Anda di halaman 1dari 90

PEMBAHASAN

2.1. Deteksi dini terhadap Komplikasi dan kelainan pada ibu bersalin

1. Pengertian Deteksi Dini


Deteksi dini yaitu melakukan tindakan untuk mengetahui seawal mungkin adanya
kelainan, komplikasi dan penyakit ibu selama kehamilan yang dapat menjadi penyulit
ataupun komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan bayi dalam persalinan .
2. Prinsip Deteksi Dini
Prinsip deteksi dini yaitu melakukan skrining secara teratur dan ketat terhadap adanya
kelaina, komplikasi dan penyakit selama kehamilan, serta mencegah atau mengurangi resiko
terjadinya kelainan, komplikasi dan penyakit dalam persalinan dan nifas.
3. Manfaat Deteksi Dini
Manfaat dari deteksi dini yaitu diharapkan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut
atau meminimalkan resiko akibat terjadinya komplikasi

Deteksi dini penyulit Persalinan


1. Pemanfaatan Partograf pada setiap Persalinan Kala I Aktif
Partograf merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi, anamnesis,
dan pemeriksaan fisik ibu dalam persalina. Pencatatan ini sangat penting, khususnya untuk
membuat keputusan klinik selama kala I persalinan. Partograf adalah suatu alat untuk
memantau kemajuan persalinan, memanau kondisi ibu dan janin serta mendeteksi adanya
kelainan.
2. Kegunaan Utama dari Partograf
a) Tujuan penggunaan Partograf
1) Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan memeriksa dilatasi
serviks saat pemeriksaan dalam.
2) Menentukan apakah persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini persainan lama
b) Partograf harus digunakan pada hal-hal berikut ini
1) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sebagai elemen penting asuhan
persalinan. Partograf harus digunakan tanpa ataupun adanya penyulit.
2) Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan
swasta, rumah sakit dan lain-lain)
3) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu
selama persalinan dan kelahiran (spesialis obstetri ginekologi, bidan, dokter umum,
residen dan mahasiswa kedokteran)
Bagian-bagian dari Partograf
Partograf berisi ruang untuk pencatatan hasil pemeriksaan yang dilakukan selama kala I
persalinan termasuk hal-hal berikut :
1. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks (setiap 4 jam)
b. Penurunan kepala janin (setiap 4 jam)
c. Kontraksi uterus (setiap 30 menit)
2. Keadaan janin
a. DJJ (setiap 30 menit)
b. Warna dan jumlah air ketuban (setiap PD)
c. Moulage tulang kepala janin (setiap PD)
3. Keadaan ibu
a. Nadi (setiap 30 menit)
b. Tekanan darah, suhu (setiap 4 jam)
c. Urine, Volume dan protein (setiap 2-4 jam)
d. Obat-obatan dan cairan IV

Penyulit Persalinan
Penyulit persalinan adalah hal-hal yang berhubungan langsung dengan persalinan yang
menyebabkan hambatan bagi persalinan yang lancar.
1. Kategori penyulit persalinan kala I sampai kala IV adalah sebagai berikut :
a. Distosia
b. Atonia Uteri
c. Retensio plasenta
d. Robekan jalan lahir
e. Perdarahan kala IV (primer)
f. Emboli air ketuban
g. Inversio uteri
h. Syok obstetrik
2. Masalah dan penyulit pada kala 1 sampai dengan kala IV persalinan.
Berikut masalah dan penyulit pada kala I persalinan, yaitu :
a. Perdarahan per vaginam selain dari lendir bercampur darah (bloody show)
b. Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan)
c. Ketuban pecah disertai dengan keluarganya mekonium kental
d. Ketuban pecah bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat
janin
e. Ketetuban telah pecah (lebih dari 24 jam)atau ketuban pecah pada heamilan kurang
bulan ( usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
f. Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi : temperatur tinggi >38oC, menggigil, nyeri
abdomen, cairan ketuban yang berbau
g. Tekanan darah >160/100 mmHg dan atau terdapat protein dalam urine
h. Tinggi fundus 40cm atau lebih
i. DJJ <100 atau >180x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit
j. Primipara dalam persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih 5/5
k. Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang, dan lain-lain)
l. Presentasi ganda/ majemuk (adanya bagian janin, seperti lengan atau tangan,
bersamaan dengan presentasi belakang kepala)
m. Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)
n. Tanda dan gejala syok :
- Nadi cepat, lemah (lebih dari 110x/menit)
- Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90mmHg)
- Pucat
- Berkeringat atau kulit lembab, dingin
- Napas cepat (lebih dari 30x/menit)
- Cemas, bingung, atau tidak sadar
- Prosuksi urine sedikit (kurang dari 30ml/jam)
o. Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten memanjang :
- Pembukaan serviks kurang dari 4cm setelah 8 jam
- Kontraksi teratur (lebih dari 2 dalam 10 menit)
p. Tanda dan gejala belum inpartu :
- Kurang dari 2 kontraksi dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 20 detik
- Tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 sampai 2 jam
q. Tanda dan gejala partus lama
- Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada
- Pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam
- Kurang dari 2 kontraksi dalam waktu 10 menit, masing-masing berlangsung
kurang dari 40 detik
Berikut masalah dan penyulit pada kala II persalinan, yaitu :
a. Dalam 2 jam ibu dipimpin meneran bayi tidak lahir/tidak ada kemajuan penurunan
kepala (kemungkinan disproporsi kepala-panggul)
b. Antisipasi kemungkinan terjadinya distosia bahu
- Kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar
- Kepala bayi keluar kemudian tertarik lagi ke dalam vagina (kepala kura-kura)
- Bahu bayi tidak lahir
c. Tanda dan gejala syok
- Nadi cepat, lemah (lebih dari 110x/menit)
- Tekanan darah nya rendah (sistolik kurang dari 90mmHg)
- Pucat
d. Tanda dan gejala dehidrasi
- Perubahan nadi (100x/menit atau lebih)
- Urine pekat
- Produksi urine sedikit (<30cc/jam)
e. Tanda dan gejala infeksi
- Nadi cepat (110x/menit atau lebih)
- suhu >38oC
- Menggigil
- Air ketuban atau cairan vagina yang bau
f. Tanda atau gejala preeklamsi ringan
- Tekanan darah diastolik 90-110mmHg
- Proteinuria 2+
Tanda atau gejala preeklamsi berat
- Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih
- Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang
- Nyeri kepala
- Gangguan penglihatan
- Kejang (eklamsi)
g. Tanda atau gejala inersia uteri
- Kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang dari 40
detik
h. Tanda gawat janin
- DJJ <120 atau lebih dari160x/menit mulai waspada tanda awal gawat janin
- DJJ <100 atau >180x/menit
i. Cairan ketuban mengandung mekonium
j. Tali pusat menumbung (teraba atau terlihat saat periksa dalam), lilitan tali pusat
k. Kehamilan kembar tidak terdeteksi

Berikut masalah dan penyulit pada kala III dan IV persalinan, yaitu :
a. Tanda atau gejala retensio plasenta
- Plasenta tidak lahir dalam waktu >30 menit
b. Tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat
- Tali pusat putus dan plasenta tidak lahir
c. Tanda atau gejala atonia uteri
- Perdarahan pasca persalin
- Uterus lembek
d. Tanda atau gejala robekan vagina, perineum/seviks
- Perdarahan pascasalin
- Plasenta lengkap
- Uterus berkontraksi
e .Tanda atau gejala bagian plasenta yang tertahan
- Bagian permukaan plasenta yang menempel pada ibu hilang
- Bagian selaput ketuban hilang/robek
- Perdarahan pascasalin
- Uterus berkontraksi
f. Tanda dan gejala kandung kemih penuh
- Bagian bawah uterus sulit dipalpasi
- Tinggi fundus di atas pusat
- Uterus terdorong/condong ke satu sisi
g. Tanda dan gejala syok
- Nadi cepat, lemah (lebih dari110x/menit)
- Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
- Pucat
h. Tanda atau gejala dehidrasi dan infeksi
- Nadi cepat (110x/menit atau lebih)
- Suhu >38oC
- Menggigil
- Air ketuban atau cairan vagina yang bau
i. Tanda atau gejala Preeklamsi ringan
- Tekanan darah diastolik 90-100 mmHg
- Proteinuria 2+
j. Tanda atau gejala preeklamsi berat
- Tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih
- Tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih dengan kejang
- Nyeri kepala
- Gangguan penglihatan
- Kejang (eklamsia)
Polihidramnion
Polihidramnion atau disebut juga dengan hidramnion adalah keadaan dimana air
ketuban melebihi 2000 ml. Hdramnion akut adalah penambahan air ketuban secara mendadak
dan cepat dalam beberapa hari, biasanya terdapat pada kehamilan yang agak muda, bulan ke-
5 dan ke 6. Hidramnion kronis adalah penambahan air ketuban secara perlahan-lahan,
biasanya terjadi pada kehamilan lanjut. Diagnosis pasti bisa didapatkan dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Insiden hidramnion adalah 1% dari semua kehamlan. Biggio dkk.
(1999)melaporkan dari alabama, insiden hidramnion 1% diantara lebih dari 36.000
kehamilan.
Sampai sekarang penyebab hidramnion masih belum jelas. Pada banyak kasus
hidramnion berhubungan dengan kelainan malformasi janin, khususnya kelainan sistem saraf
pusat dan traktus gastrointestinal. Namun secara teori, hidramnion dapat terjadi karena hal-
hal berikut.
1. produksi air ketuban bertambah
Diduga air ketuban dibentuk oleh sel-sel amnion, tetapi air ketuban dapat bertambah
cairan otak anensefalus.
Naeye dan blanc (1972) mengidentifikasi dilatasi tubulus ginjal dan kandung kemih ukuran
besar akan meningkatkan urine output pada awal periode pertumbuhan fetus. Hal inilah yang
meningkatkan produksi urine fetus yang mengakibatkan hidramnion.
2. pengaliran air ketuban terganggu
Air ketuban yang dibentuk, secara rutin dikeluarkan dan diganti dengan yang baru.
Salah satu cara pengeluaran adalah ditelan oleh janin, diabsorpsi oleh usus kemudian
dialirkan ke plasenta untuk akhirnya masuk kedaalam peredaran darah ibu. Ekskresi air
ketuban ini akan terganggu bila janin tidak bisa menelan seperti pada atresia esofagus dan
anensefalus.
Damato dkk. (1993) melaporkan bahwa dari 105 wanita yang diteliti cairan
amnionnya, ditemukan hampir 65% dinyatakan hidramnion. Ada 47 orang hamil tunggal
dengan satu atau ebih mengalami kelainan kongenital, di antaranya kelainan gastrointestinal,
sistem saraf pusat, toraks, skeletal, kelainan kromosom (2 janin mempunyai trisomi 18 –
Edward syndrome dan dua janin dengan risomi 21 -down syndrome), dan kelainan jantung :
19 orang wanita hamil kembar. Hidramnion berhubungan dengan kehamilan kembar
monozigotik, hipotesis telah dibuktikan bahwa salah satu fetus yang satu ini mengalami
cardiac hypertrophydan produksi urine output yang meningkat.

Diagnosis
Pada saat anamnesis didapatkan hal-hal sebagai berikut.
1. Perut terasa lebih besar dan lebih berat dari biasa.
2. Sesak nafas. Beberapa ibu mengalami sesak nafas berat, pada kasus ekstrem ibu hanya bisa
bernafas bila berdiri tegak.
3. Nyeri ulu hati dan sianosis
4. Nyeri perut karena tegangnya uterus.
5. Oliguria. Kasus sangat jarang terjadi. hal ini terjadi karena uretra mengalami obstruksi
akibat uterus yang membesar melebihi kehamilan normal.

Pada saat inspeksi didapatkan hal-hal berikut..


1. Perut terlihat sangat buncit dan tegang, kulit perut mengilat, retak-retak kulit jelas, dan
kadang-kadang umbilikus mendatar.
2. Ibu terlihat sesak dan sianosis, serta terlihat payah karena kehamilannya.
3. Edema pada kedua tungkai, vulva, dan abdomen. Hal ini terjadi karena kompresi terhadap
sebagian besar sistem pembuluh darah balik (vena) akibat uterus yang terlalu besar.

Pada saat dilakukan palpasi didapatkan hal-hal berikut ini.


1. Perut tegang dan terdapat nyeri tekan.
2. Fundus uterus lebih tinggi dari usia kehamilan sesungguhnya.
3. Bagian-bagian janin sukar dikenali.
Pada saat auskultasi, denyut jantung janin sulit untuk didengar

Pronosis
Prognosis oligohidramnion tidak baik terutama untuk janin. Bila terjadi kehamilan
muda akan mengakibatkan gangguan bagi pertumbuhan janin, bahkan bisa terjadi foetus
papyreceous, yaitu picak seperti kertas karena tekanan-tekanan. Bila terjadi pada kehamilan
lanjut akan terjadi cacat bawaan, cacat karena tekanan, atau kulit menjadi tebal dan kering.
Selain itu, dapat mengakibatkan kelainan muskuloskeletal (sistem otot).
Oligohidramnion yang berkaitan dengan PPROM pada janin yang kurang dari 24
minggu dapat mengakibatkan terjadinya hipoplasia paru-paru. Ada tiga kemungkinan yang
dapat terjadi, yaitu sebagai berikut.
1. kompresi toraks, mengakibatkan pengebangan dinding dada dan paru-paru terhambat.
2. terbatasnya pernapasan janin menurunkan pengembangan paru-paru.
3. terganggunya produksi serta aliran cairan paru-paru berakibat pada pertumbuhan dan
perkembangan paru-paru.

Penatalaksanaan
Penanganan oligohidramnion bergantung pada situasi klinik dan dilakukan pada
fasilitas kesehatan yang lebih lengkap mengingat prognosis janin yang tidak baik. Kompresi
tali pusat selama proses persalinan biasa terjadi pada oligohidramnion, oleh karena itu
persalinan dengan SC merupakan pilihan terbaik pada kasus oligohidramnion. Pertimbangan
untuk melakukan SC adalah sebagai berikut.
1. indeks kantung amnion (ICA) 5 cm atau kurang.
2. deselarasi frekuensi detak jantung janin.
3. kemungkinan aspirasi mekonium ada kehamilan posterm.

Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)


Beberapa definisi dari ketuban pecah dini adalah sebagi berikut.
1. Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban
pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses
persalinan.
2. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset
persalinan atau disebut juga premature rupture of membrane/prelabour rupture of
membrane/PROM.
3. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran chorio-amniotik sebelum
onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga premature
rupture of membrane/prelabour rupture of membrane/PROM.

Insiden
Angka insiden dari PROM adalah 6-19% kehamilan, sedangkan PPROM adalah 2%
kehamilan.
Etiologi
Penyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas sehingga usaha
preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. Faktor yang
berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD adalah sebagai berikut.
1. fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal
2. inkompetensi serviks.
3. infeksi vagina/serviks.
4. kehamilan ganda.
5. polihidramnion.
6. trauma.
7. distensi uteri.
8. stres maternal.
9. stres fetal.
10. infeksi.
11. servik yang pendek.
12. prosedr medis.

Diagnosis
1. Secara klinik
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit untuk dibuat anamnesis. Pada klien dengan
keluarnya air seperti urine dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai bahwa hal
tersebut mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah
dini bisa dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut.
a. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih),
rambut lanugo (bulu-bulu halus) dimana bila telah terinfeksi akan tercium bau.
b. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah atau terdapat cairan ketuban pada forniks
posterior.
c. USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion
d. Terdapat infeksi genital (sistemik).
e. Gejala chorioamnionitis.

2. Maternal
Demam (dan takikardia), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau,
leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat,
kultur darah/urine.

3. Fetal
Takikardia, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang.

4. Cairan amnion
Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa,
leukosit esterase (LEA), dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis, maka angka mortalitas
neonatal 4x lebih besar, angka distres pernapasan, sepsis neonatal, dan pendarahan
intraventrikular 3x lebih besar.
a. Dilakukan tes valsava, tes nitrazin, dan tes fern.
Nilai normal Ph cairan vagina adalah 4,5-5,5 dan normal Ph cairan amnion 7,0-7,5.
b. Dilakukan uji kertas lakmus/tes nitrazine.

 Jadi biru (basa):air ketuban


 Jadi merah (asam):urine

Prognosis/komplikasi
Pengaruh ketubanpecah dini terhadap ibu dan janin adalah sebagai berikut.
1. prognosis ibu
a. Infeksi intrapartal/dalam persalinan.jika terjadi infeksi dan kontraksi saat ketuban pecah,
dapat menyebabkan sepsis yang selanjutnya dapat mengakibatan meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas.
b. Infeksi puerperalis/masa nifas.
c. Partus lama/dry labour.
d. Pendarahan postpartum.
e. Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
f. Morbiditas dan mortalitas maternal.
2. prognosis janin
a. Prematuritas.
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory
distress sindrome,hipotermia, gangguan makanan makan neonatus, retinopathy of
prematurity, pendarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis,gangguan otak (dan
risiko cerebral palsy), hiperbilirubinemia, anemia,sepsis.
b. Prolaps funiculli/penurunan tali pusat.
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi).
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/partus lama, skor
APGAR rendah, ensefalopati, cerebral palsy, pendarahan intrakranial, gagal ginjal,
sistres pernapasan.
d. Sindrom deformitas janin.
Terjadi akibat ologohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas
ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PTT).
e. Morbiditas dan mortalitas perinatal.

Penatalaksanaan
Beberapa langkah dalam penatalaksanaan ketuban pecah dini adalah sebagai berikut.
1. Penatalaksanaan ketuban pecah dini bergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi
intrauterine.
2. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke rumah sakit dan
melahirkan bayi berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk
meminimalkan risiko infeksi intrauterine.
3. Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) kolaborasi dengan dokter di
antaranya dalam pemberian antibiotik dan cegah infeksi ( tidak melakukan pemeriksaan
dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vitamin C dan s masih
kontroversi), monitoring fetal dan maternal. Tindakan aktif (termnasi/mengakhiri
kehamilan) yaitu dengan SC ataupun partus pervaginam.
4. Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah
konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertmbangkan usia kehamilan, kondisi ibu
dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu, dan tempat perawatan,
fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu, dan kemampuan finansial
keluarga.
2.3. Kegawatdaruratan pada ibu bersalin kala I
1. PERSALINAN LAMA
B. Pengertian
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan
lebih dari 18 jam pada multi (rustam mochtar, 1998)
Menurut winkjosastro, 2002. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih
dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi
serviks di kanan garis waspada pada partograf.
Partus lama disebut juga distosia, di definisikan sebagai persalinan abnormal/ sulit (Sarwono,
2010)

C. Etiologi
Menurut Sarwono (2010) sebab-sebab persalinan lama dapat digolongkan menjadi 3 yaitu:
1. Kelainan Tenaga (Kelainan His)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada
jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga
persalinan mengalami hambatan atau kemacetan. Jenis-jenis kelainan his yaitu:
a. Inersia Uteri
Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu pada bagian lainnya. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak
berbahaya bagi ibu maupun janin kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
b. Incoordinate Uterine Action
Disini sifat his berubah, tonus otot uterus meningkat, juga di luar his dan
kontraksinya berlansung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi.
Tidak adanya koordinasi antara bagian atas, tengah dan bagian bawah menyebabkan
his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Tonus otot yang menaik
menyebabkan nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan
hipoksia janin.
2. Kelainan Janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak
atau bentuk janin (Janin besar atau ada kelainan konginetal janin)
3. Kelainan Jalan Lahir
Kelainan dalam bentuk atau ukuran jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan
atau menyebabkan kemacetan.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Rustam Mochtar (1998) gejala klinik partus lama terjadi pada ibu dan juga pada
janin.
1. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan cepat dan
meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle, oedema serviks, cairan
ketuban berbau, terdapat mekonium.
2. Pada janin :
a. Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negarif, airketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.
b. Kaput succedaneum yang besar
c. Moulage kepala yang hebat
d. Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
e. Kematian Janin Intra Parental (KJIP)

Menurut Manuaba (2010), gejala utama yang perlu diperhatikan pada partus lama antara lain
:
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen bawah rahim
4. Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan ketuban
bercampur mekonium
5. Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas, terdapat
kaput pada bagian terendah
6. Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
7. Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri, kematian karena
perdarahan atau infeksi.

E. Klasikasi Persalinan Lama


1. Fase laten memanjang
Yaitu fase laten yang melampaui 20 jam pada primi gravida atau 14 jam pada multipara
2. Fase aktif memanjang
Yaitu fase aktif yang berlangsung lebih dari 12 jam pada primi gravida dan lebih dari 6
jam pada multigravida. Dan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam 3.
3. Kala 2 lama
Yaitu kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada prmigravida dan 1 jam pada
multipara.

F. Dampak Persalinan Lama


1. Bahaya bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu maupun anak. Beratnya
cedera meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan
cepat setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atonia uteri, laserasi,
perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran dengan tindakan yang
tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu.
2. Bahaya bagi janin
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan
semakin sering terjadi keadaan berikut ini :
a. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri
b. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada kepala janin
c. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
d. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini mengakibatkan terinfeksinya
cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik
pada janin.
Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada partus lama
memerlukan perawatan khusus. Sementara pertus lama tipe apapun membawa akibat
yang buruk bayi anak, bahaya tersebut lebih besar lagi apalagi kemajuan persalinan
pernah berhenti. Sebagian dokter beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan
resiko pada anak selama persalinan, namun pengaruhnya terhadap perkembangan bayi
selanjutnya hanya sedikit. Sebagian lagi menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan
melalui proses persalinan yang panjang ternyata mengalami defisiensi intelektual
sehingga berbeda jelas dengan bayi-bayi yang lahir setelah persalinan normal.

G. Diagnosis
Faktor-faktor penyebab persalinan lama :
1. His tidak efisien / adekuat
2. Faktor janin
3. Faktor jalan lahir
Diagnosis persalinan lama :
Tanda dan gejala Diagnosis
Serviks tidak membuka. Belum in partu.
Tidak didapatkan his / his tidak teratur.
Pembukaan serviks tidak melewati 4 cm Fase laten memanjang.
sesudah 8 jam in partu dengan his yang
teratur.
Pembukaan serviks melewati kanan garis Fase aktif memanjang.
waspada partograf.
a. Frekuensi his berkurang dari 3 his per 10 Inersia uteri.
menit dan lamanya kurang dari 40 detik.
b. Pembukaan serviks dan turunnya bagian Disproporsi sefalopelvik.
janin yang dipresentasi tidak maju dengan
kaput, terdapat moulase yang hebat,
oedema serviks, tanda ruptura uteri
imminens, gawat janin.
c. Kelainan presentasi (selain vertex dengan Malpresentasi atau malposisi.
oksiput anterior).
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin Kala II lama.
mengedan, tetapi tak ada kemajuan
penurunan.

H. Penatalaksanaan
1. Penanganan Umum
a. Perawatan pendahuluan :
Penatalaksanaan penderita dengan partus kasep (lama) adalah sebagaiberikut :
1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda vital dan
tingkat dehidrasinya).
2) Kaji nilai partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan; Nilai frekuensi
dan lamanya his.
3) Suntikan cortone acetate 100-200 mg intramuscular.
4) Penisilin prokain : 1 juta IU intramuscular.
5) Streptomisin : 1 gr intramuscular.
6) Infuse cairan : Larutan garam fisiologis (NaCl), Larutan glucose 5-10 % pada janin
pertama : 1 liter per jam.
7) Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk segera
bertindak.
b. Pertolongan :
Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual aid pada
letak sungsang, embriotomi bila janin meninggal, secsio cesaria, dan lain-lain.
2. Penanganan khusus
a. Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang di buat secara retrospektif. Jika his berhenti, pasien
disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan
makin bertambah lebih dari 4 cm, masuk dalam fase laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan, lakukan penilaian
ulang terhadap serviks :
1) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada
gawat janin, mungkin pasien belum in partu.
2) Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks, lakukan amniotomi
dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
a) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
b) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakuakan pemberian oksitosin selama
8 jam, lakukan seksio sesarea.
3) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina berbau) :
a) Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
b) Berikan antibiotic kombinasi sampai persalinan.
 Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
 Ditambah gentamisin 5mg / kg BB IV setiap 24 jam.
 Jika terjadi persalinan pervaginan stop antibiotic pascapersalinan.
 Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika
ditambah metrinodazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam
selama 48 jam.
b. Fase aktif memanjang
1) Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih
utuh, pecahkan ketuban.
2) Nilai his :
a) Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dari
40 detik) pertimbangkan adanya insertia uteri.
b) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik),
pertimbangkan adanya disproporsi, obstruksi, malposisi atau malpenetrasi.
c) Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat
kemajuan persalinan.

2. RUPTER UTERI

A. Pengertian
1. Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode ante natal saat
induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke tiga
persalinan(Chapman, 2006;h.288).
2. Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga peritonium
(komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis yang menutupi
uterus oleh ligamentum latum (inkomplit) (Cunningham,2005;h.217)

B. Insiden
Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan dengan di
Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan juga semakin
menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu penelitian di negara maju
di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280 persalinan (1931-1950) menjadi 1
dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam
15.000 persalinan. Dalam masa yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai
tempat di Indonesia dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93
persalinan.
Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan parut
uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh dari semua kasus
terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu multipara.
C. Tanda dan gejala
1. Gejala mengancam
a. Lingkaran retraksi patologis/lingkaran Bandl yang tinggi, mendekati pusat dan naik
uterus.
b. Kontraksi rahim kuat dan terus-menerus.
c. Penderita gelisah, nyeri di perut bagian bawah, juga di luar his.
d. Pada palpasi segmen bawah rahim terasa nyeri (di atas simpisis).
e. Ligamentum rotundum tegang, juga di luar his.
f. Bunyi jantung anak biasanya tidak ada atau tidak baik karena anak mengalami
hipoksia, yang disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.
g. Air kencing mengandung darah (karena kandung kencing teregang atau tertekan).
2. Tanda dan gejala lanjutan
a. Menurut (Varney,2001;h.243-244)
Dapat terjadi dramatis atau tenang.
1) Dramatis
a) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
b) Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
c) Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).
d) Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus menerus):
tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit berkeringat,gelisah, atau adanya
perasaaan bahwa akan segera menjelang ajal atau meninggal, sesak (napas
pendek), ketidakberdayaan, dan gangguan penglihatan
e) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
f) Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul
g) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak ada
gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau masih dapat
di dengar.
h) Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping
janin(janin seperti berada diluar uterus).
2) Tenang
a) Kemungkinan menjadi muntah.
b) Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
c) Nyeri berat pada suprapubis.
d) Kontraksi uterus hipotonik.
e) Perkembangan persalinan menurun.
f) Perasaan ingin pingsan.
g) Hematuri (kadang-kadang)
h) Perdarahan pervagina (kadang-kadang)
i) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai denyut
nadi yang cepat dan pucat.
j) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau kontraksi
tidak dapat dirasakan.
k) DJJ mungkin akan hilang.
c. Menurut (Chapman,2006;h.290)
1) Nyeri
a) Nyeri uterus atau jaringan parut mendadak
b) Perasaan “ingin melahirkan”
c) Nyeri abdomen bagian bawah bisa muncul bersama kontraksi, atau nyeri konstan
yang tidak hilang.
d) Ibu merasa bahwa uterusnya sangat nyeri saat di sentuh atau di raba.
2) Kontraksi uterus
a) Uterus solid atau tonik
b) Kontraksi dapat berkurang atau bahkan berhenti.
3) Denyut Jantung Janin
Perubahan Denyut Jantung Janin abnormal dapat terjadi seperti deselarasi
memanjang atau variable yang biasanya memburuk menjadi bradikardia serius.
4) Syok
a) Dapat terjadi perubahan tanda vital
 Takikardia
 Tekanan darah rendah
 Sesak napas, respirasi, > 24x/menit
b) Kemungkinan ibu :
 Tampak dingin dan lembap
 Tampak gelisah,agitasi, atau menarik diri.
 Berkata bahwa ia takut dan ada sesuatu yang tidak beres
 Muntah.
5) Perdarahan
a) Perdarahan kadang keluar dari vagina sebagai cairan amnion bercampur darah
atau perdarahan segar.
b) Kadang seperti setelah bayi lahir, fundus uteri segera meninggi karena terisi
darah.
D. Patofisiologi
Pada saat his korpus uteri berkontraksi dan mengalami retraksi, dinding korpus uteri
atau SAR menjadi lebih tebal dan volume korpus uteri menjadi lebih kecil. Akibatnya tubuh
janin yang menempati korpus uteri terdorong ke bawah dan ke dalam SBR. SBR menjadi
lebih lebar karena dindingnya menjadi lebih tipis karena tertarik ke atas oleh kontraksi SAR
yang kuat, berulang dan sering sehingga lingkaran retraksi yang membatasi kedua segmen
semakin bertambah tinggi. Apabila bagian terbawah janin tidak dapat terdorong karena
sesuatu sebab yang menahannya (misalnya panggul sempit atau kepala janin besar) maka
volume korpus yang tambah mengecil pada saat his harus diimbangi oleh perluasan SBR ke
atas. Dengan demikian, lingkaran retraksi fisiologi semakin (physiologic retraction
ring) semakin meninggi ke arah pusat melewati batas fisiologi menjadi patologi (pathologic
retraction ring) lingkaran patologik ini di sebut lingkaran Bandl (ring van Bandl). SBR terus
menerus tertarik ke arah proksimal, tetapi tertahan oleh serviks dan his berlangsung kuat terus
menerus tetapi bagin terbawah janin tidak kunjung turun ke bawah melalui jalan lahir,
lingkaran retraksi makin lama semakin meninggi dan SBR semakin tertarik ke atas sembari
dindingnya sangat tipis hanya beberapa milimeter saja lagi. Ini menandakan telah terjadi
ruptur imminens dan rahim yang terancam robek pada saat his berikut berlangsung dindinng
SBR akan robek spontan pada tempat yang tertipis dan terjadilah perdarahan. Jumlah
perdarahan tergantung pada luas robekan yang terjadi dan pembuluh darah yang terputus

E. Jenis
1. Berdasarkan lapisan dinding Rahim
a. Ruptur uteri inkomplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa atau
perimetrium masih utuh.
b. Ruptur uteri komplit
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim dan
telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum
2. Berdasarkan penyebab terjadinya
a. Ruptur uteri spontan
Keadaan robekan pada rahim karena kekuatan his semata.
b. Ruptur uteri violenta
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan ada manipulasi tenaga tambahan lain
seperti induksi, atau stimulasi partus dengan oksitosin atau yang sejenis atau dorongan
yang kuat pada fundus dalam persalinan.
c. Ruptur uteri traumatika
Keadaan robekan pada rahim yang di sebabkan oleh trauma pada abdomen seperti
kekerasan dalam rumah tangga dan kecelakaan lalu lintas.
F. Komplikasi
1. Gawat janin
2. Syok hipovolemik
Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera mendapat infus cairan
kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan dengan tranfusi
darah.
3. Sepsis
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah terjadi
sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi termasuk periksa
dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien tidak segera memperoleh
terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan
menjadi sepsis pasca bedah.
4. Kecacatan dan morbiditas.
a. Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak hidup
akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b. Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan komplikasi
sosial yang sulit mengatasinya.
G. Etiologi
1. Rupture uterus spontan (Fraser dab Cooper,2009;h.593)
a. Paritas tinggi
b. Penggunaan oksitosin yang tidak tepat, terutama pada ibu paritas tinggi
c. Pengunaan prostaglandin untuk menginduksi persalinan , pada ibu yang memiliki eskar.
d. Persalinan macet; rupture uteri terjadi akibat penipisan yang berlebihan pada segmen
bawah uterus.
e. Persalinan terabaikan, dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya.
f. Perluasan laserasi serviks yang berat ke atas menuju segmen bawah uterus –hal ini
dapat terjadi akibat trauma selama pelahiran dan tindakan.
g. Trauma akibat cedera ledakan atau kecelakaan.
h. Perforasi uterus non-hamil , mengakibatkan rupture uteri pada kehamilan
berikutnya;perforasi dan rupture terjadi pada segmen atas uterus.
i. Rupture uterin antenatal dengan riwayat seksio sesarea klasik sebelumnya.

H. Penanganan
Ditinjau dari patofisiologi ruptur uteri apakah terjadi dalam masa kehamilan atau
persalinan, apakah terjadi pada rahim yang utuh atau pada rahim yang cacat, dsb. Tinjauan
tersebut bisa mempengaruhi pilihan operasi, apakah dilakukan histerektomi atau histerorafia.
Tinjauan tersebut terdiri dari bebagai aspek, yaitu :
1. Aspek anatomi
Berdasarkan lapisan dinding rahim yang terkena ruptur uteri (ruptur uteri inkomplit dan
komplit).
2. Aspek sebab
Berdasarkan penyebab terjadinya robekan pada rahim (ruptur uteri spontan, ruptur uteri
violenta, ruptur uteri traumatika).
3. Aspek keutuhan Rahim
Ruptur uteri dapat terjadi pada rahim yang masih utuh, tetapi bisa terjadi pada uterus
yang cacat misalnya pada parut bekas bedah sesar atau parut jahitan ruptur uteri yang
pernah terjadi sebelumnya (histerorafia), miomektomi yang dalam sampai ke rongga
rahim, akibat kerokan yang terlalu dalam, reaksi kornu atau bagian interstisial dari rahim,
metroplasti, rahim yang rapuh akibat tealh banyak meregang misalnya pada
grandemultipara, pernah hidramnion, hamil ganda, uterus yang kurang berkembang
kemudian menjadi hamil.
4. Aspek waktu
Yang dimaksud adalah dalam masa hamil atau pada waktu bersalin. Ruptur uteri
dapat terjadi dalam masa kehamilan misalnya karena trauma atau pada rahim yang cacat,
sering pada bekas bedah sesar klasik. Kebanyakan ruptur terjadi dalam masa persalinan
kala I dan kala II dan pada partus percobaan bekas seksio sesarea, terlebih pada kasus
yang hisnya diperkuat dengan oksitosin atau prostaglandin dan yang sejenisnya.
5. Aspek sifat
Rahim robek bisa tanpa menimbulkan gejala yang jelas (silent) seperi pada parut
bedah sesar klasik dalam masa hamil tua. Parut itu merekah sedikit demi
sedikit (dehiscence) dan pada akhirnya robek tanpa menimbulkan perdarahan yang banyak
dan rasa nyeri yang tegas.sebaliknya, kebanyakan ruptur uteri terjadi dalam waktu yang
cepat fdengan tanda-tanda serta gejala-gejala yang jelas(overt) dan akut, misalnya ruptur
uteri yang terjadi dalam kala I dan kala II akibat dorongan atau picuan oksitosin. Kantong
kehamilan ikut robek dan janin terdorong masuk ke dalam rongga peritoneum. Terjadi
perdarahan internal yang banyak dan perempuan besalin tersebut merasa sangat nyeri
smapi syok.
6. Aspek paritas
Ruptur uteri dapat terjadi pada perempuan yang baru pertama kali hamil (nulipara)
sehingga sedapat mungkin diusahakan histerorafia apabila lukanya rata dan tidak da
infeksi. Terhadap ruptur uteri pada multipara pada umumnya lebih baik dilakukan
histerektomi atau jika keadaan umumnya jelek dan luka robekan pada uterus tidak luas dan
tidak compang-camping, robekan pada uterus dijahit kembali (histerorafia) dilanjutkan
dengan tubektomi.
7. Aspek gradasi
Kecuali akibat kecelakan, ruptur uteri tidak terjadi mendadak. Peristiwa robekan yang
yang umumnya terjadi pada segmen bawah rahim didahului oleh his yang kuat tanpa
kemajuan dalam persalinan sehingga batas antara korpus dan SBR yaitu lingkaran retraksi
yang fisiologik naik bertambah tinggi menjadi lingkaran bandl yang patologik, sementara
ibu yang melahirkan itu sangat merasa cemas dan ketakutan oleh karena menahan nyeri
his yang kuat. Pada saat ini penderita berada dalam stadium ruptur uteri imminens
(membakat). Apabila keadaan yang demikian berlanjut dan tidak terjadi atonia uteri
sekunder, maka pada gilirannya dinding SBR yang sudah sangat tipis itu robek. Peristiwa
ini disebut ruptur uteri spontan.

Dari beberapa tinjauan diatas, maka penatalaksanaan pada ruptur uteri adalah sebagai berikut
:

1. Perbaiki kehilangan darah dengan pemberian infus Intravena cairan (NaCl 0,9% atau
Ringer Laktat) sebelum pembedahan.
2. Siapkan untuk tranfusi darah
3. Lakukan seksio sesarea, segera lahirkan bayi dan lahirkan plasenta segera setelah kondisi
ibu stabil.
4. Jika uterus dapat diperbaiki dengan resiko operasi lebih rendahdaripada resiko pada
histerektomi dan ujung ruptur uterus tidak nekrosislakukan histerorafia. Tindakan ini akan
mengurangi waktu dan kehilangan darah saat histerektomi.
5. Lakukan perbaikan robekan pada dinding uterus (histerorafia) dengan langkah sebagai
berikut :
a. Kaji ulang prinsip pembedahan
b. Berikan antibiotik dosis tunggal ( ampisilin 2 G I.V, sefazolin 1 gI.V)
c. Buka perut :
1) Lakukan insisi vertikal pada line alba dari umbilikus sampai pubis
2) Lakukan insisi vertikal2-3 cm pada fasia, lanjutkan insisi keatas dan kebawah
dengan gunting
3) Pisahkan muskulus rektus abdominis kiri
4) Buka peritoneum dekat umbilikus dengan tangan, jaga agar jangan melukai kandung
kemih.
5) Periksa rongga abdomen dan robekan uterus dan keluarkan darah beku.
6) Pasang rektaktor kandung kemih.
d. Lahirkan bayi dan plasenta
e. Berikan oksitosin 10 IU dalam 500 ml cairan infus (NaCl atau Ringer Laktat) :
1) Mulai 60 tetes per menit sampai uterus berkontraksi
2) Turunkan menjadi 20 tetes per menit setelah kontraksi uterus baik.
f. Angkat uterus untuk melihat seluruh luka uterus
g. Periksa bagian depan dan belakang uterus
h. Klem perdarahan dengan ring forceps.
i. Pisahkan kandung kemih dari segmen bawah rahim secara tumpul atau tajam.
j. Lakukan penjahitan robekan uterus.
k. Jika uterus tidak dapat diperbaiki lakukan histerektomi.

3. PROLAPSUS TALI PUSAT


A. Pengertian
Prolapsus tali pusat adalah tali pusat dijalan lahir dibawah presentasi janin setelah
ketuban pecah. Prolapsus tali pusat merupakan salah satu kasus kegawatdaruratan dalam
bidang obstetri karena insidensi kematian perinatal tinggi. Prolapsus tali pusat merupakan
penyulit di dalam persalinan. Walaupun prolapsus tali pusat bukan suatu malpresentasi,
keadaan ini lebih mungkin terjadi pada malpresentasi atau malposisi janin. (1,2,3,4)

B. Klasifikasi
Prolapsus tali pusat dibedakan atas tiga, yaitu :
1. Tali pusat menumbung disebut juga prolapsus funikuli adalah jika tali pusat teraba keluar
atau berada di samping dan melewati bagian terendah janin di dalam jalan lahir, tali pusat
dapat prolaps ke dalm vagina atau bahkan di luar vagina setelah ketuban pecah.

Gambar 1. Tali pusat menumbung (Prolapsus funikuli) (6)

2. Tali pusat terdepan disebut juga tali pusat terkemuka yaitu jika tali pusat berada di
samping bagian besar janin dapat teraba pada kanalis servikalis, atau lebih rendah dari
bagian bawah janin sedang ketuban masih intak atau belum pecah.
Gambar 2. Tali pusat terkemuka(6)

3. Occult prolapsed ( tali pusat tersembunyi ) adalah keadaan dimana tali pusat terletak di
samping kepala atau di dekat pelvis tapi tidak dalam jangkauan jari pada pemeriksaan
vagina.

Gambar 3. Occult Prolapse ( tali pusat tersembunyi ) (6)

Tali pusat lebih mungkin mengalami prolapsus jika ada sesuatu yang mencegah
bagianpresentasi janin di segmen bawah uterus atau penurunannya ke dalam panggul
ibu. (2)
Presentasi tali pusat dan tali pusat tersembunyi jarang terdiagnosis, sehingga
memerlukan pemeriksaan yang teliti. Pemeriksaan ini harus dilakukan pada semua kasus
persalinan, seperti pada persalinan preterm atau jika terdapat malpresentasi atau malposisi
janin. (2)
Gambar 4. Letak tali pusat normal(5)

Gambar 5. Prolapsus tali pusat(4)

Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) secara langsung tidak mempengaruhi


keadaan ibu, sebaliknya sangat membahayakan janin karena tali pusat dapat tertekan
antara bagian depan janin dan dinding panggul yang akhirnya menimbulkan asfiksia pada
janin. Bahaya terbesar pada presentasi kepala, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit
antara bagian terendah janin dengan jalan lahir dapat mengakibatkan gangguan oksigenasi
janin. Pada tali pusat terdepan atau tali pusat terkemuka, sebelum terdepan ketuban pecah,
ancaman terhadap janin tidak seberapa besar, tetapi setelah ketuban pecah, bahaya
kematian janin sangat besar. (1,9,10)
C. INSIDEN
Mortalitas terjadinya prolapsus tali pusat pada janin sekitar 11-17 %. Insiden
terjadinya tali pusat adalah 1: 3000 kelahiran, tali pusat menumbung (prolapsus
funikuli) kira-kira 1: 200 kelahiran,insiden dari occult prolapse ( tali pusat tersembunyi ) 50
% tidak diketahui.
1. 0,5 % pada presentasi kepala.
2. 5 % letak sungsang.
3. 15 % pada presentasi kaki.
4. 20 % letak lintang. (6,8)
Kondisi obstetri dimana pintu atas panggul tidak sepenuhnya ditempati dengan bagian
terendah janin (presentasi) akan memudahkan terjadinya prolapsus talipusat terutama pada
: (11)
5. Presentasi bokong tidak sempurna ( letak kaki )
6. Kelainan letak ( presentasi lintang )
7. Hidramnion
8. Prematur
9. PJT – Pertumbuhan Janin Terhambat
Beberapa kejadian occult prolapse ( tali pusat tersembunyi) menyebabkan satu atau lebih
kejadian dengan diagnose kompresi tali pusat. Prolapsus tali pusat lebih sering terjadi jika
tali pusat panjang dan jika plasenta letak rendah. Myles melaporkan hasil penelitiannya
dalam kepustakaan dunia bahwa angka kejadian prolapsus tali pusat berkisar antara 0,3%
sampai 0,6 % persalinan. (1,6,9)

D. ANATOMI
Tali pusat terbentuk dari body stalk sebagai penghubung antara janin dengan plasenta.
Talipusat berasal dari yolk sack dan allantoins. Pada umur 5 minggu yolk sack mulai
terbentuk untuk memberikan nutrisi bagi janin.
Anatomi tali pusat :
1. Panjangnya sekitar 35-70 cm, diameter 1,5 cm.
a. Terpanjang yang pernah dilaporkan sekitar 200 cm, sedangkan terpendek sepanjang 2
cm.
b. Terdiri dari dua arteri umbilikalis yang merupakan cabang dari arteri hipogastrika
interna. Fungsinya : mencegah oksigen dan nutrisi dari janin kembali ke ibu.
Perubahan plasenta dihubungkan dengan panjang tali pusat yang menunjukkan
gangguan aliran darah atau meningkatkan resistansi. (130) tali pusat laki-laki lebih
panjang dari tali pusat perempuan dan janin dengan presentasi puncak kepala mungkin
mempunyai panjang yang lebih panjang daripada janin dengan presentasi bokong
(dengan durasi presentasi yang tidak diketahui). Panjang tali pusat pada multigravida
mungkin lebih panjang dari panjang tali pusat pada primigravida (kehamilan pertama
mempunyai tali pusat yang pendek daripada kehamilan ketiga, hal ini dapat diartikan
lebih banyak ruang untuk pergerakan-tekanan atau lebih banyak suplai darah/produksi
hormon/ peningkatan berat badan janin-ibu).(18)

Gambar 6. Arteri Umbilikalis dan Vena Umbilikalis (12)

2. Terdiri dari satu vena umblikalis yang masuk menuju sirkulasi umum melalui vena Ductus
Venosus Aranthii yang akhirnya menuju Vena Kava Inferior. Fungsinya : memberikan
oksigen dan nutrisi dari ibu ke janin.
3. Terbungkus oleh jelly Wharton sehingga terlindung dari kemungkinan kompresi yang
akan mengganggu aliran darah dari dan menuju janin melalui retroplasenta sirkulasi. Tali
pusat lebih panjang sehingga tampak berliku-liku dalam jelly Wharton.
Keberadaan tali pusat mempunyai kepentingan khusus diantaranya :
1. Tali pusat merupakan penyalur nutrisi dan O2 sehingga janin mendapat kalori yang
cukup untuk tumbuh kembang di dalam rahim.
2. Tali pusat yang cukup panjang akan memberikan kesempatan janin untuk bergerak
sehingga aktivitas otot dan lainnya terlatih sebelum persalinan berlangsung.
3. Saat persalinan terjadi, ada kemungkinan sirkulasi retroplasenta terganggu, tetapi tali
pusat yang dilindungi oleh jelly Wharton, tidak akan terganggu. (12,13,14)

E. PATOFISIOLOGI
Tali pusat harus lebih panjang dari 20-35 cm untuk memungkinkan kelahiran janin,
bergantung pada apakah Plasenta terletak di bawah atau di atas. Tali pusat yang yang panjang
sebagian besar disebabkan oleh plasenta letak rendah. (1,7)
Panjang tali pusat yang abnormal berkisar dari tidak tampaknya tali pusat (akordia)
sampai panjang melebihi 300 cm. Tali pusat ini lebih besar kemungkinannya untuk prolaps
melalui serviks. Tali pusat yang terlalu panjang memudahkan terjadinya tali pusat yang
menumbung ( prolapsus funikuli ) sehingga tali pusat dapat tertekan pada jalan lahirnya yang
akhirnya pada
menyebabkan kematian janin akibat asfiksia. Hal ini paling besar kemungkinannya dalam
kalapengeluaran. (1,10,13)
Faktor-faktor yang menentukan panjang tali pusat masih diperdebatkan. Panjang
talidipengaruhi secara positif oleh volume cairan amnion dan mobilitas janin. Panjang tali
pusat yangberlebihan juga dapat disebabkan oleh lilitan tali pusat dan janin disertai
peregangan sewaktu janinbergerak. (17)

F. ETIOLOGI
Pada umumnya prolapsus tali pusat terdapat pada keadaan dimana bagian terendah
janin tidak terfiksasi pada pintu atas panggul, misalnya pada :
1. Multipara
2. Letak lintang
3. Letak sungsang
4. Letak majemuk
5. Panggul sempit
6. Hidrosefalus dan anensefalus
7. Hidramnion
8. Plasenta previa
9. Kehamilan ganda
10. Disproporsi sefalopelvik
11. Ketuban pecah dini
12. Persalinan prematur
Keadaan-keadaan di atas dapat menyebabkan gangguan adaptasi bagian bawah janin
terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul (p.a.p) tidak tertutup oleh bagian bawah
janin. Hal tersebut merupakan predisposisi turunnya tali pusat dan terjadinya tali pusat
menumbung (prolapsus funikuli). Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) sering
ditemukan pada letak lintang dan letak sungsang, terutama presentasi bokong dan
kaki. (4,6,7,9)
Segala keadaan yang menyebakan pintu atas panggul (p.a.p) kurang tertutup oleh
bagiandepan dapat menimbulkan tali pusat menumbung (prolapsus funikuli) seperti pada
disproporsi sefalopelvik, letak lintang, letak kaki, letak majemuk, kehamilan ganda, dan
hidramnion. Keadaaan-keadaan tersebut lebih sering terjadi pada tali pusat yang panjang
dan plasenta letak rendah.(1,6,9,15)
Pada letak majemuk sering juga terjadi tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) dan
hal ini sangat mernpengaruhi prognosis. Keadaan ini tidak selalu terdiagnosis dengan
pemeriksaan dalam,terutama bila tali pusat terletak di samping kepala (occult
prolapse / tali pusat tersembunyi ), dimanaterjadi kompresi pada tali pusat (tali pusat
tertekan antara kepala janin dan panggul) yang dapat mengakibatkan adanya gawat janin.
Letak majemuk ini terjadi jika pintu atas panggul tidak tertutup dengan baik oleh
bagian depan janin, seperti pada multipara. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)
lebih sering terjadi pada multipara daripada primipara karena kepala sering masih tinggi
pada permulaan persalinan. Pada presentasi kepala antara lain dapat terjadi disproporsi
sevalopelvik. Padakelahiran prematur lebih sering dijumpai karena kepala anak yang kecil
tidak dapat menutupi pintu atas panggul (p.a.p). (1,9)
Tali pusat juga dapat mengalami prolapsus pada amniotomi, sewaktu versi janin dan
padamanipulasi obstetri lainnya.

G. GEJALA KLINIK
Ada dua masalah utama yang terjadi pada tali pusat dalam kejadian prolapsus tali
pusat yang menyebabkan terhentinya aliran darah pada tali pusat dan kematian pada janin
yaitu: (11)
1. Tali pusat terjepit antara bagian terendah janin dengan panggul ibu.
2. Spasme pembuluh darah tali pusat akibat suhu dingin di luar tubuh ibu.
Kompresi tali pusat dapat mengakibatkan hipoksia pada janin yang akan
mengakibatkanterganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan O2 dan dalarn melepaskan CO2. Hipoksia janin ini dapat menyebabkan asfiksia
neonatorum, yang dapat terjadi secara mendadak akibat dari tekanan pada tali pusat atau
prolaps tali pusat. Hal ini dapat menyebabkan kematian bayi sewaktu lahir. (10,15)
Bradikardi atau penurunan frekuensi bunyi jantung dapat terjadi akibat dari
prolapsus tali pusat dengan frekuensi bunyi jantung janin kurang dari 100x per menit dengan
durasi tidak teratur, dan takikardi atau peningkatan frekuensi bunyi jantung yaitu lebih dari
100x per menit dengan durasi tidak teratur. (l0, 17)
Pada pemeriksaan vagina dapat teraba tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli
) atau bahkan tidak teraba tali pusat (occult prolapse / tali pusat tersembunyi ). (6)
Deselerasi variabel akan menunjukkan adanya kompresi tali pusat. Untuk
mendiagnosanya lakukan analisa gas darah atau pemeriksaan darah untuk mengetahui
terjadi tidaknya asidosis metabolik. (6)
H. DIAGNOSIS
Jika tali pusat dapat diraba pada pemeriksaan vagina, harus dicari pulsasinya dan
bunyijantung janin diperiksa untuk menentukan apakah masih rentang normal atau
menunjukkan takikardia atau bradikardia. Bunyi jantung normalnya 120-140x per
menit. (2,13,15)

Gambar 7. Prolapsus tali pusat pada pemeriksaan ultrasonografi (1,5)

Diagnosis prolapsus tali pusat ditegakkan jika pada pemeriksaan dalam teraba tali
pusat yangberdenyut pada pemeriksaan vagina atau jika tali pusat tampak keluar dari vagina,
namun adakalanya hal ini tidak teraba pada pemeriksaan dalam yang disebut occult
prolapse / tali pusat tersembunyi.Selain itu prolapsus tali pusat harus dicurigai bila bunyi
jantung janin menjadi tidak teratur disertai dengan periodik bradikardi atau takikardi dengan
durasi bervariasi. Diagnosis pasti juga dapat ditegakkan melalui pemeriksaan ultrasonografi
(USG) obstetri. (1,4,5)
Adanya tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) atau tali pusat terdepan / tali
pusat terkemuka pada umumnya baru dapat diketahui dengan pemeriksaan dalam setelah
terjadi pernbukaan ostium uteri. Pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka, dapat diraba
bagian yang berdenyut di belakang selaput ketuban, sedangkan pada tali pusat menumbung (
prolapsus funikuli ), tali pusat dapat diraba dengan dua jari, tali pusat yang berdenyut
menandakan bahwa janin masih hidup. Oleh karena diagnosis pada umumya hanya dapat
dibuat berdasarkan pemeriksaan dalam, maka pemeriksaan dalam mutlak harus dilakukan
pada saat ketuban pecah bila bagian terendah janin belum masuk ke dalam rongga panggul.
Pemeriksaan dalam perlu pula dilakukan apabila terjadi kelambatan bunyi jantung janin tanpa
adanya sebab yang jelas. Ketuban sudah pecah dan kepala masih goyang, pada pemeriksaan
dalam teraba tali pusat, raba juga bagaimana pulsasi tali pusat. (6,9)
Pemeriksaan kardiotokografi selalu memperlihatkan gambaran gawat janin dalam
bentuk deselerasi lambat yang sangat dalam atau deselerasi berkepanjangan tunggal seperti
terlihat pada gambar berikut: (11)

Gambar 8. Gambaran grafik kardiotokografi (KTG) pada prolapsus tali


pusat.(11)

I. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan prolapsus tali pusat bergantung pada kondisi janin pada saat
diagnosis danumur kehamilan dan derajat dilatasi serviks. Jika janinnya sudah meninggal,
kelahiran dapat ditunggu. Jika janin hidup dan dilatasi serviks tidak lengkap, seksio sesarea
merupakan tindakan yang paling aman buat bayi. Sambil mempersiapkan seksio akan
bermanfaat untuk mengurangi tekanan pada tali pusat.
Penanganan yang penting ialah supaya diagnosis dapat dibuat dengan cepat dan
hendaknva dilakukan pemeriksaan dalam jika ketuban sudah pecah, sedangkan kepala masih
tinggi. Juga jika bunyi jantung menjadi buruk dalam persalinan, hendaknya diperiksa apakah
bukan disebabkan oleh tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ). Bila pemantauan
persalinan dilakukan dengankardiotokografi (KTG) akan memberikan gambaran deselarasi
variabel yang bisa berarti adanya gawat janin. (1)
Penatalaksanaan umum pada kasus prolapsus tali pusat adalah dengan pemberian
oksigen 4-6L per menit meIalui masker atau kanula nasal. Dan penatalaksanaan khususnya
adalah menentukan tali pusat masih berdenyut atau tidak.
1. Tali pusat berdenyut
 Jika tali pusat berdenyut, berarti janin masih hidup.
 Jika ibu berada di kala satu persalinan, pada semua kasus

Gambar 11. Prolapsus tali pusat (16)

a. Dengan memakai sarung tangan yang steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi (DTT),
masukkan satu tangan ke dalam vagina dan dorong bagian presentasi ke atas untuk
mengurangi tekanan pada tali pusat dan keluarkan bagian presentasi panggul.
b. Letakkan tangan lain di atas abdomen (suprapubik) untuk menjaga bagian presentasi
tetap berada di luar panggul.
c. Setelah bagian presentasi ditahan dengan kuat di atas pintu atas panggul, keluarkan
tangan dari vagina. Pertahankan tangan di atas abdomen sampai seksio sesarea
dilakukan.
d. Jika tersedia, berikan salbutamol 0,5 mg melalui IV secara perlahan selama dua menit
untuk mengurangi kontraksi.
e. Segera lakukan seksio sesaria.
Jika ibu berada di kala dua persalinan
a. Percepat pelahiran dengan episiotomi dan ekstraksi vakum atau dengan forsep.
b. Jika presentasi bokong, lakukan ekstraksi bokong dan gunakan forsep piper atau forsep
panjang untuk melahirkan kepala pada presentasi bokong.
c. Siapkan resusitasi pada bayi baru lahir.
2. Tali pusat tidak berdenyut
Jika tali pusat tidak berdenyut, berarti janin telah mati. Lakukan dengan cara
yangteraman bagi ibu.
Tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ) merupakan indikasi untuk segera
menyelesaikan persalinan jika anak masih hidup. Sebaliknya, jika anak sudah mati,
persalinan dapat ditunggu berlangsung spontan.(1)
Pada tali pusat menumbung ( prolapsus funikuli ), janin menghadapi bahaya hipoksia,
karena tali pusat akan terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada
tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka ancaman sewaktu-waktu dapat terjadi. Tali pusat
menumbung ( prolapsus funikuli ) dengan tali pusat yang masih berdenyut, tetapi
pembukaan belum lengkap, maka hanya terdapat 2 pilihan, yakni melakukan reposisi tali
pusat atau menyelamatkan persalinan dengan seksio sesaria. Reposisi tali pusat pada
umumnya sulit danseringkali mengalami kegagalan. Oleh sebab itu reposisi tersebut hanya
dilakukan pada keadaan-keadaan dimana tidak memungkinkan melakukan seksio sesaria.
Cara yang terbaik untuk melakukan reposisi ialah dengan memasukkan gumpalan kain
kasa yang tebal ke dalam jalan lahir,melilitkannya dengan hati-hati ke tali pusat, kemudian
mendorong seluruhnya perlahan-lahan ke kavum uteri di atas bagian terendah janin.
Tindakan ini lebih mudah dilakukan bila wanita yang bersangkutan ditidurkan dalam
posisi Trendelenburg. (1,9)
a. Tali pusat menumbung (prolapsus funikuli)
1) Pada letak kepala
a) Bila pembukaan masih kecil/belum lengkap dilakukan seksio sesaria, kecuali jika
bunyi jantung anak sudah sangat buruk. Selama menunggu persiapan operasi,
diusahakan resusitasi intra uterin. Usahakan pula supaya tekanan pada tali pusat
dihindarkan atau dikurangi, misalnya dengan memposisikan ibu pada posisi
Trendelenburg. Sebelum melakukan seksio sesaria bunyi jantung janin diperiksa
lagi.
b) Bila pembukaan sudah lengkap :
 Lakukan seksio sesaria jika kepala masih tinggi, kepala goyang versi dan
ekstraksi atau seksio sesaria.
 Ekstraksi dengan vakum atau forseps jika kepala dengan ukuran terbesar sudah
melewati pintu atas panggul.
 Pada anak kecil (anak II gemeli) dapat diusahakan ekspresi fundus terlebih
dahulu dan jika syarat-syarat forsep terpenuhi dilakukan ekstraksi dengan
forsep.
 Jangan membuang waktu dengan mengusahakan reposisi tali pusat.
2) Pada letak lintang
Lakukan seksio sesaria.
3) Pada letak sungsang
Jika ketuban pecah segera lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan tidak
terjadiprolapsus tali pusat. Jika terjadi prolapsus tali pusat dan kelahiran tidak
terjadi, lahirkan janin melalui seksio sesaria.
a) Bila pembukaan masih kecil/belum lengkap dilakukan seksio sesarea.
b) Bila pembukaan lengkap dilakukan seksio sesaria atau versi ekstraksi bila bagian
terendah janin turun jauh ke dalam panggul dan persiapan operasi memakan
waktu lama atau bila bunyi jantung anak sudah buruk.
c) Janin dilahirkan dengan ekstraksi kaki bila janin kecil atau tidak terlalu besar
4) Pada multipara dengan ukuran panggul normal, pada waktu pembukaan lengkap,
janin harus segera dilahirkan.
5) Pada presentasi belakang kepala dilakukan tekanan yang cukup kuat pada fundus
uteri pada waktu his, agar supaya kepala janin masuk ke dalam rongga panggul dan
segeradapat dilahirkan, bilamana perlu, tindakan ini dapat dibantu dengan
melakukan ekstraksicunam. (1,3,6,9)
b. Tali pusat terdepan atau terkemuka
1) Usahakan ketuban jangan pecah.
2) Ibu dalam posisi Trandelenburg berbaring miring dengan arah bertentangan dengan
tempat tali pusat
3) Lakukan reposisi dan dorong kepala ke dalam pintu atas panggul. (6)
Selama janin hidup dan dapat bertahan hidup, oksigen diberikan ke ibu dan
bagian presentasi janin ditinggikan dengan tangan di dalam vagina untuk mencegah
kompresi tali pusat. Pasien segeraditempatkan pada posisi T'rendelenburg atau
posisi knee-chest. Tidak dilakukan, usaha untuk mereposisi tali pusat. Kecuali jika
serviks dilatasi sempurna, hasil yang terbaik akan diperoleh dengan seksio sesaria
segera, selama bunyi jantung janin baik. (5,9)
Jika dilatasi serviks lengkap dan kepala janin atan bokong sudah jauh di dalam
panggul, persalinan mungkin dapat dilakukan dengan forseps atau ekstraksi
sungsang jika ada ahli kebidanan yang berpengalaman. (2)
Apabila diambil keputusan untuk melakukan seksio sesaria, maka sementara
menunggu persiapan perlu dijaga agar tali pusat tidak mengalami tekanan dan
terjepit oleh bagian terendah janin. Untuk hal itu, selain meletakkan wanita dalam
posisi Trendelenburg, satu tangan dimasukkan ke dalam vagina untuk mencegah
turunnya bagian terendah di dalam rongga panggul.Juga bisa dilakukan mengisi
vesika urinaria dengan 300 ml NaCl dan bias diberi tokolitik berupa terbutaline 0,25
mg subkutis. Sementara persiapan opera dilakukan, bisa juga diberi ridotrin
intravena dapat mencegah kontraksi uterus. Menjaga presentasi tetap meningkat
sampai operasi dimulai. Bila serviks menipis dan dilatasi sempurna persalinan
pervaginam mugkin lebih cepat terjadi. Bila janin meninggal tidak diperlukan
tindakan operasi. (5,9,15)
Pada tali pusat terdepan / tali pusat terkemuka penderita ditidurkan dalam
posisi Trendelenburg dengan harapan bahwa ketuban tidak pecah terlalu dini dan tali
pusat masuk kembali ke dalam kavum uteri. Selama tnenunggu, bunyi jantung janin
diawasi dengan seksama sedangkan kemajuan persalinan hendaknya selalu dinilai
dengan pemeriksaan dalam untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan
selanjutnya. (6,9)
Pada keadaan dimana janin sudah meninggal, tidak ada alasan untuk
menyelesaikanpersalinan dengan segera. Persalinan diawasi sehingga berlangsung
spontan, dan tindakan hanyadilakukan apabila diperlukan demi kepentingan ibu. (6,9)

J. KOMPLIKASI
Prolapsus tali pusat dapat menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, kelahiran
prematur, trauma lahir, dan hipoksia janin karena tali pusat akan terjepit antara bagian
terendah janin dan jalan lahir, sedangkan pada tali pusat terdepan / tali pusat
terkemuka ancaman sewaktu-waktu dapat terjadi.(6,9)
K. PROGNOSIS
Prolapsus tali pusat tidak membahayakan si ibu. Bahaya yang mengancam adalah bagi
sijanin, terutama pada letak kepala. Kompresi tali pusat parsial lebih dan 5 menit
memberikan prognosis buruk.

4. Distosia karena kelahiran presentasi dan posisi

a. Pengertian

Kelainan posisi merupakan posisi abnormal ubun-ubun kecil sebagai penanda terhadap
panggul ibu. Kelainan presentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain
presentasi belakan kepala.janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering
menyebabkan partus lama/partus macet.

b. Etiologi
 faktor maternal dan faktor uterus
1) Panggul sempit
2) Perut ibu yang pendulans
3) Neoplasma
4) Kelainan uterus
5) Kelainan letak dan besarnya placenta
 faktor janin
1) Bayi yang besar
2) Kesalahan dalam polaritas janin
3) Putaran paksi dalam yang abnormal
4) Sikap janin: tidak fleksi tetapi extensi
5) Kehamilan ganda
6) Kelainan janin
7) Hydramnion
c. Pengaruh –pengaruh

 Pengaruh terhadap persalinan

Adaptasi bagian terendah janin dengan servix dan panggul yang kurang simetris merupakan
salah satu faktoryang mempengaruhi persalinan.

1. Insidendisporporsi fetopelvik lebih tinggi


2. Kerja terus yang kurang efisien adalah biasa. Kontraksinya cenderung lemah dan
tidak teratur.
3. Sering terjadi partus lama
4. Dapat terjadi cincin retraksi patologis, dan dapat berakhir dengan ruptura segmen
bawah rahim.
5. Sering kali membukanya servix perlahan-lahan dan tidak lengkap.
6. Bagian terendah tetap tinggi
7. Sering terjadi ketuban pecah awal
8. Kebutuhan akan tindakan operatif lebih tinggi

 Pengaruh terhadap ibu

1. Oleh karena diperlukan kerja otot uterus dan perut yang lebih besar,dan oleh karena
persalinan seringkali berjalan lama sehingga kurang istirahat dan makan minum,
maka biasa terjadi ibu kelelahan dan kehabisan tenaga.
2. Perinium dan jaringan lunak lebih teregang, sehingga lebih banyak terjadi robekan.
3. Perdarahan lebih banyak, berasal dari:

1. Robekan uterus, servik dan vagina


2. Tempat perlekatan plasenta; ibu yang kehabisan tenaga menyebabkan atonia
uteri.
3. Ketuban pecah awal
4. Perdarahan banyak
5. Kerusakan jaringan
6. Pemeriksaan vaginal dan rectal yang lebih sering

4. Insidensi infeksi lebih tinggi. Ini disebabkan oleh:

5. Penderitaan pasien tidak sebanding dengan kekuatan kontraksi uterus merasakan


nyeri setelah uterus relaksasi.
6. Paresis usus dan vesica urinaria menambah penderitaan pasien.

 Pengaruh pada bayi

1. Janin tidak sempurna menyesuaikan diri dengan panggul sehingga lebih sulit
melewati panggul dan menyebabkan molage yang lebih berlebihan .
2. Persalinan yang lama berpengaruh lebih berat untuk janin, mengakibatkan insidensi
anoxia, kerusakan otak, asphyxia, dan kematian intrauterine yang lebih tinggi.
3. Insidensi tindakan operatif yang yang juga lebih tinggi memperbesar bahaya trauma
pada bayi.
4. Tali pusat menumbung lebih sering terjadi dibanding pada kedudukan normal.

d. Macam-macam kelainan presentasi dan posisi

1. Presentasi puncak kepala


a) Pengertian:

Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam keadaan flexi
dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi, sehingga kepala deflexi. Presentasi puncak
kepala disebut juga preesentasi sinput terjadi bila derajat deflexinya ringan, sehingga
ubun-ubun besar merupakan bagian terendah. Pada presentasi puncak kepala lingkar
kepala yang melalui jalan lahir adalah sikumfrensia fronto oxipito dengan titik
perputaran yang berada di bawah simfisis adalah glabella.

b) Diagnosis:

1. Sumbu panjang janin sejajar dengan sumbu panjang ibu


2. Di atas panggul teraba kepala
3. Punggung terdapat pada satu sisi, bagian-bagian kecil terdapat pada sisi yang
berlawanan.
4. Di fundus uteri teraba bokong.
5. Djj terdengar paling keras dikuadran bawah perut ibu, pada sisi yang sama dengan
punggung janin.
6. Sutura sagitalis umumnya teraba pada diameter transversa panggul
7. Kedua ubun-ubun sama-sama dengan mudah dapat diraba dan dikenal.keduannya
sama tinggi didalam panggul.

c) Etiologi :
1. Kelainan panggul
2. Kepala berbentuk bulat
3. Anak kecil/mati
4. Kerusakan dasar panggul
d) Penanganan

1. Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa lahir spontan


2. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep biasanya anak yang lahir di
dapati caput daerah vvb

e) Komplikasi
ibu :robekan jalan lahir yang lebih luas
anak: karena partus lama dan molase hebat sehingga mortalitas anak agak tinggib.
 Presentasi dahi
1. Pengertian:

Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Posisi ini biasanya akan berubah menjadi letak
muka/letak belakang kepala.
Kepala memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar paksi
dalam, dahi memutar kedepan depan dan berada di bawah arkus pubis, kemudian
terjadi flexi sehingga belakang kepala terlahir melewati perinerum lalu terjadi
deflexi sehingga lahirlah dagu.

2. diagnosis:
a) Pemeriksaan luar seperti pada presentasi muka , tapi bagian belakang kepala
tidak seberapa menonjol.
b) Djj terdengar dibagian dada, disebelah yang sama dengan bagian-bagian kecil
janin.
c) Pada persalinan : kepala janin tidak turun ke dalam rongga panggul bila pada
persalinan sebelumnya normal.
d) Periksa dalam : meraba sutura frontalis, ujung satu teraba uub dan ujung lain
teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita., mulut dan dagu tidak teraba.
f. etiologi :
1. Panggul sempit
2. Janin besar
3. Multiparitas
4. Kelainan janin
ex : anansefalus
5. Kematian janin intra uterin
g. penanganan
presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak dapat lahir
spontan pervaginam, jadi lakukan sc (janin hidup). Janin mati pembukaan sc,
pembukaan lengkap kraniotomi.®belum lengkap
h. komplikasi
ibu :partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan ruptur uteri
anak: mortalitas janin tinggi

 Presentasi occipito posterior


1. pengertian:

Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui pap dengan
sutura sagitalis melintang/miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri
melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang/kanan belakang.
Dalam keadaan flexi bagian kepala yang pertama mencapai dasar panggul adalah
occiput. Occiput akan memutar kedepan karena dasar panggul dan muculus levator
aninya mementuk ruangan yang lebih sesuai dengan occiput. Keadaan vvk dibelakang
dianggap.

a) diameter antero posterior panggul lebih panjang dari diameter transversal. Ex :


panggul antiopoid
b) segmen depan menyempit. Ex : panggul android
c) otot-otot dasar panggul yang lembek pada multi para
d) kepala janin yang kecil dan bulat
2. diagnosis
a) Pemeriksaan abdomen
Bagian bawah perut mendatar, ekstremitas janin teraba anterior
b) Auskultasi
Djj terdengar disamping
c) Pemeriksaan vagina
Fontanella posterior dekat sakrum, fontanella anterior dengan mudah teraba jika
kepala dalam keadaan defleksi.
3. etiologi
a. Sering dijumpai pada panggul anthropoid, endroid dan kesempitan midpelvis.
b. Letak punggung janin dorsoposterior
c. Putar paksi salah satu tidak berlangsung pada :
1) perut gantung
2) janin kecil atau janin mati
3) arkus pubis sangat luas
4) dolichocephali
5) panggul sempit
4. penanganan
a. lakukan pengawasan dengan seksama dengan harapan dapat lahir sontan
pervaginam
b. tindakan baru dilakukan jika kalla ii terlalu lama/ada tanda-tanda bahaya terhadap
janin
c. pada persalinan dapat terjadi robekan perenium yang teratur atau extensi dari
episiotomi
d. periksa ketuban. Bila intake, pecahkan ketuban
e. bila pesisi kepala > 3/5 diatas pap atau diatas 2 maka sc
f. bila pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, beri
oksitosin drip
g. bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran, ulangi
apakah ada obstruksi. Bila tidak ada tanda obstruksi oksitosin drip
h. bila pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai tidak kurang 1/5 atau (0) maka
e.v atau forseps
i. bila ada tanda obstruksi/gawat janin maka sc
 Presentasi muka
1. pengertian:
disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin. Yang teraba muka
bayi = mulut, hidung, dan pipi
2. etiologi
– panggul sempit
– janin besar
– kematian intrauterine
– multiparitas
– perut gantung
– janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan
dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga ada presentasi muka dagu
anterior dan postorior.
– presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi
– presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi max
3. diagnosis
1. Tubuh janin dalam keadaan fleksi, sehingga pada pemeriksaan luar dada akan
teraba punggung.
2. Bagian kepala menonjol yaitu belakang kepala berada di sebelah yang berlawanan
dengan letak dada.
3. Didaerah itu juga dapat diraba bagian-bagian kecil janin dan djj lebih jelas.
4. Periksa dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir orbita.
4. Penanganan
a. dagu anterior
1) Bila pembukaan lengkap
a) lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
b) bila kemajuan persalinan lambat lakukan disitoksin drip
c) bila kurang lancar, lakukan forseps
2) Bila pembukaan belum lengkap
– tidak didapatkan tanda obtuksi, lakukan oksitosin drip. Lakukan evaluasi persalinan
sama dengan persalinan vertekx
3) dagu posterior
a) bila pembukaan lengkap maka sc
b) bila pembukaan belum lengkap, lakukan penilaian penurunan rotasi, dan
kemajuan persalinan, jika macet maka sc
c) jika janin mati maka kraniotomi
2.4. DISTOSIA KARENA KELAINAN TENAGA/HIS
Adalah persalinan yang sulit akibat his yang tidak normal dalam kekuatan/sifatnya
menyebabkan rintangan pada jalan lahir, tidak dapat diatasi, sehingga menyebabkan
persalinan macet.

A. Jenis-Jenis Distosia Karena Kelainan Tenaga/His

1. His Hipotonic/ Inersia Uteri


Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk
melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his
lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat
hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau
primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran.
Setelah diagnosis inersia uteri ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks,
presentasi serta posisi janin, turunnya kepala janin dalam panggul dan keadaan
panggul. Kemudian harus disusun rencana menghadapi persalinan yang lamban ini.
Apabila ada disproporsi sefalopelfik yang berarti, sebaiknya diambil keputusan
untuk melakukan seksio sesarea. Apabila tidak ada disproporsi atau ada disproporsi
ringan dapat diambil sikap lain. Keadaan umum penderita sementara itu diperbaiki,
dan kandung kencing serta rektum dikosongkan. Apabila kepala atau bokong janin
sudah masuk kedalam panggul, penderita disuruh berjalan-jalan. Tindakan
sederhana ini kadang – kadang menyebabkan his menjadi kuat, dan selanjutnya
perjalanan berjalan lancar. Pada waktu pemeriksaan dalam, ketuban boleh
dipecahkan. Memang sesudah tindakan ini persalinan tidak boleh berlangsung
terlalu lama, namun hal tersebut dapat dibenarkan oleh karena dapat merangsang
his, dan dengan demikian mempercepat jalannya persalinan.
Kalau diobati dengan oksitosin, 5 satuan oksitosin dimasukkan ke dalam
larutan glukosa 5% dan diberikan secara infus intravena dengan kecepatan kira-
kira 12 tetes permenit, yang perlahan-lahan dapat dinaikkan sampai kira-kira 50
tetes, tergantung pada hasilnya. Kalau 50 tetes tidak membawa hasil yang
diharapkan, maka tidak banyak gunanya untuk memberikan oksitosin dalam dosis
yang lebih tinggi.
Bila infus oksitosin di berikan, penderita harus diawasi dengan ketat dan tidak
boleh ditinggalkan. Kekuatan dan kecepatan his, keadaan dan kedaan denyut
jantung janin harus diperhatikan dengan teliti. Infus harus dihentikan kalau
kontraksi uterus berlangsung lebih dari 60 detik, atau kalau denyut jantung janin
menjadi cepat atau menjadi lambat. Menghentikan infus umumnya akan segera
memperbaiki keadaan. Sangat berbahaya untuk memberikan oksitosin pada
panggul sempit dan pada adanya regangan segmen bawah uterus. Demikian pula
oksitosin jangan diberikan pada grande multipara dan kepala penderita yang telah
pernah mengalami seksio sesarea atau miomektomi. Karena memudahkan
terjadinya ruptura uteri. Pada penderita dengan partus lama dan gejala-gejala
dehidrasi dan asidosis, disamping pemberian oksitosin dengan jalan infus intravena
gejala-gejala tersebut perlu di atasi.
Maksud pemberian oksitosin ini adalah memperbaiki his, sehingga serviks dapat
membuka. Satu ciri khas oksitosin ialah bahwa hasil pemberiannya tampak dalam
waktu singkat. Oleh karena iu tak ada gunanya untuk memberikan oksitosin
berlarut-larut. Sebaiknya oksitosin diberikan beberapa jam saja. Kalau ternyata
tidak ada kemajuan, pemberiannya dihentikan,supaya penderita dapat beristirahat.
Kemudian dicoba lagi untuk beberapa jam; kalau masih tidak ada kemajuan, lebih
baik dilakukan seksio sesarea. Oksitosin yang diberikan dengan suntikan
intramuskular dapat menimbulkan incoordinate uterine action. Tetapi ada kalanya
terutama dalam kala II, hanya diperlukan sedikit penambahan kekuatan his supaya
persalinan dapat diselesaikan. Disini sering kali 0,5 satuan oksitosin intramuskulus
sudah cukup untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Oksitosin merupakan obat yang sangat kuat, yang dahulu dengan pemberian
sekaligus dalam dosis besar sering menyebabkan kematian janin karena kontraksi
uterus terlalu kuat dan lama, dan dapat menyebabkan pula timbulnya ruptura uteri.
Pemberian intravena dengan jalan infus (intravenous drip) yang memungkinkan
masuknya dosis sedikit demi sedikit telah mengubah gambaran ini, dan sudah pula
dibuktikan bahwa oksitosin dengan jalan ini dapat diberikan dengan aman apabila
penemuan indikasi, pelaksanaan dan pengawasan dilakukan dengan baik.
Inersia uteri terbagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri Primer
Jika persalinan berlangsung lama, terjadi pada kalla I fase laten. Sejak
awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari
permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah
penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
b. Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :

1) Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah
janin dan keadaan panggul.
2) Bila kepala sudah masuk PAP anjurkan pasien untuk berjalan-jalan.
3) Buat rencana tindakan yang akan dilakukan : Berikan oxitosin drip 5-10
dalam 500 cc, dextrose 5 % dimulai 12 tetes/menit, naikan setiap 10-15
menit sampai 40-50 tetes/menit Pemebrian oxitosin jangan berlarut-larut beri
kesempatan ibu untuk istirahat.
4) Bila inersia disertai CPD tindakan sebaiknya lakukan SC
Bila tadinya His kuat lalu terjadi inersia uteri sekunder ibu lemah dan partus
> 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada gunanya memberikan
oxitosin drip. Segera selesaikan partus dengan vacuum/Forseps/SC.

2. His Hipertonic
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai
melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah
dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong
bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya
"tetania uteri" karena obat uterotonika yang berlebihan.
Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir
terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah
rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban
pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainyaHis yang terlalu kuat dan
terlalu efisien menyebabkan persalinan berlangsung cepat.

Bahayanya bagi ibu adalah terjadinya perlukaan yang luas pada jalan
lahir, khususnya servik uteri, vagina dan perenium bahaya bagi bayi adalah dapat
terjadi pendarahan dalam tengkorak karena mengalami tekanan kuat dalam waktu
singkat.

Penanganan :

a. Saat persalinan kedua diawasi dengan cermat dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindari ruptur perenium tingkat III.
b. Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri,
mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila
dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio
cesarean

3. His yang tidak terkordinasi


Adalah His yang sifatnya berubah-ubah. Tonus otot uterus meningkat
juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak
ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi
bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan.

Tonus otot yang meningkat menyebabkan rasa nyeri yang lebih keras
dan lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His sejenis
ini disebut juga Ancoordinat Hipertonic Uterine Contraction.

Etiologi Distosia Kelainan Tenaga


a. Kelainan His sering dijumpai pada primigravida tua Sedangkan inersia uteri
sering dijumpai pada multigravida dan grandemulti.
b. Faktor herediter
c. Faktor emosi dan ketakutan
d. Salah pimpinan persalinan
e. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan SBR. Dijumpai pada
kesalahan letak janin dan CPD.
f. Kelainan uterus Ex : uterus Bikornis unikolis
g. Salah pemberian obat-obatan, oxitosin dan obat penenang
h. Kehamilan postmatur

2.5.DISTOSIA KARENA KELAINAN ALAT KANDUNGAN :


A. Distosia karena kelainan vulva
1. Pengertian
Distosia vulva adalah persalinan yang sulit disebabkan karena atresia vulvae
(tertutupnya vulva), ada yang bawaan ada juga yang diperoleh misalnya karena
radang atau trauma.
2. Etiologi
Edema vulva dijumpai pada preeklamsia dangan ganguan gizi atau malnutrisi
atau pada persalinan yang lama atau persalinan terlantar.Wanita hamil sering
mengeluh melebarnya pembuluh darah di tungkai, vagina, vulva dan wasir serta
menghilang setelah anak lahir. Hal ini karena reaksi sistem vena terutama dinding
pembuluh darah seperti otot-otot di tempat lain melemah akibat pengaruh hormone
steroid.
3. Kelainan yang dapat menyebabkan distosia vulva
Kelainan yang bisa menyebabkan distosia vulva ialah oedema vulva, kelainan
bawaan, varises, hematoma, peradangan, kondiloma akuminata, fistula dan vulvitis
diabetika.
1) Oedema Vulva
a) Pengertian
Edema (oedema) vulva adalah meningkatnya volume cairan ekstra
seluler dan ekstra vaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan
penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa
(jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan) pada vulva.
b) Penyebab
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre
eklamsi akan tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan
gizi atau malnutrisi atau pada persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi
pada persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik atau wanita mengejan
terlampau lama (terusmenerus), sedangkan kepala belum cukup turun. Hal itu
mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang
akhirnya dapat menimbulkan kerusakan luas pada jalan lahir
c) Penatalaksanaan :
1) Istirahat cukup.
2) Mengatur diet, yaitu meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung
protein dan mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat serta
lemak.
3) Kalau keadaan memburuk, kemungkinan dokter akan mempertimbangkan
untuk segera melahirkan bayi demi keselamatan ibu dan bayi
2) Kelainan Bawaan (Stenosis Vulva)
a) Pengertian
Stenosis vulva merupakan kelainan congenital pada vulva yang
menutup sama sekali, atau dapat pula terjadi hanya orifisium uretra eksternum
saja yang nampak/ penyempitan vulva/vagina atau akibat perlengketan dan
parut karena peradangan atau perlukaan pada persalinan yang lalu.
b) Penyebab
Biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang
menyebabkan ulkus-ulkus yang sembuh dengan parut-parut yang dapat
menimbulkan kesulitan.
c) Penatalaksanaan
Walaupun umumnya dapat diatasi dengan mengadakan episiotomi
yang cukup luas namun penanganan dengan sayatan median secukupnya untuk
melahirkan kepala juga dapat dilakukan. Dan biasa tindakan persalinan dengan
operasi merupakan pilihan utama.

