Anda di halaman 1dari 21

KONSEP TEORI

ATRESIA DUCTUS HEPATICUS ATAU ATRESIA BILIER

A. Pengertian
Atresia Ductus Hepaticus atau sering dikenal Atresia bilier (biliary
atresia) adalah suatu penghambatan di dalam pipa/saluran-saluran yang
membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke kantung empedu
(gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti terjadi saat
kelahiran (Lavanilate.2010.Askep Atresia Bilier).
Atresia Ductus Hepaticus adalah suatu keadaan dimana tidak adanya
lumen pada traktus ekstrahepatik yang menyebabkan hambatan aliran empedu
atau karena adanya proses inflamasi yang berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepartik sehingga terjadi
hambatan aliran empedu (kolestasis) yang mengakibatkan terjadinya
penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk dalam hati dan
darah (Julinar, dkk, 2009).
Atresia Ductus Hepaticus adalah suatu hambatan di dalam pipa atau
saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi kongenital yang terjadi
saat kelahiran. Atresia bilier merupakan proses inflamasi progresif yang
menyebabkan fibros saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik
sehingga pada akhirnya akan terjadi obstruksi saluran tersebut (Donna
L.Wong, 2008).
Jadi kesimpulan definisi Atrsia Bilier adalah Atresia bilier merupakan
proses inflamasi progresif yang menyebabkan fibrosis saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik sehingga pada akhirnya akan terjadi
obstruksi saluran empedu..
B. Klasifikasi Atresia Bilier
Beberapa klasifikasi dari atresia bilier adalah :
1. Tipe I Atresia sebagian atau totalis yang disebut duktus hepatikus
komunis, segmen proksimal paten

1
2. Tipe IIa Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus billiaris
komunis, duktus sistikus, dan kandung empedu semuanya)
3. Tipe IIb Obliterasi duktus bilierkomunis, duktus sistikus, duktus
hepatikus komunis, kandung empedu normal
4. Tipe III Obliterasi pada semua system duktus billier ekstrahepatik
sampai ke hilus.Tipe I dan II merupakan jenis atresia yang dapat di
operasi (correctable), sedangkan bentuk atresia yang tidak dapat di
operasi (non correctable) adalah tipe III, bila sirosis telah terjadi maka
dilakukan transpalantasi hati. (Soetikno,D.Rista,2012).

C. Etiologi
Penyebab atresia billier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun
atau viral injury bertanggung jawab atas proses progresif yang
menimbulkan oblliterasi total saluran empedu. Berbagai laporan
menunjukkan bahwa atresia billier tidak terlihat pada janin, bayi lahir mati
atau bayi baru lahir. Keadaan ini menunjukkan bahwa atresia billier
menunjukkan bahwa akhir kehamilan atau dalam periode perinatal dan
bermanifestasi dalam waktu beberapa minggu sesudah dilahirkan.
Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi dan
fibrosis pada saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Akan
terjadi berbagai derajat kolestatis yang mengakibatkan retensi zat-zat
iritatif dan toksin yang menimbulkan pruritis berat. Pembedahan untuk
menghasilkan drainase getah empedu yang efektif harus dilaksanakan
dalam periode 2 hingga 3 bulan sesudah lahir agar kerusakan hati yang
progresif dapat dikurangi. (Donna L.Wong, dkk. 2008).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Sodikin 2011, bayi dengan atresia bilier biasanya tampak sehat
ketika baru lahir. Gejala penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu
pertama setelah lahir.Gejala-gejala tersebut yaitu :
1. Data Subjektif

2
a. Iritabilitas (bayi menjadi rewel)
b. Sulit untuk menenangkan bayi
2. Data Objektif
a. Ikterus
Terjadinya kekuningan pertama kali akan terlihat pada
sklera dan kulit karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) dalam aliran darah. Mungkin terdapat
sejak lahir. Biasanya tidak terlihat sampai usia 2 hingga 3
minggu.
b. Urine berwarna gelap dan menodai popok
Urine gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin
(produk pemecahan dari hemoglobin) dalam darah.
Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urine.
c. Feses berwarna lebih pucat daripada yang perkirakan atau
berwarna putih atau coklat muda karena tidak ada empedu
atau pewarnaan bilirubin yang masuk ke dalam usus untuk
mewarnai feses.
d. Hepatomegali
e. Distensi abdomen
f. Splenomegali
Keadaan ini menunjukkan sirosis yang progresif dengan
hipertensi portal atau tekanan darah tinggi pada vena porta
(pembuluh darah yang mengangkut darah dari lambung,
usus dan limpa ke hati).
g. Gangguan metabolisme lemak yang menyebabkan
pertambahan berat badan yang buruk, dan kegagalan
tumbuh kembang secara umum.
h. Letargi
i. Pruritus (gatal disertai ruam)
j. Asites

