Anda di halaman 1dari 29

DESAIN INOVATIF

MOBILISASI PROGRESIF LEVEL 1 TERHADAP TEKANAN DARAH


DAN SATURASI OKSIGEN PASIEN DENGAN PENURUNAN
KESADARAN DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUD
K.R.M.T WONGSONEGORO

OLEH :
INDAH PUTRI STYARINI
P1337420919001

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


KEPERAWATAN PROFESI NERS
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) adalah pasien dalam
keadaan terancam jiwanya karena kegagalan satu atau mmultiple organ yang
disertai gangguann hemodinai dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan
kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif
(Setiayawan,2016).
Menurut World Health Organitation (WHO) tahun 2014 pasienyang terpasang
ventilator sebanyak 13-14 juta setiap ytahunnya. Berdasrakan data
AmerikaSerikat setiap tahunnya mencapai 5 juta pasienkritis diintensive care
unitdan 42% terpasang ventilasi mekanik. Terdapat 1285 pasien yang terpasang
ventilator di 16 Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Asia termasuk Indonesia.
Pemantauan hemodinaik sangat penting karenan dapat digunakanuntuk
mengenli syok sedini mungkin pada pasien kritis (Jevon,2009).Pasien kritis
dengan masa rawat yang lama akan menimbulkan banyak masalah kesehatan yang
banyak muncul diataranya muncul pneumonia, kelemahan,nyeri akut, hingga
,masalah semua fungsi organ tubuhkarena pengaruh infeksi yang didapat saat
dirawat di Intesive Care Unit (ICU) hingga berujung kematian.
Imobilisasi pasien di ICU memberikan kontribusi pada komplikasi lanjut yang
cukup tinggi ada pasien dengan kondidi kritis hingga berakhir kematian. Pada
pasien kritis yang mengalami imobilisasi akan memunculkan dampak yang
merugikankarena pada posisi imobilissi konsumsi oksigen pada pasien kritis akan
meningkat (Jevon & Ewens, 2009).
Nilai saturasi oksigen pasien yang mengalami penurunan kesadaran terutama
pada pada stroke dan cidera kepala akan mempengaruhi tekanan darah menjadi
tidak stabil. Nilai tekanan darah dan saturasi oksigen merupakan masalah yang
harus ditangani pada pasien yang mengalami penurunann kesadaran. Karena
pemantauan status hemodinamik merupakan suatuteknik pengkaijan pada pasien
kritis untuk antisipasi konsisi pasien yang memburuk (Bruchell,2014).
Pasien dalam keadaan peurunan kesadaran, terutama dengan kasus-kasus

1
stroke dan cidera kepala pada umumnya akan memberi dampak pada tekanan
darah menjadi tidak stabil (Rihiantoro, 2008). Pasien kritis yang diberikan sedasi
akan mempengaruhi kesadaran yang menyebabkan penurunan kemampuan secara
aktif yang dapat mengganggu sirkulasi darah dan kerja jantung (Zakiyyah,2014).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan Evidance based Nursing mengenai Mobilisasi progresif
level 1 pada pasien penurunan kesadaran di ruang ICU, RSUD KRMT
Wongsoegoro.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengauh mobilisasi progreif level 1 pada tekanan darah dan
saturasi oksigen pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran di ruang ICU
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Kota Semarang.

C. MANFAAT
Hasil laporan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak – pihak
berikut ini :
1. Bagi Perawat / Rumah Sakit :
Penatalaksanaan evidence based nursing dapat memaksimalkan perawatan
pasien di ruang ICU terutama pada pasien yang mengalami penurunan kesadran,
dan apabila penelitian ini berpengaruh pada tekanann darah dan saturasi oksigen
pada pasien penurunan kesadaran dapat dilakukan intervensi lanjutan berupa
latihan mobilisasai progresif level1 dengan benar sebagai intervensi mandiri.
2. Bagi Institusi Pendidikan :
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bacaan sumber
literature yang berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan.

