Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hingga akhir abad ke 19 abses serebri masih merupakan penyakit yang
serius dan fatal. Terapi yang sukses pertama kali dilaporkan oleh Dr. JF Weeds
pada tahun 1868 dengan melakukan drainase abses serebri di lobus frontal dari
seorang letnan kavaleri yang tertembak pada bagian kepalanya. Selanjutnya Sir
William Macewen menjadi pionir operasi abses serebri, pada tahun 1893 beliau
mempublikasikan monograf berjudul: “Pyogenic infective disease of the brain and
spinal cord”.
Banyak perubahan dalam penatalaksanaan abses serebri. Perkembangan
terjadi setelah ditemukan CT scan tahun 1970 sebagai diagnostik baku, rejimen
obat antibiotik, serta kemajuan dalam teknik bedah saraf yang dilakukan lebih
awal telah berdampak pada perbaikan prognosis penyakit.

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
abses serebri meliputi etiologi, patogenesis, penegakan diagnosis dan
penatalaksanaannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai
sebagai serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan
pus yang dikelilingi oleh kapsul.

2.2. Epidemiologi
Di Indonesia belum ada data pasti, namun di Amerika Serikat
dilaporkan sekitar 1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi
diperkirakan 0,3 – 1,3 per 100.000 orang/tahun. Jumlah penderita pria
lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2-3:1.
Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada
infeksi pediatri, serta pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke
usia dekade 3 – 5 kehidupan.

2.3. Patogenesis
Mekanisme kuman masuk ke otak melalui beberapa cara:
1. Perluasan langsung dari kontak fokus infeksi (25-50%): berasal dari
sinus, gigi, telinga tengah, atau mastoid. Akses menuju vena drainase
otak melalui vena emissari berkatup yang menjadi drain regio ini.
2. Hematogen (30%): berasal dari fokus infeksi jauh seperti
endokarditis bakterial, infeksi priimer paru dan pleura. Sering
menghasilkan multipel abses serebri.
3. Setelah trauma kepala maupun tindakan bedah saraf yang mengenai
dura dan leptomening.
4. Kriptogenik (hingga 30%): tidak ditemukan jelas sumber infeksinya.
Setelah kuman masuk ke otak maka selanjutnya akan terjadi proses
evolusi pembentukan abses melalui 4 tahap sebagaimana dapat dilihat di
Tabel 1.
Tabel 1. Waktu dan perkembangan pembentukan abses serebri

2
Serebritis Serebritis Pembentukan Pembentukan
Awal Lanjut Kapsul Awal Kapsul Akhir
Hari ke-1 dan Hari ke 4 s/d 9 Hari ke 10 s/d > hari ke 14
-3 13
 Infeksi  Jaringan  Resolusi  Kapsul matang
serebri pusat daerah mengelilingi
 terisi sel-sel nekrotik serebritis daerah
radang  fibroblas  Peningkatan inflamasi berisi
 edema  neovaskular makrofag & debris & sel
substansia tepi daerah fibroblas PMN
alba, batas nekrotik  Pembentukan  Edema serebri
belum jelas kapsul & semakin meluas
edema

2.4. Etiologi
Banyak organisme dapat menjadi penyebab abses serebri,
tergantung pada lokasi masuknya infeksi.
Tabel 2. Sumber infeksi, lokasi lobus, flora mikroba
No Sumber Infeksi Lokasi Abses Patogen utama
1 Sinus Paranasal Lobus Frontal Streptococci, Staphylococcus
aureus, Haemophilus sp,
Bacteroides sp.
2 Infeksi Otogenik Lobus Streptococci, Bacteroides sp,
Temporal, Enterobacterial (Proteus sp),
Serebelum Pseudomonas sp, Haemophilus
sp.
3 Infeksi Lobus Frontal Streptococci, Staphylococci,
Odontogenik Bacteroides, Actinobacilus sp.
4 Endokarditis Biasanya Staphylococcus aureus,
Bakterial Abses Streptococcus viridans
multipel, bisa
di lobus