3
k. Jaundice
Disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum
pada bayi baru lahir. Ini biasanya hilang dalam minggu
pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang bayi
dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi
ikterus berkembang pada dua atau tiga minggu setelah lahir
l. Anoreksia
m. Lambat saat makan, kadang-kadang tidak ada nafsu untuk
makan
n. Kekeringan
o. Kerusakan kulit
p. Edema perifer

E. Patofisiologi
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan
yang menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik
sehingga menyebabkan hambatan aliran empedu, dan tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
juga menyebabkan obstruksi aliran empedu. Obstruksi saluran bilier
ekstrahepatik akan menimbulkan hiperbilirubinemia terkonjugasi yang
disertai bilirubinuria. Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik dapat total
maupun parsial. Obstruksi total dapat disertai tinja yang alkoholik.
Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah : sumbatan batu
empedu pada ujung bawah ductus koledokus, karsinoma kaput pancreas,
karsinoma ampula vateri, striktura pasca peradangan atau operasi.
Obstruksi pada saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan
obstruksi aliran normal empedu dari hati ke kantong empedu dan usus.
Akhirnya terbentuk sumbatan dan menyebabkan cairan empedu balik ke
hati ini akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati. Dan
apabila asam empedu tertumpuk dapat merusak hati. Bahkan hati menjadi
fibrosis dan cirrhosis. Kemudian terjadi pembesaran hati yang menekan

4
vena portal sehingga mengalami hipertensi portal yang akan
mengakibatkan gagal hati.
Jika cairan empedu tersebar ke dalam darah dan kulit, akan
menyebabkan rasa gatal. Bilirubin yang tertahan dalam hati juga akan
dikeluarkan ke dalam aliran darah, yang dapat mewarnai kulit dan bagian
putih mata sehingga berwarna kuning. Degerasi secara gradual pada hati
menyebabkan joundice, ikterik dan hepatomegaly. Karena tidak ada aliran
empedu dari hati ke dalam usus, lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat
diabsorbsi, kekurangan vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D,E,K dan
gagal tumbuh.Vitamin A, D, E, K larut dalam lemak sehingga memerlukan
lemak agar dapat diserap oleh tubuh. Kelebihan vitamin-vitamin tersebut
akan disimpan dalam hati dan lemak didalam tubuh, kemudian digunakan
saat diperlukan. Tetapi mengkonsumsi berlebihan vitamin yang larut
dalam lemak dapat membuat anda keracunan sehingga menyebabkan efek
samping seperti mual, muntah, dan masalah hati dan jantung. (Corwin,
2009)

5
F. Pathway

ATRESIA BILIER

Kelainan Kongenital Infeksi

Obstruksi saluran empedu Obstruksi saluran empedu Kerusakan progresif


intra hepatik ekstra hepatik pada ductus bilier

Empedu kembali ke Inflamasi Progresif


Ekskresi Saluran Empedu
hati
Bilirubin tidak terbentuk
MK : Hipertermi

Gg. Penyerapan
Obstruksi aliran dari Lemak dan vitamin
lemak dan
hati ke dalam larut lemak tidak
vitamin larut
dapat di absorbsi
lemak
Gg. Supply Proses
darah pd sel Malnutrisi
peradangan Kekurangan vitamin
hepar pada hati larut lemak (A, D, E
Mual Muntah dan K)
Kerusakan Hepatomegaly
ductus
empedu sel Distensi abdomen dan MK :
hepatik kebutuhan oksigen Kekurangan
meningkat Volume Cairan
Kerusakan sel
MK : Pola nafas
ekskresi MK : Gg. Nutrisi
tidak efektif
kurang dari
kebutuhan tubuh
Bilirubin

