DISLOKASI SENDI
1.9 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi sendiri yaitu:
1.9.1 Komplikasi Dini
1. Cedera Saraf: saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan
otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot
tesebut.
2. Cedera Pembuluh Darah: Arteri aksilla dapat rusak.
3. Fraktur Dislokasi.
1.9.2 Komplikasi Lanjut
1. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40
tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi
abduksi.
2. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid.
3. Kelemahan otot.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
2.1.1 Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2.1.2 Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan adanya nyeri.
Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri meningkat dan saat
kapan nyeri dirasakan menurun.
2.1.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi,
pergerakan terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
2.1.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit
yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien
dan menghambat proses penyembuhan.
2.1.5 Pemeriksaan Fisik
1. Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi.
2. Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami
dislokasi.
3. Adanya nyeri tekan pada daerah dislokasi.
4. Tampak adanya lebam pada dislokasi sendi.
2.1.6 Kaji 14 kebutuhan dasar Henderson. Untuk dislokasi dapat difokuskan
kebutuhan dasar manusia yang terganggu adalah:
1. Rasa nyaman (nyeri): pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri
pada bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
2. Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak berada pada
tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan dislokasi pada
ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas klien.
3. Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada rahang
sehingga klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan. Efeknya bagi
tubuh yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
4. Rasa aman (ansietas): klien dengan dislokasi tentunya mengalami gangguan
rasa aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.
2. Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi tumor
dengan gambar 3 dimensi.
3. Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan menggunakan
gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio sehingga didapatkan
gambar yang lebih detail.
2.1.8 PENGKAJIAN FUNGSIONAL
ADL (Activity Daily Living)
Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk melakukan aktivitas
kehdupan sehari-hari/Activity Daily Living (ADL)
1. INDEKS KATZ
Termasuk/katagori manakah klien?
Skore Kriteria:
Katagori Keterangan
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),
berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian
+ -
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur Anda?
6 Kapan Anda lahir?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa Presiden sebelumnya?
9 Siapa nama Ibu Anda?
10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu
seterusnya sampai bilangan terkecil)
Keterangan
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat
Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek di
atas. Berikan 1 poin untuk setiap kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika, dan
atau tetapi (1 poin)
Nilai total
Keterangan
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
2.1.10 PENGKAJIAN STATUS EMOSIONAL
Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
1. Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
2. Apakah klien sering merasa gelisah?
3. Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
4. Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Pertanyaan tahap 2
1. Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
2. Ada atau banyak pikiran?
3. Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
4. Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
5. Cenderung mengurung diri?
Keterangan : Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya”Masalah Emosional
Positif (+)
2.1.11 PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,sikap klien pada orang
lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi.
2.1.12 PENGKAJIAN SPIRITUAL
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyainan klien tentang kematian,
harapan-harapan klien, dan lain-lain.
2.1.13 PENGKAJIAN DEPRESI
Menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS)
NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan banyak kegiatan
atau kesenangan akhir-akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/ kosong di
dalam hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan?
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai harapan yang baik
di masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang
mengganggu terus menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat yang baik setiap
saat?
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan
terjadi pada Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia sebagian besar waktu?
