Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PENDERITA

DISLOKASI SENDI

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


1.1 Pengertian
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan
secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth). Keluarnya
(bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan
yang membutuhkan pertolongan segera. (Arif Mansyur, dkk. 2000). Patah tulang di
dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang di sertai luksasi
sendi yang disebut fraktur dis lokasi. (Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138).
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka
mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:
sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
1.2 Etiologi
Adapun penyebab terjadinya dislokasi sendi yaitu:
1. Cedera Olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan keeper pemain sepak bola paling sering mengalami
dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari
pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
4. Patologis
Terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan komponen vital
penghubung tulang.
1.3 Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada ekstremitas. Humerus terdorong
kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang
bagian posterolateral kaput hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit
kaput ke bawah dan menimbulkan luksasioerekta (dengan tangan mengarah: lengan ini
hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi di bawah karakoid). Dislokasi terjadi
saat ligamen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari
posisinya yang normal didalam sendi, karena terpeleset dari tempatnya maka
mengalami macet, selain itu juga mengalami nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi ligamen-ligamennya menjadi kendor akibatnya sendi itu akan
mudah mengalami dislokasi lagi.
1.4 Pathway
Pathway terlampir.

1.5 Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala dari dislokasi sendii adalah:
1. Deformasi pada persendian
Jika sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat celah.
2. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut.
3. Pembengkaan
Pembengkan ini bisa parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.
4. Nyeri
Sendi bahu,sendi siku,metakarpal palangeal dan sendi pangkal paha servikal.
5. Kekakuan
1.6 Klasifikasi
1.6.1 Klasifikasi dislokasi menurut penyababnya (Brunner & Suddart, 2002, KMB,
edisi 8, vol 3, Halaman 2356) adalah:
1. Dislokasi Congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan, paling sering terlihat pada
pinggul.
2. Dislokasi Spontan atau Patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
3. Dislokasi Traumatic
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan
terjadi pada orang dewasa.
1.6.2 Dislokasi sendi berdarsarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi (Brunner &
Suddart, 2002, KMB, edisi 8, vol 3. Halaman 2356):
1. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
1.6.3 Berdasarkan tempat terjadinya:
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena:
Menguap atau terlalu lebar.
Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita
tidak dapat menutup mulutnya kembali.
2. Dislokasi Sendi Bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenohumeral, berada di anterior dan
medial glenoid (dislokasi anterior), di posterior (dislokasi posterior), dan di
bawah glenoid (dislokasi inferior).
3. Dislokasi Sendi Siku
Merupakan mekanisme cederanya biasanya jatuh pada tangan yang dapat
menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan siku jelas
berubah bentuk dengan kerusakan sambungan tonjolan-tonjolan tulang siku.
4. Dislokasi Sendi Jari
sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami
dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
5. Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal dan Interphalangeal.
Merupakan dislokasi yang disebabkan oleh hiperekstensi-ekstensi
persendian.
6. Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi panggul, berada di posterior dan atas
acetabulum (dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior),
dan caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
7. Dislokasi Patella
Paling sering terjadi ke arah lateral. Reduksi dicapai dengan memberikan
tekanan ke arah medial pada sisi lateral patella sambil mengekstensikan
lutut perlahan-lahan. Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang
diperlukan stabilisasi secara bedah.
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan.
1.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat menunjang diagnosa adalah sebagai berikut:
1. Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna
putih.
2. CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer,
sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara
3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak
berada pada tempatnya.
3. MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti
halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi.
1.8 Penanganan
Adapun penatalaksanaan dislokasi sendi sebagai berikut:
1.8.1 Medis
1.8.1.1 Farmakologi
Pemberian obat-obatan: analgesik non narkotik
1. Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit
kepala, nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah
agranulositosis. Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul,
anak: sehari 3×1/2 kapsul.
2. Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri
otot, nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis
awal 500mg lalu 250mg tiap 6 jam.
1.8.1.2 Pembedahan (Operasi ortopedi)
Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang mengkhususkan
pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki kondisi-
kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut
dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi.
Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi:
1. Reduksi terbuka: melakukan reduksi dan membuat kesejajaran
tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
2. Fiksasi interna: stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam.
3. Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu
alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi
tanpa irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
1.8.2 Non medis
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
2. Dengan RICE (rest, ice, compression, elevation)
R: Rest (istirahat)
I: Ice (kompres dengan es)
C: Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E: Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)

1.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi sendiri yaitu:
1.9.1 Komplikasi Dini
1. Cedera Saraf: saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
2. Cedera Pembuluh Darah: Arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur Dislokasi.
1.9.2 Komplikasi Lanjut
1. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
2. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid.
3. Kelemahan otot.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2.1.2 Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri.
Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat
kapan nyeri dirasakan menurun.
2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi,
pergerakan terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien
dan menghambat proses penyembuhan.
2.1.5 Pemeriksaan Fisik
1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami
dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi.
2.1.6 Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat difokuskan
kebutuhan dasar manusia yang terganggu adalah:
1. Rasa nyaman (nyeri): pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri
pada bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
2. Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada
ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
3. Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang
sehingga klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya bagi
tubuh yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Rasa aman (ansietas): klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan
rasa aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.
2. Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi tumor
dengan gambar 3 dimensi.
3. Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan menggunakan
gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio sehingga didapatkan
gambar yang lebih detail.
2.1.8 PENGKAJIAN FUNGSIONAL
ADL (Activity Daily Living)
Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk melakukan aktivitas
kehdupan sehari-hari/Activity Daily Living (ADL)
1. INDEKS KATZ
Termasuk/katagori manakah klien?
Skore Kriteria:
Katagori Keterangan
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian

B Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


tambahan
D Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian dan
satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke
kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut


Lain-Lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Keterangan:
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari
orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap
tidak melakukan fungsi meskipun klien dianggap mampu.
2.1.9 PENGKAJIAN KOGNITIF
1. Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status
Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan 10
pertanyaan.
Skore No Pertanyaan Jawaban

+ -
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur Anda?
6 Kapan Anda lahir?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa Presiden sebelumnya?
9 Siapa nama Ibu Anda?
10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu
seterusnya sampai bilangan terkecil)

Keterangan
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat

2. Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan mnggunakan Mini


Mental Status Exam (MMSE)
Nilai Nilai pasien Pertanyaan
maksimum
Orientasi
5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan apa
sekarang?)
5 Dimana kita: (Negara bagian) (wilayah)
(kota) (rumah sakit) (lantai)?

Nilai Nilai pasien Pertanyaan


maksimum
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek: 1 detik untuk
mengtakan masing-masing. Beri 1 poin
untuk setiap jawaban yang benar

Perhatian dan kalkulasi


5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran.
Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja
“kata” ke belakang

Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek di
atas. Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran

Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan
atau tetapi (1 poin)
Nilai total

Keterangan
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
2.1.10 PENGKAJIAN STATUS EMOSIONAL
Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
1. Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
2. Apakah klien sering merasa gelisah?
3. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
4. Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Pertanyaan tahap 2
1. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
2. Ada atau banyak pikiran?
3. Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
4. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
5. Cenderung mengurung diri?
Keterangan : Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya”Masalah Emosional
Positif (+)
2.1.11 PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,sikap klien pada orang
lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi.
2.1.12 PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyainan klien tentang kematian,
harapan-harapan klien, dan lain-lain.
2.1.13 PENGKAJIAN DEPRESI
Menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS)
NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan
atau kesenangan akhir-akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/ kosong di
dalam hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan?
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai harapan yang baik
di masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
mengganggu terus menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat yang baik setiap
saat?
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?

10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak mampu berbuat


apa- apa?
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah dan gelisah?
12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang tinggal dirumah daripada
keluar dan mengerjakan sesuatu?

13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa


depan?
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini sering pelupa?

15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup Bapak/ Ibu


sekarang ini menyenangkan?
16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih dan putus asa?

17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini?

18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang masa


lalu?
19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini mengembirakan?

20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk memulai kegiatan


yang baru?
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh semangat?
22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada
harapan?
23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik
keadaanya daripada Bapak/ Ibu?
24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah karena hal- hal yang
sepele?
25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin menangis?

26 Apakah Bapak/ Ibu sulit berkonsentrasi?


27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang waktu bangun tidur di
pagi hari?
28 Apakah Bapak/ Ibu tidak suka berkumpul di pertemuan
sosial?
29 Apakah mudah bagi Bapak/ Ibu membuat suatu
keputusan?
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap mudah dalam
memikirkan sesuatu seperti dulu?
Keterangan : Setiap jawaban yang “ SESUAI” diberi skor 1
Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat

2.1.14 PENGKAJIAN RISIKO JATUH


1. Pengakjian dengan menggunakan MORSE Scale
Tgl
No Item Penilaian Jam
Skor IA 1 2 3 4
1 Usia
a. Kurang dari 60 0
b. Lebih dari 60 1
c. Lebih dari 80 2
2 Defisit Sensoris
a. Kacamata bukan bifokal 0
b. Kacamata bifokal 1
c. Gangguan pendengaran 1
d. Kacamata multifokal 2
e. Katarak/ glaukoma 2
f. Hamper tidak melihat/ 3
buta
3 Aktivitas
a. Mandiri 0
b. ADL dibantu sebagian 2
c. ADL dibantu penuh 3
4 Riwayat Jatuh
a. Tidak pernah 0
b. Jatuh< 1 tahun 1
c. Jatuh < 1bulan 2
d. Jatuh pada saat dirawat 3
sekarang
5 Kognisi
a. Orientasi baik 0
b. Kesulitan mengerti 2
perintah 2
c. Gangguan memori 3
d. Kebingungan 3
e. Disorientasi
6 Pengobatan dan Penggunaan
Alat Kesehatan
a. >4 jenis pengobatan 1
b. Antihipertensi/ 2
hipoglikemik/ 2
antidepresan 2
c. Sedative/
psikotropika/narkotika
d. Infuse/ epidural/ spinal/
dower catheter/ traksi
7 Mobilitas
a. Mandiri 0
b. Menggunakan alat bantu 1
berpindah 2
c. Kordinasi/ keseimbangan 3
memburuk 4
d. Dibantu sebagian 4
e. Dibantu
penuh/bedrest/nirse
assist
f. Lingkungan dengan
banyak furniture

8 Pola BAB/BAK
a. Teratur 0
b. Inkotinensia urine/feses 1
c. Nokturia 2
d. Urgensi/frekuensi 3
9 Komorbiditas
a. Diabetes/ penyakit 2
jantung/ stroke/ ISK 2
b. Gangguan saraf pusat/ 3
Parkinson
c. Pasca bedah 0-24 jam

Total skor
Keterangan
Risiko Rendah 0-7
Risiko Tinggi 8-13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/ paraf
Catatan:
1. Pengkajian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment)
2. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan
dengan kode:
1. Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode: PF
2. Perubahan kondisi (Change of Condition) dengan kode: CC
3. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer)
dengan kode: WT
4. Setiap minggu (Weekly) dengan kode: WK
5. Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode: DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan
2. Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO” (TUG)
NO LANGKAH
1 Posisi pasien duduk di kursi
2 Minta pasien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter), kembali ke
kursi, ukur waktu dalam detik

Keterangan:
Skor:
>12 detik : risiko jatuh tinggi
≤ 12 detik : risiko jatuh tinggi

