sawah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi
b. Menambahkan 2 ml pereaksi N-1, kemudian diaduk rata sampai homogen
dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan 2 ml pereaksi N-2, dikocok sampai rata,
d. Menambahkan 3 tetes pereaksi N-3, dikocok sampai rata,
e. Menambahkan 5-10 butir pereaksi N-4, dikocok sampai rata,
f. Mendiamkan + 10 menit,
g. Membandingkan warna yang muncul pada larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna N tanah dan baca status hara N tanah.
2. Penetapan Status P Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan status unsur P pada tanah sawah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
b. Menambahkan 3 ml pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai homogen
dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan 5-10 butir pereaksi P-2, dokocok 1 menit,
d. Mendiamkan selama + 10 menit,
e. Membandingkan warna biru yang muncul dari larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna P tanah.
3. Penetapan Status K Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan status unsur K pada tanah sawah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
b. Menambahkan 2 ml pereaksi K-1, kemudian diaduk hingga homogen
dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan 1 tetes pereaksi K-2, dikocok selama 1 menit,
d. Menambahkan 1 tetes pereaksi K-3, dikocok sampai merata,
e. Mendiamkan selama + 10 menit,
f. Membandingkan warna kuning yang muncul pada larutan jernih di
permukaan tanah dengan bagan warna K tanah.
4. Penetapan pH Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan pH pada tanah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
b. Menambahkan 2 ml pereaksi pH-1, kemudian diaduk sampai membentuk
homogen dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan lagi 2 ml pereaksi pH-1 sambil membilas dinding tabung
reaksi kemudian dikocok sampai rata,
d. Mendiamkan + 3 menit,
e. Menambahkan 1-2 tetes indikator warna pereaksi pH-2,
f. Mendiamkan larutan selama + 10 menit hingga suspense mengendap dan
terbentuk warna pada cairan jernih di bagian atas.
3.3.2 Perangkat Uji Tanah Kering
1. Penetapan Status P Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan status unsur P pada tanah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
b. Menambahkan 3 ml pereaksi P-1, kemudian diaduk sampai homogen
dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan 5-10 butir pereaksi P-2, dokocok 1 menit,
d. Mendiamkan selama + 10 menit,
e. Membandingkan warna biru yang muncul dari larutan jernih di permukaan
tanah dengan bagan warna P tanah.
2. Penetapan Status K Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan status unsur K pada tanah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
b. Menambahkan 2 ml pereaksi K-1, kemudian diaduk hingga homogen
dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan 1 tetes pereaksi K-2, dikocok selama 1 menit,
d. Menambahkan 1 tetes pereaksi K-3, dikocok sampai merata,
e. Mendiamkan selama + 10 menit,
f. Memandingkan warna kuning yang muncul pada larutan jernih di
permukaan tanah dengan bagan warna K tanah.
3. Penetapan pH Tanah
Prosedur kerja untuk melakukan penetapan status unsur pH pada tanah yaitu:
a. Memasukkan sebanyak ½ sendok spatula contoh tanah uji dimasukkan ke
dalam tabung reaksi,
b. Menambahkan 2 ml pereaksi pH-1, kemudian diaduk sampai membentuk
homogen dengan pengaduk kaca,
c. Menambahkan lagi 2 ml pereaksi pH-1 sambil membilas dinding tabung
reaksi kemudian dikocok sampai rata,
d. Mendiamkan + 3 menit,
e. Menambahkan 1-2 tetes indikator warna pereaksi pH-2,
f. Mendiamkan larutan selama + 10 menit hingga suspense mengendap dan
terbentuk warna pada cairan jernih di bagian atas.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil sebagai
berikut:
Tabel 2. Hasil Pengujian Tanah Sawah
No. Unsur Hara Status Hara/pH Warna Foto

1. Nitrogen (N) Rendah Hijau Kekuningan

2. Phospor (P) Tinggi Biru Tua

3. Kalium (K) Rendah Orange

Netral
4. pH Hijau Muda
(pH 6-7)
Tabel 3. Hasil Pengujian Tanah Kering
No. Unsur Hara Status Hara/pH Warna Foto

1. Phospor (P) Sedang Biru Pucat

2. Kalium (K) Rendah Orange

Agak Masam
3. pH Kuning
(pH 5-6)

