Anda di halaman 1dari 38

TINJAUAN PUSTAKA

HIV
1.1 Pendahuluan
Pada tahun 1981 di Los Angeles California, Amerika Serikat untuk
pertama kali ditemukan suatu penyakit yang kemudiian dikenal acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) . Penyebabnya adalah virus HIV tipe 1
yang baru dua tahun sesudahnya diidentifikasi. Di Asia tenggara pada bulan
maret 1994 dilaporkan 5700 kasus HIV yang kemudian meningkat menjadi
65.091 kasus pada bulan juli 1997 dan 134.671 kasus pada tahun 1999. Selama
lebih dari 15 tahun adanya pandemi AIDS kurang lebih 9000 wanita diseluruh
dunia telah terinfeksi HIV-1. Proporsi wanita yang terinfeksi HIV pada tahun
1990 hanya merupakan 25% kasus meningkat menjadi 45% kasus pada tahun
1995. Di Indonesia sampai September 1993 dilaporkan 175 kasus HIV-1
diantaranya 20% adalah wanita. Kemudian dari april 1987 s/d desember 2001
secara kumulatif dilaporkan pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS adalah
2.575 orang, 1904 kasus HIV positif dan 617 kasus AIDS. Selama tahun 2001
terdapat tambahan 951 kasus, 732 kasus terinfeksi HIV dan 219 kasus AIDS.
Di Poliklinik kebidanan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sejak bulan
April 1996 sampai dengan 19 Desember 2001 tercatat 6 orang ibu yang
memeriksakan kehamilannya ternyata mengidap HIV.

1.2 Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dengan nama Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus
dan subfamili Lentiviridae. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis
Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert,
tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target
virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus
HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan
inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.4
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun
atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp
41 dan gp 120). Gp 120 akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu
reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel
langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan
sel-sel enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau disebut juga protein
transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat
berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang
berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah
dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium
hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar
utraviolet.4
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag dan sel
glia jaringan otak.4

1.3 Patofisiologi
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu
komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan.
HIV menginfeksi sel T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya,
makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain
menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi,
sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan
penderita mudah terinfeksi.1
Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi
ialah sel dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan
mengirim antigen tersebut ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama
yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam
tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada
permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar
terhadap HIV, sehingga limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke sel limfoid
yang peka terhadap infeksi HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang diakumulasikan
di jaringan limfoid akan tampak sebagai limfadenopati dari sindrom retrovirus
akut yang dapat terlihat pada remaja dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi
sel CD4 yang sangat berespon terhadapnya sehingga kehilangan respon dan
kontrol pertumbuhan terhadap HIV. Ketika replikasi virus melebihi batas
(biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan terjadi viremia yang tampak secara
klinis sebagai flulike syndrome (demam, rash, limfadenopati, atrhralgia) terjadi
50-70% pada orang dewasa. Dengan terbentuknya respon imun humoral dan
seluler selama 2-4 bulan, muatan virus dalam darah mengalami penurunan
secara substansial, dan pasien memasuki masa dengan gejala yang sedikit dan
jumlah CD4 yang meningkat sedikit.5

Beberapa mekanisme yang diduga berhubungan dengan turunnya kadar


CD4 pada orang dewasa dan anak-anak ialah mekanisme-mekanisme dari HIV-
mediated single cell killing, formasi multinukleus dari sel giant pada CD4 baik
yang terinfeksi maunpun yang tidak (formasi syncytia), respon imun spesifik
untuk virus (sel natural killer, sitotoksisitas seluer tergantung antibodi),
aktivasi mediasi superantigen sel T (membuat sel T lebih peka terhadap HIV),
autoimun dan apoptosis.
1.4 Transmisi dari ibu ke anak
Transmisi HIV dari ibu dengan HIV positif ke bayi disebut transmisi
vertikal dimana dapat terjadi melalui plasenta pada waktu hamil ( intrauterin ),
waktu bersalin ( intrapartum ) dan pasca natal melalui air susu ibu ( ASI ).
Tidak semua ibu pengidap HIV akan menularkannya kepada bayi yang
dikandungnya. HIV tidak melalu barier plasenta. Apabila ibu terinfeksi pada
saat hamil tua atau pada saat menyusui, maka resiko transmisi akan meningkat
sampai 25%.
HIV 1 berada dalam ASI dalam bentuk terikat dalam sel atau virus
bebas, namun belum diketahui bentuk mana yang ditularkan kepada bayi
.Beberapa zat antibodi yang terdapat di didalam ASI dapat bekerja protektif
terhadap penularan melalu ASI seperti laktoferin, secretory leukocyte protease
inhibitor. Status vitamin A paa ibu juga penting karena terbukti laju penularan
lebih tinggi pada ibu dengan defisiensi vit A.
Resiko transmisi vertikal bergantung pada beberapa faktor : 1
- Usia kehamilan. Transmisi vertikal jarang terjadi pada waktu ibu
hamil muda, karena plasenta merupakan barier yang dapat
melindungi janin dari infeksi ibu. Transmisi terbesar terjadi pada
waktu hamil tua dan waktu persalinan.
- Beban virus ( virus load ) di dalam darah
- Kondisi kesehatan ibu. Stadium dan progresivitas penyakit ibu, ada
tidaknya komplikasi, kebiasan merokok, penggunaan obat – obatan
terlarang dan defisiensi vitamin A.
- Faktor yang berhubungan dengan persalinan ; seperti masa
kehamilan. Lamanya ketuban pecah, dan cara persalinan bayi baru
lahir.
- Pemberian profilaksis obat antiretroviral
- Pemberian ASI
Pada Tahun 1994 dapat dibuktikan bahwa pemberian obat tunggal
zidovudine sejak kehamilan 14 minggu, selama persalinan dan dilanjutkan 6
minggu kepada bayi dapat menurunkan transmisi vertikal sebanyak 2 per 3
kasus. Akhir – akhir ini telah terbukti bahwa pemberian profilaksis zidovudine
dalam jangka waktu lebih singkat cukup efektif asalkan bayi tidak diberikan
ASI, karena obat ini tidak dapat mencegah transmisi melalui ASI.
Pemberian Nevirapine pada saat persalinan kepada ibu dan kemudian
dilanjutkan dengan pemberian satu kali pada bayi usia 48-72 jam setelah lahir
dapat menurunkan transmisi vertikal sebanyak 50% bila dibandingkan dengan
pemberian zidovudine oral waku intrapartum dan pada bayi Selama 1 minggu.
Kombinasi dua obat antiretroviral atau lebih ternyata sangat mengurangi
transmisi vertikal apalagi biladikombinasi dengan persalinan melalui seksio
sesaria serta tidak memberikan ASI. Efek samping penggunaan antiretroviral
ini masih dalam penelitian .1
1.5 Klasifikasi
klasifikasi WHO pada anak ialah : 2

KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS


DEFINITIF

Stadium Klinis 1

Asimptomatik Tidak ada keluhan Diagnosis Klinis


maupun tanda

Limfadenopati Kelenjar limfe Diagnosis Klinis

generalisata persisten membesar atau


membengkak > 1 cm
pada 2 atau lebih
lokasi yang tidak
berdekatan, sebab
tidak diketahui
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS
DEFINITIF

Stadium Klinis 2

Hepatosplenomegali Pembesaran hati dan Diagnosis Klinis


persisten yang tidak limfa tanpa sebab
dapat dijelaskan yang jelas

Erupsi Pruritik papular :esi vesikular pruritik Diagnosis Klinis


papular. Sering juga
ditemukan pada anak
yang tidak terinfeksi,
kemungkinan skabies
atau gigitan serangga
harus disingkirkan

Infeksi fungal pada Paronikia fungal ( Diagnosis Klinis


kuku dasar kuku
membengkak, merah,
dan nyeri ) atau
onikolisis ( lepasnya
kuku tanpa disertai
rasa sakit )

Infeksi virus wart luas Lesi wart khas, Diagnosis Klinis


tonjolan kulit berisi
seperti buliran beras,
ukuran kecil, teraba
kasar atau rata pada
telapak kaki, wajah,
meliputi > 5%
permukaan kulit

Moluskum Lesi benjolan kecil Diagnosis Klinis


kontagiosum luas sewarna kulit atau
keperakan atau merah
muda, berbentuk
kubah dapat disertai
bentuk pusat , dapat
diikuti reaksi
inflamasi.

Sariwan Berulang ( 2 Kondisi sekarang Diagnosis Klinis


atau lebih dalam 6 ditambah paling tidak
bulan ) 1 episode dalam 6
bulan terakhir.

Pembesaran kelenjar Pembengkakan Diagnosis Klinis


parotis yang tidak dapat kelenjar parotis
dijelaskan bilateral
asimptomatik yang
dapat hilang timbul,
tidak nyeri, dengan
sebab yang tidak
diketahui

Herpes Zoster Veikel yang nyeri Diagnosis Klinis


dengan distribusi
dermatomal, dengan
dasar eritem, atau
hemoragik.
ISPA berulang tau Paling tidak 1 episode Diagnosis Klinis
kronik dalam 6 bulan
terakhir .

Gejala : demam
dengan nyeri wajah
unilateral dan sekresi
hidung ( sinusitis
)atau nyeri telinga
dengan
pembengkakan
membran ( otitis
media), nyeri
tenggorokan disertai
batuk produktif (
bronkitis), nyeri
tenggorokan (
faringitis ) dan batuk
mengkungkung
seperti croup. Keluar
cairan telinga
persisten atau
rekuren.
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS DIAGNOSIS
KLINIS DEFINITIF

Stadium Klinis 3

Malnutrisi sedang Penurunan berat BB di bawah -2SD,


yang tidak dapat badan : Berat berat tidak naik dengan
dijelaskan dibawah – 2SD tatalaksana standar dan
menurut umur, bukan sebab lain tidak dapat
karena pemberian diketahui selama proses
asupan makan yang diagnosis
kurang, dan atau
adanya infeksi lain,
dan tidak berrespon
secara baik pada
terapi standar

Diare persisten yang Diare berlangsung 14 Pemeriksaan analisis


tidak dapat hari atau lebih ( feses feses tidak ditemukan
dijelaskan encer, > 3x sehari ), penyebab. Kultur feses
tidak ada respon dan pemeriksaan
dengan pengobatan sediaan langsung steril
standar

Demam persisten Dilaporkan sebagai dIpastikan dengan


yang tidak dapat demam atau keringat ruwayat suhu >37, 5°C,
dijelaskan (atas malam yang dengan kultur darah
37,5°C, sementara berlangsung > 1 negatif, uji malaria
atau terus-menerus, bulan, baik negatif, RO toraks
lebih dari 1 bulan) intermiten atau normal atau tidak
konstan, tanpa respon berubah, tidak ada
dengan pengobatan sumber demam yang
antibiotik atau nyata.
antimalaria. Sebab
lain tidak ditemukan
pada prosedur
diagnositk. Malaria
harus disingkirkan
pada daerah endemis

Kandidiasis oral Plak kekuningan atau Kultur atau pemeriksaan


Persisten ( diluar putih yang persisten mikroskopik
masa 6-8 minggu atau berulang, dapat
pertama kehidupan) diangkat (
pseudomembran )

Oral hairy Bercak linear Diagnosis klinis


leukoplakia berupa garis
pada tepi lateral
lidah, umumnya
bilateral, tidak
mudah diangkat
TB kelenjar Limfadenopati tanpa Dipastikan dengan
rasa nyeri, tidak pemeriksaan histologik
akut, lokasi terbatas pada sediaan dari
satu regio. Membaik aspirat dan diwarnai
dengan terapi TB dengan pewarnaan atau
standar dalam 1 kultur Ziehl Neelsen.
bulan
TB Paru Gejala non spesifik Sat atau lebih apusan
seperti batuk kronik, sputum positif dan/
demam, keringat atau kelainan
malam, anoreksia, radiologis yang
dan penurunan berat konsisten dengan TB
badan. Pada anak aktif dan/atau kultur
lebih besar mungkin M.tuberculosispositif
ditemukan batuk
berdahak dan
hemoptisis.
Terdapat riwayat
kontak dengan
penderita TB
dewasa dengan
apusan positif
Pneumonia Demam dengan Dipastikan dengan
bakterial yang berat napas cepat, chest isolasi bakteri dari
dan berulang indrawing, napas spesimen yang
cuping hidung, adekuat( sputum
mengi dan merintih. yang diinduksi,
Rongki atau cairan bersihan
konsolidasi pada bronkus, aspirasi
auskultasi. Dapat paru)
membaik dengan
antibiotik.Episode
saat ini ditambah 1
episode lain dalam 6
bulan terakhir
Ginggivitis atau Papila ulseratif Diagnosis klinis
stomatitis ulseratif gusi, sangat
nekrotikans akut nyeri, gigi
rontok,
perdarahan spontan,
berbau tidak sedap,
gigi rontok dan
hilang cepatnya
massa tulang tissue
Penyakit paru Riwayat batuk Pada Ro paru dapat
berhubungan produktif, lendir diperlihatkan adanya
dengan HIV, purulen (pada kista kecil-kecil dan
termasuk bronkiektasis) atau area persisten
bronkiektasis dengan atau tanpa opasifikasi dan /atau
disertai bentuk jari destruksi luas paru
tabuh, halitosis dan dengan fibrosis, dan
krepitasi dan atau kehilangan volume
mengi pada saat paru
auskultasi
Anemia yang tidak Tidak ada Diagnosis dengan
dapat dijelaskan pemeriksaan pemeriksaan
(<8g/ dl), atau presumtif laboratorium, tidak
neutropenia disebabkan oleh

(<1000/mm3) atau kondisi non-HIV

trombositopenia lain, tidak berespons

kronik (<50 000/ dengan terapi standar


hematinik,
mm3)
antimalaria atau
antihelmintik sesuai
pedoman
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS
DEFINITIF

Stadium Klinis 4

Malnutrisi, wasting Penurunan berat Tercatatnya berta


dan stunting berat badan persisten, menurut tinggi
yang tidak dapat tidak disebabkan atau berat menurut
dijelaskan dan tidak oleh pola makan umur kurang dari –
berespons terhadap yang buruk atau 3 SD +/- edema
terapi standar inadekuat, infeksi
lain dan tidak
berespon adekuat
dengan terapi standar
selama 2 minggu.
Ditandai dengan :
wasting otot yang
berat, dengan atau
tanpa edema di
kedua kaki, dan/ atau
nilai BB/TB terletak
– 3SD, sesuai
dengan pedoman
IMCI WHO
Pneumonia Batuk kering, Pemeriksaan
pneumsistis (PCP) kesulitan nafas yang mikroskopik
progresif, sianosis, imunofluoresens
takipnu dan demam, sputum yang
chest indrawing, atau diinduksi atau
stridor (pneumonia cairan bersihan
berat atau sangat bronkus atau
berat menurut IMCI). histologi jaringan
Biasanya onset cepat paru
khususnya pada bayi
< 6 bulan. Berespons
dengan terapi
kotrimoksazol dosis
tinggi (baik dengan
atau tanpa
prednisolon) Foto Ro
menunjukkan infiltrat
perihilar difus
bilateral.
Infeksi bakterial Demam disertai Diagnosis
berat yang berulang gejala atau tanda dengan kultur
(misalnya spesifik infeksi spesimen klinis
empiema, lokal. Berespons yang sesuai
piomiositis, infeksi terhadap
tulang dan sendi, antibiotik.
meningitis, kecuali Episode saat
pneumonia) ini ditambah 1 atau
lebih episode lain
dalam 6 bulan
terakhir
Kandidiasis Sulit menelan, atau Diagnosis dengan
esofagus (atau nyeri saat menelan penampilan
trakea, bronkus, atau (makanan padat atau makroskopik saat
paru) cairan). Pada bayi, endoskopi,
dicurigai bila mikroskopik dari
terdapat kandidiasis jaringan atau
oral dan anak makroskopik
menolak makan dengan
dan/atau kesulitan bronkoskopi atau
atau menangis saat histologi
makan
TB ekstrapulmonar Penyakit Diagnosis
sistemik dengan
biasanya berupa mikroskopik
demam BTA positif atau
berkepanjangan, kultur
keringat malam, M.tuberculosis
penurunan berat dari darah atau
badan. spesimen lain,
Manifestasi kecuali sputum
klinis atau bilasan
tergantung organ yang bronkus. Biopsi
terlibat seperti piuria dan histologi
steril, perikarditis,
asites, efusi pleura,
meningitis, artritis,
orkitis. Berespons
terhadap terapi standar
anti TB
Sarkoma Kaposi Penampakan khas di Tidak diperlukan,
kulit atau orofaring namun dapat
berupa bercak datar, dikonfirmasi
persisten, berwarna melalui: lesi tipikal
merah muda atau berwarna merah
merah lebam, lesi keunguan dilihat
kulit biasanya melalui
berkembang menjadi bronkoskopi atau
nodul endoskopi; massa
padat di kelenjar
limfe, visera atau
paru dengan
palpasi atau
radiologi; histologi
Infeksi Hanya retinitis. Diagnosis
sitomegalovirus Retinitis CMV dapat definitif
(CMV), retinitis atau didiagnosis oleh dibutuhkan dari
infeksi CMV pada klinisi infeksi di organ
organ lain, dengan berpengalaman: lesi lain. Histologi,
onset umur mata tipikal pada PCR cairan
> 1bulan pemeriksaan serebrospinal
funduskopi serial;
bercak diskret
keputihan pada retina
dengan batas tegas,
menyebar sentrifugal,
mengikuti pembuluh
darah, dikaitkan
dengan vaskulitis
retina, perdarahan dan
nekrosis
Toksoplasmosis Demam, sakit CT scan
susunan saraf pusat kepala, tanda menunjukkan lesi
(umur > 1 bulan) neurologi fokal, multipel atau
kejang. Biasanya tunggal dengan
berespons dalam 10 efek desak
hari dengan terapi ruang/penyangatan
spesifik dengan kontras
Toksoplasmosis Demam, sakit CT scan
susunan saraf pusat kepala, tanda menunjukkan lesi
(umur > 1 bulan) neurologi fokal, multipel atau
kejang. Biasanya tunggal dengan
berespons dalam 10 efek desak
hari dengan terapi ruang/penyangatan
spesifik dengan kontras
Kriptokokosis Meningitis: Diagnosis dengan
ekstrapulmonar biasanya subakut, mikroskopik
termasuk demam dengan sakit cairan
meningitis kepala berat yang serebrospinal
bertambah, (pewarnaan Gram
meningismus, atau tinta India),
bingung, perubahan serum atau uji
perilaku, dan antigen dan kultur
berespons dengan cairan
terapi kriptokokus seebrospinal
Ensefalopati HIV Minimal satu dari Pemeriksaan
berikut, berlangsung radiologis kepala
minimal 2 bulan, dapat
tanpa ada penyakit menunjukkan
lain: atrofi dan
- gagal untuk kalsifikasi ganglia
mencapai, atau basal dan
kehilangan, meniadakan
developmental penyebab lain
milestones,
kehilangan
kemampuan
intelektual, atau
- kerusakan
pertumbuhan otak
progresif, ditandai
dengan stagnasi
lingkar kepala, atau
- defisit motor
simetrik didapat
dengan 2 atau lebih
dari paresis, reflek
patologi, ataksia dan
gangguan jalan (gait
disturbances)
Mikosis endemik Tidak ada Histologi:
diseminata pemeriksaan biasanya
(histoplasmosis, presumtif pembentukan
coccidiomycosis) granuloma Isolasi:
deteksi antigen
dari jaringan yang
sakit, kultur atau
mikroskopik dari
spesimen klinis
atau kultur darah
Infeksi Tidak ada Gejala klinis
mikobakteria non- pemeriksaan nonspesifik
tuberkulosis presumtif meliputi
diseminata penurunan berat
badan progresif,
demam, anemia,
keringat malam,
fatig atau diare,
ditambah dengan
kultur spesies
mikobakteria
atipikal dari feses,
darah, cairan
tubuh atau
jaringan tubuh
lain, kecuali paru
Kriptosporidiosis Tidak ada Kista
kronik pemeriksaan teridentifikasi
presumtif pada
pemeriksaan
feses
menggunakan
modifikasi ZN
Isosporiasis kronik Tidak ada Identifikasi
pemeriksaan Isospora
presumtif
Limfoma sel B non- Tidak ada Diagnosis dengan
Hodgkin atau pemeriksaan pencitraan SSP,
limfoma serebral presumtif dan histologi dari
spesimen yang
terkait
Progressive multi Tidak ada Kelainan
focal pemeriksaan neurologis
leukoencephalopathy presumtif progresif(disfungsi
(PML) kognitif,
bicara/berjalan,
visual loss,
kelemahan tungkai
dan lumpuh saraf
kranialis)
dibuktikan dengan
hipodens substansi
alba otak pada
pencitraan atau
PCR poliomavirus
JC
Nefropati karena HIV Tidak ada Biopsi ginjal
simtomatik pemeriksaan
presumtif
Kardiomiopati Tidak ada Kardiomegali
karena HIV pemeriksaan dan bukti
simtomatik presumtif buruknya fungsi
jantung kiri yang
dibuktikan
melalui
ekokardiografi
1.6 DIAGNOSIS

1.6.1 Diagnosis presumtif HIV pada anak < 18 bulan


1. Bila ada anak berumur < 18 bulan dan dipikirkan terinfeksi HIV,
tetapi perangkat laboratorium untuk PCR HIV tidak tersedia, tenaga
kesehatan diharapkan mampu menegakkan diagnosis dengan cara
DIAGNOSIS PRESUMTIF.
2. Pemeriksaan uji HIV cepat (rapid test) dengan hasil reaktif harus
dilanjutkan dengan 2 tes serologi yang lain.
3. Bila hasil pemeriksaan tes serologi lanjutan tetap reaktif, pasien harus
segera mendapat obat ARV

Bila ada 1 kriteria Minimal ada 2 gejala berikut:


berikut:

• PCP, meningitis • Oral thrush


kriptokokus, • Pneumonia berat
kandidiasis • Sepsis berat
esophagus
• Kematian ibu yang
• Toksoplasmosis berkaitan dengan HIV
Ata
• Malnutrisi berat u atau penyakit HIV yang
yang tidak membaik lanjut pada ibu
dengan pengobatan • CD4+ <20%
standar
1.6.2 Diagnosis HIV pada anak > 18 bulan

Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan uji HIV pada orang
dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada saat tes
dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan
selama > 6 minggu. Pada umur > 18 bulan ASI bukan lagi sumber nutrisi utama. Oleh
karena itu cukup aman bila ibu diminta untuk menghentikan ASI sebelum dilakukan
diagnosis HIV.

1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Terapi Profilaksis

Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan HIV dan anak
imunokompromais, dengan tingkat mortalitas tinggi. Meminum kotrimoksazol harus
teratur. 2

23
Profilaksis kotrimoksasol dapat dihentikan bila:
1. Untuk bayi dan anak yang terpajan HIV saja dan tidak terinfeksi (dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium, baik PCR 2 kali atau antibodi pada usia sesuai),
profilaksis dapat dihentikan sesudah status ditetapkan (sesingkatnya umur 6 bulan
atau sampai umur 1 tahun)
2. Untuk anak yang terinfeksi HIV:

a. Umur < 1 tahun profilaksis diberikan hingga umur 5 tahun atau diteruskan seumur
hidup tanpa penghentian
b. Umur 1 sampai 5 tahun profilaksis diberikan seumur hidup.

c. Umur > 5 tahun bila dimulai pada stadium berapa saja dan CD4< 350 sel, maka dapat
diteruskan seumur hidup atau dihentikan bila CD4>350 sel/ml setelah minurm ARV
6 bulan. Bila dimulai pada stadium 3 dan 4 maka profilaksis dihentikan jika CD4
> 200 sel/ml.

1.7.2 ARV
Indikasi ARV2

24
Rekomendasi ARV 2

25
26
GIZI BURUK
2.1 Pendahuluan

Status Gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak diusia balita berdasarkan fakta
bahwa kurang gizi pada masa emas ini bersifat irreversible ( tidak dapat pulih ), sedangkan
kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. 7

Salah satu indikator kesehatan yantg dinilai pencapaiannya dalam MDGS 2015 adalah
status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan, dan tinggi badan.
Target Nasional tahun 2019 adalah 17% maka prevalensi kekurangan gizi pada balita harus
7
diturunkan 2,9% dari periode 2013 sebesar 19,9% s0ampai tahun 2019 sebesar 17%

Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait. UNICEF (
dalam Dirgen Gizi 2004 ) mengemukakan bahwa faktor – faktor penyebab kurang gizi dapat
dilihat dari penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi
makanan tidak seimbang dan infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung meliputi
ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan anak dan
lingkungan.

2.2 Definisi

Malnutrisi akut berat (MAB) atau severe acute malnutrition, atau disebut juga gizi
buruk adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/PB
<-3 SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema nutritional, dan
pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) <115mm. 8

2.3 Klasifikasi

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan


marasmuskwashiorkor.Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari
masing-masing tipe yang berbeda-beda.Marasmus dan kwashiorkor adalah hasil akhir dari
tingkat keparahan penderita gizi buruk. 8

1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah: 8

27
a. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang (piano sign) dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (super baby), dietnya
mengandung cukup energi namun kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh. Gejala kwarshiorkor yaitu: 8
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba danterasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubahmenjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
g. Otot mengecil (hipotrofi)
h. sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.

3. Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus.Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energy untuk
pertumbuhan yang normal.Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. 8

2.4 Penegakan Diagnosis Gizi buruk

28
2.5 Tatalaksana

Tetapkan Kondisi5
Tanda BahayaTanda Kondisi
Penting I II III IV V
Renjatan (Shock) + - - - -
Letargis (Tidak Sadar) + + - + -
Muntah/Diare/ Dehidrasi + + + - -
Terdapat 5 kondisi berdasarkan ada tidaknya tanda syok, letargi dan muntah atau diare
atau dehidrasi.Masing-masing kondisi memiliki alur tatalaksana yang berbeda.
1. Kondisi I : Jika ditemukan syok, letargi, dan diare atau muntah atau dehidrasi.
2. Kondisi II : Jika ditemukan letargi dan diare dan atau muntah atau dehidrasi.
3. Kondisi III: Jika ditemukan muntah dan atau diare atau dehidrasi.
4. Kondisi IV : Jika ditemukan letargi.
5. Kondisi V : Jika tidak ditemukan syok, muntah dan atau diare atau dehidrasi dan
letargi.

29
Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama 5:

.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi, 2011).

1. Mencegah dan Mengatasi Hipoglikemia


Semua anak dengan gizi buruk berisiko mengalami hipoglikemia, yaitu apabila kadar
glukosa darah < 54mg/dL atau < 3mmol/L. Oleh karena itu, setiap anak gizi buruk harus
segera diberi makan atau larutan glukosa 10% setelah masuk rumah sakit. Pemberian makan
yang sering sangat penting dilakukan pada anak gizi buruk. Apabila fasilitas setempat tidak
memungkinkan untuk memeriksa kadar gula darah, maka semua anak gizi buruk harus
dianggap mengalami hipoglikemia dan harus segera ditangani sesuai panduan. Tanda anak
yang mengalami hipoglikemia adalah letargis, nadi lemah, dan kehilangan kesadaran.5

2. Mencegah dan Mengatasi Hipotermia


Diagnosis hipotermi adalah apabila suhu aksila <35,5oC.Tatalaksananya.
• Segera beri makan F-75, apabila diperlukan, lakukan rehidrasi terlebih dahulu
• Pastikan bahwa anak berpakaian, termasuk kepalanya. Tutup dengan selimut hangat
dan letakan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di dekatnya,
atau letakan anak langsung pada dada atau perut ibunya. Apabila menggunakan lampu
listrik, letakan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak

30
• Beri antibiotik sesuai pedoman5

3. Mencegah dan Mengatasi Dehidrasi


Cenderung terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak gizi buruk.Hal tersebut disebabkan oleh
sulitnya menentukan status dehidrasi secara tepat pada anak dengan gizi buruk, yaitu
hanya dengan menggunakan gejala klinis saja.Anak gizi buruk dengan diare cair, apabila
gejala dehidrasi tidak jelas anggap dehidrasi ringan.Tatalaksananya :
• Jangan menggunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan
syok
• Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
• Beri 5 mL/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
• Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 mL/kgBB/jam berselang-seling dengan F-75
dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam
• Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar,
dan apakah anak muntah
• Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam
• Apabila anak masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare
• Usia <1 tahunà 50-100 ml setiap BAB
• Usia ≥1tahun 100-200 ml setiap BAB.5

4. Memperbaiki Gangguan keseimbangan elektrolit


Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk memperbaikinya. Selain itu, pada
anak dengan gizi buruk dapat terjadi kelebihan natrium total dalam tubuh, walaupun kadar
natrium dalam serum mungkin rendah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya
edema.Jangan obati edema dengan diuretikum.Pemberian natrium yang berlebihan dapat
menyebabkan kematian.Tatalaksananya :
• Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan kalium dan magnesium yang seudah
terkandung di dalam larutan mineral mix yang ditambahkan dalam F-75, F-100 atau
ReSoMal
• Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
• Siapkan makanan tanpa menambah garam (NaCl).5

31
5. Mengobati Infeksi
Pada anak dengan gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada.Padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi pada gizi
buruk.Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat
mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.Tanda adanya infeksi
berat adalah adanya hipoglikemia dan hipotermia.Tatalaksananya :
- Antibiotik spektrum luas
• Apabila tidak ada komplikasi atau infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB) setiap 12 jam selama 5 hari
• Apabila terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis
atau tampak sakit berat) atau anak terlihat sakit berat, maka berikan:
• Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilajutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau ampisilin oral
(50 mg/ kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari,
ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari,
ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Jika
anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
- Vaksin campak jika berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika
anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Tunda imunisasi bila syok.5

6. Memperbaiki Defisiensi zat gizi mikro


Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral.Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal.Tunggu sampai anak mempunyai
nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya (biasanya pada minggu kedua,
mulai fase rehabilitasi), karena zat besi dapat memperparah infeksi. Berikan setiap hari
selama 2 minggu:
- Multivitamin
- Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/ hari)
- Seng (2 mg Zn elemenatal/ kgBB/ hari)
- Tembaga (0,3 mg Cu/ kgBB/ hari)
- Ferosulfat 3 mg/ kgBB/ hari setelah berat badan naik (mulai fase rehibilitasi)

32
- Vitamin Adiberikan secara oral pada hari pertama (kecuali apabila telah diberikan
sebelum dirujuk) dengan dosis:
• Anak < 6 bulan: 50.000 IU ( ½ kapsul biru)
• Anak 6-12 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)
• Anak 1-5 tahun: 200.000 IU (1 Kapsul merah)

7. Memberikan makanan untuk Stabilisasi dan Transisi


Fase Stabilisasi dengan Kondisi III: 5

33
8. Memberikan makanan untuk Tumbuh Kejar

Kriteria pulang :
a. Edema sudah berkurang atau hilang
b. Anak sadar dan aktifBB/PB atau BB/TB >-3 SD
c. Komplikasi sudah teratasi
d. Ibu telah mendapat konseling gizi
e. Ada kenaikan BB sekitar 50g/kbBB/Minggu selama 2 minggu berturut turut.
f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.

34
9. Memberikan stimulasi untuk Tumbuh kembang
Untuk memberikan stimulasi sensorik dan emosional, lakukan beberapa tindakan
berikut:
- Ungkapan kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit per hari
- Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- Keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya: menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain)

10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut dirumah


Apabila telah tercapai BB/TB>-2SD (setara dengan >80%), maka dapat dianggap
anak telah sembuh. Anak mungkin masih memiliki BB/U rendah karena anak berperawakan
pendek.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah.
Berikan contoh kepada orang tua :
- Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta frekuensi
pemberian makan yang sering
- Terapi bermain dan terstruktur
- Membawa anaknya secara teratur untuk kontrol :
• Bulan I : 1x/minggu
• Bulan II : 1x/2minggu
• Bulan III : 1x/Bulan
3. Pemberian imunisasi dasar dan ulangan
4. Pemberian vitamin A dosis tinggi tiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur).

35
36
37
DAFTAR PUSTAKA

1. Suradi,R. 2003. Tatalaksana Bayi dari ibu pengidap HIV/AIDS. Dalam Sari pediatri vol 4
no 4 (pp 180-185).
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .2014. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada
Anak. Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Counselling and Testing). Jakarta.
4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.(2010). Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia.[Online].
http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 26 November 2019.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
Buku I. Jakarta
6. Direktorat Gizi Masyarakat. 2018. Hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2017. Jakarta.
7. Sholikah,Anik, dkk. 2017. Faktor – Faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Balita
di Perdesaan dan Perkotaan [Online].
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/phpj/article/download/10993/6672 .diakses pada
tanggal 26 November 2019.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia..2014. Malnutrisi Energi Protein. Dalam Pedoman
Pelayanan Medis Jilid 1( pp 183-188). Jakarta : Pengurus Pusat IDAI

38

Anda mungkin juga menyukai