2
BAB 2
TINJAUAAN PUSTAKA

A. Mobilisasi pada Pasien Kritis


Early mobilization adalah suatu usaha untuk menggerakkan bagian
tubuh secara bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk
mempertahankan sirkulasi, memelihara tonus otot dan mencegah kekakuan
otot. Prinsip dalam melakukan mobilisasi yaitu mencegah dan mengurangi
komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan hilangnya fungsi
motorik, memberikan rangsangan lingkungan, memberikan dorongan untuk
bersosialisasi, meningkatkan motivasi, memberikan keseimbangan untuk
dapat berfungsi dan melakukan aktifitas sehari-hari sedangkan tujuan
mobilisasi dini adalah untuk mencegah terjadi infeksi nosokomial pneumonia,
kekakuan sendi, thombophebitis, atrofi otot, penumpukan sekret pada saluran
pernafasan, mengurangi nyeri pada sisi yang lumpuh memperlancar sirkulasi
darah, mencegah kontraktur, dan dekubitus (Yemima, 2007).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia tahun 2003 juga mengatakan bahwa
mobilisasi dini dapat mencegah infeksi nosokomial pneumonia dengan tujuan
mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang diposisikan supine
dan immobility akan menimbulkan reflek batuk, otot mucosilliary, dan
drainage tidak bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena
infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu pasien yang tidak dilakukan early
mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot pernapasan sehingga
proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi VAP
(Kathleen, 2010).
Early mobilization dilakukan sesuai dengan kondisi pasien secara
berangsur-angsur dan bertahap, misalnya pasien kritis yang bed rest total dan
kondisi tidak stabil bisa dilakukan positioning side to side tiap 2 jam
tergantung kondisi pasien atau dilakukan gerakan Range Of Motion (ROM).
Early Mobilization juga merupakan salah satu tindakan preventif non
farmakologi yang dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi

3
nosokomial pneumonia. Pasien kritis yang bed rest total dan fisiknya lemah
karena otot pada pasien immobility mengalami penurunan sintesis protein dan
peningkatan proses katabolisme di otot yang menyebabkan otot-otot menjadi
lemah termasuk otot pernapasan (Kathleen, 2010). Selain itu pada pasien
dengan atelektasis yang terjadi karena suatu kompresi mengakibatkan expansi
parunya tidak optimal. Hal-hal tersebut menimbulkan fungsi normal paru
seperti reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan
baik sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia
karena bakteri pathogen akan berkoloni di paru. Early mobilization pada
tahap awal bisa dilakukan dengan positioning side to side atau alih baring
dan ROM pasif.
Positioning side to side selain untuk mencegah dekubitus juga sangat
efektif untuk meningkatkan proses pengeluaran sekret bronchial dengan dasar
efek gravitasi. Hal ini menstimulus sekret untuk berpindah dari satu atau lebih
segmen paru ke jalan napas dimana sekret dapat keluar dengan sendirinya
melalui mulut, dengan reflek batuk atau dengan aspirasi mekanik (Kathleen,
2010). Selain itu ROM pasif dapat meningkatkan kekuatan otot pasien dan
secara psikologis juga dapat memotivasi pasien untuk meningkatkan otot
pernapasan diafragma sehingga pernapasan bisa adekuat dan proses weaning
off of ventilator dapat lebih cepat dan resiko terjadi pneumonia dapat
diminimalkan. Seperti halnya pada pasien dengan atelektasis juga dilatih
napas dalam dan batuk efektif supaya otot pernapasannya dapat kuat serta
pasien tidak kelelahan karena batuk yang tdak efektif. Cara tersebut
menjadikan expansi paru akan optimal, bersihan jalan napas adekuat, sekret
dapat keluar dan tidak terjadi penumpukan sekret bronchial di paru sehingga
dapat mencegah atau meminimalkan koloni bakteri pathogen penyebab
pneumonia. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia tahun 2003 yang mengatakan bahwa mobilisasi dini dapat
mencegah infeksi nosokomial pneumonia dengan tujuan mengoptimalkan
pertahanan tubuh pasien. Early mobility ini dilakukan dengan melihat kondisi
pasien, pasien yang kondisi atau vital signnya tidak stabil, ditunda untuk

4
dilakukan early mobility karena dapat meningkatkan metabolisme tubuh
sehingga menambah beban kerja jantung.
Mobilisasi dini adalah segala latihan aktif yang mampu
dilakukan pasien penggunaan kekuatan ototnya sendiri dan mampu dikontrol
olehnya selama pasien menggunakan ventilator meliputi
bergulir,duduk,berdiri dan berjalan dan fleksi dan ektensi yang dinilai
menggunakan ICU mobility scale efek samping serius dimana sesi
mobilisasinya harus dihentikan lebih dini adalah turunnya MAP <60mmHg
SPO2 <88% lebih dari 3 menit atau FiO2 >0,6.