4.2 Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil bahwa
kandungan unsur hara dalam tanah sangat berpengaruh terhadap keseburan tanah.
Kandungan unsur hara pada setiap tanah berbeda-beda, sehingga perlu diketahui
kandungan unsur hara pada setiap jenis tanaman. Pengujian yang tepat untuk
mengetahui kandungan unsur hara pada tanah yaitu dengan melakukan pengujian
Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jamil
(2014) menyatakan bahwa, penetapan kebutuhan pupuk P dan K dapat diperoleh
berdasarkan hasil uji Perangkat Uji Tanah Sawah yang hasilnya berupa
rekomendasi pupuk P dan K yang dapat dicocokkan pada skala warna dan dibaca
pada tabel rekomendasi.
Pada pengujian kandungan hara Nitrogen, diperoleh hasil bahwa kandungan
nitrogen pada tanah sawah tergolong rendah. Pada pengujian dengan
menggunakan kertas bagan warna tanah, menunjukkan warna kuning kehijauan
yang menunjukkan N (Nitrogen) rendah. Kekurangan N pada tanah dapat
menyebabkan pertumbuhan tanaman akan terganggu. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Masruroh (2017) yang menyatakan bahwa, Nitrogen merupakan unsur
hara makro yang dibutuhkan tanaman yang berfungsi sebagai peningkatan
pertumbuhan tanaman dan juga unsur pembentuk protein.
Pada pengujian kandungan hara Phospor (P), diperoleh hasil bahwa
kandungan unsur hara P pada jenis tanah sawah yang digunakan tergolong tinggi
dan pada jenis tanah kering tergolong sedang. Pada pengujian, menunjukkan
warna biru muda dan biru tua dengan saran pemupukan masing-masing 50 kg SP-
36/ha dan 100 kg/ha SP-36. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Indra (2014)
yang menyatakan bahwa, pupuk SP-36 merupakan salah satu jenis pupuk
anorganik yang diberikan pada tanah sehingga dapat memenuhi unsur hara fosfor
pada tanah sehingga kebutuhan hara tanah terpenuhi.
Pada pengujian kandungan hara Kalium, diperoleh hasil bahwa kandungan
unsur hara K pada jenis tanah sawah dan kering yang digunakan tergolong rendah.
Pada pengujian, menunjukkan warna orange dengan saran pemupukan KCl 100
kg/ha dan KCl + jerami 50 kg/ha. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hamdani
(2015) yang menyatakan bahwa, penambahan jerami dan bahan organik lain dapat
memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah yang secara tidak langsung dapat
meningkatkan dan mengefisienkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Pada pengujian pH tanah, menunjukkan bahwa pada tanah sawah bersifat
netral dengan kisaran pH (6-7) sedangkan pada tanah kering bersifat masam
dengan kisaran pH (5-6). Jenis tanah masam ini sangat memerlukan kapur untuk
mengembalikan kualitas tanah sehinggah baik bagi pertumbuhan tanaman. Hal ini
sesuai dengan pendapat Nazir (2017) menyatakan bahwa, pada tanah yang
memiliki derajat keasaman <7 maka akan meracuni tanaman karena tanah tidak
dapat menyerap unsur hara dengan baik meskipun kandungan unsur hara banyak.
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum di atas, maka dapat disimpulkan bahwa melalui
metode uji perangkat uji tanah sawah (PUTS) unsur hara nitrogen (N) rendah,
phosphor (P) tinggi dan kalium (K) rendah serta memiliki pH yang netral dengan
kisaran pH (6-7). Sedangkan melalui metode uji perangkat uji tanah kering
(PUTK) diperoleh hasil unsur hara yang terdapat phosphor (P) sedang, kalium (K)
rendah dan memiliki pH agak masam dengan kisaran pH (5-6).
Saran
Sebaiknya mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan praktikum dengan serius dan
sesuai dengan petunjuk praktikum yang ada, agar tujuan dan keberhasilan
kegiatan praktikum dapat tercapai. Untuk asisten, sebaiknya saat praktikum lebih
diawasi dan dibimbing sehingga praktikan dapat lebih mudah memahami.
DAFTAR PUSTAKA

Hamdani, K. 2015. Pemupukan Tanaman Ubikayu Berdasarkan Metode Perangkat


Uji Tanah Kering Dalam Meningkatkan Produksi. Jurnal Agros. Vol
17(1): 81-87
Hanafiah, A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Cetakan Tujuh. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Harahap, F. 2016. Pengelolaan Lahan Basah Terkait Semakin Maraknya
Kebakaran Dengan Pendekatan Adaptasi Yang Didasarkan Pada Kovensi
Ramsar. Jurnal Pertanian Terpadu. Vol 3(1): 129-143
Indra, A. 2015. Pengaruh Jarak Tanam dan Dosis Pupuk SP-36 Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung. Skripsi. Universitas Teuku
Umar: Program Studi Agroteknologi.
Jamil, A. 2014. Dinamika Anjuran Dosis Pemupukan N, P dan K pada Padi
Sawah. Jurnal Pertanian. Bandung: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Masruroh, I. 2017. Pengaruh Pupuk Urea Terhadap Hasil Tanaman Jagung Yang
Ditumpangsarikan Dengan Kacang Tanah. Jurnal Agrotek Tropika. Vol
5(1): 1-7.
Mulyani, A. 2014. Percepatan Pengembangan Pertanian Lahan Kering Iklim
Kering Di Nusa Tenggara. Jurnal Sumberdaya Lahan. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.
Nazir, M. 2017. Pemetaan Kemasaman Tanah dan Analisis Kebutuhan Kapur di
Kecamatan Keumala Kabupaten Pidie. Jurnal Ilmiah Pertanian. Vol 2(1):
21-31
Putri, A. 2019. Pengaruh Pupuk dan Varietas Terhadap Pertumbuhan, Produksi
dan Mutu Benih Kedelai. Skripsi. Fakultas Pertanian: Universitas
Lampung.
Rahmi, O. 2015. Pengelolaan Lahan Basah Terpadu di Desa Mulia Sari
Kecamatan Tanjung Lago Kabupaten Banyuasin. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. Vol 20(3): 201-207.
Rengganis, H. 2017. Potensi dan Upaya Pemanfaatan Air Tanah Untuk Irigasi
Lahan Kering di Nusa Tenggara. Jurnal Sumberdaya Air. Bandung: Pusat
Litbang Sumberdaya Air.
Suwahyono, U. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara
Efektif dan Selektif. Jakarta: Penebar Swadaya.
Wati, R. 2016. Potensi Lahan Basah Untuk Pengembangan Padi Sawah
Berdasarkan Zona Agroekologi di Kabupaten Serang Banten. Jurnal
Pertanian. Vol 1(1): 1-10
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengambilan sampel tanah Gambar 2. Penambahan


Pereaksi

Gambar 3. Menhomogenkan larutan Gambar 4. Penentuan status


hara N

Gambar 5. Penetuan status hara K Gambar 6. Penentuan status


hara
Gambar 7. Penentuan status hara K pada Gambar 8. Penentuan status hara
K
tanah kering pada tanah kering

Gambar 9. Larutan sampel tanah sawah


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai