Muhammad Ahyaruddin1)
Muhammad Faisal Amrillah2)
Universitas Muhammadiyah Riau, Jl. KH. Ahmad Dahlan No.88, Pekanbaru 28156, 2)Universitas Islam
1)
Riau, Jl. Kaharuddin Nst Simpang Tiga Bukit Raya, Pekanbaru 28284
surel: ahyaruddin@umri.ac.id
http://dx.doi.org/10.18202/jamal.2018.04.9028
Tuntutan terhadap transparansi dan tinggi dan sangat tinggi. Berdasarkan data
akuntabilitas atas pengelolaan organisasi tersebut dapat disimpulkan bahwa penye
dan pengelolaan keuangan menjadi isu yang lenggaran pemerintah daerah yang dilaku
sangat penting saat ini terutama di organisa kan selama ini sudah mendapatkan kate
si pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan gori baik. Selanjutnya, data terkait kinerja
daerah yang baik akan memudahkan daerah pemerintah di bidang pengelolaan keuangan
dalam memetakan dan mengalokasikan pri juga terus mengalami peningkatan (Badan
oritas pembangunan daerah sehingga kiner Pemeriksa Keuangan, 2017). Data tersebut
ja daerah bisa meningkat secara signifikan. berdasarkan informasi yang disampaikan
Salah satu indikator untuk melihat kinerja Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di dalam
pemerintah daerah adalah berdasarkan nilai laporan hasil pemeriksaannya atas lapor
skor kinerja yang dihasilkan atas lapor an keuangan pemerintah daerah. BPK di
an penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam laporan hasil pemeriksaannya me
(LPPD). Dari 475 kabupaten/kota yang me nyampaikan bahwa pemerintah daerah yang
nyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pe mendapat opini baik dengan prediket wajar
merintah Daerah (LPPD) tahun 2015, seba tanpa pengecualian (WTP) sebanyak 13%
nyak 93,8% pemerintah daerah yang dinilai pada 2011 dan meningkat menjadi 47%
kinerjanya oleh Kementerian Dalam Negeri pada tahun 2014. Hasil opini audit yang
memperoleh skor di atas 2,00 yang berarti baik ini merupakan hasil kerja keras peme
471
Ahyaruddin, Amrillah, Faktor Penentu Kinerja Keuangan Daerah 472
rintah dengan tujuan agar transparansi dan selama ini dicapai oleh pemerintah dae
akuntabilitas pengelolaan keuangan bisa rah. Penerapan otonomi daerah yang mem
terwujud dan pada akhirnya bisa mening berikan kekuasaan dan wewenang kepada
katkan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah untuk menciptakan efisiensi, efek
daerah. Deb (2018), Prabowo (2014), Rosa & tifitas, akuntabilitas, dan good government
Morote (2015), dan Sutopo, Wulandari, Adia governance justru malah membuat masa
ti, & Saputra (2017) mengungkapkan bahwa lah baru bagi pemerintah daerah. Pelaksa
audit yang dilakukan terhadap suatu orga naan otonomi daerah yang semakin terbuka
nisasi (misalnya pemerintah daerah) bertu menurut beberapa peneliti (Cordis, 2014;
juan untuk meminimalisasi dan mendetek Colquhoun, 2013; Dolg, 2014; McGarvey,
si kecurangan serta menghindari penggu 2012; Røge & Lennon, 2018) justru mem
naan sumber daya publik secara berlebihan. buka ruang bagi munculnya korupsi yang
Namun, di sisi lain kinerja yang baik semakin tinggi di daerah. Temuan ini di
atas pengelolaan organisasi dan pengelo mungkinkan terjadi karena otonomi daerah
laan keuangan tersebut ternyata tidak se menciptakan sistem pengawasan yang long
jalan dengan harapan publik sebagai peng gar atau tidak terlalu ketat terhadap peme
guna layanan pemerintah. Saat ini banyak rintah daerah yang dilakukan oleh pusat.
kritikan yang muncul kepada pemerintah Berdasarkan penjelasan tersebut, riset
daerah baik dalam penyelenggaraan pe ini dilaksanakan dalam rangka menguji ser
merintahan maupun pembangunan, baik ta membuktikan secara empiris mengenai
dari dalam negeri maupun dari komunitas faktor penentu kinerja pemerintah daerah.
internasional (Rini & Damiati 2017). Nur Secara khusus, penelitian ini ingin mengu
khamid (2008) mengungkapkan bahwa ki ji pengaruh variabel rasio keuangan, opini
nerja pemerintah daerah yang disampaikan audit, tingkat korupsi, dan kinerja peme
selama ini cenderung semu dan bias kare rintah daerah. Beberapa penelitian empiris
na hanya menyampaikan program-program yang meneliti kinerja pemerintah daerah
yang berhasil saja, sedangkan program sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh
yang gagal cenderung disembunyikan. Ah bebe rapa peneliti, di antaranya adalah
yaruddin & Akbar (2016, 2017, 2018) juga Babatunde (2018), Rini & Damiati (2017),
mengungkapkan bahwa kinerja pemerin Heri ningsih & Marita (2013), dan Kusu
tah yang disampaikan hanya sebatas for mawardani (2012). Hasil penelitian yang
malitas dan lebih banyak dipengaruhi oleh mereka lakukan memberikan hasil yang ber
faktor koersif dalam bentuk tekanan regu beda-beda dan cenderung inkonklusif. Salah
lasi seperti yang diungkapkan dalam te satunya adalah penelitian oleh Heriningsih
ori isomorfisma institusional, yaitu untuk & Marita (2013), yang mengungkapkan bah
mendapatkan legitimasi dan dukungan eks wa kinerja keuangan dan opini audit suatu
ternal (Ahyaruddin & Akbar 2016, 2017; daerah tidak memiliki efek pada tingkat ko
Ashworth, Boyne, & Delbridge 2009; Blume rupsi. Arah hubungan variabel tingkat ko
& Voight, 2011; Dimaggio & Powell 1983). rupsi dalam penelitian tersebut menurut
Data di lapangan juga menunjukkan peneliti kurang tepat. Secara logika ber
hasil yang berbeda tentang kinerja peme fikir, justru semakin banyak kasus korupsi
rintah. Berdasarkan hasil publikasi yang yang dialami oleh suatu daerah akan berim
disampaikan oleh Transparency Internatio plikasi pada kinerja pemerintah daerah. Se
nal Indonesia tahun 2015 terungkap bahwa makin banyak tingkat korupsi yang terjadi
Indonesia masih mengalami masalah besar akan membuat kinerja pemerintah daerah
dalam sektor publik karena termasuk dalam semakin buruk. Logika ini juga diperkuat
negara dengan tingkat korupsi yang ting dengan studi Choi & Woo (2010), Rini & Da
gi (Transparency International Indonesia, miati (2017), dan Wilfahrt (2018) yang me
2015). Survei tersebut mengungkap bahwa ngungkapkan bahwa pemilih mengidenti
peringkat indeks persepsi korupsi Indonesia fikasi korupsi politik sebagai alasan utama
menduduki peringkat 88 dari total 168 ne untuk menilai kinerja rezim yang buruk dan
gara yang dinilai, dan dipersepsikan sebagai menghukum petahana dengan tidak memi
salah satu negara korup. Indeks persepsi lihnya dalam pemilihan umum (He, 2016).
korupsi yang rendah serta kerugian negara Oleh karena itu, riset ini ingin menguji arah
yang terus meningkat akibat korupsi ber yang berbeda dari penelitian Heriningsih
tolak belakang dengan skor kinerja yang & Marita (2013) tentang pengaruh korup
473 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 471-486
si dan opini audit terhadap kinerja pemda. rasio keuangan diproksikan dengan rasio
Penelitian ini diharapkan bisa memberi kemandirian daerah, derajat desentralisasi,
kan kontribusi dalam penambahan litera dan rasio efisiensi yang merupakan variabel
tur dan bisa memberikan kontribusi secara eksogen, serta variabel opini audit dan ting
praktis bagi pemerintah daerah. Salah satu kat korupsi yang merupakan variabel endo
kontribusi bagi pemerintah daerah adalah gen. Rasio kemandirian daerah merupakan
memberikan informasi mengenai penting sebuah rasio yang mengukur sejauh mana
nya menjaga rasio keuangan dan opini audit pemerintah daerah bergantung atau meng
serta menekan tingkat korupsi agar kinerja andalkan sumber dana yang berasal dari
pemerintah daerah bisa dijaga dengan baik. pihak luar seperti dari pusat atau pinjaman
Dengan mengetahui hal tersebut, pemerin (Makin, 2013; Rusmin, Astami, & Scully,
tah daerah bisa mengambil kebijakan yang 2014). Apabila rasio ini bernilai tinggi mengin
tepat dalam proses penyelenggaraan peme dikasikan kebergantungan pemerintah dae
rintahan agar berjalan efisien dan efektif. rah terhadap sumber dana dari luar sema
kin rendah yang artinya pemerintah daerah
METODE sudah mandiri. Begitu juga sebaliknya. Un
Penelitian ini mengusulkan sebuah tuk mengukur rasio ini diperoleh dari hasil
kerangka penelitian dan menguji pengaruh pembagian antara total PAD dengan trans
rasio keuangan, opini audit, tingkat korup fer pemerintah pusat ditambah pinjaman
si dan kinerja penyelenggaraan pemerin (Darwanis & Saputra, 2014; Halim, 2008).
tah daerah tingkat provinsi di Indonesia. Sementara itu, variabel derajat desen
Kerangka penelitian yang diusulkan tersaji tralisasi merupakan derajat di mana to
pada Gambar 1. Pendekatan kuantitatif di tal pendapatan asli dari suatu daerah bisa
gunakan di penelitian ini dengan berbasis memberikan kontribusi yang lebih besar
pada data sekunder. Data penelitian di dibandingkan dengan total keseluruhan
kumpulkan menggunakan teknik sampel pendapatan daerah tersebut. Apabila nilai
bertujuan dengan kriteria pemerintah dae kontribusi PAD semakin tinggi dalam suatu
rah provinsi yang diteliti mempublikasikan daerah, mengindikasikan kemampuan da
laporan realisasi anggaran; laporan keuang erah dalam penyelenggaraan desentrali
annya diperiksa oleh BPK dan mendapatkan sasi atau otonomi daerah semakin tinggi
opini audit; dinilai kinerjanya oleh Kemente (Eckardt, 2008; Liu & Li, 2015; Purbasari
rian Dalam Negeri; serta memenuhi keleng & Bawono, 2017). Begitu juga sebaliknya.
kapan data untuk variabel-variabel yang Variabel ini diukur dari total PAD dibagi
diteliti. dengan total pendapatan daerah (Torres,
Hasil pengumpulan data memperoleh Pina, & Marti, 2012). Kemudian variabel
data observasi sebanyak 31 pemerintah rasio efisiensi merupakan suatu rasio yang
provinsi di Indonesia. Data tersebut bersum menunjukkan perbandingan jumlah penge
ber dari: Laporan Realisasi Anggaran tahun luaran daerah yang ditujukan untuk pemer
2011-2015; Laporan audit BPK terhadap olehan PAD dibagi dengan jumlah PAD yang
LKPD pemerintah provinsi tahun 2011-2015; mampu direalisasikan daerah. Apabila nilai
Laporan jumlah penuntutan penyidikan ka rasio efisiensi semakin kecil berarti penye
sus korupsi yang dikeluarkan oleh Kejaksaan lenggaraan pemerintahan daerah menun
Agung Republik Indonesia; dan Laporan Ha jukkan kinerja yang semakin baik/efisien
sil Evaluasi LPPD Pemerintah Provinsi tahun (Drew, Kortt, & Dollery, 2015; Nurdin, Stock
2011-2015 yang diterbitkan oleh Kementeri dale, & Scheepers, 2014; Valcarcel, 2012).
an Dalam Negeri. Data tersebut merupakan Selanjutnya variabel opini audit. Vari
data time series selama lima tahun, sehingga abel ini didefinisikan sebagai pernyataan
terdapat 155 sampel data yang dianalisis. profesional yang disampaikan oleh auditor
Variabel penelitian di antaranya me atas hasil pemeriksaan terhadap informasi
liputi kinerja pemerintah daerah yang me keuangan yang ada dalam laporan keuang
rupakan variabel dependen atau variabel en an. Variabel ini berbentuk data kategorikal
dogen yang diukur dari skor kinerja penye atau data nonmetrik yang dibagi menjadi
lenggaraan pemerintahan daerah dengan dua kategori yaitu daerah dengan opini WTP
range 0 – 4. Data ini diperoleh dari laporan dan WDP diberi skor 1 dan daerah dengan
Kementerian Dalam Negeri berdasarkan pe opini selain WTP dan WDP diberi skor 0
nilaian portofolio secara desk evaluation (Dewata, Ilmiyyah, & Sarikadarwati, 2017;
atas LPPD masing-masing daerah. Variabel Hendawati, Komarasakti, & Ansori,, 2017).
Ahyaruddin, Amrillah, Faktor Penentu Kinerja Keuangan Daerah 474
Opini
Rasio Audit
Kemandirian
Derajat Kinerja
Desentralisasi Pemda
Rasio
Efisiensi
Tingkat
Korupsi
Terakhir, variabel tingkat korupsi yaitu drat, nilai-p, GFI, NFI, CFI, IFI, TLI (Gud
jumlah kasus korupsi yang terjadi di suatu ono, 2012; Sholihin & Ratmono, 2013).
daerah yang menggunakan data dari Ke
jaksaan Agung Republik Indonesia. Salah HASIL DAN PEMBAHASAN
satu pertimbangan penggunaan data ini Tabel 1 menampilkan statistik deskrip
adalah karena data tersebut adalah kasus tif untuk mengetahui nilai minimum, nilai
riil yang memang terjadi di Indonesia. Ber maksimum, nilai rata-rata, dan standar de
beda dengan data indeks persepsi korup viasi atas variabel kinerja daerah, korupsi,
si yang hanya mencerminkan persepsi dan opini audit, kemandirian daerah, derajat
opini masyarakat mengenai tingkat korup desentralisasi, dan efisiensi APBD. Ha
si yang mungkin terjadi pada instansi atau sil analisis deskriptif menunjukkan bahwa
organisasi pemerintah daerah (Fitri & Indri variabel kinerja pemerintah daerah rata-ra
ani, 2011; Putra, 2018; Supriatna, 2016). ta berada pada peringkat “tinggi” dengan
Teknik analisis data menggunakan nilai mean sebesar 2,4242. Hal ini berarti
pendekatan model persamaan struktural bahwa kinerja penyelenggaraan pemerintah
(Structural Equation Modelling) dengan ban daerah provinsi di Indonesia sudah baik.
tuan program AMOS Versi 21.0 dan anali Selanjutnya, variabel korupsi memiliki nilai
sis pengujian datanya menggunakan metode rata-rata atau mean sebesar 57,1484. Hasil
analisis jalur. Analisis ini digunakan kare ini mengindikasikan bahwa rata-rata jumlah
na menguji hubungan antar variabel dalam kasus korupsi yang diungkap oleh kejaksaan
sebuah model dan ingin melihat kelayakan masih dalam kategori rendah. Kemudian un
model (goodness of fit) dari model yang di tuk opini audit menghasilkan nilai rata-rata
usulkan (Latan & Gudono, 2013). Pengu 0,5871 yang artinya adalah rata-rata opini
jian kelayakan model (model fit) tersebut audit yang diberikan oleh BPK adalah WTP
dilakukan dengan melihat nilai kai kua dan WDP yaitu pemerintah daerah telah
kan dibandingkan dengan model lain yang dengan baik. Temuan ini menyimpulkan
dispesifikasi, terdiri dari NFI, CFI, IFI dan bahwa semakin baik pengelolaan keuang
TLI sudah memenuhi kriteria yang ditetap an pemerintah daerah, seharusnya bisa
kan. Dengan demikian, dapat disimpulkan mencerminkan semakin membaiknya opini
bahwa model yang diusulkan sudah layak. audit BPK atas laporan keuangan yang disa
Setelah melakukan uji kelayak an mo jikan. Hasil temuan penelitian ini konsisten
del, peneliti kemudian melakukan analisis dengan temuan Putry & Badrudin (2017)
jalur. Adapun ringkasan nilai koefisien ja yang mengatakan bahwa kinerja keuang
lur (path coeffecient) dari hasil pengujian pe an berefek positif terhadap opini audit.