B. Masalah Fisik Akibat Immobilitasi


Masalah fisik yang dapat terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati
pada berbagai sistim antara lain :
1. Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur,
penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.
2. Masalah urinari
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih
dan inkontinentia urine.
3. Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
4. Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas,
ketidak seimbangan asam basa (CO2 O2).
5. Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

5
C. Rom Pasif Pasien Kritis
ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu
sagital, transversal, dan frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati
tubuh dari depan ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan.
Potongan frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi
bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah garis horizontal yang
membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan
konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap
potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-
jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul). Pada potongan frontal,
gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan tungkai) dan eversi dan
inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah pronasi dan
supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan
plantarfleksi (kaki).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan
mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi,
pembengkakan, nyeri, keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama.
Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena penyakit,
ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk mengurangi
bahaya imobilisasi. Latihan tersebut dilakukan oleh perawat yaitu latihan
rentang gerak pasif. Perawat menggunakan setiap sendi yang sakit melalui
rentang gerak penuh.
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya
eksternal lain dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan,
maka seluruh struktur yang terdapat pada persendian tersebut akan
terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul sendi, fasia, pembuluh
darah dan saraf.
Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien

6
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara aktif ataupun pasif. Latihan range of motion (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan
lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005).
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari
orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan
persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klienpasif).
Kekuatanotot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua
latihan rentang gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien
dengan paralisis ekstermitas total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan
pada ROM pasif adalah seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas
yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.

Indikasi ROM pasif:


1. Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila
dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif
pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau
bed rest total

Sasaran ROM pasif:


1. Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
2. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4. Membantu kelancaran sirkulasi

7
5. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
6. Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
7. Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
8. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

Kontraindikasi dan Hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM


a. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu
proses penyembuhan cedera.
 Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan
yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan akan
memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan.
 Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang
salah, termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.
b. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya
membahayakan (life threatening)
 ROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan
AROM pada sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis
dan pembentukan trombus
 Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan
lain-lain, ROM pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam
pengawasan yang ketat.
D. Mobilisasi Progresif pada Pasien Kritis
Mobilisasi progresif adalah serangkaian rencana yang dibuat untuk
mempersiapkan pasien agar mampu bergerak atau berpindah tempat secara
bersenjang dan berkelanjutan. Tujuan dilakukan mobilsasi progresif
diruang ICU adalah untuk mengurangi resiko dekubitus menurunkan lama
penggunaan ventilator, untuk mengurangi insedent ventilatet acute
pnenomia(viape) mengurangi waktu penggunaan sedarsi, menurunkan
delenium meninggkat kemampuan pasien untuk berpindah dan
meninggkat kan fungsi organ-organ tubuh. Pelaksanaan mobilisasi

