Anda di halaman 1dari 7

DEMOKRASI ISLAM

1. PENGERTIAN DEMOKRASI ISLAM


Sebenarnya, istilah demokrasi-islam merupakan istilah yang mengalami contradictio in
terminis.Sebab demokrasi-Islam terdiri dari dua istilah yang mewakili dua konsep yang asing
antara satu dengan yang lain. Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang terbangun dari
pandangan hidup tertentu (aqidah islam), dan Islam merupakan sebuah prinsip nilai adi
luhung dalam membangun komunikasi komprehensif, baik dalam konteks kemanusiaan,
maupun lingkungan dan peribadahan (hablum minallah).
. Sedangkan demokrasi merupakan model pemerintahan yang ditelorkan dari pandangan
hidup yang lain (bukan aqidah islam), dan demokrasi merupakan prinsip hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Singkatnya, islam adalah idiologi tersendiri,
sedangkan demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang lahir dari idiologi lain, yaitu
liberalisme-sekuler.
Demokrasi-islam adalah kamuflase yang memperdaya umat muslim. Dan penipuan itu harus
segera diakhiri agar umat terentaskan dari kubangan lumpur.
Tidak bisa dikatakan bahwa demokrasi di sini hanya merupakan kata serapan yang bisa saja
dipakai untuk mensifati sebuah karakter dari islam. Demokrasi merupakan istilah yang
memiliki pengertian yang telah mapan. Pengertian itu digunakan oleh seluruh dunia untuk
menyebut sistem pemerintahan yang menjadikan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Ia
merupakan sistem pemerintahan yang lahir dari idiologi liberalisme-sekuler. Kendati
demikian, Islam dan demokrasi memiliki peranan yang sama pentingnya dalam membangun
masyarakat madani di Indonesia.

2. ISLAM DAN TANTANGAN DEMOKRASI

Dalam sebuah system demokrasi,Rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada gilirannya
berfungsi menjamin perlindungan terhadap kesejahteraan dan kepentingan setiap orang yang
memiliki kedaulatan itu. Demokrasi juga sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-
hak asasi manusia, partisipasi dalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan
hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi,seperti egalite (persamaan),
equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi manusia), dst.
Dari sudut pandang islam,Demokarasi menyuguhkan sebuah tantangan bahwa hukum yang di
buat oleh sebuah system pemerintahan dipandang tidak sah karena ia menggantikan
kedaulatan Tuhan dengan otoritas manusia.Dalam agama islam,Tuhan adalah satu-satunya
pemegang kedaulatan dan sumber hukum tertinggi.
Jadi,bagaimana konsep demokarasi tentang otoritas rakyat dapat diserasikan dengan ajaran
islam tentang otoritas Tuhan.
Menjawab pertanyaan ini sangat penting sekaligus luar biasa beratnya,baik dari sisi politis
maupun dari konsep.Dari sisi politis,Demokrasi menghadapi sejumlah kendala praktis di
Negara islam seperti taradisi politik otoriter, sejarah imperialisme ,kolonialisme,dan dominasi
Negara terhadap aktivitas ekonomi dan kehidupan masyarakat.dari sisi konseptual,
Demokarasi modern telah berkembang selama berabad-abad dalam konteks dunia eropa
Kristen pasca reformasi yang sangat unik.Jadi Demokrasi islam tidak akan terwujud. tapi,
orang-orang islam yang menjadikan islam sebagai kerangka rujukan yang otoratitatif, bisa
menyakini bahwa demokrasi islam sebuah kebaikan etis ,dan bahwa upaya mengejar
kebaikan tersebut tidak berarti harus meninggalkan islam.

• Demokrasi dan kedaulatan Tuhan


Kasus Demokrasi
Beberapa pertimbangan mengungkapkan bahwa demokarsi terutama demokrasi
konstitusional yang melindungi hak-hak Iindividu,hak asasi manusia (pasal 28 A – 28 J) yang
paling mendasar adalah bentuk pemerintahan yang di maksud.Demokrasi dengan
memberikan hak yang sama kepada semua orang untuk berekspresi, berkumpul, dan
mengunakan hak pilih menawarkan peluang yang besar untuk menjunjung keadilan dan
melindungi martabat manusia ,tanpa menjadikan Tuhan sebagai pihak yang bertanggung
jawab atas ketidakadilan yang diderita manusia.Gagasan utama dalam Alquran adalah bahwa
Tuhan telah menanamkan ke dalam diri manusia sifat-sifat ilahi dengan menjadikan semua
manusia sebagai wakil Tuhan (khalifah) di muka bumi.Khailifah Tuhan tidak memiliki
kesempurnaan penilaian dan kehendak seperti yang dimiliki Tuhan. Jadi demokarsi memang
tidak menjamin terlaksanaanya keadilan hakiki.Tapi ia dengan sungguh–sungguh
membangun sebuah landasan.untuk menegakkan keadilan.dalam sebuah demokrasi
representative, beberapa individu tertentu memiliki otoritas yang lebih besar daripada
individu lainnya. tapi sebuah system demokrasi menjadikan otoritas tersebut sebagai bentuk
tanggung jawab terhadap semua orang dan dengan demikian menentang kecenderungan kebal
hukum dari orang-orang yang berkuasa.
Tuhan sebagai pemegang kedaulatan
Dalam demokrasi ’’kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
majelis permusyawaratan rakyat’’ (pasal 1 ayat 2).
Bagi orang-orang yang beriman, Tuhan adalah Maha Kuasa dan Pemilik langit dan bumi.
Dalam klaim tentang kedaulatan Tuhan mengasumsikan bahwa pemegang kekuasaan
legislative dari Tuhan akan berusaha mengatur semua bentuk interaksi manusia, bahwa
syariat merupakan aturan moral yang lengkap yang menyediakan aturan tentang semua
peristiwa. konsep tentang kedaulatan Tuhan akan selalu menjadi alat bagi system
otoritarianisme dan hambatan bagi demokrasi. Dan sudut pandang otoriter tersebut justru
merendahkan kedaulatan Tuhan.
• Pemerintahan dan Hukum
Kaidah hukum
Karakteristik utama sebuah pemerintahan islam yang sah adalah bahwa ia tunduk pada dan
dibatasi oleh hukum syariat. konsep ini memberikan dukungan bagi tegaknya kaidah hukum.
kita harus dapat membedakan antara supremasi hukum dengan seperangkat aturan hukum.
Kedua istilah itu agak berbeda, dan keduanya sama-sama dibahas dalam tradisi hukum islam.
penegakan kaidah hukum tidak mesti berarti bahwa pemerintahan terikat dengan kitab hukum
yang memuat aturan –aturan khusus ia justru dapat ditafsirkan sebagai perintah agar
pemerintahan mengikatkan diri dengan proses pembuatan dan penafsiran hukum, dan bahkan
tuntutan yang lebih penting lagi adalah bahwa proses itu sendiri harus terikat dengan
komitmen moral terutama terhadap martabat dan kebebasan manusia. Dimensi penting yang
terkait dengan tantangan terhadap pembentukan kaidah hukum adalah hubungan yang
kompleks antara syariat dengan prakrtik adminisratif Negara atau politik hukum.
Sebagai pelaksana hukum Tuhan, Negara di beri mandat yang luas untuk mengeluarkan
kebijakan tentang persoalan yang menyangkut kepentingan public. Aturan-aturan yang dibuat
Negara bisa dipandang sah dan harus ditegakkan selama aturan-aturan tersebut tidak bertolak
belakang dengan hukum Tuhan, seperti yang dipaparkan oleh para ahli hukum, atau tidak
menyalahgunakan kebijakan.Dalam adagium hukum para ahli hukum muslim, syariat
dipandang sebagai pilar hukum, dan politik adalah penjaganya.
Pemerintahan konsultatif
Alquran menyuruh Nabi untuk berkonsultasi secara berkala dengan orang-orang islam
tentang semua persoalan penting, dan menegaskan bahwa sebuah masyarakat yang
menjalankan urusannya melalaui proses musyawarah (syura) merupakan masyarakat terpuji
di mata Tuhan. Syura menjadi forum formal untuk meminta pendapat para ahl al-syura
(orang-orang yang diminta mengemukakan pendapat), yang menurut literature hukum
merupakan kelompok yang juga membentuk ahl al-’aqd (orang-orang yang memilih
penguasa). Syura merupakan suatu prinsip tentang cara pengambilan keputusan yang secara
eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali
Imran:159 Dalam praktik kehidupan umat Islam. Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan
sebagai bahan pertimbanagan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan
sebuah keputusan. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah
akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari
berian penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi
pertimbangan bersama.
Para reformis modern menggunakan gagasan tentang pemerintahan konsultatif sebagai bahan
argumentasi untuk memperlihatkan kesesuaian yang mendasar antara islam dan demokrasi.
Dalam demokrasi kita juga mengenal musyawarah yang termaktub dalam Pancasila sila ke
lima,dan dalam batang tubuh UUD Pasal 2. Namun sekalipun jika etika syura dikembangkan
menjadi sebuah konsep yang lebih luas tentang pemerintahan partisipatif, persoalan tentang
dominasi mayoritas memperlihatkan bahwa komitmen moral yang melandasi proses
pembuatan hukum sama pentingnya dengan proses itu sendiri. Jadi sekalipun jika syura
diubah menjadi sebuah lembaga representasi partisipatif, ia sendiri harus dibatasi oleh sebuah
skema hak pribadi dan individual yang berperan sebagai tujuan moral tertinggi, seperti
keadilan.dengan kata lain, syura harus dinilai bukan atas dasar apa yang dihasilkan, tapi atas
dasar nilai moral yang diwakilinya. oleh Karena itu, apa pun nilai dari berbagai pandangan
yang berlawanan, perbedaan pendapat tetap ditolilerir karena hal tersebut dipandang sebagai
bagian penting dari penegakan keadilan.
Keadilan
Keadilan, artinya dalam menegakkan hukum termasuk rekrutmen dalam berbagai jabatan
pemerintahan harus dilakukan secara adil dan bijaksana. Tidak boleh kolusi dan nepotis. Arti
pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT
dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl:90; QS. as-Syura:15; al-Maidah:8;
An-Nisa’:58 dst. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga
ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia
negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang
mengatasnamakan) Islam”. (lihat Madani, 1999:14). Dalam demokrasi, keadilan juga
termaktup dalam pancasila sila ke 5, dan pembukaan UUD 1945 alinea ke 4.
• Hak –hak individu
Semua demokrasi konstitusional memberikan perlindungan terhadap kepentingan individu,
seperti kebebasan untuk bicara dan berkumpul, kedudukan yang sama di mata hukum, hak
untuk memiliki harta benda, dan jaminan proses hukum di pengadilan.tapi hak mana saja
yang harus dilindungi, dan sejauh mana perlindungan di berikan.kepentingan individu yang
harus diperlakukan sebagai hal yang tidak bisa di ganggu gugat. ia merupakan kepentingan
yang jika di langgar akan melukai rasa harga diri korban dan menghancurkan kemampuannya
untuk memahami eksistensinya.jadi penggunaan penyiksaan dan larangan pemenuhan
kebutuhan pangan dan perumahan, atau sarana pertahanan hidup lainnya, seperti pekerjaan,
merupakan hal yang tidak bisa diterima.
Dalam islam, tujuan syariat menurut teori hukum adalah mewujudkan kesejahteraan manusia.
secara khusus, para ahli hukum islam membagi kesejahteraan manusia kedalam tiga kategori:
kesejahteraan primer, kesejahteraan sekunder, kesejahteraan tersier. menurut ahli hukum
muslim, hukum dan kebijaakan pemerintah harus memenuhi kepentingan-kepentingan
tersebut, dan mengikuti urutan perioritasnya. Tradisi hukum islam mengungkap sejumlah
besar pandangan yang memperlihatkan perlindungan terhadap individu.misalnya, para ahli
hukum muslim telah mengembangkan gagasan praduga tak bersalah dalam kasus criminal
perdata dan beragumen bahwa penuduh dibebankan pembuktian.
Syariat dan Negara demokratis
Sebuah demokratis yang muncul dari dalam wilayah agama islam harus menerima gagasan
tentang kedaulatanTuhan: ia tidak dapat meletakkan ’’kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar’’ (pasal 1 ayat 2), tapi justru harus
memperlihatkan bagaimana kedaulatan rakyat beserta gagasan bahwa warga Negara memiliki
hak dan tanggung jawab yang sebanding untuk mewujudkan keadilan dan kasih sayang
mengekspersikan otoritas Tuhan. sama halnya, ia tidak dapat menolak gagasan bahwa hukum
Tuhan di dahulukan daripada hukum manusia, tapi justru memperlihatkan bagaimana
pembentukan hukum yang demokratis menghormati prioritas tersebut.
Bagian terbesar syariat tidak diterapkan secara explicit oleh Tuhan. syariat justru
mengandalkan upaya interpretasi agen manusia untuk menghasilkan dan melaksanakan
hukum-hukumnya. Namun sesungguhnya syariat merupakan nilai inti yang harus dilestarikan
oleh masyarakat. Paradoks ini ditampilakan dalam bentuk ketegangan antara kewajiban untuk
hidup berlandaskan hukum Tuhan dengan kenyataan bahwa hukum tersebut terbentuk semata
melalui penetapan interpretassi subjektif manusia. Syariat merupakan gagasan ideal Tuhan,
berada di atas langit, dan tidak terpengaruh atau tercemar oleh ketidak pastian. Oleh karena
itu, syariat bersifat kekal, suci dan tanpa cacat.
Dalam sejarah islam, secara kelembagan ulama, yaitu para ahli hukum, dapat dan benar-benar
bertindak sebagai penafsir Firman Tuhan, penjaga moral masyarakat, dan pengawas yang
mengigatkan dan mengarahkan bangsa pada tujuan tertinggi, yaitu Tuhan.Tapi hukum
Negara, apa pun asal-usul dan landasanya, merupakan milik Negara semata.Berdasarkan
konsep ini, tidak ada hukum agama yang dapat atau boleh ditegakkan oleh Negara. Semua
hukum yang di jelaskan diterapkan dalam sebuah Negara sepenuhnya merupakan hukum
manusia, dan harus diperlakukan sebagai hukum manusia. Hukum-hukum tersebut
merupakan bagian dari hukum syariat hanya sejauh pengertian bahawa pendapat hukum
manusia bisa dikatakan sebagai bagian dari syariat. Sebuah undang-undang, sekalipun
bersumber dari syariat, bukanlah Syariat. Dalam ungkapan yang berbeda, manusia(creation),
denagan seluruh kekayaan tekstual dan non-tekstual, dapat dan harus menghasilakn hak yang
mendasar dan hukum yang teroprganisir (organizational law) yang mampu menghargai dan
menjunjung tinggi hak tersebut. Tapi hak dan hukum itu tidak mencerminkan kesempuraan
ciptaan Tuhan.berdasarkan paradigma tersebut, demokarasi merupakan sebuah system yang
memadai dari persepektif islam Karen aselain mengungkapkan sisis penting manusia yaitu
statusnya sebagai khalifah Tuhan pada saat yang sama juga mencegaj Negara bertindak
sebagai juru bicara Tuhan dengan meletakkan otoritas tertinggi di tangan rakyat,bukan di
tangan ulama.
Dalam tradisi Barat, demokrasi didasarkan pada penekanan bahwa rakyat seharusnya menjadi
“pemerintah” bagi dirinya sendiri, dan wakil rakyat seharusnya menjadi pengendali yang
bertanggung jawab atas tugasnya. Karena alasan inilah maka lembaga legislatif di dunia
Barat menganggap sebagai pioner dan garda depan demokrasi. Lembaga legislatif benar-
benar menjadi wakil rakyat dan berfungsi sebagai agen rakyat yang aspiratif dan distributif.
Keberadaan wakil rakyat didasarkan atas pertimbangan, bahwa tidak mungkin semua rakyat
dalam suatu negara mengambil keputusan karena jumlahnya yang terlalu besar. Oleh sebab
itu kemudian dibentuk dewan perwakilan. Di sini lantas prinsip amanah dan tanggung jawab
(credible and accountable) menjadi keharusan bagi setiap anggota dewan. Sehingga jika ada
tindakan pemerintah yang cenderung mengabaikan hak-hak sipil dan hak politik rakyat, maka
harus segera ditegur. Itulah perlunya perwakilan rakyat yang kuat untuk menjadi
penyeimbang dan kontrol pemerintah.

TANGGAPAN ATAS ’’ISLAM DAN TANTANGAN DEMOKRASI’’


Teori dan Praktik
Banyak orang menuduh bahwa baik agama islam maupun realitas-realitas politik muslim
bahwa islam tidak sejalan dengan demokrasi.
Jadi apakah Islam dan Demokrasi sesuai?
Dalam menjawab pertanyaan ini, kita harus memulai dengan sebuah pengamatan umum:
tradisi keagamaan merupakan perpaduaan antara teks dan konteks-wahyu dan interprestasi
manusia dalam konteks sosio-historis tertentu. Seluruh tradisi keagamaan menunjukkan
dinamisme dan keragaman,yang merupakan alsan munculnya elemen-elemen konservatif,
modernis maupan progresif dalam seluruh agama.
Secara umum dikatakan,jawabanya mungkin ”ya.” Sepanjang sejarahnya, islam telah terbukti
dinamis dan beragam.ia beradaptasi untuk mendukung gerakan dari Negara.selain itu, Islam
juga telah lama digunakan untuk mendukung baik ekstermisme maupun ortodoksi
konservatif. Saat ini, Islam terus-menerus meminjamkan dirinya pad a pelbagai macam
interpretasi tentang pemerintahan ia digunakan untuk mendukung demokrasi yang terbatas
dan kediktatoran, republikanisme dan monarki.Islam memiliki sumber-sumber daya
intelektual dan ideologis yang dapat menyediakan pembenaran bagi serangkaian luas model-
model politik.
Kaum sekulerisme mengusulkan pemisahan agam adan Negara.Kaum rejeksionis ( baik
Muslim Moderat maupun militant ) mempertahankan pandangaan bahwa bentuk
pemerintahan Islam tidak cocok dengan demokrasi.
Sebagian pembela demokrasi islam beragumen bahwa dokrin Keesaan Tuhan(tawhid) atau
monotisme mengandaikan bentuk system demokraktik tertentu.’’ Tidak ada kaum muslim
yang mempertanyakan kedaulatan Tuhan atau kekuasan Syriah, hukum islam.akan tetapi,
sebagian besar kaum muslim benar-benar (dan telah ) memiliki kekhawatiaran tentang kliam-
kliam oleh seseorang bahwa dialah yang berdaulat. Kedaulatan seorang manusia bertentangan
dengan kedaulatan Tuhan. Karena manusia sama di hadapan Tuhan.
System pemilihan umum tidak memiliki tempat dalam ajaran Islam, yang menyerukan
pemerintahan berdasarkan musyawarah dan keterbukaan sang pemimpin terhadap rakyatnya.
Beberapa tantangan Demokrasi
Demokrasi harus unggul dalam teori sebelum ia bisa diwujudkan dalam praktik. Orang –
orang Islam harus menerima secara luas dan tegas bahwa Islam dan demokrasi memiliki
kesesuian, dan bahwa keimanan yang bermakna mensyratkan sebuah kebebasan.
Tapi sebelum orang-orang Islam dapat menerima demokrasi sebagai prinsip yang islami,
filsafat politik isalm harus berhasil melaksanakan tugas-tugas berikut:
1. mengaitkan legitimasi politik bukan pelaksanaan sebuah aturan hukum tertentu yang
dipandang sudah ada sebelum adanya politik, tapi pada konsep syura yang bersifat mengikat.
2. menolak gagasan tentang bentuk syariah yang telah baku, dan memilih untuk menjadiakan
syariah tetap terbuka dan bergantung pada pemahaman yang di negosiasikan .
3. menjelaskan bagaimana perbincangan tentang kedaulatan Tuhan dapat membebaskan para
penguasa dari pertanggungjawaban rakyat.
4. mengakui batasan tradisi hukum islam dan menjauhinya untuk lebih mengutamakan
perjanjian Madinah sebagai pilar demokrasi yang islami.
5. memperlakukan islam sebgai sumber nilai yang menjadi tuntutan perilaku, bukan
memperlakukanya sebagi sebuah system yang memberikan solusi siap saji terhadap berbagai
persoalan.
6. pendapat-pendapat klasik tidak boleh menggantikan refleksi politik konteporer.kita akan
terbebas hanya ketika kita dapat menentukan secara bebas bagi diri kita sendiri tentang
makna syariah yang sebenarnya. Tiadak ad aperantara dalam Islam, dan para ahli hukum
Islam menyingkir. Selam colonial dalam fikih Isalm tetap bertahan, maka tidak akan pernah
ada demokrasi yang oslami.
1. Mengancam akidah umat Islam.
Bahaya paling mendasar dari demokrasi adalah bahwa sistem ini telah menjadi agama baru
bagi kaum Muslim. Dari segi akidah, ide demokrasi telah merampas hak Allah untuk
membuat hukum dan menyerahkannya kepada hawa nafsu manusia. Dalam hal ini Allah
secara tegas berfirman:
َ‫َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أ َ ْنزَ َل هللاُ فَأُولَئِكَ ُه ُم ْالكَافِ ُرون‬
Siapa saja yang tidak berhukum kepada apa saja yang telah Allah turunkan maka dia telah
kafir. (QS al-Maidah [5]: 44).
Demokrasi bisa membuat kaum Muslim menjadi kufur terhadap hukum-hukum Allah.
