Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH AIK

(Standar Karakter dan Kompetensi Dokter Muhammadiyah : Pemikiran dalam


bidang Aqidah, Akhlak, Ibadah, dan Mu’amalah Duniawiyah)

Oleh :

NAMA : AFLIN BIHAR


NIM : 105421104817
KELAS :A

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2017
i
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Agama Islam dan Kemuhammadiyahan mengenai “Standar Karakter dan
Kompetensi Dokter Muhammadiyah dalam bidang Aqidah, Akhlak, Ibadah, dan
Mu’amalah Duniawi ” dengan lancar.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
karena kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta Semata. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan – kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu penulis
mengaharapkan kritik dan saran dari berbagai macam pihak terutama para
pembaca agar penulis dapat membuat makalah yang lebih baik lagi kedepannya,
karena sejatinya kritik dan saran bersifat membangun.

Penulis juga mengucapkan banyak terimahkasih kepada pihak – pihak


yang telah berperan dalam upaya penyusunan dan penyelesaian makalah ini.
Tanpa kalian semua, bukan tidak mungkin penulis akan kesulitan dalam
menyelesaikan makalah ini.

Makassar, 5 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii

DAFTAR ISI ..................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 1
1.3 Tujuan ................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................... 3

2.1 Bidang Aqidah ...................................................................... 3


2.2 Bidang Ibadah....................................................................... 5
2.3 Bidang Akhlak ...................................................................... 9
2.4 Bidang Muamalah Duniawiyah ............................................ 11

BAB III PENUTUP ............................................................................ 14

3.1 Simpulan ................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan


Islam.Maksud geraknya ialah Da’wah Islam amar-ma’ruf nahi-munkar yang
ditujukan pada dua bidang; perseorangan dan masyarakat.Dakwah dan amar-
makruf nahi-munkar pada bidang yang pertama terbagi menjadi dua golongan,
kepada yang Islam (umat ijabah) bersifat pembaharuan (tajdid) yaitu
mengembalikan kepada ajaran-ajaran agama Islam yang asli murni. Yang kedua
kepada yang belum islam (umat dakwah), bersifat seruan dan ajakan untuk
memeluk agama Islam. Adapun dakwah dana mar-ma’ruf nahi-munkar pada
bidangyang kedua, ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan dan bimbingan
serta peringatan.
Adapun sifat dakwah yang ditujukan kepada orang yang sudah Islam (umat
ijabah) bukan lagi bersifat ajakan untuk menerima Islam sebagai keyakinan
hidupnya, akan tetapi bersifat tajdid dalam arti pemurnian. Artinya bahwa tajdid
yang dikenakan kepada golongan ini adalah bersifat menata kembali amal
keagamaan mereka sedemikian bersih dan murninya sebagaimana yang diajarkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal tajdid atau pemurnian terhadap amal
keberagaman umat ijabah, Muhammadiyah mempunyai pemikiran-pemikiran
yang meliputi bidang Aqidah, Ibadah, Akhlak, dan Mumalah Duniawiyah.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pemikiran Muhammadiyah dalam bidang aqidah?
2. Bagaimana pemikiran Muhammadiyah dalam bidang ibadah?
3. Bagaimana pemikiran Muhammadiyah dalam bidang akhlak?
4. Bagaimana pemikiran Muhammadiyah dalam bidang muamalah
duniawiyah?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pemikiran Muhammadiyah dalam bidang aqidah
2. Mengetahui pemikiran Muhammadiyah dalam bidang ibadah
3. Mengetahui pemikiran Muhammadiyah dalam bidang akhlak
4. Mengetahui pemikiran Muhammadiyah dalam bidang duniawiyah

1.4 Manfaat
Adapun manfaat mempelajari pemikiran-pemikiran Muhammadiyah adalah
untuk memahami dan mengerti tentang matan keyakinan dan cita-cita hidup
Muhammadiyah yang bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang
meliputi bidang-bidang:
1. Aqidah
2. Ibadah
3. Akhlak
4. Muamalah Duniawiyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

Standar Karakter dan Kompetensi Dokter Muhammadiyah

Menjadi Pribadi Muslim yang Sebenar-benarnya Adalah impian hidupnya.


Adapun pribadi muslim yang sebenar – benar nya dapat digambarkan dengan ciri
– ciri sebagai berikut :

2.1 Bidang Aqidah :


1. Bertauhid murni, bebas dari gejala – gejala kemusyrikan , bid’ah dan
khufarat
2. Yakin bahwa Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada para
Rasul – Nya, sejak nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan
seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW , sebagai hidayah
dan rahmat Allah kepada ummat manusia sepanjang masa dan
menjamin kesejahteraan hidup materiil dan sprituil, duniawi, dan
ukhrawi
3. Yakin bahwa agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah
apa yang diturunkan Allah di dalam Al – Qur’an dan yang tersebut
dalam sunnah yang shahih, petunjuk – petunjuk untuk kebaikan hamba
– Nya di dunia dan akhirat
4. Yakin bahwa hanya hokum Allah yang sebenar – benarnyalah satu –
satunya yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi utama
dan menfatur ketertiban hidup bersama (masyarakat) dalam menuju
hidup bahagia dan sejahtera yang hakiki, di dunia dan akhirat.
5. Menjadikan seluruh hidup dan kehidupannya semata – mata untuk
beribadah kepada Allah (beramal shaleh) guna mendaptkan keridhaan
– Nya.

Aqidah Islam menurut Muhammadiyah dirumuskan sebagaikonsekuensi


logis dari gerakannya.Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk

3
langsung kepada sumber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang
menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis. Karakteristik aqidah
Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, nash sebagai dasar rujukan. Semangat kembali kepada Al-Quran
dan Sunnah sebenarnya sudah menjadi tema umum pada setiap gerakan
pembaharuan.Karena diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada
kedua sumber utama itulah ajaran Islam dapat hidup dan berkembang secara
dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebagai tema sentral
gerakannya, lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah
pokok-pokok ‘aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Al-Quran dan
dikuatkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir.”
Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa sumber aqidah
Muhammadiyah adalah Al-Quran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-
berita yang mutawatir. Ketentuan ini juga dijelaskan lagi dalam pokok-pokok
Manhaj Tarjih sebagai berikut: “(5) Di dalam masalah aqidah hanya dipergunakan
dalil-dalil yang mutawatir, (6) Dalil-dalil umum Al-Qquran dapat ditakhsis
dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah, (16) dalam memahami nash,
makna zhahir didahulukan daripada ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil
sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.”Ketentuan-ketentuan di atas jelas
menggambarkan bahwa secara tegas aqidah Muhammadiyah bersumber dari Al-
Quran dan Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-
aliran teologi pada umumna.Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap
pemikiran filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi
mengundang perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah bersikap
tawaqquf seperti halnya kaum salaf.
Kedua, keterbatasan peranan akal dalam soal aqida Muhammadiyah
termasuk kelompok yang memandang kenisbian akal dalam masalah
aqidah.Sehingga formulasi posisi akal sebagai berikut “Allah tidak menyuruh kita
membicarakan hal-hal yang tidak tercapai pengertian oleh akal dalam hal
kepercayaan, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang
Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya.”

4
Ketiga, kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan
manusia.Pertama, segala perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan manusia hanya
dapat berikhtiar.Kedua, jika ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia
merupakan hasil usaha sendiri.Sedangkan bila ditinjau dari sisi Tuhan, perbuatan
manusia merupakan ciptaan Tuhan.
Keempat, percaya kepada qadha’ dan qadar.Dalam Muhammadiyah qadha’
dan qadar diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi
rukun imannya, dengan mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai
pengertian Islam, Iman dan Ihsan.
Kelima, menetapkan sifat-sifat Allah.Seperti halnya pada aspek-aspek
aqidah lainnya, pandangan Muhammadiyah mengenai sifat-sifat Allah tidak
dijelaskan secara mendetail.Keterampilan yang mendekati kebenaran
Muhammadiyah tetap cenderung kepada aqidah salaf.

2.2 Bidang Ibadah


Taat dan tertib beribadah mahdha seperti yang dituntunkan Rasulullah
SAW :
1. Tertib Thaharah ( bersuci) ; Ia berwudhu, mandi, bertayamum, dan
beristinjak dengan benar dan baik sesuai tuntunan Rasulullah
2. Tertib shalat ; Ia terbiasa melaksanakan shalat wajib di awal waktu dan
berjama’ah, shwalat rawatib, tahajud setiap malam, dhuha setiap pagi.
Semua kewajiban shalat ia laksanakan. Semua gerakan, bacaan, dan
tatacaranya seperti yang diajarkan Rasulullah, tidak ditambahi atau di
kurangi. Ia hapal seluruh bacaan shalat, wirid, dan do’a – do’a
sesudahnya. Ia mengerti arti kata demi kata baaan – bacaan tersebut.
3. Tertib ber-ZIS ( Zakat , Infaq, Shadaqah); Ia selalu menyisihkan
sekurang – kuangnya 2,5% daro total penghasilannya untuk ZIS.
Semua hartanya ia Zakati sesuai ketentuan syar’i
4. Tertib puasa; melaksanakan puasa ramdhan dengna baik, termasuk
melaksanakan amalan – amalan yang dituntunkan di dalamnya. Juga

5
melaksanakan puasa – puasa sunnah yang di tuntun Nabi. Ia
membiasakan puasa tiga hari dalam sebulan, puasa senin – kamis, atau
seperti puasa Nabi Daud As.
5. Serius mempersiapkan pendanaan ibadah – ibadah yang memerlukan
dana besar ( haji, umrah, qurbam ,aqiqah, dan lain – lain) dengan
menabung. Ia rela hidup sederhana demi terlaksananya ibdah – ibadah
tersebut.
6. Ketika ada tetangga atau keluarganya yang meninggal, dapat
melaksanakan penguruasan jenazah dengan baik ( memandikan,
mengkafani, menshalati, dan menguburkan sesuai tutunan rasulullah)

Secara etimologis ibadah berasal dari kata ‘ubu:dah, ‘Ubu:diyah, dan


‘abdiyah, yang artinya tunduk dan merendahkan diri. Maksudnya menyerah dab
tunduknya seseorang terhadap orang lain secara patuh tanpa perlawanan,
penyelewengan dan pendurhakaan, hingga dilayaninya orang itu (yang
dipatuhinya) menurut keinginan dan kemauannya. (Maududi, Pengertian Ibadah,
dan Ketuhanan Yang Maha Esa: 100).
Sementara Yusuf Qardhawi membatasi makna ibadah dengan kalimat yang
sangat singkat, yaitu “Kepatuhan yang menyeluruh yang dipadu dengan kecintaan
yang menyeluruh”. (Yusuf Qardhawy: 24). Sedang Majlis Tarjih Muhammadiyah
merumuskan pengertian ibadah sebagai berikut: “Bertaqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-
Nya, dan mengamalkan semua yang diizinkan Allah SWT”.

Dari batasan ibadah seperti di atas, selanjutnya Majlis Tarjih


Muhammadiyah membedakan ibadah menjadi dua, yaitu:
1). Ibadah Khusus atau ibadah mahdlah (mahdliyah), yakni ibadah yang telah
ditetapkan secara pasti oleh Sya:ri’ (pembuat hokum; yaitu Allah dan
Rasul), baik rincian, tingkah laku, maupun tata caranya. Contohnya seperti
thaharah, shalat, umrah, dan haji.

6
2). Ibadah ‘Am, ibadah umum atau dapat dinamakan juga dengan istilah
muamalat duniawiyah, yaitu segala amalan keduniaan yang diizinkan Allah.
Ibadah umum ini dalam istilah umum meliputi bidang politik, ekonomi,
sosial, kebudayaan, pendidikan, pertahanan, dan keamanan.

Pengertian ibadah yang dimaksud dalam pembahasan di sini adalah ibadah


dalam arti khusus, atau yang disebut ibadah mahdliyah. Ibadah ini berupa aturan
Illahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan Tuhannya,
yang cara, acara, tata cara, dan upacaranya ditentukan dengan terperinci dalam Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul. Terhadap bidang ini tertutup sama sekali dari berbagai
ragam ijtihad ataupun berbagai macam bid’ah, serta dalam pengamalan dan
penerapannya dilarang sekedar dengan sikap taqlid semata-mata.

A). Bid’ah
Dalam urusan ibadah mahdlah, hanya Rasulullah sendiri sajalah yang
mengetahui seluk-beluknya, baik rinciannya, tata cara dan tata pelaksanaannya.
Hal itu dikarenakan hanya Rasulullah yang mendapat pemberitahuan dari Allah
secara langsung (55: 3), dan umat Muhammad saw hanya dapat mengetahuinya
mengenai perkara mahdlah lewat Rasulullah semata-mata, bukan dari jalan lain
betapapun orang tersebut sudah menduduki status mujtahid besar. Dan kalau
kemudian muncul hal-hal baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah,
apakah dalam wujud menambahkannya, mengurangi atau justru mengadakan hal
yang baru sama sekali maka semua itu adalah terlarang menurut agama, dan itulah
yang disebut bid’ah dalam bidang ibadah mahdlah. Orang yang secara sengaja
melakukan hal semacam ini oleh Rasulullah diancam masuk neraka. Dalam
sebuah hadis Rasulullah saw menengaskan: “Barangsiapa berucap
mengatasnamakan aku sesuatu hal yang tidak pernah aku ucapkan, maka ia akan
disediakan tempat duduk di atas bara api neraka”. (H.R. Bukhari dari Salmah bin
al-Akwa’ra)
Melakukan bid’ah dalam bidang ibadah mahdlah hakikatnya merupakan
kesombongan yang luar biasa dan menampakkan diri sebagai manusia yang tidak

7
tahu diri. Mengapa tidak, sebab dengan menambah-nambah dalam bidang ibadah
mahdlah ia berarti telah melangkah ke kawasan yang sama sekali bukan
kewenangannya. Ia telah melangkah memasuki suatu kawasan yang terlarang bagi
siapa pun kecuali Rasulullah sendiri, sebagai satu-satunya orang yang diberi
otoritas untuk menentukannya kepada umat pengikutnya. Dengan sikap seperti di
atas berarti pula bahwa ia merasa seakan-akan dirinya lebih tahu mengenai urusan
ibadah mahdlah dari Nabi sekaligus menjatuhkan penilaian naif bahwa apa yang
dituntunkan oleh Nabi-Guru Agung-belum sempurna dan belum tuntas, justru
karena itu maka perlu dituntaskan dan disempurnakan.
Sikap seseorang yang membuat-buat hal yang baru dalam ibadah mahdlah
serupa itu, kalau dirinya masih mengaku sebagai pengikut Risalah Rasulullah
adalah bertabrakan secara diametral dengan Al-Qur’an (3: 31), karena dirinya
sama sekali tidak menampakkan sebagai seorang pengikut (fellower) yang baik,
sebagaimana yang tergambar dalam Al-Qur’an (24: 51)

b). Taqlid
Taqlid menurut Bahasa ialah meniru orang lain, tanpa pertimbangan.
Taqlid menurut syara’ ialah mengikuti pendapat orang lain dalam urusan agama,
termasuk juga bidang ibadah mahdlah tanpa mengetahui sumber atau alasannya.
Agama Islam sangat menghargai akal pikiran manusia yang difungsikan
secara optimal dan proporsional. Hal ini terbukti ada berpuluh-puluh ayat Al-
Qur’an yang selalu ditutup dengan kalimat: ya ulil albab, afala tatafakkarun, afala
ta’qilun, afala tadzakkarun, afala yatadabbarun –dan sebagainya. Sesungguhnya
lewat ayat-ayat serupa itu terlihat esensi sebenarnya dari hakikat manusia.Kalau
Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang “ahsanu
taqwim” (95: 4), maka makna bentuk yang sebaik-baiknya justru terletak pada
potensi akal pikirannya, bukan pada wujud penampilan lahir atau raganya.
Dengan kata lain bahwa eksistensi manusia akan ditampakkan salah satunya
sebagai makhluk rasional atau terkenal dengan atribut sebagai homo rationale.

8
Agama Islam diturunkan dan dibimbingkan hanya bagi manusia yang
berakal, sebagaimana kata Nabi saw: “La di:na liman la ‘aqalalahu”, ‘tidak ada
agama bagi orang yang tiada akal baginya’; atau kalau dibuat kalimat positif
bermakna ‘agama (Islam) itu hanya bagi orang yang berakal saja’, diperuntukkan
bagi orang berakal, dan bersesuaian dengan akal maka Islam sangat mencela
terhadap pemeluknya yang dalam pengamalan Islam hanya bersikap ikut-ikutan
atau bersikap taqlid (17: 36). Sikap taqlid sama artinya dengan mengingkari jati
dirinya selaku makhluk yang terbaik serta selaku homo rationale.

2.3 Bidang Akhlak


1. Berakhlak mulia, meneladani Nabi Muhammad SAW : jujur, amanah,
istiqamah, memiliki iffah, berani, tawadhu, malu, sabar, pemaaf,
dermawan, dan sifat – sifat mulia lainnya.
2. Meninggalkan akhlak buruk seperti dusta, khianat, mudah tergoda, tak
punya harga diri, malas, penakut, takabur, pemarah, pendendam, kikir,
dan akhlak buruk lainnya.
3. Melaksanakan birrul walidain ( berbakti kepada orang tua), baik
kepada orang lain, suka menolong dan memuliakan orang lain
4. Melaksanakan adab islami dalam setiap langkah kegiatannya : ketika
bicara, menyampaikan salam, berjumpa, bertamu dan menjamu,
bepergian, di jalan, ke masjid, menjenguk orang sakit, dalam majeis,
makan, minum, tidur, berpakaian, bersin, menguao, bergaul ,
bertetangga, membaca al – qur’an, meminta izin, bertamu, buang hajat,
tidur, bergaul dengan saudara, bergaul dengan istri/ suami, berdoa, dan
lain – lain. Kesemuanya dilaksanakan sesuai yang di tuntun Rasulullah
SAW.

Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan seseorang,


maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas menempatkan
akhlaq sebagai salah satu sendi dasar sikap keberagamaannya. Dalam Matan
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada

9
ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi pada nilai-nilai ciptaan
manusia.”
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang
menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik
dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan
sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah) dan sombong, takabur, dengki, riya’,
‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Mengenai Muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu garis
perjuangannya, hal ini selain secara tegas dinyatakan dalam nash, juga tidak dapat
dipisahkan dari akar historis yang melatarbelakangi kelahirannya. Kebodohan,
perpecahan di antara sesama orang Islam, melemahnya jiwa santun terhadap
dhu’afa’, pernghormatan yang berlebi-lebihan terhadap orang yang dianggap suci
dan lain-lain, adalah bentuk realisasi tidak tegaknya ajaran akhlaqul karimah.
Untuk menghidupkan akhlaq yang islami, maka Muhammadiyah berusaha
memperbaiki dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam,
yaitu dengan menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran
Alquran dan Sunnah Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga
kepatuhan dan ketundukan hanya semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut
ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh dan inferoritas berangsur-
angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame muslim yang disemangati
oleh Surat Ali Imron ayat 103.

Adapun sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:


1. Akhlaq Rabbani: Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional
dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak.
Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup
manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).

10
2. Akhlak Manusiawi. Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah
manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi
dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar
memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan
fitrahnya.
3. Akhlak Universal. Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan
menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi
vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).
4. Akhlak Keseimbangan. Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu
hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia
duniawi maupun ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi
kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula.
(H.R. Buhkori).
5. Akhlaq Realistik. Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia
walaupunmanusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan
dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-
kelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh
karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat.Bahkan dalam
keadaan terpaksa.Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam
keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173)

2.4 Bidang Muamalah Duniawiyah


A) Dalam kehdupan Berkeluarga :
1. Membiaskan perilaku Islami dalam keluarga
2. Mendidik anak – anaknya memahami dan mengamalkan ajaran
islam sehingga menjadi anak – anak yang shalih / shalihah
3. Membina keluarganya menjadi keluarga sakinah
B) Dalam kehidupan bermasyarakat :
1. Berprinsip memberikan manfaat kepada oran g lain, senang berbuat
baik dan menolong orang.