8
progresif dilaksanakan setiap 2jam sekali dan memiliki waktu jeda atau
istirah untuk merubah posisi lainnya selama 5-10 menit ( Zakiyah,2014).
Jenis mobilisasi progresif menurut Zakiyah (2014) diantaranya adalah:
a. Head of bet (HOB) memposisikan tempat tidur pasien secara bertahap
hinnga pasien posisi setengah duduk. Posisi ini dapat dimulai dari 30 °
kemudian bertingkat ke posisi 45°,65° hingga pasien dapat duduk
tegak. Pada pasien di mulai mobilisasi progersif. Sebelumnya dikaji
dilu kemampuan kardiovaskuler dan pernafasan pasien. Alat untuk
mengukur kemringan head of bed bisa mengguanakan busur atau pun
accu angle level. Alat ini dapat ditempelkan di posisi tempat tidur.
b. Range of motion(ROM) . Ketika otot mengalami imobilisasi akan
terjadi pengurangan masa otot dan memngalami kelamahan. Kegiatan
ROM dilakukan pada semua pasien kecuali pada pasien patah tulang
dan tingkat ketergantungan yang tinggi. Kegiatan ROM dilakukan
pada ekstermitas atas dan bawah,dengtan tujuan untuk menguatkan dan
melatih otot agar kembali ke fungsi semual. Kegiatan ROM dialakukan
dalam 2-3 kali sehari.
c. Terapi lanjutan rotasi lateral posisi tengkurap
d. Pergerakan melawan gravitasi, posisi duduk, posisi kaki
menggantung,berdiri dan berjalan
Tahapan Mobilisasi Pasien Kritis
a. Tahap 1
Meliputi pasien yang sakit kritis dengan beberapa masalah medis,
dalam kondisi yang tidak stabil. Para pasien biasanya membutuhkan
pendukung kehidupan peralatan atau intervensi (misalnya, ventilator,
pompa balon intra-aorta, dialysis intravena berkelanjutan) atau sedang
dirawat dengan obat-obatan (misalnya, vasopressor agen). Kondisi
klinis yang kompleks pada Pasien dapat membatasi mobilitas mereka..
Kondisi dibawah ini termasuk di dalamnya, Status kardiovaskuler
nyata tidak stabil, sedasi, kelumpuhan, koma, luka bakar, dan ortopedi
atau neurologis defisit berat. Pasien biasanya dapat mentolerir kegiatan
di tempat tidur namun terkendala kelemahan, toleransi aktivitas

9
terbatas, dan ketidakmampuan untuk ambulasi. Beberapa pasien perlu
diwaspadai, tetapi juga umum bagi pasien yang mengalami perubahan
status mental dan mampu berpartisipasi hanya dalam minimal terapi.
Tujuan dalam tahap 1 adalah untuk memulai mobilisasi begitu
kondisi medis pasien stabil. Latihan terapiutik dengan pasien posisi
terlentang ditekankan. Kegiatan ini berkembang dengan mengubah
posisi miring kanan dan kiri di tempat tidur serta duduk di sisi tempat
tidur jika mampu. Aktivitas duduk seimbang ditujukan untuk
menstimulasi kontrol tulang belakang. Berdiri dengan walker dengan
bantuan harus dicoba ketika pasien memiliki kaki dan tulang belakang
memiliki kekuatan melawan gravitasi. Awalnya, pasien mungkin dapat
berdiri hanya untuk periode singkat atau bahkan mungkin tidak
mampu untuk berdiri, namun, penting untuk melanjutkan percobaan
sampai pasien bisa berdiri dengan aman. Bila diperlukan, pasien
dipindahkan ke tandu kursi dengan menggunakan teknik perpindahan
lateral. Mereka didorong untuk secara bertahap meningkatkan waktu
yang dihabiskan duduk di kursi jika mampu mentoleransi. Tujuan dari
kegiatan out-of bed ini adalah untuk meningkatkan toleransi ortostatik.
b. Tahap 2
Phase 2 meliputi pasien yang secara keseluruhan kondisi medis dan
kekuatan memungkinkan kegiatan berdiri dengan walker dan bantuan.
Pasien harus dapat mengikuti perintah sederhana secara konsisten dan
untuk berpartisipasi dalam terapi. Fokus terapi fisik adalah untuk mulai
pendidikan berkelanjutan ulang dan pelatihan fungsional. Di titik ini,
kegiatan berdiri lebih menantang dapat dimulai: pergeseran berat
badan, jalan di tempat, dan berjalan miring di sepanjang tempat tidur.
Penggunaan alat bantu dan sabuk penting untuk mempromosikan
keselamatan para pasien dan staf. Pelatihan pasien untuk mentransfer
ke kursi dengan menggunakan walker dan bantuan dimulai.
Penggunaan komunikasi verbal untuk mempromosikan partisipasi
pasien.