8 Pola BAB/BAK
a. Teratur 0
b. Inkotinensia urine/feses 1
c. Nokturia 2
d. Urgensi/frekuensi 3
9 Komorbiditas
a. Diabetes/ penyakit 2
jantung/ stroke/ ISK 2
b. Gangguan saraf pusat/ 3
Parkinson
c. Pasca bedah 0-24 jam
Total skor
Keterangan
Risiko Rendah 0-7
Risiko Tinggi 8-13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/ paraf
Catatan:
1. Pengkajian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment)
2. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan
dengan kode:
1. Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode: PF
2. Perubahan kondisi (Change of Condition) dengan kode: CC
3. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer)
dengan kode: WT
4. Setiap minggu (Weekly) dengan kode: WK
5. Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode: DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan
2. Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO” (TUG)
NO LANGKAH
1 Posisi pasien duduk di kursi
2 Minta pasien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter), kembali ke
kursi, ukur waktu dalam detik
Keterangan:
Skor:
>12 detik : risiko jatuh tinggi
≤ 12 detik : risiko jatuh tinggi
5 R: Resolve
Saya puas dengan cara
teman atau keluarga saya
dan saya menyediakan
waktu bersama-sama
mengekspresikan afek dan
berespon
JUMLAH
Penilaian:
Total nilai <3 : disfungsi keluarga yang sangat tinggi
Total nilai 4-6 : disfungsi keluarga sedang
Total nilai 7-10: tidak ada disfungsi keluarga
2.2 Diagnose keperawatan
Adapun diagnose keperawatan yang muncul pada penderita dislokasi sendi yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pergeseran frakmen tulang)
ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
ditandai dengan mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot
menurun, ROM menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan,
merasa cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan terbatas, gerakan tidak
terkoordinasi, fisik lemah.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengunyah ditandai dengan berat badan menurun minimal 20%
di bawah rentang ideal, membrane mukosa pucat, serum albumin turun, rambut
rontok berlebihan, nyeri abdomen.
2.3 Intervensi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pergeseran frakmen tulang)
ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap protektif, gelisah,
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu
makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan … x 24 jam nyeri akut dapat teratasi.
Kriteria hasil:
1. Melaporkan bahwa nyeri berkurang atau terkontrol.
2. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
3. Skala Nyeri 0-1 dalam rentang skala NRC.
4. Mampu mengontrol nyeri.
Intervensi Rasional
1. Kaji nyeri termasuk lokasi, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri klien.
karakteristik, durasi, 2. Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan
dirasakan oleh klien.
frekuensi, kualitas, intensitas 3. Untuk mengalihkan perhatian klien dari rasa
nyeri dan faktor presipitasi. nyeri.
2. Observasi reaksi 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
ketidaknyaman secara dirasakan klien berpengaruh terhadap yang
nonverbal. lainnya.
3. Gunakan strategi komunikasi 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
terapeutik untuk memperburuk nyeri yang dirasakan klien.
mengungkapkan pengalaman 6. Pemberian “health education” dapat
nyeri dan penerimaan klien mengurangi tingkat kecemasan dan
terhadap respon nyeri. membantu klien dalam membentuk
4. Tentukan pengaruh mekanisme koping terhadap rasa nyeri.
pengalaman nyeri terhadap 7. Untuk mengurangi tingkat ketidaknyamanan
kualitas hidup (nfsu makan, yang dirasakan klien.
tidur, aktivitas, mood, 8. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
hubungan sosial). bertambah.
5. Tentukan faktor yang dapat 9. Agar klien mampu menggunakan teknik
memperburuk nyeri dan nonfarmakologi dalam memanagement nyeri
lakukan evaluasi dengan klien yang dirasakan.
dan tim kesehatan lain tentang 10. Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa
ukuran pengontrolan nyeri nyeri pasien.
yang telah dilakukan.
6. Berikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan
hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari
prosedur.
7. Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien (suhu
ruangan, cahaya dan suara).
8. Hilangkan faktor presipitasi
yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri klien
(ketakutan, kurang
pengetahuan).
9. Ajarkan cara penggunaan
terapi non farmakologi
(distraksi, guide imagery,
relaksasi).
10. Kolaborasi pemberian
analgetik.
2.4 Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnose keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1. Nyeri akut dapat terkontrol.
2. Gangguan mobilitas pasien dapat teratasi.
3. Nutrisi klien dapat terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh klien.
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2016. Nursing
Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa: Mosby Elsavier.
Corwin, E.J. 2009. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit, BU. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E. 2015. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Jhonson, Marion. 2016. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis,
Missouri; Mosby.
NANDA. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis. Yogyakarta:
Medi Action.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC SLE/LES (Sistemik Lupus Eritematosus). Jilit
2. Hlm 221-226. Jogjakarta: Mediaction.
Smeltzer. C.S & Bare.B (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta: Internal
Publishing.
Suyono, S et al. (2003). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.