3) Varises
a) Pengertian
Pelebaran pembuluh darah vena yang terjadi pada vulva.Selain
kelihatan kurang baik pelebaran pembuluh darah ini dapat merupakan sumber
perdarahan potensial pada waktu hamil maupun persalinan. Kejadian varises
ini makin meningkat pada kehamilan makin tinggi dan segera akan
menghilang atau berkurang setelah persalinan.
b) Penyebab
Hal ini karena reaksi system vena pembuluh darah, seperti otot-otot di
tempat lain melemah akibat hormone estrogen. Penyebab utama varises
adalah lemah/rusaknya katup pembuluh vena. Pada pembuluh vena terdapat
katup – katup yang berfungsi untuk menahan agar darah tidak turun/bergerak
mundur. Dengan adanya katup pada pembuluh vena menyebabkan darah akan
terus mengalir ke arah jantung. Katup yang rusak atau lemah akan membuat
darah bergerak mundur yang mengakibatkan darah berkumpul di dalam dan
menyebabkan gumpalan yang mengganggu aliran darah yang disebut sebagai
varises.
Bahaya dalam kehamilan dan persalinan adalah :
1) Bila pecah akan terjadi perdarahan sedikit/banyak.
2) Bila pecah dapat pula terjadi emboli udara dan bisa berakibat fatal.
c) Penatalaksanaan
1) Kurangi konsumsi garam dan makan yang mengandung kolesterol tinggi.
2) Perbanyak konsumsi sayuran dan buah berserat tinggi dan makanan yang
dapat merangsang sirkulasi darah, seperti bawang merah, bawang putih,
bawang bombay, jahe dan cabai merah. Juga makanan yang kaya dengan
vitamin B kompleks, vit C, vit E, vit B6, magnesium, asam folat, kalsium
dan zinc seperti gandum dan kacang kedelai (susu kedelai).
3) Perbanyak makanan dan minuman yang mengandung antioksidan tinggi
seperti sayur – sayuran hijau, buah apel, wortel dan jeruk. Dianjurkan
minum susu kedelai karena mengandung tinggi flavonoid yang
mengandung antioksidan, vitamin B kompleks, vit C, vit E, vit B6,
magnesium, asam folat, kalsium dan zinc yang sangat bermanfaat untuk
mencegah dan membantu pemulihan pembuluh darah vena.
4) Jangan berdiri atau duduk terlalu lama. Jika pekerjaan anda dituntut untuk
berdiri lama maka usahakan tidak diam namun sekali – sekali anda
berjalan agar otot anda tidak statis (diam) dan sekali – kali anda duduk
istirahat.
5) Pada saat tidur, tinggikan kaki anda, lebih tinggi dari posisi pinggul atau
jantung anda. Posisi kaki yang lebih tinggi dari jantung akan memudahkan
aliran darah vena kembali ke jantung.
6) Jangan memakai ikat pinggang terlampau kencang (ketat)
7) Jalan-jalan dan senam hamil untuk memperlancar peredaran darah
8) Dapat diberikan obat-obatan : Venosan, Glyvenol, Venoruton, dan
Varemoid.
9) Dengan beberapa pertimbangan pada kasus dengan varises vulva maupun
vagina yang besar dapat dianjurkan persalinan dengan seksio sesarea.
10) Dan untuk wanita hamil dengan keluhan wasir untuk sementara dapat
diatasi dengan pengobatan sampai persalinan berlangsung. Setelah
persalinan berakhir, keluhan wasir berkurang sampai menghilang dan
tidak memerlukan tindakan lain.
4) Hematoma
a) Pengertian
Pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan perdarahan,yang
dapat terjadi saat kehamilan berlangsung atau yang lebih sering pada
persalinan.Hematoma vulva dan vagina dapat besar,disertai bekuan darah
bahkan perdarahan yang masih aktif.
b) Penyebab
1) Hematoma vulva disebabkan oleh kebocoran pembuluh darah yang
mengalami nekrosis akibat tekanan yang lama.
2) Kumpulan darah diluar pembuluh darah terjadi karena dinding pembuluh
darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor
kedalam jaringan-jaringan dimana tidak pada tempatnya.
3) Pembuluh darah yang pecah menyebabkan hematoma dijaringan ikat
menjadi renggang, di sekitar vulva atau ligamentum latum. Hematoma
vulva dapat juga terjadi karena trauma(diluar persalinan) misalnya jatuh
terduduk pada tempat yang keras atau koitus kasar.
c) Penatalaksaan
1) Hematoma yang besar harus dilakukan eksisi untuk mengeluarkan bekuan
darah dan mengikat pembuluh darah yang pecah.
2) Hematoma yang terjadi pada pertolongan persalinan saat ini sudah jarang
terjadi apalagi kehamilan grandemultipara sangat kurang. Bidan yang
dalam pertolongan persalinan menghadapi hematoma sebaiknya
mengirimkan penderita ke tempat yang dapat memberikan pertolongan
yang adekuat.
5) Peradangan
a) Pengertian
Peradangan pada vulva biasa disebut dengan vulvitis
b) Penyebab
1) Peradangan vulva sering bersamaan dengan peradangan vagina.
2) Dapat terjadi akibat infeksi spesifik, seperti sifilis, gonorea, trikomoniasis.
3) Dapat terjadi akibat infeksi non spesifik seperti : eksema, pruritus vulvae,
skabie, pedikulus pubis, bartholinitis.
c) Penatalaksanaan
1) Pada kehamilan, radangan tersebut harus diobati. Obat yang diberikan
harus dipikirkan apakah mempunyai efek buruk terhadap anak terutama
dalam proses pertumbuhan organogenensis.
2) Dalam pertolongan persalinan menghadapi peradangan sebaiknya
mengirimkan penderita ke tempat yang dapat memberikan pertolongan
yang adekuat.
6) Kondiloma Akuminata
a) Pengertian
Merupakan pertumbuhan pada kulit selaput lendir yang menyerupai
jengger ayam jago. Berlainan dengan kondiloma latum: permukaan kasar
papiler, tonjolan lebih tinggi, warnaya lebih gelap. Kondiloma akuminata
berbentuk seperti kembang kumis atau cauliflower dengan ditengahnya
jaringan ikat dan ditutup terutama bagian atas oleh epitel dengan
hyperkeratosis. Penyakit terdapat dalam bentuk kecil dan besar, sendirian atau
dalam suatu kelompok. Lokasinya ialah pada berbagai bagian vulva, pada
perineum, pada daerah perianal, pada vagina dan serviks uteri. Dalam hal-hal
yang terakhir ini terdapat leukorea.
b) Penyebab
Kondiloma Akuminata disebabkan oleh suatu jenis virus yang banyak
persamaanya dengan penyebab veruka vulgaris. Adanya leukorea oleh sebab
lain mempermudah tumbuhnya virus dan kondiloma akuminata. Kelainan ini
juga lebih sering ditemukan pada kehamilan karena lebih banyak
vaskularisasi dan cairan pada jaringan.
c) Penatalaksanaan
1) Kondiloma Akuminata yang kecil dapat disembuhkan dengan larutan 10%
podofili dalam gliseril atau dalam alcohol. Pada waktu pengobatan daerah
sekitarnya harus dilindungi dengan vaselin, dan setelah beberapa jam
tempat pengobatan harus dicuci dengan air dan sabun.
2) Pada Kondiloma Akuminata yang luas, terapinya terdiri atas pengangkatan
dengan pembedahan atau kauterisasi. Untuk mencegah timbulnya residif,
harus diusahakan kebersihan pada tempat bekas Kondiloma Akuminata, dan
leukoria harus diobati. Sebaiknya diobati sebelum bersalin, banyak penulis
menganjurkan insisi dengan elektrocavter atau dengan tingtura podofilin.
7) Fistula
a) Pengertian
Kejadian fistula ini sudah jarang dijumpai karena persalinan kasep yang
makin jarang terjadi. Fistula vesikovaginal atau fistula rectovaginal biasanya
terjadi pada waktu bersalin baik sebagai tindakan operatif maupun akibat
nekrosis tekanan.
b) Penyebab
Akibat tekanan langsung jaringan lunak antara kepala janin yang telah
berada di dasar panggul dengan jalan lahir tulang. Tekanan lama antara kepala
dan tulang panggul,menyebabkan gangguan sirkulasi sehingga terjadi
kematian jaringan local dalam 5-10 hari lepas dan terjadi lubang. Akibatnya
terjadi inkotenensia alvi. Oleh karena itu,setelah melakukan pertolongan
persalinan kasep perlu dilakukan eksplorasi untuk mencari kemungkinan
robekan jalan lahir yang dapat menjadi fistula.
c) Penatalaksaan
1) Fistula kecil yang tidak disertai infeksi dapat sembuh dengan sendirinya.
Fistula yang sudah tertutup merupakan kontra indikasi pervaginam.
2) Untuk menghindari terjadinya fistula postpartum,selalu di pasang daure
kateter sehingga vaskularisasi jaringan yang tertekan membaik dan
terhindar dari nekrosis dan fistula.
3) Operasi rekonstruksi fistula sulit dan keberhasilannya belum memuaskan.
4) Untuk mengurangi kejadian fistula maka persalinan harus telah dirujuk
pada saat mencapai garis waspada,sehinggan dapat dilakukan tindakan tepat
dan cepat untuk dapat menurunkan morbilitas dan mortalitas.

B. Distosia karena kelainan vagina


1. Pengertian
Distosia vagina adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya
persalinan yang dikarenakan adanya kelainan pada vagina yang menghalangi
lancarnya persalinan. Distosia dapat disebabkan karena kelainan his (his
hipotonik dan his hipertonik), karena kelainan besaranak, bentuk anak
(hidrocefalus, kembarsiam, prolapstalipusat), letakanak (letaksungsang,
letakmelintang), serta karena kelainan jalan lahir.
2. Etiologi
Atresia vulva dalam bentuk atresia himenalis yang menyebabkan
hematokolpos, hematometra dan atresia vagina dapat menghalangi konsepsi.
Kelainan vagina yang cukup sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan
adalah septum vagina terutama vertika longitudinal.
3. Pelatalaksanaan
Cara yang efektif untuk tindakan persalinan septum tersebut adalah
dengan robekan spontan atau di sayat dan diikat. Tindakan ini dilakukan pula
bila ada dispareuni. Sikap bidan dalam menghadapi kelainan ini adalah
menegakkan kemungkinan septum vagina, vertical atau longitudinal pada
waktu melakukan pemeriksaan dalam dan selanjutnya merujuk penderita untuk
mendapat pertolongan persalinan sebagaimana mestinya.
4. Kelainan yang dapat menyebabkan distosia vagina :
a. Kelainan Vagina (Aplasia vagina)
1) Pengertian
Pada aplasia vagina, diintroitus vagina terdapat cekungan yang agak
dangkal atau yang agak dalam.
2) Penyebab
Kelainan congenital atau pertumbuhan atau pembentukan organ janin
yang tidak sempurna di dalam kandungan pada masa kehamilan
3) Penatalaksanaan
Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru, beberapa metode sudah
dikembangkan untuk keperluan itu, operasi ini sebaiknya pada saat
wanita bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina dapat
digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan dapat menyempit.
b. Stenosis Vagina Kongenital
1) Pengertian
Jarang terdapat, lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan
vagina secara lengkap atau tidak lengkap pada bagian kanan atau bagian
kiri. Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian
vagina yang satu umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun
lahirnya janin.Septum tidak lengkap kadang-kadang menahan turunnya
kepala janin pada persalinan dan harus dipotong dahulu.
2) Penyebab
Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang.
Pada stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan dan merupakan
halangan untuk lahirnya janin perlu ditimbangkan seksio ceaserea.
c. Tumor Vagina
Dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin per vaginam, adanya
tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan per vaginam dianggap
mengandung terlampau banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya
tumor perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung secara
per vaginam atau diselesaikan dengan seksio sesar.
d. Kista Vagina
1) Penyebab
Kista vagina berasal dari duktus gartner atau duktus muller, letak
lateral dalam vagina bagian proximal, ditengah, distal di bawah orifisium
urethra eksterna.Bisa berukuran kecil dan besar sehingga bukan saja
mengganggu pertumbuhan namun dapat pula menyukarkan persalinan.
2) Penatalaksanaan
a) Kehamilan muda : diekstirpasi setelah kehamilan 3-4 bulan
b) Dalam persalinan : jika kecil maka tidak menghalangi turunnya
kepala,tidak mengganggu persalinan. Setelah 3bulan pasca persalinan
dilakukan ekstirpasi tumor.Bila besar dan menghalangi turunnya
kepala untuk mengecilkannya dilakukan aspirasi cairan tumor
C. Distosia karena kelainan Uterus/Serviks
1. Pengertian
Distosia serviks uteri adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan
kelainan serviks uteri. Walaupun his normal dan baik, kadang-kadang pembukaan
serviks jadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan serviks tidak mau
membuka.
2. Etiologi
Penyebab distosia serviks uteri adalah adanya kelainan pada letak Rahim
diantaranya: perut gantung (abdomen pendulum), hyperanteflexio, retroplexio uteri,
prolapsus uteri, mioma uterus, kankerrahim.
3. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan beberapa kali moment opname
pemeriksaan dalam yaitu his baik tetapi pembukaan serviks tidak bertambah dan
pemeriksaan dilakukan 2-3 kali antara 1-2 jam.
4. Penangananan
Pada kondisi serviks yang kaku setelah ditegakkan diagnose memang serviks
kaku dan setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan pethidin tidak merubah
sifat kekakuan tindakan kita adalah melakukan Caesar.Jika adanya serviks gantung
bila dalam observasi keadaan tetap begitu dan tidak ada kemajuan pembuka
anostium uteri internum, maka pertolongan yang tepat adalah Caesar
5. Kelainan yang dapatmenyebabkandistosia uterus/serviks
a. Retroflexio Uter
1) Pengertian
Adalah uterus hamil yang semakin lama semakin besar terkurung dalam
rongga panggul,tidak dapat keluar memasuki rongga perut. Kehamilan pada
retrofleksi uteri tidak banyak dijumpai karena kemampuan mobilisasi uterus
selama hamil dan melepaskan diri dari ruangan pelvis minor.Jarang sekali
kehamilan pada uterus dalam retroflexio mencapai umur cukup.
2) Penyebab
Terkurung uterus, mungkin uterus retrofleksi, tertahan karena adanya
perlekatan-perlekatan atau oleh sebab lain yang tidak diketahui (fiksata).
Terdapat kemungkinan dari nasib kehamilannya :
a) Koreksi spontan : dimana pada kehamilan 3 bulan korpus dan fundus
naik masuk kedalam rongga perut.
b) Abortus : hasil konsepsi terhenti berkembang dan keluar,karena sirkulasi
terganggu.
c) Koreksi tidak sempurna : dimana bagian yang melekat tetap tertinggal
sedangkan bagian uterus yang hamil naik masuk ke dalam rongga perut
disebut retrofleksia uteri gravidi partialis.Nasib kehamilan selanjutnya
bisa abortus, partus prematurus,terjadi kesalahan letak dan bersalin
biasa.
3) Penatalaksanaan
a) Salah satu penanganan yang masih dianjurkan adalah melakukan tidur
dengan kedudukan dada-kaki beberapa waktu dengan harapan agar
retrofleksi uteri gravidi dapat lepas dari ruangan pelvis minor.
Disamping itu dapat pula dilepaskan dengan kedudukan tidur dada-kaki
dan mendorong uterus gravidus keluar dari ruangan pelvis minor.
b) Bila tidak terjadi perlekatan dapat dilakukan :
 Reposisi digital jika perlu dalam narkosa.
 Koreksi dengan posisi genu-pektoral selama 3 x 15 perhari atau
langsung dikoreksi melalui vagina dengan 2 jari mendorong korpus
uteri kearah atas keluar rongga panggul.
 Posisi trendelenberg dan istirahat.
 Reposisi operatif.
b. Prolapsus Uteri
1) Pengertian
Prolapsus uteri atau turunnya uterus dapat dibagi menjadi 3 tingkat :
a) Tingkat I : Uterus turun dengan serviks uteri sampai introitus vagina.
b) Tingkat II : Sebagian uterus keluar dari vagina.
c) QQATingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina dengan inversion
vagina.
Biasanya prolapsus uteri yang inkomplit berkurang karena setelah bulan ke
IV uterus naik dan keluar dari rongga panggul kecil. Tetapi ada kalanya
portio ini menjadi oedemateus.Kadang-kadang disertai pula dengan sistokel
dan rektokel.
2) Penyebab
a) Terjadi karena kelemahan ligament endopelvik terutama ligamentum
tranversal dapat dilihat pada nullipara dimana terjadi elangosiopoli
disertai prolapsus uteri tanpa sistokel tetapi ada enterokele.Pada keadaan
ini fasia pelvis kurang baik pertumbuhannya dan kurang
kerenggangannya
b) Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause.
c) Persalinan lama dan sulit:
 Meneran sebelum pembukaan lengkap.
 Laserasi dinding vagina bawah pada kala 2.
 Penatalaksaan pengeluaran plasenta.
 Reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik.
d) Pada menopause
Karena hormon estrogen telah berkurang sehingga otot dasar panggul
menjadi melemah.
3) Penatalaksaan
Indikasi melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa
factor seperti umur penderita, keinginannya untuk mendapatkan anak atau
untuk mempertahankan uterus, tingkat prolapsus dan adanya keluhan.
c. Kelainan Bawaan Uterus
1) Pengertian
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus muller
yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan.
2) Penyebab
Kelainan bawaan dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam
berkembangnya kedua saluran muller dan dalam kanalisasi. Uterus didelfis
atau uterus duplek terjadi apabila kedua saluran muller berkembang sendiri-
sendiri tanpa penyatuan sedikitpun sehingga terdapat 2 saluran telur, 2
serviks, dan 2 vagina. Uterus subseptus terdiri atas 1 korpus uteri dengan
septum yang tidak lengkap, 1 serviks, 1 vagina, cavum uteri kanan dan kiri
terpisah secara tidak lengkap. Uterus arkuatus hanya mempunyai cekungan
di fundus uteri. Kelainan ini paling ringan dan sering dijumpai. Uterus
birkornis unilateral. Radi mentarius terdiri atas 1 uterus dan disampingnya
terdapat handuk lain. Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus, 1 serviks yang
berkembang dari satu saluran kanan dan kiri. Kelainan ini dapat
menyebabkan abortus, kehamilan ektopik dan kelainan letak janin.
3) Penatalaksanaan
Tindakan operatif.

2.6. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir


A. Bayi besar
1. Definisi
Bayi besar adalah bayi lahir yang beratnya lebih dari 4000gram.
menurut kepustakaan bayi yang besar baru dapat menimbulkan dytosia kalau
beratnya melebihi 4500gram.
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan adalah karena besarnya
kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding rahim oleh anak yang
sangat besar dapat menimbulkan inertia dan kemungkinan perdarahan
postpartum lebih besar. Macrosomia atau bayi besar adalah bayi yang lahir
dengan berat lebih dari 4000 gram. Rata - rata bayi baru lahir dengan usia
cukup bulan ( 37 minggu-42 minggu ) berkisar antara 2500 gram hingga 4ooo
gram. Pada kondisi tertentu ada beberapa ibu hamil yang melahirkan bayi
dengan berat diatas 4000 gram
2. Faktor-faktor makrosomia
a. Bayi dan ibu yang menderita diabetes sebelum hamil dan bayi dari ibu yang
menderita diabetes selama kehamilan.
b. Terjadinya obesitas pada ibu juga dapat menyebabkan kelahiran bayi besar
(bayi giant).
c. Pola makan ibu yang tidak seimbang atau berlebihan juga mempengaruhi
kelahiran bayi besar
3. Komplikasi
Bayi besar yang sedang berkembang merupakan suatu indikator dari
efek ibu. Walaupun dikontrol dengan baik dapat timbul pada janin, maka sering
disarankan persalinan yang lebih dini sebelum aterm. Biasanya dinilai pada
sekitar kehamilan 38 minggu. Penilaian yang seksama terhadap pelvis ibu.
Tingkat penurunan kepala janin dan diatas serviks. Bersama dengan
pertimbangan terhadap riwayat kebidanan sebelumnya. Jika tidak maka
persalinan dilakukan dengan seksio sesarea yang direncanakan. Resiko dari
trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan panggul ibunya
perdarahan intrakranial, distosia bahu, ruptur uteri,serviks, vagina, robekan
perineum dan fraktur anggota gerak merupakan beberapa komplikasi yng
mungkin terjadi. Jika terjadi penyulit-penyulit ini dapat dinyatakan sebagai
penatalaksanaan yang salah. Karena hal ini sebenarnya dapat dihindarkan
dengan seksio sesarea yang terencana. Walaupun demikian, yang perlu dingat
bahwa persalinan dari bayi besar (baby giant) dengan jalan abdominal
bukannya tanpa resiko dan hanya dapat dilakukan oleh dokter bedah kebidanan
yang terampil
Pemantauan glukosa darah ( Pada saat datang atau umur 3 jam,
kemudian tiap 6 jam sampai 24 jam atau bila kadar glukosa ≥ 45 gr% dua kali
berturut-turut. Pemantauan elektrolit Pemberian glukosa parenteral sesuai
indikasi Bolus glukosa parenteral sesuai indikasi Hidrokortison 5 mg/kg/hari
IM dalam dua dosis bila pemberian glukosa parenteral tidak efektif.
4. Alasan merujuk
Bila dijumpai diagnosis makrosomia, maka bidan harus segera
membuat rencana asuhan kebidanan untuk segera diimplementasikan, tindakan
tersebut adalah merujuk klien. Alasan dilakukannya rujukan adalah untuk
mengantisipasi adanya masalah-masalah terhadap janin dan juga ibunya.
5. Masalah potensial yang akan dialami adalah:
a) Resiko dari trauma lahir yang tinggi jika bayi lebih besar dibandingkan
panggul ibunya perdarahan intracranial
b) Distosia bahu
c) Ruptur uteri
d) Robekan perineum
e) Fraktur anggota gerak
6. Tindakan Selama Rujukan :
a) Memberikan pengertian kepada ibu bahwa kehamilan ini harus dirujuk ke
Rumah Sakit karena bidan tidak mempunyai kapasitas untuk
menganganinya.
b) Apabila ibu tidak bersedia dirujuk maka akan terjadi kemungkinan yang
tidak diharapkan baik bagi ibu maupun janin. Seperti : Resiko dari trauma
lahir, distosia bahu, robekan perineum, dll.
c) Mendampingi ibu dan keluarga selama di perjalanan.
d) Memberikan semangat kepada ibu bahwa kehamilan ini akan tertangani
dengan baik oleh tenaga kesehatan di tempat rujukan. Ibu agar tetap berdoa
dan berusaha berpikir positif.
Mengingat resiko yang ditimbulkan bila terjadi kehamilan dengan bayi
macrosomia ( bayi besar ) tersebut, maka sebaiknya ibu hamil melakukan
hal - hal berikut ini:
1) Menjaga kenaikan berat badan. Terutama pada ibu hamil dengan
Diabetes dan Obesitas. Untuk ibu hamil dengan berat badan normal,
kenaikan berat badan sekitar 10 kg - 13 kg, namun bila berat badan
sebelum hamil kurang dari 45 kg, atau sebelum hamil sudah obesitas
maka kenaikan berat badan disesuaikan dengan anjuran bidan atau
dokter
2) Melakukan aktifitas gerak dan olahraga. Ibu hamil yang kurang gerak
akan membuat kalori tubuh menumpuk dan tersimpan dalam bentuk
lemak sebagai cadangan kalori tubuh. Senam hamil dan jalan pagi yang
teratur akan sangat membantu mencegah kenaikan berat badan berlebih
saat hamil.
3) Perbanyak konsumsi buah dan sayuran memasuki trimester III. Buah-
buahan segar atau sayuran dalam bentuk jus yang banyak mengandung
serat sangat disarankan. Hindari camilan junkfood dan kudapan yang
mengandung banyak zat gula misalkan es krim dan puding berkadar gula
tinggi . Minuman sirup manis sebaiknya juga dikurangi bila kenaikan
berat badan telah melewati batas normal.
2) Patuhi diet dan pengobatan yang teratur. Bagi ibu hamil dengan riwayat
diabetes sebaiknya mematuhi diet atau aturan pola makan sesuai anjuran
dokter dan teratur mengikuti program terapi diabetes baik pemberian
insulin maupun obat minum.
3) Pemeriksaan kehamilan secara teratur untuk pemantauan berat badan
selama kehamilan. Pada setiap kunjungan berkala tersebut, bidan dan
dokter akan membantu memantau berat badan setiap ibu hamil dengan
pertimbangan indeks massa tubuh atau BMI masing - masing ibu hamil.
B. Hidrosephalus
1. Defenisi
Hydrocephalus adalah suatu keadaan dimana terdapat timbunan likuor
serebrospinalis yang berlebihan dalam ventrikel-ventrikel, yang disertai
dengan tekanan intracranial (sarwono, 2007). Hydrocephalus adalah jenis
penyakit yang terjadi akibat gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan
serebrospinal). Penyakit ini juga dapat ditandai dengan dilatasi vertical
serebra, biasanya terjadi secara sekunder terhadap obstruksi jalur cairan
serebrospinalis, dan disertai oleh penimbunan cairan serebrospinalis di dalam
cranium; Secara tipikal ditandai dengan pembesaran kepala, menonjolnya
dahi, deteriorasi mental, dan kejang-kejang (Sudarti dan Afroh Fauziah, 2012).
Hydrocephalus merupakan Penimbunan cairan otak dalam tengkorak dan
bilik-bilik otak sehingga kepala menjadi besar. Kadang disebut air di otak
(Suseno Tutu dan Masruroh, 2009).
2. Bentuk Umum
Ada beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan
intrakranial.
Tiga bentuk umum hydrocephalus berdasarkan sirkulasi :
a) Hidrocephalus Non-komunikasi (Non communicating hydrocephalus)
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah
bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia
yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat
atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada
klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system
ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di
dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau
pada anak – anak dibawah usia 12 – 18 bulan dengan tekanan intraranialnya
tinggi mencapai ekstrim, tanda – tanda dan gejala – gejala kenaikan ICP
dapat dikenali. Pada anak – anak yang garis suturanya tidak bergabung
terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
b) Hidrosefalus Komunikasi (communicating hidrocepalus)
c) Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid
untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau
malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala –
gejala peningkatan ICP)
d) Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus).
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi
jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial
biasanya normal, gejala – gejala dan tanda – tanda lainnya meliputi ;
dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan
cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada
beberapa kasus (Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemungkinan
ditemukkan hubungan tersebut.
3. Tanda dan gejala
Lingkar kepala bayi aterm normal berkisar antara 32 dan 38 cm. pada
hidrosephalus lingkar kepala sering lebih mencapai dari 50 cm, dan
terkadang mencapai 80 cm. volume cairan biasanya berkisar antara 500-
1500 Ml , tetapi bisa juga sampai 5L . pada presentasi bokongditemukan
pada sepertiga kasus . pada presentasi apapun, hidrosefalus lazimnya disertai
disporposi sefalopelvik berat dengan distosia serius sebagai konsekuensi
umumnya.
4. Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :
a) Penanganan Sementara. Terapi konservatif medikamentosa ditujukan
untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi
cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.
b) Penanganan Alternatif (Selain Shunting) Misalnya : pengontrolan kasus
yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang
mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara
terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik. (Peter Paul Rickham, 2003)
c) Operasi Pemasangan ‘Pintas’ (Shunting)
Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah
rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari
ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain
ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada
periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi
infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.
Infeksi pada shunt meningatkan resiko akan kerusakan intelektual,
lokulasi ventrikel dan bahkan kematian. (Allan H. Ropper, 2005:360)
5. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk menangani hydrocephalus antara lain
:
a) Menggunakan teknologi pintasan seperti silicon.
Hal ini penting karena selang pintasan itu ditanam di jaringan
otak, kulit, dan rongga perut, dalam waktu yang lama bahkan seumur
hidup penderita sehingga perlu dihindarkan efek reaksi penolakan oleh
tubuh. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan dilakukan setelah
diagnosis dilengkapi dan indikasi serta syarat dipenuhi. Tindakan
dilakukan terhadap penderita yang dibius otak ada sayatan kecil
didaerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan
selaput otak yang selanjutnya selang pintasan ventrikel dipasang,
disusul, kemudian dibuang sayatan kecil didaerah perut, dibuka rongga
perut lalu ditanam selang pintasan rongga perut antara kedua ujung
selang tersebut dihubungkan, dengan sebuah selang pintasan yang
ditanam dibawah kulit sehingga tidak terlihat dari luar.
b) Teknik neuroendoskopi
Endoskopi dapat digunakan sebagai alat diagnose dan sekaligus
tindakan bedah. VRIES pada tahun 1978 mengembangkan endoskopi
yang canggih, yakni sebuah selang fiber-optik yang dilengkapi dengan
peralatan bedah mikro dan sinar laser. Dengan demikian, melalui
sebuah lubang dikepala, selang dipadu dengan layar televise,
dioperasikan alat bedah untuk membuka tumor yang menyumbat
rongga ventrikel.
C. Anencephalus
1. Definisi
Anencephalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak
dan otak tidak terbentu. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf
yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan
pada jaringan pembentuk otak. Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah
atas gagal menutup, tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui.
2. Anenchepaly dapat terjadi karena di sebabkan oleh:
a) infeksi TORCH,
b) kuman toksoplasma,
c) rubella dan lain-lain,
d) disamping juga karena kakurangan asam folat sehingga pembentukan organ
janin tidak sempurna. Pembentukan organ janin terjadi pada trimester
pertama, sehingga sangat sulit untuk memperbaiki keadaan ini kecuali saat
akhir kelahiran, dibuatkan tempurung, namun itu sulit di lakukan
mengingak janin masih sangat kecil.
3. Tanda dan gejala
Ibu polihididramnion, bayi tidak memiliki tulang tengkorak tidak
memiliki otak, terdapat kelainan gambaran (rancu) tengkorak kepala pada
pemeriksaan USG.
Kelainan ini ditandai dengan tidak adanya kubah cranium dan otak diatas
dasar tengkorak dan orbita. Kegagalan dalam memperoleh penampakan
diameter biparietalis yang adequate pada trimester kedua seyogyanya
menimbulkan kecurigaan.
4. Faktor risiko
Diantaranya : Hamil dengan kadar asam folat rendah, fenilketonuria pada
ibu yang tidak terkontrol, kekurangan gizi (malnutrisi), mengkonsumsi kafein,
tar, alkohol, dll selama masa kehamilan. Faktor lingkungan yang multiple,
30% riwayat keluarga, Multi gravid > 6 kali , Primigravida, Riwayat
melahirkan cacat.

5. Penatalaksanaan
a. Deteksi dini
b. Konseling tentang : evaluasi konsumsi nutrisi, kemungkinan kesulitan pada
proses perslainan, rencana persalinan dirumah sakit
c. Kolaborasi daan rujukan
d. Deteksi terhadap CPD
e. Persalinan pervaginam dipertimbangkan dnegan syarat : pertolongan
persalinan ditolong oleh dokter, tenaga anestesi harus ada, dan adanya
dokter anak.
f. Melakukan observasi : DJJ, kontraksi uterus, posisi, caput / molding dan
kekuatan mengedan
g. Lakukan episiotomy lebar
h. Distosia bahu lakukan manufer Roberts
i. Jika dalam kala II mekanisme persalinan tidak ada perkembangan lakukan
sesar

2.7. Asuhan kegawatdaruratan pada ibu bersalin kala iv

A. HPP

1. Pengertian HPP
Perdarahan setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah
konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak bergantung
pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran
perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang
masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak

2. Penyebab HPP

1.Atonia uteri Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus


tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah
bayi dan plasenta lahir. (Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan
konstraksi dengan baik, dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2. Retensio plasenta plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir.
Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan
oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus Patologi – anatomi :
a. Plasenta akreta : vilous plasenta melekat ke miometrium

b. Plasenta increta : vilous menginvaginasi miometrium

c. Plasenta percreta : vilous menembus miometrium sampai serosa

3. Robekan jalan lahir Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap
dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir Perluakaan jalan lahir terdiri dari :
a. Dibagi atas 4 tingkat : tingkat I-IV

b. Hematoma vulva

c. Robekan dinding vagina

d. Robekan serviks

4. Gangguan pembekuan darah

5. Perdarahan post partum lambat : sisa plasenta


3. Klasifikasi HPP

1. Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage) Perdarahan


yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention
plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage)
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama

4. Diagnosa HPP

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada


perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya
akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan
yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah
yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah
uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar
dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya
diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan
etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi
anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

5. Pencegahan dan Penanganan HPP

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi
oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk
memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk
mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada perdarahan post
partum :
1. Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
2. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)

3. Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang
rawat gabung).

4. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

5. Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan
masalah dan komplikasi

6. Atasi syok

7. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan


uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL
dengan 40 tetesan permenit.

8. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan
lahir.
9. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

10. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan

11. Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

B. ATONIA UTERI
1. Pengertian Atonia uteria (relaksasi otot uterus)

adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus
uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ;
2002) Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus dalam
berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri juga
didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah plasenta
lahir.Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat adanya
atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah uteroplasenta selama
masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa kita bayangkan ketika
uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit saja, maka akan menyebabkan
kehilangan darah yang sangat banyak. Sedangkan volume darah manusia hanya
berkisar 5-6 liter saja.

2. Etiologi

Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Namun
demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal. Antara lain:

1) Distensi rahim yang berlebihan

Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:

a) kehamilan ganda

b) poli hidramnion

c) makrosomia janin (janin besar)Peregangan uterus yang berlebihan karena


sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera
setelah plasenta lahir.

2) Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit Pada partus lama uterus
dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga otot-otot rahim tidak mampu
melakukan kontraksi segera setelah plasenta lahir.

3) Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih) Kehamilan seorang ibu yang berulang


kali, maka uterus juga akan berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan
kemampuan berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.

4) Kehamilan dengan mioma uterus Mioma yang paling sering menjadi penyebab
perdarahan post partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam
miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.

5) Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi) Persalinan buatan


mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera mengeluarkan buah kehamilan
dengan segera sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah untuk
berkontraksi.
6) Persalinan lewat waktu Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena
besarnya kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya
menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.

7) Infeksi intrapartum Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum


yang potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan
menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.

8) Persalinan yang cepat Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa


untuk segera mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca
salin menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

9) Kelainan plasenta Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur
mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing
menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

10) Anastesi atau analgesik yang kuat Obat anastesi atau analgesi dapat
menyebabkan otot uterus menjadi dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga
saat dibutuhkan untuk berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian
juga dengan magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.
11) Induksi atau augmentasi persalinan Obat-obatan uterotonika yang digunakan
untuk memaksa uterus berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot
uterus menjadi lelah.

12) Penyakit sekunder maternal Anemia, endometritis, kematian janin dan


koagulasi intravaskulere diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan
darah yang mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.

3. Tanda dan gejala Tanda dan gejala atonia uteri adalah:

1) Perdarahan pervaginam Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat
banyak dan darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai
gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai
anti pembeku darah.
2) Konsistensi rahim lunak Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan
yang membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

3) Fundus uteri naik Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum
uteri dan menggumpal

4) Terdapat tanda-tanda syok Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil,
ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

4. Pencegahan Atonia Uteri

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama
oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak
menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.
Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada
manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif
protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV
drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang
diteliti sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum
dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,
mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian
di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan
oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih
efektif dibanding oksitosin.

5. Manajemen Atonia Uteri

1) Resusitasi Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan


awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring
tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
2) Masase dan kompresi bimanual Masase dan kompresi bimanual akan
menstimulasi kontraksi uterus yang akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)

a) Jika uterus berkontraksiEvaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus


berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi
dan jahit atau rujuk segera

b) Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau selaput
ketuban dari vagina & lobang serviks Pastikan bahwa kandung kemih telah
kosong Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

c) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan


perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.

d) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai


melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus
menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit
oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI

e) Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat

f) Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

3) Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior


hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada
dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi
pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau
IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU
perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal
(IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea
dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara
IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat
juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus
0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi,
dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada
pasien dengan hipertensi. Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15
metil prostaglandin F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal,
transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau
IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5
tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi
dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,
sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,
bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang
menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan
peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.
Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular,
pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang
ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus
penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang
disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan
pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu
dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif
yang terjadi.

4) Uterine lavage dan Uterine Packing Jika uterotonika gagal menghentikan


perdarahan, pemberian air panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat
untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke
dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh
menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine
packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah
hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus. Prinsipnya adalah membuat
distensi maksimum sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding
uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan
dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine
packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan
transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas
operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
5) Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan


80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping
uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi
dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini
diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai.
Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa
uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum
lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi
harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk
menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah
diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan
menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina
bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai
sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri
uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

a) Ligasi arteri Iliaka Interna Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter
menyilang, untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum
lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke
medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan
eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang
non absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada
vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus
dilakukan sebelum dan sesudah ligasi. Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma
vena iliaka yang dapat menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini
dokter harus mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
b) Teknik B-Lynch Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”,
ditemukan oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative
untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

c) Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi


perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi
mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan
abdominal dibandingkan vaginal.

C. Robekan jalan lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan


pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan serviks atau vagina.

1. Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang


multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks
yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus.
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap
dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri. Setelah persalinan buatan atau kalau ada perdarahan walaupun
kontraksi uterus baik dan darah yang keluar berwarna merah muda harus dilakukan
pemeriksaan dengan speculum. Jika terdapat robekan yang berdarah atau robekan
yang lebih besar dari 1 cm, maka robekan tersebut hendaknya dijahit. Untuk
memudahkan penjahitan, baiknya fundus uteri ditekan ke bawah hingga cerviks dekat
dengan vulva. Kemudian kedua bibir serviks dijepit dengan klem dan ditarik ke
bawah. Dalam melakukan jahitan robekan serviks ini yang penting bukan jahitan
lukanya tapi pengikatan dari cabang – cabang arteria uterine.

2. Perlukaan vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering
dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi
sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

a.Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini
terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen
bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang
panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini
melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas
dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya.
Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan
memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri
tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.
b.Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal
yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat
terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau
rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan
serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera
keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.
3. Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis
lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Perdarahan pada
traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama
yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Tingkatan robekan pada perineum:

 Tingkat 1: hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek


 Tingkat 2: dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot
diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
 Tingkat 3: robekan total m. Spintcher ani externus dan kadang-kadang dinding depan
rektum.

Pada persalinan yang sulit, dapat pula terjadi kerusakan dan peregangan m.
puborectalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Kejadian ini
melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predisposisi untuk terjadinya
prolapsus uteri

D. PENATALAKSANAAN :

1. Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.

2. Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik


3. Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap
4. Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
5. Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum)
dilakuakan penjahitan lapis demi lapis dengan bantua busi pada rektum, sebagai
berikut:
6. Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung robekan.
7. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa
menggunakan benang poliglikolik no.2/0(dexon/vicryl) hingga ke spingter ani.
Jepit kedua spingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no 2/0.
8. Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan benang
yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.Mukosa vagina dan kulit perineum
dijahit secara sub mukosa dan sub kutikuler. Berikan antibiotika profilaksis
(ampisilin 2g dan metronidazol 1g per oral). Terapi penuh antibiotika hanya
diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau
terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas.

Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah :

Atonia Uteri Robekan jalan lahir


1. Kontraksi uterus lembek, lemah dan 1. Kontraksi uterus kuat, keras dan
membesar ( fundus uteri masih tinggi) mengecil.
2. Perdarahan terjadi beberapa menit 2. Perdarahan terjadi langsung setelah
setelah anak lahir anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase
1. Setelah dilakukan masase atau
atau pemberian uterotonika, kontraksi
pemberian uterootonika langsung
yang lemah tersebut menjadi kuat.
uterus mengeras tapi perdarahan tidak
berkurang.

C. Syok Obstetrik

1. Definisi
Syok obstetrik adalah syok yang dijumpai dalam kebidanan yang disebabkan
baik oleh perdarahan, trauma, atau sebab-sebab lainnya, dimana terjadi gangguan
sirkulasi darah ke dalam jaringan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi jaringan dan tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme.

2. Gejala klinik syok pada umumnya sama yaitu:


a. Tekanan darah menurun.
b. Nadi cepat dan lemah.
c. Pucat.
d. Keringat dingin.
e. Sianosis jari-jari, sesak nafas, pengelihatan kabur, gelisah, dan akhirnya
oliguria/anuria.

3. Etiologi
Peristiwa-peristiwa kebidanan yang menimbulkan syok antara lain :
a. Perdarahan
Perdarahan merupakan penyebab utama syok dalam kebidanan. Perdarahan
sampai syok antara lain : abortus, kehamilan ektopik, Mola hidatitosa,
gangguan pelepasan plasenta, Atonia uteri, plasenta previa, rupture uteri.
b. Infeksi berat
Infeksi berat sebagai penyebab syok masih sering ditemukan diantaranya
adalah syok septik atau syok endotoksik dengan kuman terseringnya yaitu
gram negatif. Peristiwa infeksi yang dapat menimbulkan syok adalah : abortus
infeksiosus, febris puerperalis yang berat, piolenefritis.
c. Solusio plasenta
Solusio plasenta yang berat selain karena perdarahan syok juga terjadi karena
inversio uteri, syok terjadi disamping karena perdarahan juga bersifat
neurogen karena tarikan kuat pada peritoneum, kedua ligamentum infudibulo
pelvikum, serta ligamentum rotundum.
d. Emboli air ketuban
Syok karena emboli air ketuban berlangsung sangat mendadak dan berakhir
dengan kematian. Penderita mendadak gelisah, sesak nafas, kejang dan
meninggal. Emboli air ketuban terjadi pada his yang kuat dan ketuban telah
pecah. Karena his yang kuat, air ketuban bersama mekonium, rambut lanugo
dan vernik kaseosa masuk kedalam sinus-sinus dalam dinding uterus dan
dibawa ke paru-paru.
e. Supine hipotensive syndrome
Supine hipotensive syndrome terjadi karena adanya tekanan vena kava oleh
rahim, sering terjadi pada kehamilan kembar, hidramnion dan kehamilan
trimester akhir.

4. Tanda dan Gejala Syok Obstetrik


a. Nadi cepat dan halus (> 100/menit)
b. Tekanan darah turun (diastolik < 60 mmHg)
c. Respirasi cepat (> 32/ menit)
d. Temperatur suhu turun < 36,5 C
e. Pucat terutama pada konjungtiva, telapak tangan, bibir.
f. Berkeringat, gelisah, apatis/bingung, pingsan/tidak sadar
g. Tekanan darah ↓↓ (sistolik < 90 mmHg)
5. Tanda dan gejala lain:
a. Pucat (kelopak mata dalam, telapak tangan, sekitar mulut)
b. Keringat/kulit terasa dingin dan lembab
c. Urin sedikit (< 30 ml/jam)

6. Klasifikasi
1) Syok Hemoragik
Adalah suatu syok yang disebabkan oleh perdarahan yang banyak. Akibat
perdarahan pada:
a) kehamilan muda, misalnya: Abortus,Kehamilan ektopik dan penyakit trofoblas
(mola hidatidosa).
b) Perdarahan antepartum seperti plasenta previa, solusio plasenta, rupture uteri.
c) Perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan laserasi jalan lahir.

7. Klasifikasi perdarahan :
Kelas Jumlah Perdarahan Gejala Klinik
I 15% (Ringan) Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
II 20-25% (sedang) Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian darah kapiler lambat
III 30-35% (Berat) Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV 40-45% (sangat berat) Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel
8. Penanganan Syok Hemoragik Dalam Kebidanan
Bila terjadi syok hemoragik dalam kebidanan, segera lakukan resusitasi,
berikan oksigen, infuse cairan, dan transfuse darah dengan crossmatched.Diagnosis
plasenta previa/solusio plasenta dapat dilakukan dengan bantuan USG. Selanjutnya
atasi koagulopati dan lakukan pengawasan janin dengan memonitor denyut jantung
janin. Bila terjadi tanda-tanda hipoksia, segera lahirkan anak. Jika terjadi atonia uteri
pasca persalinan segera lakukan masase uterus, berikan suntikan metil ergometrin (0,2
mg) IV dan oksitosin IV atau per infuse (20-40 U/I), dan bila gagal menghentikan
perdarahan lanjutkan dengan ligasi a hipogastrika atau histerektomi bila anak sudah
cukup. Kalau ada pengalaman dan tersedia peralatan dapat dilakukan embolisasi
a.iliaka interna dengan bantuan transkateter. Semua laserasi yang ada sebelumnya
harus dijahit.

1) Syok Neurogenik
Yaitu syok yang akan terjadi karena rasa sakit yang berat disebabkan oleh
kehamilan ektopik yang terganggu, solusio plasenta, persalinan dengan forceps atau
persalinan letak sungsang di mana pembukaan serviks belum lengkap, versi dalam
yang kasar, firasat/tindakan crede, ruptura uteri, inversio uteri yang akut,
pengosongan uterus yang terlalu cepat (pecah ketuban pada polihidramnion), dan
penurunan tekanan tiba-tiba daerah splanknik seperti pengangkatan tiba-tiba tumor
ovarium yang sangat besar.

2) Syok Kardiogenik
Yaitu syok yang terjadi karena kontraksi otot jantungyang tidak efektif yang
disebabkan oleh infark otot jantung dan kegagalan jantung. Sering dijumpai pada
penyakit-penyakit katup jantung.
a) Tanda klinis
1) Dilatasi vena-vena di leher
2) Dispnea
3) Desah sistol dan diastole
4) Edema menyeluruh
b) Penyebab
1) Setiap syok obstetrik akan berakhir dengan syok kardiogenik, penyebab yang
paling sering adalah:
2) Perdarahan berat
3) Hipoksia karena eklampsia atau anesthesia
4) Sindrom mendelson: aspirasi lambung dengan pneumonitis
5) Emboli dengan segala penyebabnya
c). Penanganan/Pengelolaan
Uluran tangan sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Letakkan
pasien dalam posisi dorsal (terlentang) di atas lantai yang keras. Dengan satu ibu jari
satu tangan yang tertutup di atas sternum cukup untuk memperbaiki keadaan,
kemudian dilanjutkan dengan: tindakan/langkah ABCDEF
1. A-Airway
2. Bersihkan jalan nafas dari muntah, darah, gigi, benda asing dan lain-lain
3. Pertahankan jalan nafas dengan jalan:
a.Menarik mandibula dan lidah
b.Pasang airway
c.Intubasi endotrakeal secepat mungkin
4. B-Breathing
5.Lakukan salah satu dari tindakan berikut:
a. Respirasi mulut ke mulut
b. Pasang sungkup dan ambubag (balon resusitasi) dengan oksigen 100%
c. Pasang pipa endotrakeal dan lakukan ventilasi tekanan positif yang intermiten
6.C-Cardiac Massage
a. Dengan meletakkan kedua pergelangan tangan di atas sternum, lengan dalam keadaan
lurus (ekstensi) berikan tekanan dengan seluruh berat badan ke atas sternum.
b. Lakukan sampai pembuluh darah femoral dan carotid dapat dipalpasi
c. Tekanan yang optimal 60 x/menit dengan pernafasan buatan 15x atau 4:1
d. D-Drip ang drugs
e. Berikan larutan Sodium bikarbonan 8,4 untuk mengatasi asidosis metabolic
f. Berikan dosis awal 100 ml dan selanjutnya 10 ml tiap menit selama sirkulasi belum
adekuat.
g. Cardiac Stimulants (inotropic drug): dapat diberkan IV atau intrakardiak
h. Adrenalin 0,5-1,0 mg
i. Atropin 0,6 mg
j. Dopamin 100 mg dalam 500 ml larutan
k. Kalsium kloride 10% larutan
l. E-Elektokardiogram
m. Untuk menentukan keberhasilan penanganan dan respon terapi
n. Fibrillation treatment
o. Lakukan defibrilisasi langsung (direct current)

3) Syok Endotoksik/septic
Merupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah disebabkan oleh
lepasnya toksin. Penyebab utama adalah infeksi bakteri gram nagatif. Sering
dijumpai pada abortus septik, korioamnionitis, dan infeksi pascapersalinan.

a) Gejala-Gejala Syok Septik


1. Menggigil
2. Hipotensi
3. Gangguan mental
4. Takikardi
5. Takipnea
6. Kulit merah
7. Kulit dingin dan basah, bradikardi, dan sianosis (bila syok bertambah berat)

b) Penanganan
1. Penanganan Awal
Penanganan awal sangat penting untuk menyelamatkan jiwa pasien
1. Nilai kegawatan dengan melakukan pemeriksaan tanda vital
2. Cegah hipotermi dan miringkan kepala/tubuh pasien untuk mencegah aspirasi
muntahan. Jangan berikan sesuatu melalui mulut untuk mencegah aspirasi
3. Bebaskan jalan nafas dan berikan oksigen melalui selang atau masker dengan
kecepatan 6 sampai 8 liter per menit.
4. Tinggikan tungkai untuk mebantu beban kerja jantung. Bila setelah posisi tersebut
ternyata pasien menjadi sesak atau mengalami oedem paru maka kembalikan
tungkai pada posisi semula dan tinggikan tubuh atas untuk mengurangi tekanan
hidrostatik paru
5. Bila hingga langkah akhir tersebut diatas, ternyata tak tampak secara jelas
perbaikan kondisi pasien atau minimnya ketersediaan pasokan cairan dan
medikamentosa atau adanya gangguan fungsi peralatan yang dibutuhkan bagi
upaya pertolongan lanjutan, sebaiknya pasien dipindahkan ke ruang perawatan
intensif atau disiapkan untuk dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap.
6. Bila ternyata harus dirujuk, pastikan :
7. Pasien dan keluarganya mendapat penjelasan tentang apa yang terjadi
8. Telah dibuatkan surat rujukan
9. Ada petugas yang menemani dan keluarga sebagai pendonor darah
10. Bila setelah restorasi cairan masih belum terjadi perbaikan tanda vital, tambahkan
obat vasoaktif (dopamine) dengan dosis awal 2,5μgram per kg/BB (dalam larutan
gram isotonic). Naikkan perlahan-laha dosis tersebut hingga mendapatkan efek
optimal (dosis maksimal 15 sampai 20 μgram/menit). Pertahankan pada dosis yang
menunjukkan adanya perbaikan tanda vital. Hentikan dopamine apabila tanda vital
mencapai nilai normal dan produksi utrine dalam batas normal.

c) Penanganan Syok

Prinsip Dasar Penanganan Syok

Tujuan utama pengobatan syok adalah melakukan penanganan awal dan khusus
untuk:

1. Menstabilkan kondisi pasien


2. Memperbaiki volume cairan sirkulasi darah
3. Mengefisiensikan system sirkulasi darah
4. Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok

d) Penanganan Awal

1. Mintalah bantuan. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas
tindakan gawat darurat
2. Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa
jalan napas bebas.
3. Pantau tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan dan suhu tubuh)
4. Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan risiko terjadinya
aspirasi jika ia muntah dan untuk memeastikan jalan napasnya terbuka.
5. Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan terlalu panas karena hal ini akan
menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
6. Naikan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung (jika
memungkinkan tinggikan tempat tidur pada bagian kaki).
e) Penanganan Khusus
Mulailah infus intra vena (2 jika memungkinkan dengan menggunakan kanula
atau jarum terbesar (no. 6 ukuran terbesar yang tersedia). Darah diambil sebelum
pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocockan (cross
match), pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan
darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal
hemostasis, dan uji pembekuan.

1. Segera berikan cairan infus (garam fisiologk atau Ringer laktat) awalnya dengan
kecepatan 1 liter dalam 15-20 menit
2. Berikan paling sedikit 2 Liter cairan ini pada 1 jam pertama. Jumlah ini melebihi
cairan yang dibutuhkan untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan
3. Setelah kehilangan cairan dikoreksi, pemberian cairan infuse dipertahankan dalam
kecepatan 1 liter per 6-8 jam
4. Catatan: Infus dengan kecepatan yang lebih tinggi mungkin dibutuhkan dalam
penatalaksanaan syok akibat perdarahan. Usahakan untuk mengganti 2-3 kali lipat
jumlah cairan yang diperkirakan hilang.
5. Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi, lekukakan venous cut-down
6. Pantau terus tanda-tanda vital (setiap 15 menit) dan darah yang hilang. Apabila
kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberikan cairan. Napas
pendek dan pipi yang bengkak merupakan kemungkinan tanda kelebihan
pemberian cairan.
7. Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah
urin yang keluar. Produksi urin harus diukur dan dicatat.
8. Berikan oksigen dengan kecepatan 6-8 liter per menit dengan sungkup atau kanula
hidung.
BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan

3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai