Anda di halaman 1dari 11

BUPATI SLEMAN

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN BUPATI SLEMAN


NOMOR 44 TAHUN 2017

TENTANG

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SLEMAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga keseimbangan dan


keserasian ruang di wilayah Kabupaten Sleman perlu
dilakukan upaya pengendalian pemanfaatan ruang;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang
Pengendalian Pemanfaatan Ruang;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 tentang


Pembentukan daerah Kabupaten dalam lingkungan
Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 1950 Nomor 44);
2. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok–pokok Agraria (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
3. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982
Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3226);
4. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3419);
5. Undang–Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
132 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 132);
6. Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
7. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5587) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang
Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5160);
11. Peraturan Daerah Kabupaten Sleman Nomor 12 Tahun
2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sleman Tahun 2011–2031 (Lembaran Daerah Kabupaten
Sleman Tahun 2012 Nomor 1 Seri E);
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENGENDALIAN


PEMANFAATAN RUANG.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:


1. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
2. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
3. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam, sumber daya buatan.
4. Kawasan Rawan Bencana adalah wilayah yang sering atau berpotensi
tinggi mengalami bencana alam seperti gempa bumi, longsor dan banjir;
5. Penggunaan Lahan adalah wujud kegiatan penguasaan tanah sebagai
upaya untuk dapat memberi manfaat berupa hasil dan atau jasa tertentu,
dan mewujudkan tata ruang serta menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
6. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik
spesifik.
7. Zonasi adalah pembagian kawasan kedalam beberapa zona sesuai dengan
fungsi dan karakteristik semula atau diarahkan bagi pengembangan
fungsi-fungsi lain.
8. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok atau zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana
rinci tata ruang.
9. Blok adalah adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya
oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan,
saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi, dan pantai, atau
yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana
jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana
kabupaten.
10. Area koridor adalah ruang yang terdiri dari satu hingga dua lapis petak
lahan sepanjang pinggir jalan.
11. Zona Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disebut RTH adalah suatu
area atau lahan yang diperuntukkan bagi penggunaan yang bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alamiah dan
atau sengaja ditanam.
12. Zona Sempadan Sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan
sungai, termasuk sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi
sungai. Pengalokasian lahan untuk sempadan sungai ditujukan untuk
melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan
merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai, serta
mengamankan aliran sungai.
13. Jenis peruntukan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah,
masyarakat atau swasta yang menjadi objek pengaturan untuk
diperbolehkan, dibatasi, dipersyaratkan, atau dilarang dilakukan pada
suatu zona.
14. Bangunan adalah wujud fisik yang menjadi objek pengaturan yang
meliputi kontruksi, dinding, atap, lantai, dan pagar.
15. Ruang Milik Jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
di luar manfaat jalan yang diperuntukan bagi ruang manfaat jalan,
pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas dimasa datang serta
kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar,
kedalaman dan tinggi tertentu.
16. Ruang Manfaat Jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara
jalan dan digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya.
17. Ruang Pengawasan Jalan adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan
yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan, agar tidak
mengganggu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan,dan fungsi
jalan.
18. Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan secara
berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lokal.
19. Jalan Kolektor Sekunder adalah jaringan jalan yang menghubungkan
kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
ketiga.
20. Jalan Lokal Sekunder atau Jalan Lokal adalah jaringan jalan yang
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan atau
kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan.
21. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah
sempadan yang membatasi jarak terdekat bangunan terhadap tepi jalan;
dihitung dari batas terluar saluran air kotor atau riol sampai batas terluar
muka bangunan, berfungsi sebagai pembatas ruang, atau jarak bebas
minimum dari bidang terluar suatu masa bangunan terhadap lahan yang
dikuasai, batas tepi sungai atau pantai, antara masa bangunan yang lain
atau rencana saluran, jaringan tegangan tinggi listrik, jaringan pipa gas,
(building line).
22. Ketinggian Bangunan adalah tinggi maksimum bangunan yang diizinkan
pada lokasi tertentu.
23. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB atau Building
Coverage Rasio yang selanjutnya disingkat BCR adalah angka persentase
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas
lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
24. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB atau Floor
Area Rasio yang selanjutnya disingkat FAR adalah angka presentase
perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas
tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata
ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
25. Sarana adalah kelengkapan lingkungan permukiman berupa fasilitas:
pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan
pelayanan umum, peribadatan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan
lapangan terbuka, dan lainya.
26. Utilitas/Prasarana adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan
masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun
wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk
dalam kelompok utilitas adalah; jaringan listrik, jaringan telekomunikasi,
jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar lainnya,
jaringan sanitasi dan lainnya.
27. Daerah adalah Kabupaten Sleman.
28. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Sleman.
29. Bupati adalah Bupati Sleman.
30. Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Sleman yang selanjutnya
disebut Dinas adalah perangkat daerah yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi di bidang pengawasan pemanfaatan ruang.
31. Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Kabupaten Sleman yang
selanjutnya disebut Kepala Dinas adalah kepala perangkat daerah yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan pemanfaatan
ruang

Pasal 2

Peraturan Bupati ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam kegiatan kegiatan


pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah daerah, masyarakat dan
pemangku kepentingan dalam pemanfaatan ruang.

Pasal 3

Peraturan Bupati ini bertujuan untuk memberikan arahan pengendalian


pemanfaatan ruang di Kabupaten Sleman.

BAB II
PEMANFAATAN RUANG, KESESUAIAN TATA RUANG,
PENGAWASAN, DAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Pemanfaatan Ruang

Paragaf 1
Umum

Pasal 4

Pengendalian pemanfaatan ruang meliputi:


a. rencana pola ruang; dan
b. peraturan zonasi.
Paragraf 2
Rencana Pola Ruang

Pasal 5

(1) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a terdiri
atas:
a. pengklasifikasian zona dan sub zona kawasan lindung;
1. zona hutan lindung;
2. zona perlindungan setempat;
a) sub zona sempadan sungai;
b) sub zona sempadan embung; dan
c) sub zona sempadan mata air;
3. zona ruang terbuka hijau;
a) sub zona hutan kota;
b) sub zona taman kota;
c) sub zona taman lingkungan;
d) sub zona pemakaman umum; dan
e) sub zona olah raga;
4. zona suaka alam dan cagar budaya;
a) sub zona cagar alam; dan
b) sub zona cagar budaya;
b. pengklasifikasian zona dan sub zona kawasan budidaya;
1. zona perumahan;
a) sub zona rumah kepadatan sangat tinggi;
b) sub zona rumah Kepadatan tinggi;
c) sub zona rumah kepadatan sedang;
d) sub zona rumah kepadatan rendah; dan
e) sub zona rumah kepadatan sangat rendah;
2. zona perdagangan dan jasa;
a) sub zona zona tunggal;
b) sub zona zona kopel; dan
c) sub zona zona deret;
3. zona perkantoran berupa sub zona perkantoran pemerintah.
4. zona industri:
a) sub zona industri kecil; dan
b) sub zona aneka industri;
5. zona sarana pelayanan umum:
a) sub zona pendidikan;
b) sub zona transportasi;
c) sub zona kesehatan;
d) sub zona olahraga;
e) sub zona sosial budaya; dan
f) sub zona peribadatan;
6. zona peruntukan lainnya:
a) sub zona pertanian, peternakan dan perikanan; dan
b) sub zona pariwisata;
7. zona peruntukan khusus:
a) sub zona pertahanan dan keamanan;
b) sub zona tempat pembuangan akhir;
c) sub zona instalasi pengolahan air limbah; dan
d) sub zona instalasi pembangkit energi listrik.

(2) Kode zona dan sub zona kawasan tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Paragraf 3
Peraturan Zonasi

Pasal 6

Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dilaksanakan


melalui:
a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan; dan
b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang.

Pasal 7

(1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 6 huruf a terdiri dari:
a. pemanfataan diizinkan;
b. pemanfaatan diizinkan secara terbatas;
c. pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat; dan
d. pemanfataan yang tidak diizinkan.

(2) Pemanfataan yang diizinkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
merupakan pemanfaatan yang diperbolehkan karena sifatnya sesuai
dengan peruntukan tanah yang direncanakan.

(3) Pemanfaatan diizinkan secara terbatas sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) huruf b merupakan pemanfaatan ruang dengan pembatasan yang
dilakukan melalui penentuan standar pembangunan minimum,
pembatasan pengoperasian, atau peraturan tambahan lainnya yang
berlaku di wilayah Daerah.
(4) Pemanfaatan memerlukan izin penggunaan bersyarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pemanfaatan ruang dengan
izin untuk mengurangi dampak pembangunan di sekitarnya.

(5) Pemanfaatan yang tidak diizinkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d merupakan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan.

(6) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) tercantum Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Bupati ini.

Pasal 8

(1) Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 6 huruf b ditetapkan dalam rangka mempertimbangkan kesesuaian
lahan dan daya tampung kawasan.

(2) Ketentuan intensitas Pemanfaatan Ruang ditetapkan melalui ketentuan


koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, koefisien dasar
hijau dan/atau kepadatan bangunan atau unit maksimum dalam satu
pengembangan kawasan.

(3) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) tercantum dalam lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Bupati ini.

Paragraf 4
Peta Pola Ruang

Pasal 9

(1) Rencana pola ruang digambarkan dalam bentuk peta pola ruang.

(2) Peta pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisah dari Peraturan
Bupati.

Bagian Kedua
Kesesuaian Tata Ruang

Pasal 10

Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah dapat mengeluarkan rekomendasi


kesesuaian rencana tata ruang dalam hal:
a. nomenklatur pola ruang belum sesuai dengan ketentuan zonasi; dan
b. zona dalam pola ruang belum diatur dalam Peraturan Bupati ini.

Bagian Ketiga
Pengawasan

Pasal 11

Pengawasan terhadap pelaksanaan Pemanfaatan Ruang dilakukan oleh


Dinas.

Bagian Keempat
Partisipasi Masyarakat

Pasal 12

(1) Partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa:


a. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan
rencana tata ruang rinci yang telah ditetapkan;
b. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam
hal menemukan dugaan penyimpangan atau pelanggaran kegiatan
pemanfaatan ruang rencana rinci tata ruang; dan
c. mengajukan keberatan terhadap keputusan pejabat yang
berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai tata
ruang.

(2) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara


tertulis dan disampaikan kepada Kepala Dinas.

BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 13

Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, Izin Pemanfaatan ruang yang
telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Bupati ini dinyatakan tetap
berlaku.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten
Sleman.

Ditetapkan di Sleman
pada tanggal 18 Oktober 2017

BUPATI SLEMAN

(Cap/ttd)

SRI PURNOMO

Diundangkan di Sleman
pada tanggal 18 Oktober 2017

SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN SLEMAN

(Cap/ttd)

SUMADI

BERITADAERAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 NOMOR 44

Anda mungkin juga menyukai