2.1.15 APGAR keluarga


NO ITEMS PENILAIAN SELALU KADANG - TIDAK
(2) KADANG PERNAH
(1) (0)
1 A: Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada
keluarga (teman- teman)
saya untuk membantu
apabila saya mengalami
kesulitan (adaptasi)
2 P: Partnership
Saya puas dengan cara
keluarga (teman-teman)
saya membicarakan sesuatu
dan mengungapkan masalah
dengan saya (hubungan)
3 G: Growth
Saya puas bahwa
keluarga(teman-teman)
saya menerima dan
mendukung keinginan saya
untuk melakukan aktivitas
(pertumbuhan)
4 A: Afek
Saya puas dengan cara
keluarga (teman-teman)
saya mengekspresikan afek
dan berespons terhadap
emosi saya, seperti marah,
sedih atau mencintai

5 R: Resolve
Saya puas dengan cara
teman atau keluarga saya
dan saya menyediakan
waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan
berespon
JUMLAH

Penilaian:
Total nilai <3 : disfungsi keluarga yang sangat tinggi
Total nilai 4-6 : disfungsi keluarga sedang
Total nilai 7-10: tidak ada disfungsi keluarga
2.2 Diagnose keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang muncul pada penderita dislokasi sendi yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pergeseran frakmen tulang)
ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
menurun, ROM menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan terbatas, gerakan tidak
terkoordinasi, fisik lemah.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengunyah ditandai dengan berat badan menurun minimal 20%
di bawah rentang ideal, membrane mukosa pucat, serum albumin turun, rambut
rontok berlebihan, nyeri abdomen.

2.3 Intervensi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pergeseran frakmen tulang)
ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam nyeri akut dapat teratasi.
Kriteria hasil:
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang atau terkontrol.
2. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
3. Skala Nyeri 0-1 dalam rentang skala NRC.
4. Mampu mengontrol nyeri.
Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri termasuk lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri klien.
karakteristik, durasi, 2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan
dirasakan oleh klien.
frekuensi, kualitas, intensitas 3. Untuk mengalihkan perhatian klien dari rasa
nyeri dan faktor presipitasi. nyeri.
2. Observasi reaksi 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
ketidaknyaman secara dirasakan klien berpengaruh terhadap yang
nonverbal. lainnya.
3. Gunakan strategi komunikasi 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
terapeutik untuk memperburuk nyeri yang dirasakan klien.
mengungkapkan pengalaman 6. Pemberian “health education” dapat
nyeri dan penerimaan klien mengurangi tingkat kecemasan dan
terhadap respon nyeri. membantu klien dalam membentuk
4. Tentukan pengaruh mekanisme koping terhadap rasa nyeri.
pengalaman nyeri terhadap 7. Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan
kualitas hidup (nfsu makan, yang dirasakan klien.
tidur, aktivitas, mood, 8. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
hubungan sosial). bertambah.
5. Tentukan faktor yang dapat 9. Agar klien mampu menggunakan teknik
memperburuk nyeri dan nonfarmakologi dalam memanagement nyeri
lakukan evaluasi dengan klien yang dirasakan.
dan tim kesehatan lain tentang 10. Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa
ukuran pengontrolan nyeri nyeri pasien.
yang telah dilakukan.
6. Berikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan
hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari
prosedur.
7. Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien (suhu
ruangan, cahaya dan suara).
8. Hilangkan faktor presipitasi
yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri klien
(ketakutan, kurang
pengetahuan).
9. Ajarkan cara penggunaan
terapi non farmakologi
(distraksi, guide imagery,
relaksasi).
10. Kolaborasi pemberian
analgetik.

2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal ditandai


dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, ROM
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat
bergerak, sendi kaku, gerakan terbatas, gerakan tidak terkoordinasi, fisik lemah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
gangguan mobilitas fisik klien dapat teratasi.
Kriteria hasil:
1. Pasien mampu melakukan ROM aktif, body mechanic, dan ambulasi dengan
perlahan.
2. Neuromuskuler dan skeletal tidak mengalami atrofi dan terlatih.
3. Pasien mampu sedini mungkin melakukan mobilisasi apabila kontinuitas
neuromuskuler dan skeletal berada dalam tahap penyembuhan total.
4. Memverbalisasikan perasan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kemampuan ROM 1. ROM aktif dapat membantu dalam
aktif klien. mempertahankan/ meningkatkan kekuatan
2. Anjurkan klien untuk dan kelenturan otot, mempertahankan fungsi
melakukan body mechanic dan cardiorespirasi, dan mencegah kontraktur
ambulasi. dan kekakuan sendi.
3. Berikan sokongan (support) 2. Body mechanic dan ambulasi merupakan
pada ekstremitas yang luka. usaha koordinasi diri muskuloskeletal dan
4. Ajarkan cara-cara yang benar sistem saraf untuk mempertahankan
dalam melakukan macam- keseimbangan yang tepat.
macam mobilisasi seperti body 3. Memberikan sokongan pada ekstremitas
mechanic ROM aktif, dan yang luka dapat mingkatkan kerja vena,
ambulasi. menurunkan edema, dan mengurangi rasa
5. Kolaborasi dengan fisioterapi nyeri.
untuk latihan ekstensi 4. Agar klien terhindar dari kerusakan kembali
punggung, latihan ini dilakukan pada ekstremitas yang luka.
dengan cara duduk di kursi 5. Penanganan yang tepat dapat mempercepat
serta melengkungkan waktu penyembuhan dan klien dapat
punggung ke belakang. melakukan latihan fisik yang tepat dan ringan
6. Ajarkan klien bagaimana tanpa menimbulkan fraktur.
merubah posisi dan berikan 6. Agar klien dapat merubah posisinya secara
bantuan jika diperlukan. benar tanpa memcederai daerah yang sakit.

3) Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan mengunyah ditandai dengan berat badan menurun minimal 20%
di bawah rentang ideal, membrane mukosa pucat, serum albumin turun, rambut
rontok berlebihan, nyeri abdomen.
Tujuan : setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama … x 24 jam
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat teratasi.
Kriteria hasil:
NOC: Nutritional Status: food and Fluid Intake
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
4) Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
5) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Intervensi Rasional
NIC: NIC:
Nutrition Management Nutrition Management
1. Kaji status nutrisi pasien 1. Pengkajian penting dilakukan untuk mengetahui
2. Jaga kebersihan mulut, status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan
anjurkan untuk selalu intervensi yang diberikan.
melalukan oral hygiene. 2. Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu
3. Delegatif pemberian nutrisi makan
yang sesuai dengan 3. Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
kebutuhan pasien: diet yang dibutuhkan pasien.
pasien dislokasi sendi 4. Informasi yang diberikan dapat memotivasi
4. Berian informasi yang tepat pasien untuk meningkatkan intake nutrisi.
terhadap pasien tentang 5. Makanan dalam kondisi hangat dapat
kebutuhan nutrisi yang menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi
tepat dan sesuai. dapat ditingkatkan.
5. Anjurkan pasien untuk 6. Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi
makan selagi hangat farmakologis dalam manajemen mual dengan
6. Delegatif pemberian terapi menghamabat sekres asam lambung.
antiemetik (Ondansentron 7. Membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi
2×4 (k/p) dan Sucralfat 3×1 yang adekuat.
CI) 8. Dengan menimbang berat badan dapat
7. Diskusikan dengan memantau peningkatan berat badan.
keluarga dan pasien
pentingnya intake nutrisi
dan hal-hal yang
menyebabkan penurunan
berat badan.
8. Timbang berat badan
pasien jika memungkinan
dengan teratur.

2.4 Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnose keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri akut dapat terkontrol.
2. Gangguan mobilitas pasien dapat teratasi.
3. Nutrisi klien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh klien.
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa: Mosby Elsavier.
Corwin, E.J. 2009. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit, BU. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis,
Missouri; Mosby.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:
Medi Action.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC SLE/LES (Sistemik Lupus Eritematosus). Jilit
2. Hlm 221-226. Jogjakarta: Mediaction.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: Internal
Publishing.
Suyono, S et al. (2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai