Sepsis
Sepsis
A. Definisi Sepsis
Sepsis adalah suatu keadaan ketika mikroorganisme menginvasi tubuh dan
menyebabkan respon inflamasi sitemik. Respon yang ditimbulkan sering
menyebabkan penurunan perfusi organ dan disfungsi organ. Jika disertai dengan
hipotensi maka dinamakan Syok sepsis. ( Linda D.U, 2006), Sepsis adalah
sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi
yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges,
Marylyn E. 2000). Sepsis adalah infeksi berat dengan gejala sistemik dan terdapat
bakteri dalam darah. (Surasmi, Asrining. 2003).Sepsis adalah mikrooganisme
patogen atau toksinnya didalam darah. (Dorland, 2010). Dari definisi di atas
penyusun menyimpulkan bahwa sepsis adalah infeksi bakteri generalisata dalam
darah yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan dengan tanda dan
gejala sistemik.
B. Patofisiologi Sepsis
Sepsis disebabkan oleh bakteri gram negatip (70%), bakteri gram positip (20-
40%), jamur dan virus (2-3%), protozoa (Iskandar, 2002).Produk bakteri yang
berperan penting pada sepsis adalah lipopolisakarida (LPS) yang merupakan
komponen utama membran terluar bakteri gram negatip dan berperan terhadap
timbulnya syok sepsis (Guntur, 2008; Cirioni et al., 2006). LPS mengaktifkan
respon inflamasi sistemik (Systemic Inflamatory Response Syndrome/SIRS) yang
dapat mengakibatkan syok serta Multiple Organ Failure (MOF) (Arul, 2001).
Apoptosis berperan dalam terjadinya patofisiologi sepsis dan mekanisme
kematian sel pada sepsis (Hotchkiss dan Irene, 2003; Chang et al., 2007).Pada
pasien sepsis akan terjadi peningkatan apoptosis limfosit lebih besar dari 25%
total limfosit di lien (Irene, 2007).
Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis, masih
banyak faktor lain (nonsitokin) yang sangat berperan dalam menentukan
perjalanan penyakit. Respon tubuh terhadap patogen melibatkan berbagai
komponen sistem imun dan sitokin, baik yang bersifat proinflamasi maupun
antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi adalah tumor necrosis factor(TNF),
interleukin-1(IL-1), dan interferon-γ (IFN-γ) yang bekerja membantu sel untuk
menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin
antiinflamasi adalah interleukin-1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10
yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan. Sedangkan IL-6 dapat bersifat sebagai sitokin pro- dan anti-inflamasi
sekaligus.
Penyebab sepsis paling banyak berasal dari stimulasi toksin, baik dari endotoksin
gram (-) maupun eksotoksin gram (+). Komponen endotoksin utama yaitu
lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein kompleks dapat secara
langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, bersama dengan
antibodi dalam serum darah penderita membentuk lipopolisakarida antibodi
(LPSab). LPSab yang berada dalam darah penderita dengan perantaraan reseptor
CD14+ akan bereaksi dengan makrofag yang kemudian mengekspresikan
imunomudulator.
Pada sepsis akibat kuman gram (+), eksotoksin berperan sebagai super-antigen
setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen
processing celldan kemudian ditampilkan sebagai antigen presenting cell (APC).
Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari major
histocompatibility complex (MHC), kemudian berikatan dengan CD42+(limposit
Th1 dan Th2) dengan perantaraan T cell receptor(TCR).
Sebagai usaha tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limposit T akan
mengeluarkan substansi dari Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu:
IFN-γ, IL-2, dan macrophage colony stimulating factor (M-CSF0. Limposit Th2
akan mengeluarkan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. IFN-γ meransang makrofag
mengeluarkan IL-1ß dan TNF-α. Pada sepsis IL-2 dan TNF-α dapatmerusak
endotel pembuluh darah. IL-1ß juga berperandalam pembentukan prostaglandin
E2 (PG-E) dan meransang ekspresi intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1).
ICAM-1 berperan pada proses adhesi neutrofil dengan endotel.Neutrofil yang
beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding
endotel lisis. Neutrofil juga membawa superoksidan radikal bebas yang akan
mempengaruhi oksigenasi mitokondria. Akibat proses tersebut terjadi kerusakan
endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel akan menyebabkan gangguan
vaskuler sehingga terjadi kerusakan organ multipel.
Masuknya mikroorganisme penginfeksi ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi
yang berlebihan dari sistem imun dan menyebabkan aktivasi APC yang akan
mempresentasikan mikroorganisme tersebut ke limfosit. APC akan mengeluarkan
mediator-mediator proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6, C5a dan lainnya, yang
menimbulkan SIRS dan MOD yang dihasilkan oleh sel limfosit akan
menyebabkan limfosit teraktivasi dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi
sel efektor (Abbas dan Litchman, 2005; Remick, 2007).
Sel limfosit yang telah berdiferensiasi ini kemudian akan mengeluarkan mediator-
mediator proinflamasi yang berlebihan tanpa diimbangi medioator antiinflamasi
yang memadai. Ketidakseimbangan antara proinflamasi dan antiinflamasi ini
kemudian akan menimbulkan keadaan hiperinflamasi sel endotel yang selanjutnya
akan menyebabkan rangkaian kerusakan hingga kegagalan organ yang merugikan
(Guntur, 2008).
Sel-sel imun yang paling terlihat mengalami disregulasi apoptosis ini adalah
limfosit (Wesche-Soldato et al., 2007). Apoptosis limfosit ini terjadi pada semua
organ limfoid seperti lien dan timus (Hotchkiss et al., 2005). Apoptosis limfosit
juga berperan penting terhadap terjadinya patofisiologi sepsis (Chang et al.,
2007). Apoptosis limfosit dapat menjadi penyebab berkurangnya fungsi limfosit
pada pasien sepsis (Remick, 2007).
C. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis dapat
disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa adalah
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering ditemukan. Umumnya,
sepsis merupakan suatu interaksi yang kompleks antara efek toksik langsung dari
mikroorganisme penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70% kasus syok
septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70%
isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau gram negatif
saja; sisanya ditumbuhi fungus atau mikroorganisme campuran lainnya. Kultur
lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau cairan pleura dapat
mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses
tersebut mungkin tidak dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi
dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan hidup lebih
lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di antara pasien-pasien AIDS,
terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif
(misalnya pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah infeksi
yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru, saluran kemih, perut,
dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan dengan sepsis yaitu:
2) Flu (influenza)
3) Appendiksitis
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau kateter telah
dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis. Sekitar pada satu dari
lima kasus, infeksi dan sumber sepsis tidak dapat terdeteksi.
D. Pathway
F. Daftar pustaka :
1. Abbas AK and AH Lichtmann. 2005. Cellular and Molecular Immunology. 5th
edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. Pp: 295-343.
2. Chang KC, Unsinger J, Davis CG, Schwulst SJ, Muenzer JT, Strasser A,
Hotchkiss RS. 2007. Multiple Triggers of Cell Death in Sepsis: Death Receptor
and Mitochondrial-Mediated Apoptosis. FASEB J. 21(3): 708-19
3. Djoko H. 2008. Managementof Diabetic Foot Disease with Sepsis. Proseding of
National Symposium: The second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta: PETRI.
Pp: 74-81
4. Gatot I. 2008. The Role of Cytokine in Pathobiology of Sepsis. Proseding of
National Symposium: The Second Indonesia SEPSIS Forum. Surakarta:PETRI,
pp: 114-117.
5. Guntur H. 2008. SIRS, Sepsis, dan Syok Septik (Imunologi, Diagnosis,
penatalaksanaan). Edisi I. Surakarta. UNS press,. P: 4
6. Hotckiss RS and Irene EK. 2003. The Pathophysiologi and Treatment of Sepsis.
348: 138-150.
7. Irene K. 2007. Pathogenesis of Sepsis and Multi Organ
Dysfunction.http://research.medicine.wustl.edu/OCFR/Research.nsf?OpenDataba
se
8. Remick DG. 2007. Pathophysiology of Sepsis. American Journal of
Pathology.170: 1435-1444.
9. Wesche-Soldato DE., Ryan Z. Swan., Chun-Shiang Chung., and Alfred Ayala.
2007. The Apoptotic Pathway as a Therapeutic Target in Sepsis. Curr Drug
Targets. 8(4): 493-500