Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotika adalah bahan obat yang sangat memegang peranan penting dalam
menanggulangi penyakit infeksi di Indonesia. Dana yang diperlukan untuk pengadaan
antibiotika lebih kurang 23,3 % dari seluruh anggaran obat – obatan yang terpakai di
Indonesia. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara lain, pemerintah Indonesia
telah menetapkan bahwa secara bertahap bahan baku antibiotika akan diproduksi secara
fermentasi penuh di dalam negeri, dengan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki
(Djamaan et al., 1997).

Berbagai macam antibiotika sintetik telah dikembangkan untuk melawan penyakit


infeksi yang disebabkan bakteri, akan tetapi penggunaan antibiotika sintetik kadang-kadang
memberikan efek samping terhadap tubuh yang tidak diinginkan (Aliero et al., 2008).
Penggunaan antibiotika sebagai antiinfeksi yang berlebihan dan kurang terarah juga
mendorong terjadinya perkembangan resistensi (Wardani, 2008).

Antibiotik merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroorganisme.


Penisilin dihasilkan oleh jamur Penicillium notatum. Penisilin merupakan antibiotik pertama
yang ditemukan oleh Alexander Fleming tahun 1928, dan kemudian dikembangkan oleh
Harold Florey pada tahun 1938. Penisilin telah diproduksi dan dipasarkan pada tahun 1944
(Aliero, et al, 2008).

Penisilin merupakan salah satu antibiotik yang paling efektif selama empat
dekade ini. Peningkatan kebutuhan medis akan penisilin telah membuka peluang
bagi pengembangan industri pembuatan penisilin secara komersial yang
menuntut peningkatan kualitas dan kuantitas dari penisilin yang dihasilkan. Perbaikan
kualitas dan kuantitas penisilin dapat tercapai apabila parameter-parameter metabolik
dari proses fermentasi adalah optimum (Sarah, M. 2002).

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan antibiotik?


2. Apa pengertian dari penisilin dan bagaimaimana sifatnya?
3. Apa saja klasifikasi dari penisilin?
4. Bagaimana proses pembuatan penisilin?
5. Bagaimana aktivitas dan mekanisme kerja dari penisilin?
6. Bagaimana efek samping dari penggunaan penisilin?
7. Bagaimana kegunaan klinis dari penisilin?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui pengertian dan sifat
dari antibiotik penisilin, klasifikasi penisilin, proses pembuatan penisilin, aktivitas dan
mekanisme kerja penisilin, efek samping dari penggunaan penisilin dan kegunaan klinis dari
pinisilin

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Sifat Penisilin

Antibiotik pertama yang dikembangkan pada tahun 1930-an dan 1940-an merupakan
senyawa kimia yang dihasilkan suatu mikroorganisme, yang dapat membunuh
mikroorganisme lain. Sebagai contoh, penisilin, antibiotik pertama yang dikembangkan
dalam skala besar untuk melawan infeksi bakteri. Penisilin merupakan hasil produk suatu
jenis jamur (fungi). Semenjak itu, antibiotik telah diekstrak dari berbagai sumber, seperti
kulit katak dan butiran salju, da nada pula yang disintesis (buatan) (Aryulina, 2004).

Antibiotik dikarakterisasi berdasarkan jangkauan keefektifannya dan cara kerjanya.


Antibiotik spectrum luas adalah antibiotik yang dapat membunuh berbagai jenis bakteri,
sedangkan antibiotik spectrum kecil adalah antibiotik yang efektif hanya terhadap sedikit
jenis bakteri (Aryulina, 2004).

Penisilin merupakan golongan antibiotika betalaktam yang telah lama dikenal. Pada
tahun 1970, telah didapatkan golongan ketiga betalaktam, yaitu asam 6-aminopenisilanat
dengan mesilinam sebagai antibiotika pertama. Penisilin terdiri dari cincin tiazolidin dan
cincin betalaktam. Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas antimikrobanya dalam
suasana asam dan harus diberikan parenteral. Penisilin lainnya akan hilang aktivitasnya bila
dipengaruhi oleh enzim betalaktamase; dalam hal ini, penisilinase akan memecah cincin
betalaktam. Radikal tertentu pada gugus amino inti 6-aminopenisilanat (6-APA) dapat
mengubah sifat kerentanan terhadap asam dan terhadap penisilinase, serta mengubah
spectrum antimikroba (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK UNSREGC, 2009).

3
Gambar 1: Struktur Penisilin (Suwandi, 1989)

Penisilin ditemukan oleh Fleming pada tahun 1929 di London, setelah mengamati
pertumbuhan stafilokokus tertentu terhambat bila bakteri-bakteri tersebut dikombinasi oleh
jamur. Satu decade kemudian Florey dan Chain berhasil mengisolasi substansi aktif dari
jamur Fleming yang disebut penisilin. Pertama-tama digunakan Penicillium neonatum untuk
pemakaian sistematik kemudian digunakan P. chrysogenum semasa perang dunia kedua
karena kebutuhan meningkat. Penisilin terbagi atas dua, yaitu penisilin alam dan penisilin
semisintetis. Penisilin alam diekstraksi dari biakan P. chrysogenum; penisilin semisintetis
diperoleh dengan jalan mengubah struktur kimia penisilin alam atau dengan cara sintesis inti
penisilin, yaitu asam amino penisilinat (Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK
UNSREGC, 2009).

Dalam keadaan murni, penisilin berupa serbuk putih kekuning-kuningan. Penisilin


alam bersifat optis aktif yang berputar ke kanan. Kelarutannya bergantung pada harga R di
rantai cabang, dan juga bergantung pada logam yang membentuk garam antibiotik ini.
Penisilin tidak dipengaruhi oleh reduktor, tetapi secara cepat diuraikan oleh oksidator kuat
(Sumardjo, 2009).

4
Gambar 2: Penisilin (Sumardjo, 2009).

Penisilin dapat mengalami peruraian oleh pengaruh hidrolisis. Hidrolisis ini dapat
terjadi karena pengaruh larutan alkali, larutan asam atau enzim penisilinase yang dibentuk
oleh beberapa jenis kuman. Karena pengaruh enzim penisilinase atau larutan alkali,
hidrolisis penisilin akan menghasilkan asam dikarboksilat yang dikenal dengan nama asam
penisiloat. Dekarboksilasi asam yang terbentuk ini dipengaruhi oleh pemanasan dan
menghasilkan asam monokarboksilat yang disebut asam peniloat. Hidrolisis penisilin yang
dipengaruhi oleh larutan asam akan menghasilkan asam penaldat dan penisilamina.
Dekarboksilasi asam penaldat yang terbentuk menghasilkan peniloaldehida (Staf Pengajar
Departemen Farmakologi FK UNSREGC, 2009).

Penicillium adalah anggota Ascomycota. Nama Penicillium berasal dari kata Latin
yang memiliki arti “kuas” sebab bentuk dari jamur Penicillium seperti kuas jika dilihat
secara mikroskopik. Anggota Ascomycota sendiri memiliki ciri-ciri:

1. Ciri khusus yang dimilki yaitu dapat menghasilkan spora askus (askospora), yaitu spora
hasil reproduksi seksual, berjumlah 8 spora yang tersimpan di dalam kotak spora. Kotak
spora ini menyerupai kantong sehingga disebut askus
2. Hidup saprofit, parasit, atau bersimbiosis
3. Hifa bersekat melintang serta hifanya brcabang-cabang
4. Tubuhnya ada yang berupa uniseluler dan ada juga yang multiseluler
5. Reproduksi aseksual dengan tunas (pada jamur uniseluler) , fragmentasi, dan spora
aseksual/konidia (pada jamur multi seluler). Spora aseksual terbentuk pada ujung hifa

5
khusus yang disebut konidiofor. Warna spora dan konidia bermacam-macam, ada yang
hitam, cokelat, kebiruan, dan bahkan ada yang merah orange.
6. reproduksi seksual dilakukan dengan askus. askus adalah semacam sporangium yang
menghasilkan askospora. Beberapa askus biasanya mengelompok dan berkumpul
membentuk tubuh buah yang disebut askokarp atau askoma

Untuk spesies Penicillium sendiri, secara umum memiliki ciri-ciri:


1. Hidup secara saprofit di berbagai tempat, terutama pada substrat yang mengandung gula
(seperti nasi, roti, dan buah yang telah ranum).
2. Berkembang biak secara vegetatif dengan membentuk konidia. Konidia dibentuk pada
ujung hifa. Hifa pembawa konidia disebut konidiofor. Sehingga setiap konidia dapat
dapat tumbuh membentuk jamur baru.
3. Konidiofor nya berbentuk seperti sikat/kuas
4. Reproduksi generatif dengan membentuk askus, namun reproduksi secara generatif sulit
ditemukan.

Gambar 3: Koloni Penicillium pada medium agar (Muniz, 2007).

6
Gambar 4: Penicillium chryzogenum pada saat pertama kali ditemukan oleh Alexander
Fleming di laboratoriumnya (Muniz, 2007).

Gambar 5: Penicillium notatum di cawan petri (Muniz, 2007).

Gambar 6: Penicillium chryzogenum beserta bagian-bagiannya (Muniz, 2007).

7
Gambar 7: Konidia dari Penicillium chryzogenum yang
berwarna biru atau hijau-kebiruan (Muniz, 2007).

Gambar 8: Mold dari Penicillium chryzogenum yang berwarna kuning (Muniz, 2007).