10
Jika pasien memerlukan banyak bantuan dengan transfer, mereka
harus menggunakan kursi tandu. Melakukan hal ini akan memfasilitasi
transfer kembali ke tempat tidur dan mencegah ketakutan atau
keputusasaan sehingga memiliki keinginan untuk latihan transfer
mendatang. Pasien diharapkan untuk secara bertahap menghabiskan
lebih waktu duduk untuk meningkatkan ortostatik toleransi dan
kegiatan di luar tempat tidur. Pendidikan ulang sangat dianjurkan pada
saat tepat, dengan semua langkah-langkah keamanan yang diambil
(Tabel 4), namun jarak ini biasanya dibatasi oleh kelemahan pasien
dan penurunan daya tahan tubuh.
c. Tahap 3
Tahap 3 termasuk pasien yang mampu mentolerir secara terbatas
berjalan dengan walker dan bantuan. Fokus terapi fisik adalah untuk
menguasai kemampuan mentransfer dan memulai program
berkelanjutan progresif untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
Beberapa pasien mungkin dapat berjalan tetapi masih memiliki
kesulitan berpindah karena kelemahan kaki. Dalam kasus ini, untuk
alasan keamanan, pasien harus terus duduk di tandu kursi. Dokter yang
memobilisasi pasien harus menyadari tingkat kebutuhan
pendampingan pasien. Partsipasi, respon hemodinamik terhadap
aktifitas, kebutuhan akan ventilator dan oksigen. Informasi ini menjadi
sangat penting ketika pasien membutuhkan ventilator dan kebutuhan
keamanan. Anggota tim harus mendiskusikan dan menentukan
kebutuhan akan mobilisasi yang aman. Dalam fase ini kebutuhan akan
dukungan ventilator dan oksigenasi sangat penting untuk mentoleransi
peningkatan kebutuhan oksigen.
d. Tahap 4
Fase 4 meliputi pasien yang tidak lagi memerlukan dukungan
ventilasi dan / atau telah dipindahkan dari ICU. Pasien-pasien ini
biasanya memiliki derajat variabel kelemahan dan keterbatasan
fungsional dan dapat berpartisipasi aktif dengan terapi lebih intens.
Tambahan oksigen disediakan melalui trakeostomi atau melalui kanula

11
hidung jika trakeostomi ditutup. Untuk mencapai tingkat tertinggi
kebebasan sebelum dikeluarkan dari rumah sakit, pelatihan fungsional
ditekankan. Pasien dianjurkan untuk pergi ke terapi fisik jika mungkin
dan berusaha mencapai tingkat ketahanan dan kekuatan yang lebih
tinggi.

12
BAB 3
METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi Yang Ditawarkan


Rancangan yang ditawarkan pada permasalahan ini akan dilakukan desain
inovatif berupa latihan mobilisasi progresif level1 pada Ny.S dan Ny. Us di Ruang
Intensive Care Unit (ICU) , dimana pasien dengan diagnose Hipotensi dan
memliki saturasi yang tidak stabil serta mengalami penurunan kesadaran diberikan
intervensi berupa latihan mobilisasi progresif level 1 berupa posisi head of bed
30˚C, ROM pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan kiri.
Sebelumnya dilakukan pengukuran pada tekanan darah dan saturasi oksigen
pasien sebelum dilakukan latihan progresif level 1 berupa posisi head of bed
30˚C, ROM pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan kiri, lalu
diberikan latihan mobilisasi progresof level 1 berupa posisi head of bed 30˚C,
ROM pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan kiri. pada pasien
kurang lebih selama15 menit, lalu dilakukan pengukuran tekanann darah dan
saturasi oksigen kembali.
B. Target dan Luaran
Target yang ditujukan pada pasien yang menjalani perawatan di ruang ICU
dan akan mendapatkan perlakuan intervensi Evidence Based Practice (EBNP)
pada deskripsi kasus ini yaitu Ny. S dan Nn.Us dengan diagnosa medis
Hipotensi,Penurunan Kesadaran, pasiendengan kriteria memiliki tekanan darah
rendah serta saturai oksigen yang tidak normal Maka di anjurkan untuk
melakukan mobilisasi progresif level 1.
C. Prosedur Pelaksanaan
Pengertian : latihan gerakan sendi yang memungkin akan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai
dengan gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
Manfaat : menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerkkan kaki
pasien.
1. Tujuan : Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat

13
2. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4. Membantu kelancaran sirkulasi
5. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi
persendian
6. Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
7. Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
8. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

Prosedur:
Cara Latihan ROM Pasif
1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan.
b. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lainnya
memegang pergelangan tangan pasien.
c. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

2. Fleksi dan Ekstensi Siku

14
Cara:
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dengan telapak
mengarah ke tubuhnya.
b. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan
tangan lainnya.
c. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah

Cara:
a. Atur posisi lengan bawah menjahui tubuh pasien dengan siku
menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya.
c. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjahuinya.
d. Kembalikan ke posisi semula
e. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap
ke arahnya.
f. Kembalikan ke posisi semula.

