Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Timpanometri

Disusun Oleh :

Ayu Retno Bashirah 1102014053

Konsulen Pengampu :

dr. Yozyta Rachman, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI - RS POLRI

7 OKTOBER- 9 NOVEMBER 2019


BAB I
Pendahuluan

Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran yang


berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi dari luar. Telinga sendiri dibagi menjadi
tiga bagian yaitu, telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Proses mendengar
diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang
yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan
membran timpani dan diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang
pendengaran Energi getar ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen
ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli bergerak.

Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan dan mendorong endolimfe, Proses


ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-
sel rambut, Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga
melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi
pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran di lobus temporalis.

Timpanometri adalah rekaman terus - menerus impedansi telinga tengah


sebagaimana tekanan udara di kanal telinga secara sistematis meningkat atau menurun.
Timpanometri diperiksa untuk mengetahui tekanan pada telinga tengah berupa keadaan
membran timpani , fungsi tuba eustachius, dan reflex stapedius. Hasil dari pemeriksaan
ini berupa bentuk grafik dari kelenturan relative sistem timpanoosikular. Terdapat 5
grafik pada timpanogram, yaitu tipe A, tipe B, tipe C, tipe Ad, dan tipe As.
BAB II
Tinjauan Pustaka

1.1 Anatomi Telinga


Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar berfungsi menangkap rangsang
getaran bunyi atau bunyi dari luar. Liang telinga atau saluran telinga merupakan
saluran yang berbentuk seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka
tulang rawan dan 2/3 distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga
mengandung rambut-rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus
berfungsi untuk melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga,
sementara kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil
produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga. ¹

Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi


menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian depan
ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam dibatasi oleh
foramen ovale dan foramen rotundum. Membran timpani berfungsi sebagai
penerima gelombang bunyi. Setiap ada gelombang bunyi yang memasuki lorong
telinga akan mengenai membran timpani, selanjutnya membran timpani akan
menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan menyentuh
tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang-tulang
pendengaran akan meneruskan gelombang bunyi tersebut ke telinga bagian dalam.
²

Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan oleh


telinga tengah. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-sirkularis.
Koklea (rumah siput) berbentuk dua setengah lingkaran. Ujung atau puncak koklea
disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala vestibuli (sebelah atas) dan
skala timpani (sebelah bawah). Diantara skala vestibuli dan skala timpani terdapat
skala media (duktus koklearis). Dasar skala vestibuli disebut membrana
vestibularis (Reissner’s Membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrana
basilaris. Pada membran ini terletak organ corti yang mengandung organel-organel
penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu
baris sel rambut dalam yang berisi 3000 sel dan tiga baris sel rambut luar yang
berisi 12000 sel. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel
rambut. Pada permukaan sel-sel rambut terdapat stereosilia yang melekat pada
suatu selubung di atasnya yang cenderung datar, dikenal sebagai membran tektoria.
Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di
medial disebut sebagai limbus. ³

Gambar 1 struktur anatomi telinga

Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu: nervus
vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran). Serabut- serabut saraf
vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan
antara pons dan medula oblongata, kemudian menuju cerebelum. Sedangkan, serabut
saraf nervus kokhlear mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang
berada tepat dibelakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima
akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis. ⁴

1.2 Fisiologi Pendengaran

1.2.1 Mekanisme Pendengaran Normal

Daun telinga mengumpulkan suara dan menyalurkannya ke saluran telinga


luar kemudian membrana timpani bergetar sewaktu terkena getaran suara. Daerah-
daerah gelombang suara yang bertekanan tinggi dan rendah berselang-seling
menyebabkan gendang telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk
seirama dengan frekuensi gelombang suara. Telinga tengah memindahkan gerakan
bergetar membrana timpani ke cairan di telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah
oleh tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes) yang berjalan melintasi
telinga tengah. Ketika membrana timpani bergetar sebagai respons terhadap
gelombang suara, rantai tulang-tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi yang
sama, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana timpani ke foramen
ovale. Tekanan di foramen ovale akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan
gerakan seperti gelombang pada cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi gelombang suara semula. Namun, diperlukan tekanan yang lebih
besar untuk menggerakkan cairan. Tekanan tambahan ini cukup untuk menyebabkan
pergerakan cairan koklea.⁵