B. Klasifikasi Penisilin
Menurut Todar (2012), penisilin dapat dibagi menjadi tiga golongan utama, yaitu:
1. Penisilin alami, seperti Penisilin G (Benzylpenisilin) dan Penisilin V
(Phenoxymethylpenisilin) yang diproduksi melalui fermentasi Penicillium chrysogenum,
yang efektif melawan Streptococcus, Gonococcus, dan 1 2 3 8 Staphylococcus. Penisilin
G dan Penisilin V termasuk ke dalam spektrum sempit (narrow spectrum) karena tidak
efektif melawan bakteri Gram-negatif.
2. Penisilin biosintetik, diproduksi dengan cara melakukan rekayasa pada penisilin untuk
menghasilkan penisilin yang mampu melawan aktivitas bakteri Gram-negatif.
3. Penisilin semisintetik, banyak dari campuran ini telah dikembangkan untuk mempunyai
keuntungan atau manfaat yang berbeda dari Penisilin G, seperti spektrum aktivitas
ditingkatkan (efektivitas melawan bakteri Gram-negatif)

8
Gambar 9: Zat antibiotik yang dihasilkan dari jamur Penicillium notatum

Turunan Antibiotik (Golongan penisilin) (Wattimena, 1991):


1. Penisilin G
Penisilin G diekstraksi dari biakan Penisillinum chrysogenum dan merupakan
penisilin alami. Penisilin G diperdagangkan dalam bentuk hablur murni yang bersifat
asam. Penisilin G dalam larutan tidak stabil pada PH 5 atau kurang dan pada PH 8 atau
lebih. Larutan penisilin bila dibiarkan bebrapa hari lamanya akan terurai meskipun
disimpan dalam tempat dingin. Penisiln G dapat membentuk garam dengan logam alkali
dan alkali tanah yang larut dalam air, sedangkan garam dengan logam berat tidak mudah
larut.

2. Fenoksimetilpenisilin (Penicilin V)
Penisilin V merupakan turunan fenoksimetil dari penisilin G. PENISILIN v
sedikit larut dalam air, mudah larut dalam alcohol dan aseton.

3. Amoksisilin
Amoksisilin diperoleh dengan cara mengasilasi asam 6 – aminopenisilinat dengan
D-(-)-2-(p-hidroksifenil) glisin. Amoksisilin berupa bubuk, hablur putih, berasa pahit,
tidak stabil pada kelembaban tinggi dan suhu diatas 37o C. Kelarutannya dalam air 1g/370
ml, dalam alcohol 1g/2000 ml.

4. Ampisilin
Asam 6 – aminopenisilinat dialisasi dengan D-(-)- glisin menghasilkan ampisilin.
Ampisilin berupa bubuk, hablur putih, tak berbau. Garam trihidratnya stabil pada suhu

9
kamar. Dalam air kelarutannya 1 g/ml, dalam etanol absolute 1g/250ml dan praktis tak
larut dalam eter dan kloroform.

5. Bekampisilin
Bekampisilin turunan dari ampisilin dimana gugusan 3-karboksil tersubstitusi oleh
gugus etil membentuk ester. Garam HCL nya berbentuk hablur putih yang larut dalam
air.

6. Siklasilin
Siklasilin berupa bubuk, hablur putih, kelarutannya dalam air 1 g dalam 25 ml
pada suhu 38o C.

7. Hetasilin
Asam 6-aminopenesilinat diasilasi dengan D-(-)fenilglisilklorida lalu
dikondensasikan dengan aseton menghasilkan (hetasilin). Hetasilin berupa bubuk hablur
putih, praktis tidak larut (dalam air).

8. Dikloksasilin
Dikloksasilin adalah hasil asilasi asam 6-aminopenisilinat dengan 3-(2,6-
diklorofenil)-5-metil-4 isoksazolkarbonat, hasilnya dihablurkan kembali dan dibuatkan
garam natriumnya. Dikloksasilin berbentuk hablur bubuk putih, berbau agak khas,
melebur antara 222o dan 225o dengan penguraian: pKa = 2,67; larut baik dalam air, larut
dalam etanol; tahan terhadap asam.

9. Metisilin
Metisilin diperoleh sebagai hasil kondensasi asam 6 – aminopenisilinat dengan
2,6-dimetoksibenzoilklorida dan kemudian diendapkan dengan natriumasetat untuk
memperoleh garam Na. Metisilin berupa bubuk hablur halus berwarna putih tak berbau,
yang larut baik dalam air, sedikit larut dalam kloroform dan tak larut dalam eter.

10. Nafsilin
Asam 6 – aminopenisilinat yang diasilasi dengan 2 – etoksi-1-naf-toilklorida
dalam pelarut organik bebas air, mengandung trietilamin menghasilkan nafsilin. Nafsilin
berupa bubuk berwarna putih kekuning-kuningan, berbau agak khas, larut dalam air,
kloroform dan etanol. Oleh asam sebagian diuraikan. Nafsilin tahan penisilinase.

10
11. Kloksasilin
Asam 6 – aminopenisilinat diasilasi dengan 3 (O-klorofenil)-5-metil-4
isoksazolkarboksilat. Hasinya dimurnikan dengan cara penghabluran kembali, kemudian
kloksasilin dibuatkan garam natriumnya. Kloksasilin berupa bubuk hablur putih; stabil
terhadap cahaya; sedikit higroskopis; terurai antara 170o dan 173o ; PH larutan 1%
terletak antara 4,5 dan 7,5. Kloksasilin larut baik dalam air, etanol dan sedikit larut dalam
kloroform.

12. Oksasilin
Oksasilin diperoleh dengan cara mengkondensasikan Asam 6-aminopenisilinat
dengan 5 metil-3-fenil-4-isoksazolklorida dalam pelarut organic yang sesuai, kemudian
oksasilin diendapkan dengan natrium asetat sebagai garam natrium. Oksasilin berupa
bubuk hablur halus, berwarna putih dan tak berbau. Garamnya larut dalam air, sedikit
larut dalam etanol absolute, kloroform dan tak larut dalam eter. Oksasilin tahan
penisilinase

13. Karbenisilin
Karbenisilin berupa bubuk Kristal putih berasa pahit, higroskopik, tak berbau; pH
larutan 1% b/v antara 6,5 dan 8,0; pKa1 = 2,76, pKa2=3,5. Kelarutannya dalam air 1 g/1,2
ml, dalam etanol 1g/2,5 ml, praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, tidak stabil
dengan asam, garam indanil lebih stabil terhadap asam.

14. Tikarsilin
Tikarsilin diperoleh dari Ampisilin dimana inti benzene diganti dwngan inti
tiofen. Tikarsilin berupa bubuk putih sampai kuning, higroskopik, larut sangat baik dalam
air. Tikarsilin diuraikan oleh mikroba yang memproduksi β-laktamase.

15. Azlosilin
Azlosilin adalah turunan Ampisilin dimana gugus amina tersubstitusi dan
merupakan asilureidopenisilin. Garam natriumnya berupa bubuk hablur berwarna kuning
pucat yang larut dalam air, methanol dan dimetilformamida serta larut sedikit dalam
etanol dan isipropanol. Azlosilin peka terhadap β-laktamase yang diproduksi
oleh Enterobacteriaceae atupu terhadap penisilinase yang diproduksi
oleh Staphylococcus aureus.

11
16. Mezlosilin
Mezlosilin diperoleh secara semi sintetik seperti Azlosilin kecuali pada inti
imidazolidin N-heterossiklik tersustitusu gugus metil sulfonil. Garam natrium monohidrat
Mezlosilin berbentuk hablur kuning pucat yang larut dalam air, methanol dan
dimetilformamida, tidak larut dalam aseton dan etanol.

17. Piperasilin
Piperasilin merupakan turunan dari penisilin. Piperasilin mempunyai spectrum
antimikroba yang identik dengan Mezlosilin. Piperasilin juga peka terhadap β-laktamse
yang diproduksi oleh gonokokus.

C. Pembuatan Penisilin
Di dalam proses produksi penisilin, dibutuhkan suatu proses yang aerobik dan aerasi
yang efisien. Penisilin merupakan suatu metabolit sekunder yang khas. Selama tahap
pertumbuhan, sangat sedikit penisilin yang diproduksi, tetapi ketika sumber karbon telah
habis, tahap produksi penisilin baru dimulai. Produksi penisilin oleh jamur Penicillium
chrysogenum terjadi selama fase stasioner, sehingga dikenal sebagai metabolit sekunder.
Oleh karena itu, di dalam proses produksi metabolit sekunder ini, dikenal juga istilah fase
pertumbuhan (tropofase) dan fase pembentukan produk(idiofase). Kebanyakan produk
diproduksi setelah pertumbuhan masuk ke dalam fase stasioner (Muniz, et al, 2007).

Produksi penisilin menggunakan Penicillium chrysogenum berlangsung dari 0-140


jam (sekitar 5-6 hari). Fase pertumbuhan penisilin mempunyai jangka waktu sekitar 40 jam.
Selama waktu tersebut, massa sel dibentuk. Setelah fase pertumbuhan (logaritma)
berlangsung, tahap produksi penisilin yang sebenarnya baru dimulai. Pemberian nutrien,
seperti glukosa dan nitrogen di dalam berbagai komponen medium kultur dapat
memperlama tahap produksi penisilin, dari 120-180 jam. Di dalam penelitiannya yang
menggunakan air lindi sebagai medium produksi penisilin menggunakan Penicillium
chrysogenum. Air lindi merupakan cairan hasil proses dekomposisi anaerobik bahan organik
sampah dan juga merupakan hasil kontak bahan cair dengan sampah atau gas yang
dihasilkan oleh sampah. Air lindi yang baru terbentuk umumnya berwarna hitam kecoklatan,
pekat, berbau, dan beracun bagi manusia karena disebabkan oleh berbagai hal, seperti
(Muniz, et al, 2007):

12
1. Mengandung senyawa amoniak (NH3), sulfurdioksida (SO2), karbondioksida (CO2), dan
metana (CH4) sebagai hasil utama proses dekomposisi anaerobik.
2. Telah terkontaminasi dengan hampir semua bahan yang terlarut dan tersuspensi di dalam
sampah.

Awal terbentuknya air lindi adalah dengan adanya perubahan proses dekomposisi
dari keadaan aerobik menjadi anaerobik karena oksigen terlarut yang tersedia telah sangat
berkurang atau habis. Perpanjangan masa inkubasi hingga 10 hari perlu dilakukan sebagai
penelitian lanjutan agar mencapai fase stationer yang berpengaruh terhadap jumlah produksi
penisilin. Proses produksi penisilin, pertumbuhan sel dan produksi penisilin ditentukan
dengan cara mengukur kadar sel, kadar glukosa di dalam substrat, dan potensi penisilin
setiap 6 jam (Muniz, et al, 2007).

Penisilin diproduksi secara komersial dengan menggunakan bahan baku utama


berupa glokosa, laktosa, dan cairan rendaman jagung. Mineral-mineral yang digunakan
adalah NaNO3, Na2SO4, CaCO3, KH2PO4, MgSO4, 7H2O, ZnSO4, dan MnSO4. Untuk
meningkatkan yield dan modifikasi tipe penisilin yang akan dihasilkan, maka kedalam
media fermentasi ditambahkan juga precursor, misalnya phenylacetic acid yang digunakan
untuk memproduksi penisilin G. Cairan rendaman jagung adalah media fermentasi dasar
yang terdiri dari asamamino, polipeptida, asam laktat dan mineral-mineral. Kualitas cairan
rendaman jagung sangat bergantung pada derajat pengenceran hingga diperoleh konsentrasi
yang diinginkan, sedangkan besarnya jumlah nutrient dan alkali yang ditambahkan kedalam
media dasar disesuaikan dengan jumlah media fermentasi dasar ini (Pratiwi, 2008).

Proses pembuatan penisilin melibatkan proses fermentasi penisilin didahului oleh


tahapan seleksi strain Penicillium chrysogenum pada media agar di laboratorium dan
perbanyakan pada tangki seeding. Penicillium chrysogenum yang dihasilkan secara teoritis
dapat mencapai konversi yield maksimum sebesar 13 – 29 %. Media fermentasi diumpankan
ke dalam fermentol pada suasana asam (pH 5,5). Proses fermentasi ini diawali dengan
sterilisasi media fermentasi melalui pemanasan dengan steam bertekanan sebesar 15 lb (120
0C) selama ½ jam. Sterilisasi ini dilanjutkan dengan proses pendinginan fermentol dengan
air pendingin yang masuk ke dalam fermentol melalui coil pendingin (Pratiwi, 2008).

13
Fermentasi penisilin sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi proses dan
lingkungannya. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembuatan penisilin
ini antara lain adalah : Temperatur, pH, Sistem Aerasi, Sistem Pengadukan, Penggunaan zat
anti busa, dan upaya pencegahan kontaminasi pada medium (Huga dan Russel, 2000)

a. Temperatur
Fermentasi untuk pembuatan penisilin akan menghasilkan produk yang maksimum
apabila temperatur operasi dijaga pada 24oC. Temperatur berkaitan erat dengan
pertumbuhan mikroorganisme, karena kenaikan temperatur dapat meningkatkan jumlah
sel mikroorganisme baru. Apabila temperatur sistem meningkat melebihi temperatur
optimumnya, maka produk yang dihasilkan akan berkurang, karena sebagian dari media
fermentasi akan digunakan oleh mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya.

b. pH
Pengaturan pH dilakukan untuk mencegah terjadinya fluktuasi pH sistem. Menurut
Moyet dan Coghill kehilangan penisilin dapat terjadi pada pH dibawah 5 atau pH diatas
7,5. PH medium dipengaruhi oleh jenis dan jumlah karbohidrat (glukosa atau laktosa) dan
buffer. Karbohidrat akan difermentasi menjadi asam-asam organik. Fermentasi glukosa
yang berlangsung cepat akan menurunkan pH, sedangkan laktosa terfermentasi dengan
sangat lambat sehingga perubahan pH berlangsung lambat pula. Konsentrasi gula hasil
fermentasi ini berfungsi mempertahankan kenaikan pH agar tetap lambat. Larutan buffer
dapat digunakan untuk mempertahankan pH sistem.

c. Aerasi
Aerasi yang cukup merupakan hal penting untuk memaksimalkan penisilin, sebab aerasi
dapat menghasilkan oksigen yang dihasilkan oleh kapang Penicillum chrysogenum untuk
metabolismenya. Aerasi pada fermento diberikan melalui proses pengadukan atau dengan
tekanan sebesar 20 lb/in2 akan mengurangi penisilin yang dihasilkan.
d. Pengadukan
Pemilihan jenis pengaduk dan kecepatan pengadukan yang sesuai akan memperbaiki
hasil penisilin ketika laju aerasi konstan. Kecepatan pengadukan proses fermentasi
umumnya berkisar pada range 250 – 500 cm/detik. Pembentukan busa yang berlebihan
selama proses fermentasi dapat dieliminasi dengan penambahan tributinit sutrat. Secara

14
umum, busa akan menurunkan pH apabila konsentrasinya terus bertambah. e. Sterilisasi
Kontaminasi dapat dihindarkan dengan cara sterilisasi sistem perpipaan, fermentol, dan
peralatan lain yang kontak langsung dengan penisilin. Uap panas umumnya digunakn
untuk sterilisasi media fermentasi dan peralatan tersebut. Zat anti busa dan udara untuk
aerasi juga hasus disterilkan terlebih dahulu sebelum diumpankan kedalam media
fermentasi’

D. Aktivitas dan Mekanisme Kerja Penisilin


Penisilin dan turunannya bersifat bakterisid terhadap kuman gram-positif (khususnya
cocci) dan beberapa kuman gram-negatif. Penisilin termasuk antibiotik spectrum-sempit,
begitu pula penisilin-V dan analognya. Ampisilin dan turunannya memiliki spectrum kerja
yang lebih luas, meliputi banyak kuman gram-negatif. Antibiotika bakterisid ini tidak dapat
dikombinasikan dengan bakteriostatika seperti tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin dan
asam fusidat. Kombinasi dengan sulfonamide termasuk pengecualian (Mutschler, 1991).

Penisilin menghambat pembentukan Mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis


dinding sel mikroba. Terhadap mikroba yang sensitif, Penisilin akan menghasilkan efek
bakterisid (membunuh kuman) pada mikroba yang sedang aktif membelah. Mikroba dalam
keadaan metabolik tidak aktif (tidak membelah) praktis tidak dipengaruhi oleh Penisilin,
kalaupun ada pengaruhnya hanya bakteriostatik (menghambat perkembangan) (Mutschler,
1991).

Dinding sel kuman terdiri dari suatu jaringan peptidoglikan, yaitu polimer dari
senyawa amino dan gula, yang saling terikat satu dengan yang lain (crosslinked) dan dengan
demikian memberikan kekuatan mekanis pada dinding. Penisilin dan sefalosporin
menghindarkan sintesa lengkap dari polimer ini yang spesifik bagi kuman dan disebut
murein. Bila sel tumbuh dan plasmanya bertambah atau menyerap air dengan jalan osmosis,
maka dinding sel yang tak sempurna itu akan pecah dan bakteri musnah (Mutschler, 1991).

Penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding
sel. Obat ini berdifusi dengan baik di jaringan dan cairan tubuh, tapi penetrasi ke dalam
cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat ini diekskresi ke

15
urin dalam kadar terapeutik. Probenesid menghambat ekskresi penisilin oleh tubulus ginjal
sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan masa kerjanya lebih panjang (Mutschler, 1991).

Penisilin berpengaruh terhadap sel yang sedang tumbuh dan hanya berpengaruh
kurang berarti terhadap kuman yang sedang tidak aktif tumbuh (dorman). Penisilin tidak
mempengaruhi sel-sel jaringan mamalia, karena sel mamalia tidak memiliki dinding masif
seperti halnya pada kuman (Mutschler, 1991).

1. Absorbsi Penisilin
a. Peroral
Penicilin-G dan garam-garamnya di dalam lambung mamalia berlambung tunggal
mengalami inaktifasi oleh asam lambung sampai 70%. Pada individu tua yang
produksi asam lambung sangat menurun atau bahkan achlorhidri, pemberian penisilin
dapat memberikan hasil yang lebih baik dalam proses absorbsinya di duodenum.
Pemberian phenoxy-methil dan phenoxy aethyl penisilin (penisilin V) absorbsinya
juga baik, karena tidak dirusak oleh asam lambung hewan kesayangan, kadar
penisilin dalam plasma meningkat dengan cepat..

b. Intramusculer
Garam-garam Na dan K-penisilin diserap cukup cepat, dengan puncak kadar
penisilin di dalam plasma segera dicapai, begitu pula ekskresinya lewat ginjal.
Dengan dosis baku efek baktersidal berlangsung selama 4 jam. Kadar minimal di
dalam plasma adalah 2,5 ppm dan untuk mencapainya dosis penisilin-G diberikan
antara 10.000-40.000 IU/kg (kuda). Untuk memperlambat absorsi nya dapat
dilakukan dengan jalan antara lain (Mutschler, 1991):

1) Penisilin dijadikan garam dengan procain hingga terjadi garam procain-


penisilin yang berupa suspensi dalam air. Partikel yang tidak larut akan
memperlambat penyerapan sampai 18-24 jam setelah disuntikan.

2) Garam procain-penisilin-G diemulsikan di dalam minyak nabati atau 2%


aluminium monostearat. Penyerapan penisilin dengan emulsi ini berlangsung
selama 36-72 jam. Biasanya suntikan intramuskuler menyebabkan radang lokal
(myositis).

16
3) Penisilin dijadikan garam benzathine-penicilin-G. Efek terapi yang diperoleh
dapat diperpanjang sampai 7-14 hari pasca penyuntikan.

c. Intravena
Penyuntikan secara intravena menghasilkan kadar tinggi di dalam plasma, yang
segera diikuti eliminasi yang cepat pula selama 4-6 jam. Penyuntikan ini harus
dilakukan berulang kali dengan interval pendek. Penisilin yang digunakan hanya
garam Na dan K, karena keduanya mudah larut dalam air (Mutschler, 1991).

d. Intratracheal
Cara ini banyak dilakukan untuk penderita radang paru-paru infeksi, dan kadar yang
tinggi diperlukan di dalam jaringan paru-paru.

e. Intrauterin
Absorbsi penisilin terjadi setelah infusi interauterin,dengan dosis 1,5 juta IU procain
penisilin yang diberikan secara intrauterin,ekskresi melalui kelenjar susu berlangsung
selama 60-48 jam pasca infusi,infusi intrauterin dilakukan untuk pengobatan metritis
dan pyometra pada sapi (Mutschler, 1991).

f. Intramamari
Absorbsi obat yang diinfusikan intramamer berlangsung secara difusi jaringan lokal.
Penisilin untuk mengobati mastitis dapat berupa garam penisilin, dan tergantung
pada vehikelnya, penisilindapat efektif dalam beberapa jam sampai hari atau minggu
(penisilin intramamer retard) (Mutschler, 1991).

2. Distribusi dalam Jaringan


Dalam keadaan normal penisilin didistribusikan dengan cepat dari plasma ke
dalam jaringan tubuh . persentase volume disribusi (apparent volume distribotion, AVD)
sebesar 50% memperlihatkan cepat dan mudahnya didistribusi penisilin ke dalam
jaringan (Mutschler, 1991).

3. Ekskresi
Penisilin diekskresikan mlalui ginjal,kelenjar susu, hati dan usus. Melalui ginjal
penisilin diekskresikan dengan cepat, serta mencapai 60-80% dari obat yang dimasukkan.
Ekskresi renal tersebut terdiri dari ekskresi glomerular (20%) dan ekskresi tubuler (80%).

17
Eksresi lewat kelenjar susu,dalam keadaan seimbang, atau Equilibrium state, jumlah yang
diekskresikan mencapai 16% dari yang ada di dalam plasma, waktu bebas obat, atau
withfrawal time, penisilin dari air susu adalah 96 jam. Ekskresi penisilin lewat keringat,
empedu, tinja dll cairan tubuh jumlahnya tidak berarti (Mutschler, 1991).

E. Efek Samping Penggunaan Penisilin


Reaksi merugikan yang sering dari pemberian penisilin adalah hipersensitifitas dan
superinfeksi (timbulnya infeksi sekunder jika flora tubuh terganggu). Mual, muntah, atau
diare merupakan gangguan gastrointestinal yang sering. Ruam kulit merupakan indikator
dari adanya reaksi alergi yang ringan sampai sedang. Reaksi alergi yang berat dapat menjadi
syok anafilaksis. Efek alergi terjadi pada 5-10% orang yang menerima senyawa penisilin;
oleh karena itu, pemantauan ketat sewaktu pemberian dosis penisilin pertama dan dosis
selanjutya perlu diperhatikan (Kee dan Evelyn,1996).

Bilamana seseorang diberikan penisilin secara tropical, sebagian kecil akan


diresorpsi oleh kulit dan di dalam darah bergabung dengan salah satu protein. Penisilin
disebut hapten dan kompleks penisilin-protein dinamakan antigen, yang mendorong tubuh
untuk membentuk zat-zat penangkis tertentu, yaitu antibodies. Pasien ini telah disensitasi
dan menjadi rentan berlebihan untuk penisilin (hipersensitif). Bila pada kesempatan lain ia
diberi penisilin lagi, kemungkinannya besar akan terjadi reaksi khusus antara antigen dan
antibodies tersebut, yang dinamakan reaksi alergi (Tjay dan Kirana, 2007).

Dapat menimbulkan ultikaria , dan kadang-kadang anifilaksis dapat menjadi fatal.


Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya alergi terhadap semua turunan penisilin
karena hipersensitifitas ditentukan oleh struktur dasar penisilin. Ensefalopati akibat iritasi
serebral, hal ini dapat terjadi pada pemberian dosis yang brlebihan atau dosis normal pada
pasien gagal ginjal. Penicilin tidak boleh diberikan secara intratekal karena cara ni dapat
menimbulkan ensefalopati yang mungkin fatal. Pada pasien gagal ginjal pemberian penisilin
scara injeksi dapat menyebabkan akumulasi elektrolit. Diare sering terjadi pada pemberian
peroral,kadang-kadang juga dapat menyebabkan colitis (Wattimena, 1991).

Kejadian toksisitas dalam praktek dokter hewan,terjadi pada anjing 15 menit setelah
disuntik kedua kalinya yang berselang lebih kurang 1 bulan. Gejala salivasi, gemetar,

18
muntah dan urtikaria berlangsung beberapa jam setelah suntikan. Gejala syarafi juga telah
ditemukan pada anjing dan kucing,berupa ataxia dan konvulsi (Wattimena, 1991).

Reaksi anifilatik sering dijumpai pada ternak-ternak sapi yang disuntik profilatik
sebelum transport ke peternakan. Reaksi tidak terduga (adverse reaction) telah pula terjadi
bervariasi mulai gemetar, muntah, depresi sampai keguguran (Wattimena, 1991).

Setelah bebrapa kali seekor kuda disuntik penisilin 10-40.000 IU, 2 kali sehari
dilaporkan telah mengalami hipersensitifitas tipe I. Pada kuda putih reaksi berupa dermatitis
bullosa disertai keropeng-keropengtelah pula ditemukan .Pada anjing reaksi kulit berupa
oedema pada konjuctiva disertai prostrusi dari selaput lendir,terjadi setelah diobat secara
sistemik,hewan tersebut menerima salep mata yang mengandung penisilin (Wattimena,
1991).

F. Kegunaan Klinis Penisilin


Secara umum, penisillin digunakan sebagai antibiotika untuk pengobatan penyakit
yang disebabkan oleh bakteri atau bakteri. Penisillin ini termasuk antibiotika bakterisid
(antibiotik yang membunuh bakteri) (Utami, 2011).

1. Infeksi bakteri gram positif


a) Bakteri dalam bentuk kokus seperti Pneumonia, Meningitis, Endokarditis, Otitis
Media akut dan Mastoiditis, juga infeksi Stafilokokus.
b) Bakteri dalam bentuk batang seperti Difteria, Klostridia, Antraks, Listeria, Erisipeloid.
2. Infeksi bakteri gram negatif
a) Bakteri dalam bentuk kokus seperti infeksi Meningokokus , Gonore, infeksi
Gonokokus di ekstragenital, juga Sifilis.
b) Bakteri dalam bentuk batang seperti pada infeksi Salmonella dan Shigelia,
Haemophilus influenzae, P. multocida.

Selain itu penisillin juga digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi (Kee, 2006):
1. Bakteri-bakteri klostridia, misalnya blackleg, (Cl. Chauvoei), malignant edema (Cl.
Septicum, boutvuur), dan tetanus (Cl. tetani).

19
2. Corynebacterium renale, yang menyebabkan pielonefritis, diperlukan dosis tinggi.
Adanya exudat dan nanah menyebabkan penetrasi obat ke jaringan yang mengalami
radang kurang efektif.
3. Lumpy jaw (aktinomikosis oleh Actinomyces bovis) pada sapi.
4. Wooden tongue (actinobacillus lignieresi) pada sapi
5. Leptospira, penisilin dikombinasikan dengan strptomisin untuk mengatasi infeksi bakteri
streptokokus dan stafilokokus. Karena bakteri s. aureus menghasilakan enzim
penisilinase, terjadi resistensi.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Penisilin merupakan golongan antibiotika betalaktam yang telah lama dikenal.


Pada tahun 1970. Penisilin ditemukan oleh Fleming pada tahun 1929 di London, setelah
mengamati pertumbuhan stafilokokus tertentu terhambat bila bakteri-bakteri tersebut
dikombinasi oleh jamur. Penisilin dihasilkan oleh jamur Penicillium notatum. Dalam
keadaan murni, penisilin berupa serbuk putih kekuning-kuningan. Penisilin dapat dibagi
menjadi tiga golongan utama, yaitu penisilin alami, penisilin biosintetik, dan penisilin
semisintetik. Penisilin dan turunannya bersifat bakterisid terhadap kuman gram-positif
(khususnya cocci) dan beberapa kuman gram-negatif. Reaksi merugikan yang sering dari
pemberian penisilin adalah hipersensitifitas dan superinfeksi (timbulnya infeksi sekunder
jika flora tubuh terganggu). Mual, muntah, atau diare merupakan gangguan
gastrointestinal yang sering. Secara umum, penisillin digunakan sebagai antibiotika untuk
pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau bakteri. Penisillin ini termasuk
antibiotika bakterisid (antibiotik yang membunuh bakteri).

3.2.Saran
Dalam penyusunan makalah ini saya masih sangat membutuhkan kritikan dan
saran yang sifatnya membangun karena makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan referensi yang saya miliki.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aliero, A. A., Aliero, B.L. and Buhari, U., 2008, Preliminary phytochemical and antibacterial
screening of Scadoxus multiflorus, Int. Jor. P. App. Scs. 2(4):13-17.
Djamaan, A. 1995, Produksi Garamisin Secara Fermentasi, Jurnal Penelitian Andalas, No. 18
: Padang.
Gan, S.G., dan Gan, V.,H.S., 2010, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Huga, W.B.,dan Russel, A.D., 2000, Pharmaceutical Microbilogy., Blackwell Scientific
Publication, London
Kee, Joyce L., dan Evelyn R. Hayes., 1996, Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan,
alih bahasa : Peter Anugerah, editor: Yasmin Asih, EGC, Jakarta
Muniz, Carolina Campos, et al, 2007, Penicllin and Cephalosporin Production: A Historical
Perspective. Journal of Microbiology. Vol 49 No: 3-4, December 2007
Mutschler, 1991, Dinamika Obat, ITB press, Bandung
Pratiwi, Sylvia, 2008, Mikrobiologi farmasi,. Erlangga, Jakarta
Sarah, Maya, 2002, Parameter Metabolik dalam pembuatan Penisilin. Digitized by USU digital
Library, Medan
Staf Pengajar Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Sumardjo, Damin, 2009, Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta, EGC, Jakarta
Tjay, Tan Hoan., dan Kirana Rahardja., 2007, Obat-Obat Penting: Kasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta
Wardani, K.A., 2008, Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Residu Ekstrak Etanolik Daun Arbenan
(Duchesnea indica (Andr.) Focke.) Terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa. Multi Resisten Antibiotika Beserta Profil Kromatografi Lapis Tipis, Skripsi
Fak.Farmasi, UMS, Surakarta.
Wattimena, J.R. dkk, 1991, Farmakodinamik dan Terapi Antibiotik., Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta Halaman 66-100.

22

Anda mungkin juga menyukai