3
manapun
5 Infeksi Biasanya Streptococci, Staphylococci,
Pulmonal Abses Bacteroides, Actinobacilus sp.
(abses, empiem, multipel, bisa
bronkiektasis) di lobus
manapun
6 Shunt kanan ke Biasanya Streptococcus, Staphylococcus,
kiri (penyakit Abses Peptostrptococcus sp.
jantung sianotik, multipel, bisa
AVM paru) di lobus
manapun
7 Trauma Tergantung Staphylococcus aureus,
penetrasi atau lokasi Staphylococcus epidermidis,
pasca operasi Streptococcus sp, Enterobacter,
Clostridium sp.
8 Pasien dengan Sering Abses Aspergillus sp,
imunosupresi multipel, Peptostreptococcus sp,
berbagai lobus Bacteroides sp, Haemophilus
dapat terkena sp, Staphylococcus.
9 Pasien AIDS Sering Abses Toxoplasma gondii,
multipel, Criptococcus neoforman,
berbagai lobus Listeria, Mycobacterium sp,
dapat terkena Candida, Aspergillus
 Infeksi oportunistik meningkatkan penyebab abses serebri pada
pasien dengan transplantasi organ, HIV, imunodefisiensi.
Organisme tersebut: Toxoplasma gondii dan Nocardia, Aspergillus,
serta Candida.
 Faktor risiko predisposisi lain, seperti: penggunaan jalur intravena,
kelainan jantung, diabetes, steroid kronis, alkoholik dan neoplasma.
 Bila sumber infeksi tidak jelas, maka dapat diisolasi flora dan
kuman anaerob saluran napas atas.

4
2.5. Gejala Klinis
Manifestasi klinis abses serebri bervariasi tergantung pada tingkat
penyakit, virulensi penyebab infeksi, status imun pasien, lokasi abses,
jumlah lesi, dan ada tidaknya meningitis atau ventrikulitis.

Manifestasi klinis abses serebri dapat terbagi dalam 3 kelompok:


1. Sistemik: demam subfebril, kurang dari 50% kasus.
2. Serebral umum: sering dikaitkan dengan peningkatan TIK, yaitu:
 nyeri kepala kronis progresif (> 50%) biasanya pada satu sisi
(unilateral)
 mual, muntah
 penurunan kesadaran
 papil edema
3. Serebral fokal:
 kejang, sering general (40%)
 perubahan status mental (50%)
 defisit neurologi fokal motorik, sensorik, nervus kranial (50%)
seperti hemiparesis, afasia atau defek lapang pandang. Defisit
neurologi sangat bervariasi tergantung lokasi abses.

2.6. Pemeriksaan Penunjang


1. Laboratorium
 Leukositis PMN, peningkatan LED
 Kultur darah positif hanya pada 30% kasus, kultur dari jaringan
lain yang diduga sebagai fokus.
 Kultur terhadap hasil operasi abses menunjukkan 40% negatif,
mungkin disebabkan pemberian antibiotika sebelumnya. Metode
yang biasa dilakukan untuk mengambil sediaan pus melalui CT-
guided stereotactic needle aspiration. Apabila etiologi dari abses
adalah karena fokus infeksi tertentu, maka harus dikultur dan
dibuang fokus infeksi tersebut.

5
 Pungsi lumbal tidak dianjurkan, hasil kurang spesifik, bahaya
herniasi. Pungsi lumbal hanya di lakukan jika ada kecurigaan
meningitis atau rupture abses kedalam sistem ventrikular
2. Pencitraan (Imaging)
 CT scan (tanpa dan dengan kontras): pada fase serebritis dijumpai
lesi densitas rendah batas iregular, setelah terbentuk kapsul tebal
akan didapati “ring enhancement”.
 MRI lebih sensitif, terutama pada fase awal infeksi dan lesi di
daerah fossa posterior. Serebritis pada MRI tampak sebagai area
hipointens pada gambar T1-weighted dengan penyangatan
ireguler pascagadolinium, dan sebagai area hiperintens pada
gambaran T2-weighted. Abses otak yang telah memiliki kapsul
tampak sebagai area hipodens yang menandakan edema pada
gambar T1-weighted. Untuk membedakan abses otak dengan
tumor, dapat digunakan MRI dengan sekuens diffusion-weighted:
pada abses tampak peningkatan sinyal akibat difusi yang terbatas
3. Penunjang lain:
 EEG: abnormalitas EEG di lokas lesi berupa gelombang lambat
kontinu.

2.7. Diagnosis
Diagnosis abses serebri ditegakkan atas anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan penunjang. Pencitraan otak merupakan baku emas
(gold standard) diagnosis.

2.8. Penatalaksanaan
Penanganan abses serebri harus dilakukan segera, meliputi
penggunaan antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi),
atasi edema serebri dan pengobatan infeksi primer lokal.
Secara umum pemilihan rejimen antibiotika empirik, sebagai
pengobatan first line abses serebri didasarkan atas sumber infeksi:
 Perluasan langsung dari sinus, gigi, telinga tengah:

6
o Metronidazole (15 mg/kgbb IV sebagai dosis loading,
dosis maintenance 7.5 mg/kg bb IV setiap 8 jam;
maksimal 4 g perharinya)
+
o Penicillin G, jika fokus infeksi dari oral (4 x 6 juta unit)
atau
o Sefalosporin gen III: (Jika fokus infeksi dari sinus atau
telinga tengah) Ceftriaxone (2 x 2 gr IV) atau
Cefotaxime ( 4 – 6 x 2gr IV).
 Penyebaran via hematogen:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin ( 6 x 2 gr
IV) atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
tambahan sebagai terapi empiris (jika bakteri masih ragu)
o Metronidazole (15 mg/kgbb IV sebagai dosis loading, dosis
maintenance 7.5 mg/kg bb IV setiap 8 jam; maksimal 4 g
perharinya)
o Sefalosporin gen III: (Jika fokus infeksi dari sinus atau
telinga tengah) Ceftriaxone (2 x 2 gr IV) atau Cefotaxime
( 4 – 6 x 2gr IV).
 Post operasi:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin (6 x 2 gr
IV) atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
+
o Seftasidim (3 x 2 gr IV), Sefepim (3 x 2 gr IV) atau
Meropenem (3 x 1 gr IV)
 Dengan trauma penetrasi kepala:
o Vancomycin (2 x 15 mg/kgBB IV) jika MRSA. Apabila
terbukti bukan MRSA diganti dengan Nafcillin (6 x 2 gr
IV) atau Oxacilin (6 x 2 gr IV)
+

7
o Ceftriaxone (2 x 2 gr IV).
atau
o Cefotaxime ( 4 – 6 x 2gr IV).

Tabel 3. Jenis dan dosis antibiotik yang lazim diberikan pada abses
serebri.
Nama Obat Dewasa Anak Keterangan
Ceftriaxone 1-2 x 2 g. 2 x 100 Sefalosporin gen III,
iv (max 4 mg/kgbb/hr aktif gram (-). kurang
g) aktif gram (+)
Cefepime 2-3 x 2 g. 3 x 50 mg/kgbb Sefalosporin gen IV,
aktif gram (-) dan
(+), pseudomonas
Meropenem 3 x 1-2 g. 3 x 40 mg/kgbb Carbapenem, efektif
gram (+) gram (-)
Cefotaxim 3-4 x 2 g. 3 x 200 Sefalosporin gen III,
mg/kgbb/hr aktif gram (-). kurang
aktif gram (+)
Metronidazole 4 x 500 30 mg/kgbb/hr Bakteri anaerob dan
mg. protozoa
Penisilin G 4 x 6 juta 4 x 500-900 Bakteri anaerob dan
Unit Unit streptokokus
Vancomisin 2 x 1 g. 4 x 60 MRSA, gram (+),
mg/kgbb/hr septikemi

Tindakan bedah drainase atau eksisi pada abses serebri


diindikasikan untuk:
 Lesi dengan diameter > 2,5 cm
 Terdapat efek massa yang signifikan
 Lesi dekat dengan ventrikel
 Kondisi neurologi yang memburuk

8
 Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4 minggu
ukuran abses tak mengecil.
Drainase stereotaktis lebih terpilih pada kasus dengan abses berukuran
kecil, terletak sangat dalam atau lokasi yang sulit, abses multipel pada
dua hemisfer, serta pasien dengan toleransi anestesia yang buruk.
Sementara, drainase dengan kraniotomi atau kraniektomi lebih terpilih
pada abses superfisial atau terletak di fosa kranial posterior.
Eksisi Abses Otak adalah metode pembedahan yang menyebabkan lebih
banyak defisit neurologis dan jarang dilakukan, keuntungan
dibandingkan dengan drainase adalah lesi jarang timbul kembali jika
dibandingkan dengan drainase. Tindakan eksisi dipertimbangkan pada
kondisi:
 Abses otak traumatik (untuk membuang kepingan tulang dan benda
asing)
 Abses fungal
Dan berikut kondisi untuk eksisi apabila drainase dan aspirasi telah
dilakukan:
 Tidak ada perbaikan dalam satu minggu
 Tanda dari peningkatan TIK
 Bertambahnya diameter dari abses
Terapi medikamentosa saja tanpa tindakan operatif
dipertimbangkan pada kondisi seperti:
 Abses tunggal, ukuran kurang dari 2 cm
 Abses multipel atau yang lokasinya sulit dijangkau
 Keadaan kritis, pada stadium akhir
Pengobatan abses serebri biasaya merupakan kombinasi antara
pembedahan dan medikamentosa untuk eradikasi organisme invasif.
Lama pengobatan antibiotika tergantung pada kondisi klinis pasien
namun biasanya diberikan intravena selama 6-8 minggu dilanjutkan
dengan per oral 4-8 minggu untuk cegah relap. CT scan atau MRI kepala
ulang dilakukan untuk melihat respon terapi, 1-2 kali per bulan
direkomendasikan untuk memantau resolusi dari abses.