15
4. Pronasi fleksi Bahu

Cara:
a. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
c. Angkat lengan pasien pada posisi semula.
5. Abduksi dan adduksi

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya.
c. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
d. Kembalikan ke posisi semula.

6. Rotasi bahu

16
Cara:
a. Atur posisi lengan pasien menjahui tubuh dengan siku menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan
pegang tangan pasien dengan tangan yang lain.
c. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah.
d. Kembalikan lengan ke posisi semula.
e. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas.
f. Kembalikan lengan ke posisi semula.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari

Cara:
a. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang kaki.
b. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
c. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
d. Kembalikan ke posisi semula.

17
8. Infersi dan Efersi Kaki

Cara:
a. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang
pergelangan kaki dengan tangan satunya.
b. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya,
c. Kembalikan ke posisi semula.
d. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjahui kaki yang
lain.
e. Kembalikan ke posisi semula.

9. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke
arah dada pasien.
b. Kembalikan ke posisi semula..
c. Tekuk pergelangan kaki menjahui dada pasien.

18
10. Fleksi dan Ekstensi Lutut

Cara:
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
b. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
d. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke
atas.
e. Kembalikan ke posisi semula.
11. Rotasi pangkal paha

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan
yang lain di atas lutut.
b. Putar kaki menjahui perawat.
c. Putar kaki ke arah perawat.Kembalikan ke posisi semula.

19
12. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan
pada tumit
b. Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari tempat
tidur, gerakkan kaki menjahui badan pasien.
c. Kembalikan ke posisi semula.
D. Evidance Based Nursing
1. Analisa PICO
P (Population) : Populasi yang diambil yaitu Ny.S yang dirawat di Ruang
ICU RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
I (Intervensi) : Intervensi yang dilakukan yaitu diberikan diberikan
intervensi berupa latihan mobilisasi progresif level 1 berupa posisi head
of bed 30˚C, ROM pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral
kanan kiri.
C (Comparison) : pada studi kasus ini tidak ada studi pembanding
O (Outcome) : Outcome pada studi kasus ini tekanan darah dan saturasi
oksigen padaklien mengalami perubahan.
Metode Telusur Artikel :
Mencari jurnal dari berbagai sumber terpecaaya dan jurnal yang sudah
terindeks, seperti seperti Pubmed, ebsco publisher, proquest, elsevier,
direct, RLAE.

20
2. Analisis Artikel
a. Jurnal 1 : Pengaruh Mobilisasi Progresif Level 1 terhadap
Tekanan Darah dan Saturasi Oksigen PasienKritis dengan
Penurunan Kesadaran Peneliti : Mugi Hartoyo, dkk (2017)
P : Pasien yang drawat di RuangIntensive CareUnit
(ICU)
I : Intervensi yang dilakukan berupa latihan
mobilisasi p/rogresif level 1 berupa posisi head of bed 30˚C,
ROM pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan
kiri.
C : tidak ada pembanding atau intervensi lain
O : adanya pengaruh terhadap tekanan darah dan saturasi
oksigen pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran.
b. Jurnal 2 : Pengaruh Mobilisasi Progresif Level 1Terhadap
Tekanan Darah dan Saturasi Oksigen Pasien Dengan Penurunan
Kesadaran
Peneliti : Suyanti, dkk (2019)
P : Pasien yang mengalami penurunan kesadaran
dengan tekanan darah dan saturasi oksigen yang tidak stabil di
ruang ICU Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
I : intervesi yang dilakukan adalah pemberian berupa
latihan mobilisasi progresif level 1.
C : tidak adanya kelompok pembanding atau
intervensi lain
O : adanya pengaruh mobilisasi progresif lvel 1
terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen pada responden.
c. Jurnal 3 : Mobilisasi Progresif Terhadap Perubhaan Tekanan
Darah Pasien Di Intensive Care Unit (ICU)
Peneliti : Ainnur Rahmanti, dkk (2016)
P : semua pasien yangdi rawat di ruang ICU Rumah
Sakit Hasan Sadikin Bandung.