G. Pemeriksaan Penunjang

6
Menurut Sodikin 2011, Secara garis besar pemeriksaanyang
dilakukan untuk mendeteksi atresia bilier dapat dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan serum darah
Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan
pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk
membedakannya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Selain
itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi
hati, dan gamma-GT. Serum bilirubin (total dan direk):
hiperbilirubinemia terkonjugasi, didefinisikan sebagai
peningkatan bilirubin terkonjugasi lebih dari 2 mg/dL atau
lebih dari 20% total bilirubin. Bayi dengan Atresia Bilier
menunjukkan peningkatan moderat pada bilirubin total,
yang biasanya antara 6-12 mg/dl, dengan fraksi
terkonjugasi mencapai 50-60% dari total bilirubin serum.
Peningkatan kadar SGOT/SGPT > 10 kali dengan
pcningkatan gamma-GT < 5 kali, lebih mengarah ke suatu
kelainan hepatoseluler. Sebaliknya, peningkatan SGOT <
5kali dengan peningkatan gamma-GT > 5 kali, lebih
mengarah ke kolestasis ekstrahepatik.
b. Pemeriksaan Urine
Urobilinogen penting artinya pada pasien yang
mengalami ikterus, tetapi urobilin dalam urine negatif, hal
ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
c. Pemeriksaan feces
Warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja/stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya
sumbatan.

2. Pemeriksaan Radiologis

7
a. Pemeriksaan ultrasonografi
Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic
USG 77% dan dapat ditingkatkan bilapemeriksaan
dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan puasa, saat
minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah
minum kandung empedu berkontraksi, maka atresia
bilier kemungkinan besar (90%) dapat disingkirkan.
Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya
kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat
mendukung diagnosisatresia bilier. Namun demikian,
adanya kandung empedu tidak menyingkirkan
kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I / distal.
b. Sinitigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan
isotop Technetium 99m mempunyai akurasi diagnostik
sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan, kepada
pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral,
dibagi dalam 2 dosis selama 5 hari. Pada
kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh hepatosit
berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus
normal, sedangkan pada atresia bilier proses pengambilan
isotop normal tetapi ekskresinya keusus lambat atau tidak
terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis
intrahepatik yang berat juga tidak akan ditemukan ekskresi
isotop ke duodenum.
Untuk meningkatkan sensitivitas danspesifisitas
pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks
hepatik (penyebaran isotop dihati dan jantung), pada menit
ke-10. Indeks hepatik > 5 dapat menyingkirkan
kemungkinanatresia bilier, sedangkan indeks hepatik < 4,3
merupakan petunjuk kuat adanya atresia bilier.Teknik

8
sintigrafi dapat digabung dengan pemeriksaan DAT,
dengan akurasi diagnosis sebesar 98,4%. Torrisi
mengemukakan bahwa dalam mendetcksi atresia bilier,
yang terbaik adalahmenggabungkan basil pemeriksaan
USG dan sintigrafi.
c. Liver scan
Scan pada liver dengan menggunakan metode
HIDA (Hepatobiliary Iminodeacetic Acid). Hida
melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam tubuh,
sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada
aliran empedu.
d. Pemeriksaan kolangiografi
Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreaticography). Merupakan upaya
diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara
atresia bilier dengan kolestasisintrahepatik. Bila diagnosis
atresia bilier masih meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan kolangiografi durante operasionam. Sampai
saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku
emas untuk membedakan kolestasis intrahepatik dengan
atresia bilier.
3. Biopsi Hati
Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang
paling dapat diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang
berpengalaman, akurasi diagnostiknya mencapai
95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan untuk
melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk
penentuan operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca
operasi Kasai di 6 tukan oleh diameter duktus bilier yang paten di
daerah hilus hati. Bila diameter duktus100-200 u atau 150-400 u
maka aliran empedu dapat terjadi.

9
Desmet dan Ohya menganjurkan agar dilakukan frozen
section pada saat laparatomi eksplorasi, untuk menentukan apakah
portoenterostomi dapat dikerjakan. Gambaran histopatologik hati
yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi bedah
secara dini. Yang menjadi pertanyaan adalah waktu yang paling
optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari, terjadinya
proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong
diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan
waktu. Oleh karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi
pada usia < 6 minggu.