Organ corti menumpang pada membrana basilaris, sehingga sel-sel rambut


juga bergerak naik turun sewaktu membrana basilaris bergetar. Rambut-rambut
tersebut akan membengkok ke depan dan ke belakang sewaktu membrana basilaris
menggeser posisinya pada membran tektorial sehingga menyebabkan saluran-saluran
ion gerbang-mekanis terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini mengakibatkan
perubahan potensial berjenjang di reseptor, yang menimbulkan perubahan potensial
berjenjang di reseptor, sehingga terjadi perubahan pembentukan potensial aksi yang
merambat ke otak. Gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang
dipersepsikan otak sebagai sensasi suara. ⁵

Gambar 2 transmisi gelombang suara

1.2.2 Mekanisme Saraf Pendengaran

Gelombang bunyi merupakan suatu gelombang getaran udara yang timbul


akibat getaran suatu obyek. Bunyi yang didengar oleh setiap orang muda antara 20
dan 20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batasan bunyi sangat tergantung pada
intensitas. Bila intesitas kekerasan 60 desibel di bawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan
bunyi, rentang bunyi menjadi 500 sampai 5000 siklus per detik. Pada orang yang lebih
tua rentang frekuensi yang bisa didengarnya akan menurun dari pada saat seseorang
berusia muda, frekuensi pada orang yang lebih tua menjadi 50 sampai 8000 siklus
perdetik atau kurang. ⁶

Kekerasan bunyi ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui tiga cara.
Cara yang pertama di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo getaran membran
basiler dan sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf
dengan lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan menyebabkan
sel-sel rambut yang terletak di pinggir bagian membran basilar yang beresonansi
menjadi terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan spasial implus menjadi
transmisi yang melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan
terangsang secara bermakna sampai dengan getaran membran basiler mencapai
intensitas yang tinggi dan perangsangan sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan
pada sistem saraf bahwa tersebut sangat keras. ⁶

Jaras persarafan pendengaran utama menunjukan bahwa serabut saraf dari


ganglion spiralis Corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang
terletak pada bagian atas medulla. Serabut sinaps akan berjalan ke nukleus olivarius
superior kemudian akan berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis. Dari lemnikus
lateralis ada beberapa serabut yang berakhir di lemnikus lateralis dan sebagian besar
lagi berjalan ke kolikus inferior di mana tempat semua atau hampir semua serabut
pendengaran bersinaps. Jaras berjalan dari kolikus inferior ke nukleus genikulum
medial, kemudian jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik yang
terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.⁶
Gambar 3 Jaras saraf pendengaran

Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam korpus
trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan dalam komnisura
yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya serabut kolateral dari traktus
auditorius berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikuler di batang otak. Pada
sistem ini akan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk memberikan respon terhadap
bunyi yang keras. Kolateral lain yang menuju ke vermis serebelum juga akan di
aktivasikan seketika jika ada bunyi keras yang timbul mendadak. Orientasi spasial
dengan derajat tinggi akan dipertahankan oleh traktus serabut yang berasal dari koklea
sampai ke korteks.⁶