21
I : intervensi yang dilakukan adalah pemberian
latihan mobilisasi progresif level 1 pada semua responden
C : tidak adanya kelompok pembanding atau
intervensi lainnya
O : untuk meningkatkan trasport oksigen dari pasien
dan mengetahui pengaruh mobilisasi progresif level 1 pada
tekanan darah, saturasi oksigen pada pasien.

22
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Data Umum Responden 1
Nama Pasien : Ny S
Umur : 83 th
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Banteng Utara VII/6 II/05 Gayam Sari
Tanggal Masuk : 29 November 2019
Tanggal pengkajian : 01 Desember 2019
Pasien datang ke IGD RSUD Wongsonegoro pada tanggal 29
November 2019 untuk berobat dengan keluhan tidak bisa BAB
selama3hari, tidak kentut, tidaka nafsu makan. Keadaan umum lemah,
kesadaran compos mentis. TD : 77/42,RR: 29 x/menit, N: 110, S: 36.0
˚C, BB/TB: 50kg/150 cm, GCS : E2, V2, M5 : 9, GDS : 64, SP02: 98
%, sebelumnya pasien telah dirawat di ruang bangsal Yudistira selama
2 hari, pasien mengalami penurunn kesadarandan bawakeruang ICU
pada tanggal 30 Novermber 2019 pukul 08.31.
2. Data Umum Responden 2
Nama Pasien : Nn. Us
Umur : 21 th
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat :Jl. Fatmawati Blok A2, Pedurungan,
Tembalang.Kota Semarang
Tanggal Masuk : 25 November 2019
Tanggal pengkajian : 01 Desember 2019
Pasien datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas, lemas, tidak nafsu
makan, demam naik turun. Dengan diagnose medis TB Paru,
Hipotensi, Penurunan Kesadaran. Riwayat terdahulu pasien memiliki
penyakit TB Paru denganpegobatan terputus. Klien masuk ke ruang

23
ICU pada tanggal 25 November 2019. Hasil pengkajian didaptkan
dengan kesadaran menurun, GCS E2 V2 M2 : 6, TD 90/50, N; 105
x/menit, RR: 34 x/menit, S: 36,9 ˚C, klien terpasang Ventilator dengan
mode SimV, terdapat banyak secret di jalannapas dan selang ET,
terdapat suara tambahan ronkhi, klien tampak oedema di ektermitas
atas kanan dan kri, klien tampak sesak nafa, terpasang NGT, Infus RL
20 tpm.
3. Intervensi
Rencana Keperawatan yang dilaksanakan pada pasien Ny. S dan
Nn. Us dengan masalah tekanan darah rendah (Hipotensi) dengan
intervensi latihan ROM pasif berupa posisi head of bed 30˚C, ROM
pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan kiri.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan bersamaan pada Ny. S danNn Us di ruang
ICU yaitu dengan melakukan pengukuran tekanan darah dan saturasi
melalui bed set monitor terlebih dan dilakukan latihan dahulu latihan
ROM pasif berupa posisi head of bed 30˚C, ROM pasif ekstremitas
atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan kirikurang lebih 15 menit
pada masing-masing pasien,setelah itu dilakukan pengukuran
tekananndarah dan saturasi oksigen kembali menggunakan bed set
monitor pada pasien.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi masalah tekanan darah rendah dan ketidakstabilan
saturasi oksigen pada Ny.S danNn Us setelah dilakukan intervensi
latihan ROM pasif berupa posisi head of bed 30˚C, ROM pasif
ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral kanan kiri kurang
lebih 3 kali intervensi didapatkan rata-rata masing tekanan darah
pasien Ny. S dan Nn.Us mengalami peningkatan tekanna darah dan
kestabilan saturasi oksigen yang lebih stabil.