Berdasarkan ide demokrasi ini juga akan muncul pandangan bahwa semua agama adalah
sama sehingga manusia tidak boleh dibeda-bedakan atas dasar agamanya. Hal ini diperkuat
oleh argumentasi tentang kebebasan beragama. Akibat pandangan seperti ini, tidak sedikit
kaum Muslim yang murtad (keluar) dari Islam, atau seorang wanita Muslimah tidak merasa
berdosa ketika menikah dengan laki-laki kafir dengan alasan persamaan agama. Bukan hanya
itu saja, dengan dalih kebebasan beragama memunculkan banyak aliran sesat di Indonesia.
Sejak 2001 hingga 2007, sedikitnya ada 250 aliran sesat yang berkembang di Indonesia.
(Waspada.co.id, 1/11/07).
2. Menjauhkan kaum Muslim dari aturan-aturan Islam.
Implikasi logis dari demokrasi adalah jauhnya kaum Muslim dari aturan-aturan Islam,
terutama dalam masalah publik (kemasyarakatan). Hal ini disebabkan karena demokrasi telah
menetapkan garis tegas, bahwa agama tidak boleh terlibat untuk mengatur masalah publik.
Jadilah kaum Muslim sekarang hanya terikat dengan aturan Allah (itu pun kalau dia mau)
dalam masalah-masalah individu, ritual dan moral; sementara dalam masalah publik mereka
terikat dengan asas manfaat sesuai dengan hawa nafsu mereka.
Atas nama untuk kepentingan rakyat, sejak tahun 60-an Pemerintah Indonesia telah
mengeluarkan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU No. 6/1968). UU ini memberikan
peluang kepada perusahaan swasta untuk menguasai 49 persen saham di sektor-sektor milik
publik, termasuk BUMN. Tahun 90-an Pemerintah mengeluarkan PP No. 20/1994. Isinya
antara lain ketentuan bahwa investor asing boleh menguasai modal di sektor-sektor milik
publik, termasuk BUMN, hingga 95 persen. Kini, pada masa yang disebut dengan ?Orde
Reformasi?, privatisasi dan liberalisasi atas sektor-sektor milik publik semakin tak terkendali.
Minyak dan gas, misalnya, yang seharusnya menjadi sumber utama pendapatan negara, 92%-
nya sudah dikuasai oleh asing. Kondisi ini jauh dari harapan Islam yang menjadikan
kepemilikan umum harus dikelola oleh negara untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
3. Demokrasi menyuburkan liberalisasi Islam dan kebebasan.
Akibat kebebasan berpendapat, ide-ide liberal yang ?menyerang? Islam semakin
berkembang, seperti pendapat yang mengatakan bahwa syariah Islam, jika diterapkan, akan
mengganggu stabilitas, mengancam kemajemukan, menimbulkan disintegrasi, dll. Islam
dianggap sebagai agama yang menganjurkan keterbelakangan, tidak modern, didakwahkan
dengan pedang, dan yang lainnya.
Demikian juga, akibat kebebasan berperilaku, tersebar luaslah pornografi dan pornoaksi.
Laporan kantor berita Associated Press (AP) menyebutkan, Indonesia berada di urutan kedua
setelah Rusia yang menjadi surga bagi pornografi. (Republika, 17/7/03). Sudah banyak bukti,
pornografi-pornoaksi memicu perilaku seks bebas. Berdasarkan sebuah penelitian, sebagian
remaja di 4 kota besar Indonesia pernah melakukan hubungan seks, bahkan hal itu mereka
lakukan pertama kali di rumah! (Detik.com, 26/1/05).
Dari paparan di atas, jelas bahwa sebagai negeri yang berpenduduk mayoritas Muslim,
sebetulnya Indonesia harus malu; malu karena justru demokrasi yang dipuja-puji oleh pihak
lain pada faktanya hanya memproduksi banyak keburukan. Karena itu, belum saatnyakah kita
mencampakkan demokrasi yang terbukti buruk dan menjadi sumber keburukan? Belum
saatnyakah kita segera beralih pada aturan-aturan Allah, yakni syariah Islam, dan
menerapkannya secara total dalam seluruh aspek kehidupan? Belum tibakah saatnya kita
bertobat dan segera menyambut seruan Allah:
ْ ‫ض أ ُ ِعد‬
َ‫َّت ِل ْل ُمتَّقِين‬ ُ ‫س َم َواتُ َواْأل َ ْر‬ ُ ‫ارعُوا ِإلَى َم ْغ ِف َرةٍ ِم ْن َربِ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َع ْر‬
َّ ‫ض َها ال‬ ِ ‫س‬َ ‫َو‬
Bersegeralah kalian menuju ampunan dari Tuhan kalian dan menuju surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa? (QS Ali Imran [3]:
133). []

Anda mungkin juga menyukai