9
Antibiotik seperti aminoglikosida, eritromisin, tetrasiklin,
klindamisin, dan cefalosporin generasi pertama tidak digunakan untuk
pengobatan abses otak karena tidak melewati sawar darah otak pada
konsentrasi tinggi.
Kortikosteroid penggunaannya masih kontroversial. Efek anti-
inflamasi steroid dapat menurunkan edema serebri dan TIK namun
steroid juga menyebabkan penurunan penetrasi antibiotika dan
memperlambat pembentukan kapsul. Mereka yang menggunakan steroid
terutama untuk indikasi edema serebri masif yang mengancam terjadinya
herniasi.
Laporan studi dengan jumlah kasus kecil menunjukkan bahwa
terapi oksigen hiperbarik pada awal pengobatan abses serebri akan
memperpendek lama waktu pemberian antibiotika.

2.9. Komplikasi
Abses serebri jarang (< 12%) sebagai komplikasi meningitis
bakterial, dan hanya 3% akibat infeksi endokarditis.
Komplikasi abses serebri terbanyak berupa:
 Herniasi unkal atau tonsilar akibat kenaikan TIK.
 Abses ruptur ke dalam vebtrikel atau lapisan subaraknoid.
 Sekuele neurologis jangka lama seperti hemiparesis, kejang yang
mencapai 50%
 Abses berulang
 Kejang, perlu diberikan terapi profilaksis kadang dalam periode lama

2.10. Prognosis
Angka kematian umum (operasi dan tanpa operasi) 33-70%
sedangkan angka kematian dengan operasi 17-54%. Dengan semakin
membaiknya penatalaksanaan maka angka survival abses serebri semakin
baik.
Prognosis baik antara lain ditentukan oleh:
 Usia muda

10
 Tidak dijumpai defek banding atau penurunan kesadaran pada awal
penyakit.
 Tidak dijumpai penyakit komorbid.
Prognosis memburuk apabila faktor faktor ini ditemukan:
 Tanda herniasi pada awal penyakit (mortalitas >50%)
 Perluasan lesi pada pemeriksaan radiologi
 Tindakan bedah terlambat
 Abses nokardia (mortalitas 3 x dibanding abses bakteri, fatalitas
> 50% pada immunocompromised)

11
BAB III
KESIMPULAN

Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai


serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang
dikelilingi oleh kapsul. Prevalensi diperkirakan 0,3 – 1,3 per 100.000 orang/tahun.
Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan perbandingan 2-
3:1. Dengan perkembangan pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri,
serta pandemi AIDS, terjadi pergeseran prevalensi ke usia dekade 3 – 5 kehidupan.
Patogenesis abses serebri dari jalur masuknya infeksi telinga, mulut,
hematogen, post tindakan bedah saraf, post trauma penetrasi. Proses menjadi
abses diawali dari cerebritis awal kemudian lanjut, pembentukan kapsul hingga
matang. Etiologi bakteri tergantung dari fokus infeksi. Gejala dan Pemeriksaan
Fisik seringkali tidak khas, tergantung dari formasi abses yang mengganggu pada
lobus lobus tertentu. Gejala yang sering muncul adalah sakit kepala, demam, dan
kejang. Pemeriksaan penunjang yang sangat mendukung adalah pencitraan seperti
CT-scan atau MRI.
Diagnosis ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang.
Baku emas dalam mendiagnosis Abses Serebri adalah pencitraan (imaging).
Penatalaksanaan dibagi menjadi medikamentosa dan bedah, medikamentosa
sesuai dengan bakteri etiologi, bedah seperti drainase dan excisi abscess.
Komplikasi dari abses serebri seperti herniasi, tanda kenaikan tekanan intra
kranial. Prognosis tergantung dari kondisi pasien, perburukan, dan komorbid
penyakitnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudewi AAR, Sugianto P., Ritarwan K.. Abses Serebri. Infeksi pada
sistem saraf. PERDOSSI. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan
Unair. 2011.
2. Campion E. Brain Abscess. New England Journal of Medicine.
2014;371(18):1756-1758.
3. Tanto C, L iwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran
II edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius. 2014.
4. Çavuşoglu H, Kaya R, Türkmenoglu O, Çolak I, Aydin Y. Brain abscess:
analysis of results in a series of 51 patients with a combined surgical and
medical approach during an 11-year period. Neurosurgical FOCUS.
2008;24(6):E9.
5. Mathisen GE, Johnson JP. Brain abscess. Clin Infect Dis 1997; 25:763.
6. Ratnaike TE, Das S, Gregson BA, Mendelow AD. A review of brain
abscess surgical treatment--78 years: aspiration versus excision. World
Neurosurg 2011; 76:431.

13

Anda mungkin juga menyukai