24
B. Pembahasan
Masalah keperawatan yang di alami oleh pasien adalah tekanan darah rendah
(Hipotensi).Mobilisasi progresif adalah serangkaian rencana yang dibuat untuk
mempersiapkan pasien agar mampu bergerak atau berpindah tempat secara
bersenjang dan berkelanjutan. Tujuan dilakukan mobilsasi progresif diruang ICU
adalah untuk mengurangi resiko dekubitus menurunkan lama penggunaan
ventilator, untuk mengurangi insedent ventilatet acute pnenomia(viape)
mengurangi waktu penggunaan sedarsi, menurunkan delenium meninggkat
kemampuan pasien untuk berpindah dan meninggkat kan fungsi organ-organ
tubuh. Pelaksanaan mobilisasi progresif dilaksanakan setiap 2jam sekali dan
memiliki waktu jeda atau istirah untuk merubah posisi lainnya selama 5-10 menit
( Zakiyah,2014).
Menurut Mugi,dkk (2017), bahwa mobilisasi progresif dapat mempengaruhi
peningkatan tekanan darah. Mobilisasi merupakan fundamental keperawatan dan
jika kita memperhatikan beberapa hal penting dalam mobilisasi pasien hal ini akan
aman dan bermanfaat untuk pasien terutama pasien kritis. Hasil mobilisasi secara
pasif menghasilkan metabolisme jantung yang rendah sehingga peningkatan
tekanan darah belum terjadi maksimal. Maka dari itu perlu dilakukannya latihan
fisik yang lebih aktif agar dapat menningkatkan tekanan darah.

25
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarakan hasil penelitian yang telah di lakukan serta diuraikan ada
pembahasan yang terpapar di bab sebelumya maka peneliti dapat memberi
kesimpulan bahwa latihan Mobilisasi Progresif level 1 berupa posisi head
of bed 30˚C, ROM pasif ekstremitas atas dan bawah , dan rotasi lateral
kanan kiri dapat mempengaruhi tekanan darah dan saturasi oksigen pada
pasien yang mengalami penurunan kesadararn di ruang rawat ICU RSUD
K.R.M.T Wongsonegoro.
B. Saran
1. Bagi Perawat / Rumah sakit
Perawat diharapkan dapat meningkatkan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penurunan kesadarab dengan cara membuat inovasi baru
dalam pemenuhann pengstabilan tekanan darah dan saturasi oksigen
pada pasien penurunan kesadan..
2. Bagi Intitusi
Diharapkan penelitian ini dijadikan referensi dan digunakan bagi
mahasiswa untuk menambah pengetahuan dibidang kesehatan yaitu
dengan memberikan latihan mobilisasi progresif level1 pada pasien
dengan penurunan kesadaran

26
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, Muhammad. 2012.Medical Bedah Untuk Mahsiswa.Yogyakarta: IVA

press.

Hudak, G.2010. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Volume 2. 6th e. Asih Y.

Jakarta:EGC.

Kathleen M. Vollman, RN, MSN. Progressive mobility in the critically ill.

Diposkan April 2010.

Mubarak, Wahit Iqbal., Lilis Indrawati & Joko Susanto. (2015). Buku Ajar Ilmu

Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Oviani Y. 2015. Pengaruh Pelaksanaan Mobilisasi Progressive Level 1 terhadap

Nilai Monitoring Hemodinamika Non Invassive pada Pasien Cerebral

Injury diRuang ICU RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015. Diakss pada

tanggal 12 September 2015.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia nosokomial pedoman

diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Rahmati A. 2016. Mobilisasi Progresif terhadap Perubahan Tekanan Darah

Pasien di Intensive Care Unit (ICU). Jurnal Ilmia Kesehatan

Keperawtan. Diakses padatanggal 12Februari 2016.

Christiane Perme. 2009. Early mobility and walking program for patients in

intensive care units: creating a standard of care.

Yemima. 2007. Pengaruh mobilisasi pada klien stroke yang mengalami gangguan

fungsi motorik dengan kejadian dekubitus di rumah sakit mardi rahayu

kudus. Semarang : PSIK FK UNDIP.

27

Anda mungkin juga menyukai