11
2. Melaksanankan dakwah islam dan amar ma’ruf nahi mungkar
sebagai jihad mewujudkan masyarakat disekitarnya menjadi
masyarakat islam yang sebenarnya.
3. Hidup berjama’ah bersama orang – orang yang seiman
C) Dalam melaksanakan jual beli dan prinsip ekonominya didasarkan atas
perinsip – prinsip syari’ah
D) Banyak beramal untuk kemaslahatan ummat, seperti membangun da
menyelenggarakan sekolah, madrasah, panti asuhan yatim, poliklinik,
rumah sakit, pengajian, dan lain –lain)

Dari segi Bahasa muamalat duniawiyat berarti berbagai macam amaan


keduniaan.Sementara kalau dilihat dari segi istilah mengandung pengertian tata
aturan Ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dengan
benda. Muamalat duniawiyat ini mencakup bidang yang sangat luas, dan bukan
menjadi tujuan poko medan garap bagi diutusnya para Rasul Allah. Ia meliputi
bidang politik, social, ekonomi, kesenian, kebudayaan, pendidikan, dan
sebagainya.
Bidang yang bersangkutan dengan urusan keduniaan, betapa pun bukan
menjadi tujuan pokok bidang garap diutusnya para Nabi, termasuk juga Nabi
Muhammad saw, namun bukan berarti bahwa ajaran Islam sama sekali tidak
menaruh perhatian kepadanya. Sebaliknya ajaran Islam menaruh perhatian –yang
sangat serius terhadap berbagai ragam urusan keduniaan.Hal ini dikarenakan
masalah keduniaan bagi Islam dianggap sebagai tempat bercocok tanam bagi
kehidupan akhirat.Dan karena fungsinya seperti itu maka dapat dipahami kalau
agama Islam memandang sangat positif terhadap kehidupan dunia yang
hakikatnya mempunyai pertalian yang erat dengan kehidupan akhirat.Sikap positif
terhadap kehidupan dunia semacam itulah yang melatarbelakangi dikukuhkannya
manusia selaku khalifah Allah di atas bumi, dengan misi memperjuangkan
terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang utama, adil dan makmur bahagia
sejahtera.

12
Menata berbagai bidang yang ada dalam ruang lingkup muamalat
duniawiyat adalah sangat diperlukan guna mengantarkan sekaligus menjaga
kelestarian tata kehidupan masyarakat seperti di atas.Dalam hal ini agama Islam
memberikan berbagai pedoman, baik dalam bentuk qaidah-qaidah hukum yang
ditegaskan oleh ajaran Islam, meliputi masalah munakahat (hukum nikah), hukum
niaga, warastah (hukum waris), jinayah (hukum pidana), khilafah (hukum
kenegaraan), jihad (hukum perang dan damai) dan lain sebagainya.Sementara
terhadap bidang –bidang keduniaan yang tidak tercakup dalam rincian di atas,
Islam memberikan qaidah-qaidah moral yang diharapkan dapat dijadikan
fundamen dasar dalam mengembangkan bidang-bidang tersebut.
Tajdid dalam bidang muamalat duniawiyat ini adalah dalam bentuk
membimbingkan, menuntunkan kepada mereka agar dalam berkiprah di tengah-
tengah masyarakat dengan berbagai kegiatannya mereka selalu berpedoman
kepada qaidah-qaidah yang telah digariskan oleh ajaran agama.
Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal
termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi,
menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan
umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah yang terpenting antara lain:
1. Menganut prinsip mubah.
2. Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
3. Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk
menarik mamfaat dan menolak kemudharatan.
4. Harus sesuai dengan prinsip keadilan.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
1. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih
dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah, dan khurofat, tanpa mengabaikan
prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
2. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah saw tanpa tambahan dan perubahan dari manusia
3. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, tidak
bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
4. Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya muamalat duniawiyah
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran
agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah
kepada Allah SWT.

14
DAFTAR PUSTAKA

Pasha, Musthafa Kamal, Ahmad Adaby Darban. 2002. Muhammadiyah sebagai


Gerakan Islam dalam Perspektif Historis dan Ideologis. Yogyakarta: LPPI UMY
http://www.pdmbontang.com/cetak.php?id=306
http://antonwiki.blogspot.co.id/2012/01/paham-muhammadiyah.html

15

Anda mungkin juga menyukai