2.1 Timpanometri

Timpanometri adalah rekaman terus - menerus impedansi telinga tengah


sebagaimana tekanan udara di kanal telinga secara sistematis meningkat atau
menurun. Karakteristik imitansi (impedansi dan/atau masuk) dari sistem telinga
tengah dapat disimpulkan secara obyektif dengan teknik elektropsikologi cepat dan
noninvasif dan kemudian terkait dengan pola yang sudah dikenal baik untuk berbagai
temuan jenis lesi telinga tengah. Timpanometri mengukur akustik imitans di dalam
kanal telinga sebagai fungsi dari variasi dalam tekanan udara. Istilah akustik imitans
digunakan untuk merujuk kepada baik masuknya akustik (Kemudahan dengan yang
mana energi mengalir melalui suatu sistem) atau impedansi akustik (perlawanan total
terhadap aliran energi udara). Pengukuran akustik imitans digunakan secara klinis
baik sebagai alat screening dan diagnostik untuk identifikasi dan klasifikasi gangguan
perifer (khususnya telinga tengah) dan sentral dan dapat digunakan sebagai alat untuk
memperkirakan sensitivitas pendengaran secara obyektif. Pengukuran akustik imitans
yang paling sering digunakan secara klinis termasuk timpanometri dan pengukuran
reflex stapedial.⁷ ⁸
Awalnya di pengujian, volume saluran telinga diperkirakan. Jika melebihi 2
cm3, kemungkinan perforasi dari membran timpani harus dipertimbangkan.
Sebuah sistem telinga tengah dengan impedansi rendah (masuk tinggi)
lebih mudah menerima energi akustik, sedangkan telinga tengah dengan impedansi
tinggi (masuk rendah) cenderung untuk menolak energi akustik. Dalam timpanogram
itu, pemenuhan statis (kekakuan yang resiprokal) dari komponen telinga tengah diplot
sebagai fungsi dari tekanan dalam saluran telinga. ⁸
Pada pemeriksaan audiometri impedans diperiksa kelenturan membrane timpani
dengan tekanan tertentu pada meatus akustikus eksterna.
Didapatkan istilah:
a. Timpanometri, yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum timpani. Misalnya
ada cairan, gangguan rangkaian tulang pendengaran (ossicular chain), kekakuan
membrane timpani dan membran timpani yang sangat lentur.
b. Fungsi tuba Eustachius (Eustachian tube function), untuk mengetahui tuba
Eustachius terbuka atau tertutup.
c. Refleks stapedius. Pada telinga normal, refleks stapedius muncul pada
rangsangan 70-80 dB di atas ambang dengar. ⁹
Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun, sedangkan pada
lesi di retrokoklea, ambang itu naik.

Timpanometri merupakan alat pengukur tak langsung dari kelenturan


(gerakan) membrana timpani dan sistem osikular dalam berbagai kondisi tekanan
positif, normal, atau negatif. Energi akustik tinggi dihantarkan pada telinga melalui
suatu tabung tersumbat; sebagian diabsorpsi dan sisanya dipantulkan kembali ke
kanalis dan dikumpulkan oleh saluran kedua dari tabung tersebut. Bila telinga terisi
cairan, atau bila gendang telinga menebal, atau sistem osikular menjadi kaku, maka
energi yang dipantulkan akan lebih besar dari telinga normal. Dengan demikian
jumlah energi yang dipantulkan makin setara dengan energi insiden. Hubungan ini
digunakan sebagai sarana pengukur kelenturan. ¹⁰

Timpanometer adalah alat yang digunakan dalam pemeriksaan timpanometri.


Pada dasarnya alat pengukur impedans terdiri dari 4 bagian yang semuanya
dihubungkan ke liang telinga tengah oleh sebuah alat kedap suara, sebagai berikut:
A. Oscilator : Alat yang menghasilkan/memproduksi bunyi/nada bolak-
balik (biasanya 220 Hz), suara yang dihasilkan tersebut masuk ke
earphone dan diteruskan ke liang telinga.
B. Sebuah mikrofon dan meter pencatat sound pressure level dalam liang
telinga.
C. Sebuah pompa udara dan manometer yang dikalibrasi dalam milimeter
air (- 600 mmH2O s.d +1.200 mmH2O). Suatu mekanisme untuk
mengubah dan mengukur tekanan udara dalam liang telinga.

D. Compliancemeter : untuk menilai bunyi yang diteruskan


melalui mikrofon. ¹¹

Gambar 4 Alat Timpanometri

2.2 Regulasi Tekanan Telinga Tengah

Secara fisiologis jalur pertukaran udara di telinga tengah melalui beberapa


jalur, yaitu:

(1) Kavum timpani - antrum - mastoid

(2) Telinga tengah - mukosa telinga tengah - pembuluh darah

(3) Kavum timpani - tuba auditiva – nasofaring.

Kavum timpani dan mastoid saling berhubungan melalui rongga udara,


maka perbedaan tekanan total yang terjadi secara cepat dapat disamakan dan
perbedaan tekanan udara parsial akan turun dengan cepat. Pertukaran udara di dalam
telinga tengah - mukosa telinga tengah - pembuluh darah, merupakan suatu proses
difus yang tergantung pada perbedaan tekanan parsial yang ada dan pertukaran tetap
spesifik dari udara yang ada. Pertukaran udara melalui jalur ini relatif lambat,
sehingga hanya mempunyai pengaruh yang sedikit pada regulasi tekanan telinga
tengah selama perubahan tekanan lingkungan. Sebaliknya, pertukaran udara melalui
tuba auditiva terjadi secara cepat antara nasofaring dan kavum timpani. Oleh karena
itu jalur kavum timpani – tuba auditiva – nasofaring mempunyai pengaruh yang besar
untuk regulasi tekanan telinga tengah selama perubahan tekanan lingkungan. Udara
tidak akan masuk ke telinga tengah secara spontan, tuba auditiva harus dibuka
dengan gerakan menguap atau perasat lain yang sering terjadi tanpa disadari, yang
terjadi setiap menit atau lebih sering.¹²