H. Penatalaksanaan
1. Terapi medikamentosa
Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati
terutama asam empedu (asamlitokolat), dengan memberikan
Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.
Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase
(untuk mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk);
enzimsitokrom P-450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+
ATPase (menginduksi aliranempedu). Kolestiramin 1
gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu.
Kolestiraminmemotong siklus enterohepatik asam empedu
sekunder.
2. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan : Asam
ursodeoksikolat, 310 mg/kgBB/hari, dibagi 3 dosis, per oral. Asam
ursodeoksikolatmempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam
litokolat yang hepatotoksik.
3. Terapi nutrisi
Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh
dan berkembang seoptimal mungkin, yaitu :

10
a. Pemberian makanan yang mengandung medium chain
triglycerides (MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak
dan mempercepat metabolisme. Disamping itu,
metabolisme yang dipercepat akan secara efisien segera
dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh
organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam
tubuh. Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti
lemak mentega, minyak kelapa, dan lainnya.
b. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam
lemak. Seperti vitamin A, D, E, K
4. Terapi bedah
Atresia bilier yang tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan sirosis progresif dan kematian pada sebagian besar
anak usia dua tahun. Prosedur kasai benar-benar dapat
memperbaiki prognosis namun bukan tindakan yang
menyembuhkan. Kerap kali drainase getah empedu dapat dicapai
jika pembedahan dilakukaan sebelum saluran empedu intrahepatik
mengalami kerusakan yang biasanya terjadi pada usia 8 tahun (
Wong, Donna L.2008).

Tujuan pembedahan adalah menegakan suatu lintasan bagi


empedu, jika tidak, maka prognosis adalah buruk, dan kematian
dapat terjadi dalam 2 tahun kehidupan.

Pembedahan dilakukan dengan indikasi operasi minimal,


antara lain (Halimun EM, 2003):
1) Ikterus semakin progresif
2) Tinja tetap seperti dempul setelah pengobatan fenobarbital
10 hari
3) Bilirubin total, terutama bilirubin direk ikterus meningkat
4) Gambaran histologist hati sesuai bendungan.

11
Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu, angka
keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan
dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka
keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis
atresia bilier hams ditegakkan sedini mungkin, sebelum
usia 8 minggu.

a. Kasai Prosedur
Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu
yang mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini
hanya mungkin dilakukan pada 5-10% penderita. Untuk
melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan hati
dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut
prosedur Kasai. Biasanya pembedahan ini hanya
merupakan pengobatan sementara dan pada akhirnya perlu
dilakukan pencangkokan hati.
b. Pencangkokan atau Transplantasi Hati
Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi untuk atresia bilier dan kemampuan hidup setelah
operasi meningkat secara dramatis dalam beberapa tahun
terakhir. Karena hati adalah organ satu-satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya
akan kembali normal dalam waktu 2 bulan. Anak-anak
dengan atresia bilier sekarang dapat hidup hingga dewasa,
beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam
operasi transplantasi telah juga meningkatkan
kemungkianan untuk dilakukannya transplantasi pada anak-
anak dengan atresia bilier. Di masa lalu, hanya hati dari
anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena
ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah
dikembangkan untuk menggunakan bagian dari hati orang

12
dewasa, yang disebut"reduced size" atau "split liver"
transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia
bilier. (National Institutes of Health,2012).

I. Komplikasi Atresia Bilier


1. Kolangitis
Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke
usus, dengan aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan
ascending cholangitis. Hal ini terjadi terutamadalam minggu-
minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai sebanyak 30-
60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang
fulminan. Ada tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status
hemodinamik terganggu), ikterus yang berulang, feses acholic dan
mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan dengan
kultur darah atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal
Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari
anak-anak setelah portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi
adalah varises esofagus
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal
Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan
(sirosis atau prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah)
portosystemic shunts, shunts pada arterivenosus pulmo mungkin
terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia, sianosis, dan
dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu.
Selain itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak
dengan sirosis yang menjadi penyebab kelesuan dan bahkan
kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini dapat ditegakan
oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts,dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap
semula.

13
4. Keganasan
Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan
cholangiocarcinomas dapat timbul padapasien dengan atresia bilier
yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk keganasan
harusdilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan
operasi Kasai yang berhasil. Hasil setelah gagal operasi Kasai.
Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi Kasai gagal untuk
memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua
kehidupan, namun dapat dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup)
untuk mengurangi kerusakan dari hati. Atresia bilier mewakili
lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di masa
kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus
dimana pada awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul
ikterus yang rekuren (kegagalan sekunder operasi Kasai), atau
untuk berbagai komplikasi dari sirosis (hepatopulmonary sindrom)
(Wong,dkk.2008).

