Timpanometri
Disusun Oleh :
Konsulen Pengampu :
Nervus auditorius atau saraf pendengaran terdiri dari dua bagian, yaitu: nervus
vestibular (keseimbangan) dan nervus kokhlear (pendengaran). Serabut- serabut saraf
vestibular bergerak menuju nukleus vestibularis yang berada pada titik pertemuan
antara pons dan medula oblongata, kemudian menuju cerebelum. Sedangkan, serabut
saraf nervus kokhlear mula-mula dipancarkan kepada sebuah nukleus khusus yang
berada tepat dibelakang thalamus, kemudian dipancarkan lagi menuju pusat penerima
akhir dalam korteks otak yang terletak pada bagian bawah lobus temporalis. ⁴
Kekerasan bunyi ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui tiga cara.
Cara yang pertama di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo getaran membran
basiler dan sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf
dengan lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan menyebabkan
sel-sel rambut yang terletak di pinggir bagian membran basilar yang beresonansi
menjadi terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan spasial implus menjadi
transmisi yang melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan
terangsang secara bermakna sampai dengan getaran membran basiler mencapai
intensitas yang tinggi dan perangsangan sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan
pada sistem saraf bahwa tersebut sangat keras. ⁶
Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam korpus
trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan dalam komnisura
yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya serabut kolateral dari traktus
auditorius berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikuler di batang otak. Pada
sistem ini akan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk memberikan respon terhadap
bunyi yang keras. Kolateral lain yang menuju ke vermis serebelum juga akan di
aktivasikan seketika jika ada bunyi keras yang timbul mendadak. Orientasi spasial
dengan derajat tinggi akan dipertahankan oleh traktus serabut yang berasal dari koklea
sampai ke korteks.⁶
2.1 Timpanometri
Secara klinis efusi telinga tengah terlihat saat pemeriksaan otoskopi tampak
adanya cairan di belakang membran timpani, dan pada pemeriksaan audiometri nada
murni terdapat jarak antara hantaran udara dan hantaran tulang sebanyak 10 dB atau
lebih. Penegakan diagnosis klinis dapat dilengkapi dengan pemeriksaan timpanometri.
normal
5. Tipe Ad : apabila terdapat puncak tekanan di atau dekat 0 daPa, dan tinggi
puncak tersebut lebih tinggi signifikan dari normal. Menggambarkan
diskontinuitas tulang pendengaran.¹⁴
1. Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan telinga luar. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku ajar kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta: Badan Penerbit FK
UI, 2007:10- 22.
2. Liston L, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. In: Adams
GL, Boies LR, Higler PA, editors. Buku ajar penyakit THT. Penterjemah:
Wiyaja C. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997:27-38.
3. Lee, K.J., 2008. Anatomy of the Ear. In: Lee, K.J. Essential
Otolaryngology Head & Neck Surgery. 9th ed. USA: McGraw-Hill, pp. 8-
22
4. Pearce, E.C., 2008. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama. Hal 325-330
5. Sherwood, L., 2001. Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera.
Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi II. Jakarta: EGC, 176-189
6. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Penterjemah: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 2006.
7. Cummings CW, Flint PW, Harker LA, et al. Cummings Otolaryngology
Head & Neck Surgery Fourth Edition.
8. Snow JB. Diagnostic Audiology, Hearing Aids, and Habilitation Options.
In: Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
BC Decker. Hamilton. London. 2002. p. 3-4
9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta;
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p 15-18,27
10. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi
6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997. p. 30,46
11. Hidayat, B. Hubungan Antara Gambaran Timpanometri dengan Letak
dan Stadium Tumor pada Penderita Karsinoma Nasofaring di
Departemen THT- KL RSUP H. Adam Malik Medan. Diakses pada 27
Oktober 2019. Available at
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6424/1/09E01722.pdf
12. Pitoyo, Y., Bashiruddin, J., Hafil, A.F., Haksono, H. dan Bardosono, S.
2011. Hubungan nilai telinga tengah dengan derajat barotrauma pada
calon penerbang. Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal:1-14.
13. Sedjawidada R. Uraian Singkat Audiologi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorokan. Fakultas Kedokteran Unhas. Makassar. Hal
1- 4,13-16.
14. Stach, B.A. The audiologist’s assessment tools: immittance measures. In:
Clinical Audiology, An Introduction, Second Edition. Delmar, Cengage
Learning New York USA. 2010: 318-325.
15. Sproat, R., Burgess, C., Lancester, T. and Devesa, P.M. 2014. Eustachian
tube dysfunction in adults. BMJ; 348,1647:1-3.