2.3 Pengukuran Tekanan Telinga Tengah

Secara klinis efusi telinga tengah terlihat saat pemeriksaan otoskopi tampak
adanya cairan di belakang membran timpani, dan pada pemeriksaan audiometri nada
murni terdapat jarak antara hantaran udara dan hantaran tulang sebanyak 10 dB atau
lebih. Penegakan diagnosis klinis dapat dilengkapi dengan pemeriksaan timpanometri.

Timpanometri merupakan cara pengukuran bagaimana sistem vibrasi telinga


tengah imitan akustik mengatur perubahan tekanan udara telinga dan
menyeimbangkan terhadap perubahan tekanan udara di kanalis auditori eksterna.
Transmisi suara melalui mekanisme telinga tengah akan maksimal ketika tekanan
udara sama pada kedua sisi membran timpani. Pada telinga normal transmisi suara
maksimal terjadi pada kondisi tekanan telinga tengah menyamai tekanan atmosfer.¹⁴

Timpanometri merupakan metode pemeriksaan objektif dan noninvasif, yang


dapat memfasilitasi evaluasi lengkap patensi tuba auditiva, pengukuran tekanan
telinga tengah dan kelenturan membran timpani. Selain itu dapat mengindikasikan
adanya tekanan telinga tengah yang negatif atau efusi.¹⁵
2.4 Cara pemeriksaan

Cara kerja timpanometri adalah alat pemeriksaan (probe) yang dimasukkan ke


dalam liang telinga memancarkan sebuah nada dengan frekuensi 220 Hz. Alat lainnya
mendeteksi respon dari membran timpani terhadap nada tersebut.¹¹ Probe, setelah
dipasangi tip yang sesuai, dimasukkan ke dalam liang telinga sedemikian rupa
sehingga tertutup dengan ketat. Mula-mula ke dalam liang telinga yang tertutup cepat
diberikan tekanan 200 mmH2O melalui manometer. Membrana timpani dan untaian
tulang-tulang pendengaran akan mengalami tekanan dan terjadi kekakuan sedemikian
rupa sehingga tak ada energi bunyi yang dapat diserap melalui jalur ini ke dalam
koklea. Dengan kata lain, jumlah energi bunyi yang dipantulkan kembali ke dalam
liang telinga luar akan bertambah.

Gambar 5 pemasangan alat timpanometri pada telinga

Tekanan kemudian diturunkan sampai titik di mana energi bunyi diserap


dalam jumlah tertinggi; keadaan ini menyatakan membran timpani dan untaian tulang
pendengaran dalam compliance yang maksimal. Pada saat compliance maksimal ini
dicapai, tekanan udara dalam rongga telinga tengah sama dengan tekanan udara dalam
liang telinga luar. Jadi tekanan dalam rongga telinga tengah diukur secara tak
langsung.
Tekanan dalam liang telinga luar kemudian diturunkan lagi sampai -400
mmH2O. Dengan demikian akan terjadi lagi kekakuan dari membrana timpani dan
untaian tulang-tulang pendengaran, sehingga tak ada bunyi yang diserap, dan energi
bunyi yang dipantulkan akan meningkat lagi. ¹³
Penghantaran bunyi melalui telinga tengah akan maksimal bila tekanan udara
sama pada kedua sisi membran timpani. Pada telinga yang normal, penghantaran
maksimum terjadi pada atau mendekati tekanan atmosfir. Itulah sebabnya ketika
tekanan udara di dalam liang telinga sama dengan tekanan udara di dalam kavum
timpani, imitans dari sistem getaran telinga tengah normal akan berada pada puncak
optimal dan aliran energi yang melalui sistem ini akan maksimal. Tekanan telinga
tengah dinilai dengan bermacam-macam tekanan pada liang telinga yang ditutup
probe sampai sound pressure level (SPL) berada pada titik minimum. Hal ini
menggambarkan penghantaran bunyi yang maksimum melalui telinga tengah. Tetapi
bila tekanan udara dalam salah satu liang telinga lebih dari (tekanan positif) atau
kurang dari (tekanan negatif) tekanan dalam kavum timpani, imitans sistem akan
berubah dan aliran energi berkurang. Dalam sistem yang normal, begitu tekanan udara
berubah sedikit di bawah atau di atas dari tekanan udara yang memproduksi imitans
maksimum, aliran energi akan menurun dengan cepat sampai nilai minimum.
Pada tekanan yang bervariasi di atas atau di bawah titik maksimum, SPL nada
pemeriksaan di dalam liang telinga bertambah, menggambarkan sebuah penurunan
dalam penghantaran bunyi yang melalui telinga tengah.¹¹
2.5 Interpretasi

Timpanogram adalah suatu penyajian berbentuk grafik dari kelenturan relative


sistem timpanoosikular sementara tekanan udara liang telinga diubah-ubah.
Kelenturan maksimal diperoleh pada tekanan udara normal, dan berkurang jika
tekanan udara ditingkatkan atau diturunkan. Individu dengan pendengaran normal
atau dengan gangguan sensoneural akan memperlihatkan sistem timpani- osikular
yang normal.¹⁰
Nilai klinis timpanometri untuk kelainan telinga tengah dapat dinilai dari

beberapa pola bentuk timpanometri. Menurut Jerger, sistem klasifikasi konvensional

terdapat lima tipe timpanogram yaitu :¹⁴

1. Tipe A : Terdapat puncak yang tajam di 0 daPa, merupakan kondisi

normal

Gambar 6 Timpanogram tipe A, fungsi telinga tengah normal


2. Tipe B : Apabila ruang telinga tengah terisi dengan cairan, seperti otitis
media dengan efusi, timpanogram akan kehilangan gambaran puncak yang
tajam dan relatif datar atau bulat

Gambar 7 Timpanogram tipe B, kelainan telinga tengah berupa


penambahan massa di dalam sistem telinga tengah

3. Tipe C : apabila terdapat puncak yang tajam di daerah tekanan negatif

Gambar 8 Timpanogram tipe C


4. Tipe As : apabila terdapat puncak tekanan di atau dekat 0 daPa, dan tinggi
puncak tersebut lebih rendah dari normal. Menggambarkan kekakuan
tulang pendengaran, biasanya terdapat pada kasus otosklerosis

Gambar 9 Timpanogram tipe As

5. Tipe Ad : apabila terdapat puncak tekanan di atau dekat 0 daPa, dan tinggi
puncak tersebut lebih tinggi signifikan dari normal. Menggambarkan
diskontinuitas tulang pendengaran.¹⁴

Gambar 10 Timpanogram tipe Ad


Daftar Pustaka

1. Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI, 2007:10- 22.
2. Liston L, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. In: Adams
GL, Boies LR, Higler PA, editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah:
Wiyaja C. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997:27-38.
3. Lee, K.J., 2008. Anatomy of the Ear. In: Lee, K.J. Essential
Otolaryngology Head & Neck Surgery. 9th ed. USA: McGraw-Hill, pp. 8-
22
4. Pearce, E.C., 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Hal 325-330
5. Sherwood, L., 2001. Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera.
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. Jakarta: EGC, 176-189
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006.
7. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology
Head & Neck Surgery Fourth Edition.
8. Snow JB. Diagnostic Audiology, Hearing Aids, and Habilitation Options.
In: Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
BC Decker. Hamilton. London. 2002. p. 3-4
9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p 15-18,27
10. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi
6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p. 30,46
11. Hidayat, B. Hubungan Antara Gambaran Timpanometri dengan Letak
dan Stadium Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di
Departemen THT- KL RSUP H. Adam Malik Medan. Diakses pada 27
Oktober 2019. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf
12. Pitoyo, Y., Bashiruddin, J., Hafil, A.F., Haksono, H. dan Bardosono, S.
2011. Hubungan nilai telinga tengah dengan derajat barotrauma pada
calon penerbang. Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal:1-14.
13. Sedjawidada R. Uraian Singkat Audiologi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar. Hal
1- 4,13-16.
14. Stach, B.A. The audiologist’s assessment tools: immittance measures. In:
Clinical Audiology, An Introduction, Second Edition. Delmar, Cengage
Learning New York USA. 2010: 318-325.
15. Sproat, R., Burgess, C., Lancester, T. and Devesa, P.M. 2014. Eustachian
tube dysfunction in adults. BMJ; 348,1647:1-3.

Anda mungkin juga menyukai