J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian, menurut Nur Siti 2015 adalah sebagai berikut:
a. Identitas
Berisi tentang indentitas klien dan penanggung jawab klien
b. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya bayi masuk rumah sakit dengan
keluhan jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan,
ada rasa gatal-gatal dari tubuh bayi, tinja warna
pucat, distensi abdomen, lemah, bayi tidak mau
minum, letargi, dan sesak.
 Riwayat kesehatan dahulu

14
Apakah ibu pernah mengkonsumsi obat-obatan
yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi.
 Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita kolestasis,
maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan
genetik/metabolik.
 Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Bagaimana status pertumbuhan pada anak dengan
cara menanyakan pada orang tuanya dan melihat
catatan kesehatan tentang ukuran berat badan, tinggi
badan, lingkar lengan atas, lingkar dada, dan lingkr
kepala. Pada riwayat perkembangan dapat diketahui
melalui penggunaan perkembangan DDST II
(denver development screning test II)
 Riwayat imunisasi
Perlu ditanyakan riwayat imunisasi dasar seperti
BCG, DPT, Polio, Hepatitis, Campak maupun
imunisasi ulangan (booster).

c. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian secara umum dilakukan dengan metode head
toe toe, meliputi :
 Keadaan umum, meliputi : tanda-tanda vital,
respirasi, nadi, suhu tubuh
 Kepala
Dapat dinilai bentuk dan ukuran kepala, keadaan
rambut dan kulit kepala.
 Mata
Dinilai keadaan palpebra, konjungtiva anemis atau tidak,
sklera ikterik, dan keadaan dan refleks pupil.
 Telinga

15
Dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran
timpani, dan ketajaman pendengaran
 Hidung
Dapat dinilai ada tidaknya epitaksis.
 Mulut
dinilai bagaimana keadaan lidah, ada tidaknya radang
pada gusi dan mukosa mulut.
 Leher
Ada tidaknya kaku kuduk, nadi karotis teraba atau tidak.
 Dada
Respirasi : adanya peningkatan frekuensi pernapasan,
nampak sesak, dan ada tidaknya suara napas tambahan.
 Cardiovaskuler
Iktus cordis nampak dan teraba atau tidak. Auskultasi
bunyi jantung.
 Abdomen
Ada distensi abdomen, hepatomegali (+), dan asites
 Kulit
Pruiritis, jaundice.
d. Pola Nutrisi dan Eliminasi
 Nutrisi : anoreksia, tidak toleran terhadap lemak dan
makanan pembentuk gas, dehidrasi.

 Eliminasi : Perubahan warna urin dan feses

 Urine : warna gelap seperti teh, pekat

 Feses : warna pucat seperti dempul

2. Analisa Data yang memukingkan muncul

16
Data Etiologi Problem
Ds : pasien menangis, Inflamasi akibat Hypertermi
rewel kerusakan progresif
Do : Suhu tubuh pada duktusbilier
meningkat antara (38- ekstrahepatik
39°C)
Ds : keleuarga pasien Dengan peningkatan Pola nafas tidak efektif
mengatakan nafasnya distensi abdomen
tersengal-sengal dan
cepat
Do : RR meningkat
antara (25-35/menit)
Penungguna otot bantu
pernafasan pendel
Ds : Ibu mengatakan Anoreksia dan Gangguan nurisi
sakit anaknya sudah gangguan penyerapan kurang dari kebutuhan
lama dan ibu lemak, ditandai dengan tubuh
mengatakan anaknya bb menurun dan
susah makan (bubur konjungtiva anemis
halus) dan tidak mau
minum ASI
Do : bb turun antara (3-
5kg) terlihat
kongjungtiva anemis
Ds : - Akumulasi garam Kerusakan integritas
Do : biasanya anak empedu dalam kulit
tampak tidak nyaman jaringan, ditandai
dengan tidurna, dengan adanya pruritis
terdapat pruritus di
daerah pantat dan
punggung anak.

3. Diagnosa Keperawatan yang ditegakkan dari analisa data diatas


a. Hypertermi berhubungan dengan inflamasi akibat
kerusakan progresif pada duktusbilier ekstrahepatik
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
distensi abdomen
c. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan anoreksia dan gangguan
penyerapan lemak, ditandai dengan berat badan turun dan
konjungtiva anemis
d. Keruskaan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi
garam empedu dalam jaringan ditandai dengan adanya
pruritis

17
4. Rencana Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional


Keperawatan (NOC) (NIC)
Hypertermi Tujuan yang a. Berikan a. Dapat membantu
berhubungan diharapkan suhu kompres air mengurangi
dengan inflamasi tubuh pasien biasa pada demam
akibat kerusakan kembali normal aksila, kening, b. Mengetahui
progresif pada dengan kriteria hasil leher dan kemungkinan
duktusbilier ... x 24 jam lipatan paha. adanya kenaikan
ekstrahepatik a. Suhu normal b. Pantau suhu suhu secara
36,80 – 37 0C minimal setiap mendadak
b. Anak tidak 2 jam sekali, c. Digunakan untuk
rewel sesuai mengurangi
kebutuhan demam dengan
c. Kolaborasi aksi sentralnya
dengan dokter pada hipotalamus.
untuk
pemberian
obat anti
piretik sesuai
dengan
kebutuhan
tubuh
Pola nafas tidak Tujuan : diharapkan a. Kaji distensi a. dengan mengukur
efektif pasien menunjukan abdomen lilitan atau lingkar
berhubungan pola nafas yang b. Kaji RR, abdomen
dengan efektif dengan kedalaman, b. Untuk mengetahui
peningkatan kriteria hasil ... x 24 dan kerja adanya gangguan
distensi abdomen jam pernafasan. pernafasan pada
a. RR menjadi c. posisikan semi pasien
normal ekstensi atau c. Menghindari
b. Tidak ada eksensi pada penekanan pada
penggunaan saat jalan nafas untuk
otot bantu beristirahat meminimalkan
nafas

Gangguan pemenu Tujuan yang a. Kaji distensi a. Distensi abdomen


han nutrisi kurang diharapkan pola abdomen merupakan tanda
dari kebutuhan nutrisi menjadi b. Berikan non verbal
tubuh berhubungan adekuat dengan makanan gangguan pencerna
dengan anoreksia kriteria hasil ... x 24 /minuman an

18
dan gangguan jam sedikit tapi b. Untuk memberikan
penyerapan lemak, a. BB pasien sering. sensasi terhadap
ditandai dengan stabil c. Pantau makanan.
berat badan turun b. Konjngtiva masukan c. Mengidentifikasi
dan konjungtiva tidak anemis nutrisi kekurangan /
anemis d. Timbang BB kebutuhan nutrisi
setiap hari d. Mengawasi
e. Kolaborasi keefektifan rencana
dengan ahli diet
gizi sesuai e. Berguna dalam
dengan memenuhi
indikasi kebutuhan nutrisi
individudengan
diet yang paling
tepat.

Keruskaan Tujuan diharapkan a. Gunakan air a. Mencegah kulit


integritas kulit integritas kulit mandi biasa kering berlebihan
berhubungan membaik dengan atau pemberian memberikan
dengan akumulasi kriteria hasil : lotion/ cream, penghilang rasa
garam empedu a. Tidak ada hindari sabun gatal, sekaligus
dalam jaringan pruritus alkali. Berikan menghindari
ditandai dengan b. Jaringan kulit minyak infeksi.
adanya pruritis utuh bebas kalamin sesuai b. Kelembaban
eskortasi indikasi. meningkatkan
b. Pertahankan pruritus dan
sprei kering meningkatkan
dan bebas resiko kerusakan
lipatan kulit.
c. Kolaborasi c. Antihistamin dapat
dengan dokter mengurangi gatal
untuk dan resin
pemberian kholestiramin
obat berfungsi untuk
antihistamin, mengurangi
obat resin pruritis dan
kholestiramin hiperbilirubinemia
d. Kolaborasi d. Bilirubin direk
dengan dikonjugasi oleh
laboratorium enzim hepar
dengan glukoronitin direk
pemeriksaaan yang dikonjugasi
bilirubin direk dan tampak dalam
dan indirek bentuk bebas
dalam darah atau
terikat pada

19
albumin.

DAFTAR PUSTAKA

20
Sodikin.2011. Asuhan Keperawatan Anak : Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.

Wong, Donna L, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed.6,
Vol.2. Jakarta: EGC.

Speer Morgan, Kathleen. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik dengan


Clinical Pathways. Jakarta: EGC

Julinar, Dianne, Y & Sayoeti, Y. (2009). Atresia Bilier Bagian Ilmu Kesehatan
Anak. Jurnal Kedokteran Andalas, Vol. 33. No.2.

21

Anda mungkin juga menyukai