ngaruh antar variabel yang diteliti tercermin Namun, rasio kemandirian daerah da
pada Tabel 3. lam penelitian ini menghasilkan pengaruh
Pengaruh rasio keuangan terhadap yang negatif terhadap opini audit. Rasio ke
opini audit. Variabel rasio keuangan diukur mandirian daerah dalam penelitian ini me
menggunakan rasio kemandirian daerah, rupakan tingkat sejauh mana suatu dae
derajat desentralisasi, dan rasio efisiensi rah mampu melakukan pembiayaan secara
APBD. Pengujian analisis jalur menghasilkan mandiri atas pelaksanaan operasional dan
nilai estimate untuk variabel kemandirian tugas daerah tanpa atau sedikit berharap
daerah -0,004 dan nilai P sangat signifikan pada sumber dana pihak luar, baik melalui
(<0.001). Tabel 3 juga menampilkan nilai pinjaman maupun dari pemerintah pusat
estimate derajat desentralisasi dan efisien (Pickering & Jusić, 2018). Hal ini berarti
si APBD masing-masing 0,025 dan 0,009 bahwa daerah yang sedikit bergantung pada
dan keduanya signifikan. Hasil pengujian sumber dana pihak luar akan menurun
analisis jalur ini mengindikasi bahwa rasio kan opini audit yang diterima oleh dae rah
keuangan menghasilkan efek signifikan ter tersebut. Berdasarkan data di lapangan
hadap opini audit. Rasio keuangan mencer ternyata memang daerah yang memiliki ra
minkan tentang bagaimana pemerintah sio kemandirian sangat tinggi dengan rasio
daerah melakukan pengelolaan keuangan di atas 100% lebih banyak memperoleh opi
ni audit selain WTP dan WDP. Temuan ini but. Jika PAD suatu daerah memberikan
menarik karena kemandirian daerah yang kontribusi yang tinggi terhadap jumlah ke
sangat tinggi bisa memunculkan persepsi seluruhan pendapatan yang mampu dihasil
kurangnya pengawasan dan pelaporan ke kan oleh daerah tersebut, mencerminkan
pada pemerintah pusat sehingga memberi kemampuan daerah dalam melaksanakan
kan peluang bagi daerah untuk melakukan kegiatan desentralisasi semakin besar (Su
penyelewengan yang lebih besar terhadap larso & Restianto 2011). Temuan penelitian
dana yang ada. Dalam konsep pelaksanaan ini memperkuat hasil studi Galariotis, Guyot,
otonomi daerah, sumber dana yang bera Doumpos, & Zopounidis (2016) dan Pradana
sal dari internal (misalnya pendapatan asli (2018) yang mengungkapkan bahwa tingkat
daerah) bisa lebih leluasa digunakan sesuai desentralisasi berpengaruh terhadap Indeks
dengan inisiatif daerah, sedangkan sumber Pembangunan Manusia (IPM). Artinya ada
dana eksternal (misalnya transfer pemerin lah bahwa tingginya proporsi PAD terhadap
tah pusat) sifatnya lebih terikat dan ketat total penerimaan daerah mencerminkan ki
dalam penggunaannya (Purcell, 2016; Siddi, nerja daerah yang semakin meningkat. Salah
2016). Oleh karena itu, temuan ini mem satu indikator keberhasilan daerah dalam
perkuat argumen tersebut bahwa daerah upaya pengelolaan keuangan dan pemerin
yang mandiri dari aspek keuangan akan tahan ditunjukkan dari meningkatnya PAD
cenderung menggunakan dana secara le yang dihasilkan. Siddi (2016) juga mengung
bih leluasa sehingga memunculkan terjadi kapkan hal yang sama bahwa pemerintah
nya penyelewengan dan pada akhirnya ber daerah dengan jumlah PAD yang relatif ting
dampak pada opini audit yang kurang baik. gi akan memberikan implikasi terhadap ki
Pengaruh rasio keuangan terhadap nerja yang tinggi juga. Sebaliknya, pemerin
kinerja pemerintah daerah. Tabel 3 pengu tah daerah dengan jumlah PAD yang rendah
jian analisis jalur menampilkan nilai estima akan berdampak terhadap kinerja yang
si variabel kemandirian daerah dan efisiensi rendah juga. Pengelolaan PAD yang efek
APBD masing-masing 0,000 dan 0,002 serta tif dan efisien sangat perlu dilakukan oleh
tidak signifikan (>0,05), sehingga temuan ini pemerintah daerah untuk pembangunan
tidak berpengaruh terhadap kinerja daerah. ekonomi daerah. Kontribusi yang dihasil
Salah satu alasan yang bisa menjelaskan kan dari PAD tersebut akan tercermin ber
temuan ini adalah bahwa biaya yang dikelu dasarkan jumlah pendapatan daerah yang
arkan oleh pemerintah daerah dalam meng mampu didistribusikan dalam pembangun
hasilkan PAD lebih besar dari jumlah PAD an daerah sehingga bisa mewujudkan kese
yang diterima sehingga menyebabkan tidak jahteraan bagi rakyat luas (Dollery & Grant,
efisiennya pelaksanaan otonomi daerah. Hal 2010; Lewis, 2014; Oktora & Pontoh, 2013).
ini kemudian berdampak pada kinerja dae Pengaruh rasio keuangan terhadap
rah yang kurang maksimal dalam pelaksa tingkat korupsi. Berdasarkan hasil pengu
naan pembangunan. Temuan ini tidak kon jian analisis jalur yang dilakukan menun
sisten dengan studi Trussel & Patrick (2009) jukkan bahwa nilai estimasi untuk semua
yang menyebutkan bahwa pemerintah dae proksi variabel rasio keuangan masing-ma
rah yang memiliki pendapatan transfer ting sing 0,080, 0,562, dan 0,328 serta nilai P
gi (artinya sangat bergantung pada sumber tidak signifikan (>0,05), yang berarti rasio
dana eksternal) akan mengalami tingkat ke keuangan tidak mempunyai efek pada ting
sulitan keuangan yang tinggi pula (arti nya kat korupsi. Temuan ini memberikan sim
mempunyai kinerja rendah). Sebaliknya, pe pulan bahwa rasio keuangan yang tinggi
merintah daerah yang memiliki pendapatan ataupun rendah di suatu daerah tidak me
transfer rendah (artinya tidak bergantung nentukan terjadi atau tidaknya korupsi di
pada sumber dana eksternal) akan meng daerah tersebut. Bisa saja korupsi terjadi
alami kesulitan keuangan yang rendah pada kondisi yang rasio keuangan pemerin
pula (artinya mempunyai kinerja tinggi). tah daerahnya baik, dan sebaliknya juga ko
Namun, hasil analisis jalur terhadap rupsi bisa terjadi pada kondisi rasio keuang
variabel derajat desentralisasi menemu an daerah buruk. Temuan ini konsisten
kan adanya efek positif pada kinerja penye dengan hasil studi Drew & Dollery (2015),
lenggaraan pemerintahan daerah. Derajat Heriningsih & Marita (2013), dan Quinlivan,
desentralisasi adalah suatu kontribusi yang Nowak, & Klass (2014) yang mengungkap
dihasilkan dari PAD suatu daerah terhadap kan bahwa kinerja keuangan berdasarkan
semua penerimaan yang ada di daerah terse indikator kemandirian, rasio aktivitas, dan
Ahyaruddin, Amrillah, Faktor Penentu Kinerja Keuangan Daerah 478
rasio pertumbuhan tidak memiliki dampak roux (2014) mengungkapkan bahwa upaya
pada jumlah korupsi di pemerintah daerah. “koreksi” atau “perbaikan” yang dilakukan
Terjadinya korupsi di suatu daerah mung oleh lembaga audit serta pihak terkait ter
kin saja disebabkan oleh faktor lain baik hadap masalah yang ditemukan merupakan
secara individu maupun institusi, seperti determinan yang paling penting terkait de
tingkat moralitas yang rendah serta tidak ngan sejauh mana audit pemerintah dapat
adanya pengawasan yang ketat menyebab melakukan tugasnya dan mempromosikan
kan peluang korupsi menjadi lebih besar. transparansi dan akun tabilitas pemerin
Masalah korupsi memang menjadi per tah. Lebih lanjut, Mathur (2018), Schelk
soalan serius bagi pemerintah daerah di er & Eichenberger (2010) serta Blume &
Indonesia. Hal ini karena korupsi mendis Voigt (2011) mengungkapkan bahwa audit
torsi insentif ekonomi untuk berinvesta yang dilakukan terhadap pemerintah dapat
si, merongrong berbagai institusi publik, meningkatkan transparansi kebijakan pub
meredistribusi kekayaan, dan menyebab lik serta mengurangi pengeluaran yang tidak
kan ketidakpercayaan di dalam masyarakat perlu. Pada sektor publik, audit pemerintah
(Everett, Neu, & Rahaman, 2007; Rios, merupakan salah satu cara fundamental
Pascual, & Cabases, 2007; Panya, Poboon, yang bertujuan untuk melakukan penga
Phoochinda, & Teungfung, 2018). Zhou & wasan serta memastikan dan menilai tingkat
Tao (2009) mengungkapkan bahwa faktor akuntabilitas pemerintah dalam tata kelo
penentu terjadinya korupsi adalah karena la pemerintahan modern. Dengan adanya
korupsi berhubungan dengan discretional pengawasan terhadap aktivitas ope rasional
power, institusi hukum yang lemah, serta pemerintahan, khususnya terkait dengan
pengawasan yang longgar atau tidak mema penggunaan dan pemberdayaan sumber
dai. Selain itu, korupsi di sektor publik juga daya publik, audit terhadap pemerintah me
terjadi karena diberikan banyak manfaat rupakan sarana untuk memperkuat pelak
finansial dalam hal perpajakan, pengang sanaan akuntabilitas serta meminimali sasi
garan, ataupun pengadaan pemerintah dan munculnya penyelewengan kekuasaan (Liu
pengelolaan aset negara (Liu & Lin, 2012). & Lin, 2012; Nugroho & Prasetyo, 2018).
Pengaruh opini audit terhadap ki Audit merupakan kewajiban un
nerja pemerintah daerah. Pengujian anali dang-undang yang mengharuskan BPK un
sis jalur pada Tabel 3 menghasilkan nilai es tuk melakukan pemeriksaan terhadap infor
timasi 0.202 dan nilai P signifikan (<0.001) masi yang diungkapkan pemerintah daerah
yang artinya opini audit memiliki efek posi dalam laporan keuangannya. Hasil audit
tif pada kinerja daerah. Hasil ini menyim BPK atas laporan keuangan akan memberi
pulkan bahwa opini auditor yang semakin kan opini yang menyatakan bahwa informa
bagus atas laporan keuangan pemerintah si yang disampaikan oleh pemerintah daerah
daerah akan dapat meningkatkan kinerja dalam laporan keuangannya telah memenuhi
pemerintah daerah dan temuan ini selaras kaidah dan prinsip dalam Standar Akuntansi
dengan hasil penelitian Siddi (2016). Apabi Pemerintahan (SAP) serta tidak mengandung
la hasil opini audit yang diberikan oleh BPK kesalahan penyajian yang sifat nya mate
adalah WTP, mencerminkan pelaksanaan rial (Akbar, Pilcher, & Perrin, 2015; Haru
akuntabilitas dan kinerja penyelenggaraan miati & Payamta, 2014). Opini audit BPK
pemeritah daerah sudah baik. Sebalik nya, tersebut merupakan pernyataan profesio
jika opini yang diberikan berupa opini kuali nal auditor yang diperoleh melalui prosedur
fikasi, tidak memberikan opini, atau bahkan audit yang sesuai berdasarkan standar pe
tidak wajar, maka laporan keuangan diang meriksaan keuangan negara (SPKN) de
gap memiliki kemungkinan adanya penyaji ngan mempertimbangkan berbagai kriteria
an informasi material yang belum sesuai se (Hudaya, Smark, Watts, & Silaen, 2015;
hingga bisa mengarah pada adanya indikasi Kurrohman, 2013; Sofyani & Akbar, 2015).
penyelewengan. Hasil temuan ini mengindi Adapun kriterianya adalah informasi
kasikan bahwa perolehan opini WTP atas yang disajikan pada laporan keuangan harus
LKPD akan berdampak terhadap meningkat sesuai dengan SAP, sistem pengendalian in
nya akuntabilitas dan transparansi sehingga ternal yang ada harus diperiksa dan berjalan
bisa meningkatkan kinerja pemerintah dae dengan efektif, pengelolaan organisasi harus
rah. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh patuh dan taat pada undang-undang atau
Reichborn-Kjennerud & Johnsen (2018), regulasi. Opini auditor seringkali dijadikan
Huang & Wang (2010) serta Fitzgerald & Gi salah satu alat ukur untuk menilai bagaima
479 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 471-486
proses formal tidak berjalan dengan semes hadap kinerja pemerintah daerah. Temuan
tinya sehingga pada akhirnya menyebabkan ini memberi simpulan bahwa perolehan opi
pengelolaan organisasi pemerintahan men ni WTP atas LKPD akan berdampak terhadap
jadi buruk. Menurut model voting ekonomi meningkatnya akuntabilitas dan transpa
dalam suatu negara, pemilih atau rakyat ransi sehingga dapat meningkatkan kinerja
cenderung memberi hadiah atau memberi pemerintah daerah. Hal ini karena audit
hukuman kepada para petahana berdasar merupakan salah satu bentuk pengawasan
kan kinerja ekonomi mereka. Prevalensi vo dan pemeriksaan terhadap pengelolaan dana
ting ekonomi di seluruh negara menyiratkan pemerintah secara efisien dan efektif. Ko
bahwa pemilih dapat mengabaikan masalah rupsi yang terjadi di daerah juga berdampak
korupsi ketika negara berada dalam kondisi terhadap kinerja pemerintah daerah dalam
ekonomi yang baik, terlepas dari signifikan pengelolaan organisasi. Namun, kinerja yang
si korupsi. Namun, ketika ekonomi bera baik belum tentu menjamin suatu daerah
da dalam situasi yang mengerikan, pemilih terbebas dari korupsi atau penyelewengan.
mengidentifikasi korupsi politik sebagai ala Hasil studi ini menghasilkan implikasi
san utama untuk menilai kinerja rezim yang teoritis bagi pengayaan literatur akuntan
buruk dan menghukum petahana dengan si khususnya pada area sektor publik serta
tidak memilihnya dalam pemilihan umum memperkuat penjelasan teori institusional
(Choi & Woo, 2010; Mohamadi, Peltonen, & khususnya isomorfisma institusional. Teori
Wincent, 2017; Muñoz, Anduiza, & Galle institusional khususnya isomorfisma ins
go, 2016; Rohman, 2009; Sørensen, 2014). titusional mengatakan bahwa organisasi
cenderung berubah karena adanya kekuat
SIMPULAN an isomorfik yang ada di lingkungannya
Hasil pengujian empiris pada data yang serta ingin mendapatkan legitimasi dan
ada menemukan bukti bahwa rasio keuang dukungan organisasi eksternal sehingga
an yang diproksikan dengan kemandirian berdampak pada kinerja yang cenderung
daerah, derajat desentralisasi, dan efisiensi semu. Selain itu, penelitian ini memberi
APBD memiliki pengaruh signifikan terha implikasi praktis kepada pemerintah dae
dap opini audit. Derajat desentralisasi juga rah di mana pemerintah daerah harus le
ditemukan memiliki efek positif pada ki bih aware terhadap pencapaian kinerja
nerja penyelenggaraan pemerintah daerah. yang riil bukan hanya sebatas formalitas
Hasil ini memberi simpulan bahwa penye untuk meraih opini WTP dan mengabaikan
lenggaraan dan pengelolaan kegiatan pe penyelewengan atau korupsi yang terjadi.
merintahan, khususnya pada bidang penge Hal ini karena dalam sistem demokrasi se
lolaan keuangan yang baik, akan linier de perti Indonesia, korupsi atau penyelewengan
ngan hasil pemeriksaan BPK yang tercermin pada akhirnya bisa menciptakan preferensi
pada opini audit yang juga semakin baik se masyarakat untuk tidak memilih petahana
hingga pada akhirnya juga berdampak ter yang memiliki kinerja ekonomi yang buruk.
hadap peningkatan kinerja pemerintahan. Terakhir, penelitian ini memiliki bebe
Namun, temuan lain dalam studi ini tidak rapa kelemahan dan keterbatasan sehingga
bisa memberikan bukti adanya pengaruh perlu upaya perbaikan dan pengembang
rasio keuang an terhadap tingkat korupsi. an pada penelitian-penelitian selanjutnya.
Rasio keuangan yang tinggi ataupun rendah Pertama, penggunaan proksi variabel ra
di suatu daerah tidak menentukan ada atau sio keuangan hanya tiga rasio, masih ba
tidaknya korupsi di daerah tersebut. Bisa nyak rasio keuangan yang bisa dimasukkan
saja korupsi terjadi di daerah pada kondisi dalam penelitian seperti rasio kontribusi
di mana rasio keuangan pemerintah daerah BUMD, rasio kebergantungan keuangan,
baik, dan sebaliknya. Temuan ini dapat di rasio efektifitas, dan rasio lainnya yang ter
artikan bahwa terjadinya korupsi di suatu kait. Penelitian selanjutnya bisa menambah
daerah mungkin saja disebabkan oleh faktor dan menganalisis variabel-variabel tersebut
lain baik secara individu maupun institusi, secara lebih detail. Kedua, penelitian ini ha
seperti tingkat moralitas yang rendah serta ti nya menggunakan data sekunder dari hasil
dak adanya pengawasan yang ketat sehingga laporan Realisasi APBD pemerintah kabupa
menyebabkan peluang korupsi lebih besar. ten/Kota, tanpa dilakukan konfirmasi dalam
Selanjutnya, penelitian ini juga mengung bentuk wawancara untuk mengetahui dan
kapkan temuan yang menarik yaitu opini menjelaskan secara lebih detail hasil temuan
audit dan tingkat korupsi berefek positif ter penelitian. Oleh karena itu, penelitian lanjut
481 Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Volume 9, Nomor 3, Desember 2018, Hlm 471-486