HIV
1.1 Pendahuluan
Pada tahun 1981 di Los Angeles California, Amerika Serikat untuk
pertama kali ditemukan suatu penyakit yang kemudiian dikenal acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS) . Penyebabnya adalah virus HIV tipe 1
yang baru dua tahun sesudahnya diidentifikasi. Di Asia tenggara pada bulan
maret 1994 dilaporkan 5700 kasus HIV yang kemudian meningkat menjadi
65.091 kasus pada bulan juli 1997 dan 134.671 kasus pada tahun 1999. Selama
lebih dari 15 tahun adanya pandemi AIDS kurang lebih 9000 wanita diseluruh
dunia telah terinfeksi HIV-1. Proporsi wanita yang terinfeksi HIV pada tahun
1990 hanya merupakan 25% kasus meningkat menjadi 45% kasus pada tahun
1995. Di Indonesia sampai September 1993 dilaporkan 175 kasus HIV-1
diantaranya 20% adalah wanita. Kemudian dari april 1987 s/d desember 2001
secara kumulatif dilaporkan pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS adalah
2.575 orang, 1904 kasus HIV positif dan 617 kasus AIDS. Selama tahun 2001
terdapat tambahan 951 kasus, 732 kasus terinfeksi HIV dan 219 kasus AIDS.
Di Poliklinik kebidanan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta sejak bulan
April 1996 sampai dengan 19 Desember 2001 tercatat 6 orang ibu yang
memeriksakan kehamilannya ternyata mengidap HIV.
1.2 Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dengan nama Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus
dan subfamili Lentiviridae. Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis
Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert,
tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target
virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus
HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan
seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan
inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.4
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti
(core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun
atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp
41 dan gp 120). Gp 120 akan berikatan dengan reseptor CD4, yaitu suatu
reseptor yang terdapat pada permukaan sel T helper, makrofag, monosit, sel-sel
langerhans pada kulit, sel-sel glial, dan epitel usus (terutama sel-sel kripta dan
sel-sel enterokromafin). Sedangkan gp 41 atau disebut juga protein
transmembran, dapat bekerja sebagai protein fusi yaitu protein yang dapat
berikatan dengan reseptor sel lain yang berdekatan sehingga sel-sel yang
berdekatan tersebut bersatu membentuk sinsitium. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif
terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah
dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium
hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar
utraviolet.4
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrofag dan sel
glia jaringan otak.4
1.3 Patofisiologi
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu
komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan.
HIV menginfeksi sel T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya,
makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain
menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi,
sehingga penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan
penderita mudah terinfeksi.1
Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi
ialah sel dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan
mengirim antigen tersebut ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama
yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam
tubuh, HIV akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada
permukaannya. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar
terhadap HIV, sehingga limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke sel limfoid
yang peka terhadap infeksi HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang diakumulasikan
di jaringan limfoid akan tampak sebagai limfadenopati dari sindrom retrovirus
akut yang dapat terlihat pada remaja dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi
sel CD4 yang sangat berespon terhadapnya sehingga kehilangan respon dan
kontrol pertumbuhan terhadap HIV. Ketika replikasi virus melebihi batas
(biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan terjadi viremia yang tampak secara
klinis sebagai flulike syndrome (demam, rash, limfadenopati, atrhralgia) terjadi
50-70% pada orang dewasa. Dengan terbentuknya respon imun humoral dan
seluler selama 2-4 bulan, muatan virus dalam darah mengalami penurunan
secara substansial, dan pasien memasuki masa dengan gejala yang sedikit dan
jumlah CD4 yang meningkat sedikit.5
Stadium Klinis 1
Stadium Klinis 2
Gejala : demam
dengan nyeri wajah
unilateral dan sekresi
hidung ( sinusitis
)atau nyeri telinga
dengan
pembengkakan
membran ( otitis
media), nyeri
tenggorokan disertai
batuk produktif (
bronkitis), nyeri
tenggorokan (
faringitis ) dan batuk
mengkungkung
seperti croup. Keluar
cairan telinga
persisten atau
rekuren.
KONDISI KLINIS DIAGNOSIS DIAGNOSIS
KLINIS DEFINITIF
Stadium Klinis 3
Stadium Klinis 4
Diagnosis pada anak > 18 bulan memakai cara yang sama dengan uji HIV pada orang
dewasa. Perhatian khusus untuk anak yang masih mendapat ASI pada saat tes
dilakukan, uji HIV baru dapat diinterpretasi dengan baik bila ASI sudah dihentikan
selama > 6 minggu. Pada umur > 18 bulan ASI bukan lagi sumber nutrisi utama. Oleh
karena itu cukup aman bila ibu diminta untuk menghentikan ASI sebelum dilakukan
diagnosis HIV.
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Terapi Profilaksis
Kotrimoksazol mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan HIV dan anak
imunokompromais, dengan tingkat mortalitas tinggi. Meminum kotrimoksazol harus
teratur. 2
23
Profilaksis kotrimoksasol dapat dihentikan bila:
1. Untuk bayi dan anak yang terpajan HIV saja dan tidak terinfeksi (dibuktikan
dengan pemeriksaan laboratorium, baik PCR 2 kali atau antibodi pada usia sesuai),
profilaksis dapat dihentikan sesudah status ditetapkan (sesingkatnya umur 6 bulan
atau sampai umur 1 tahun)
2. Untuk anak yang terinfeksi HIV:
a. Umur < 1 tahun profilaksis diberikan hingga umur 5 tahun atau diteruskan seumur
hidup tanpa penghentian
b. Umur 1 sampai 5 tahun profilaksis diberikan seumur hidup.
c. Umur > 5 tahun bila dimulai pada stadium berapa saja dan CD4< 350 sel, maka dapat
diteruskan seumur hidup atau dihentikan bila CD4>350 sel/ml setelah minurm ARV
6 bulan. Bila dimulai pada stadium 3 dan 4 maka profilaksis dihentikan jika CD4
> 200 sel/ml.
1.7.2 ARV
Indikasi ARV2
24
Rekomendasi ARV 2
25
26
GIZI BURUK
2.1 Pendahuluan
Status Gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua.
Perlunya perhatian lebih terhadap tumbuh kembang anak diusia balita berdasarkan fakta
bahwa kurang gizi pada masa emas ini bersifat irreversible ( tidak dapat pulih ), sedangkan
kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. 7
Salah satu indikator kesehatan yantg dinilai pencapaiannya dalam MDGS 2015 adalah
status gizi balita. Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan, dan tinggi badan.
Target Nasional tahun 2019 adalah 17% maka prevalensi kekurangan gizi pada balita harus
7
diturunkan 2,9% dari periode 2013 sebesar 19,9% s0ampai tahun 2019 sebesar 17%
Masalah gizi merupakan akibat dari berbagai faktor yang saling terkait. UNICEF (
dalam Dirgen Gizi 2004 ) mengemukakan bahwa faktor – faktor penyebab kurang gizi dapat
dilihat dari penyebab langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung meliputi
makanan tidak seimbang dan infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung meliputi
ketahanan pangan dikeluarga, pola pengasuhan anak serta pelayanan kesehatan anak dan
lingkungan.
2.2 Definisi
Malnutrisi akut berat (MAB) atau severe acute malnutrition, atau disebut juga gizi
buruk adalah keadaan dimana seseorang anak tampak sangat kurus, ditandai dengan BB/PB
<-3 SD dari median WHO child growth standard, atau didapatkan edema nutritional, dan
pada anak umur 5-59 bulan Lingkar Lengan Atas (LLA) <115mm. 8
2.3 Klasifikasi
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Berikut adalah
gejala pada marasmus adalah: 8
27
a. Tampak sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit
b. Wajah seperti orang tua
c. Iga gambang (piano sign) dan perut cekung
d. Otot paha mengendor (baggy pant)
e. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (super baby), dietnya
mengandung cukup energi namun kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya
terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi.Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh. Gejala kwarshiorkor yaitu: 8
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam
c. Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba danterasa
kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubahmenjadi coklat
kehitaman dan terkelupas
g. Otot mengecil (hipotrofi)
h. sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan anemia.
3. Marasmus-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan
marasmus.Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energy untuk
pertumbuhan yang normal.Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan <
60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula. 8
28
2.5 Tatalaksana
Tetapkan Kondisi5
Tanda BahayaTanda Kondisi
Penting I II III IV V
Renjatan (Shock) + - - - -
Letargis (Tidak Sadar) + + - + -
Muntah/Diare/ Dehidrasi + + + - -
Terdapat 5 kondisi berdasarkan ada tidaknya tanda syok, letargi dan muntah atau diare
atau dehidrasi.Masing-masing kondisi memiliki alur tatalaksana yang berbeda.
1. Kondisi I : Jika ditemukan syok, letargi, dan diare atau muntah atau dehidrasi.
2. Kondisi II : Jika ditemukan letargi dan diare dan atau muntah atau dehidrasi.
3. Kondisi III: Jika ditemukan muntah dan atau diare atau dehidrasi.
4. Kondisi IV : Jika ditemukan letargi.
5. Kondisi V : Jika tidak ditemukan syok, muntah dan atau diare atau dehidrasi dan
letargi.
29
Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama 5:
.Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak gizi Buruk (Direktorat Bina Gizi, 2011).
30
• Beri antibiotik sesuai pedoman5
31
5. Mengobati Infeksi
Pada anak dengan gizi buruk, gejala infeksi yang biasa ditemukan seperti demam,
seringkali tidak ada.Padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi pada gizi
buruk.Oleh karena itu, anggaplah semua anak dengan gizi buruk mengalami infeksi saat
mereka datang ke rumah sakit dan segera tangani dengan antibiotik.Tanda adanya infeksi
berat adalah adanya hipoglikemia dan hipotermia.Tatalaksananya :
- Antibiotik spektrum luas
• Apabila tidak ada komplikasi atau infeksi nyata, beri Kotrimoksazol per oral (25
mg SMZ + 5 mg TMP/kgBB) setiap 12 jam selama 5 hari
• Apabila terdapat komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, atau anak terlihat letargis
atau tampak sakit berat) atau anak terlihat sakit berat, maka berikan:
• Ampisilin (50 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari), dilajutkan dengan
Amoksisilin oral (15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari) atau ampisilin oral
(50 mg/ kgBB setiap 6 jam selama 5 hari) sehingga total selama 7 hari,
ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari,
ditambah Gentamisin (7,5 mg/kgBB/hari IM/IV) setiap hari selama 7 hari. Jika
anak tidak membaik dalam waktu 48 jam, tambahkan Kloramfenikol (25
mg/kgBB IM/IV setiap 8 jam) selama 5 hari
- Vaksin campak jika berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah mendapatkannya, atau jika
anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Tunda imunisasi bila syok.5
32
- Vitamin Adiberikan secara oral pada hari pertama (kecuali apabila telah diberikan
sebelum dirujuk) dengan dosis:
• Anak < 6 bulan: 50.000 IU ( ½ kapsul biru)
• Anak 6-12 bulan: 100.000 IU (1 kapsul biru)
• Anak 1-5 tahun: 200.000 IU (1 Kapsul merah)
33
8. Memberikan makanan untuk Tumbuh Kejar
Kriteria pulang :
a. Edema sudah berkurang atau hilang
b. Anak sadar dan aktifBB/PB atau BB/TB >-3 SD
c. Komplikasi sudah teratasi
d. Ibu telah mendapat konseling gizi
e. Ada kenaikan BB sekitar 50g/kbBB/Minggu selama 2 minggu berturut turut.
f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
34
9. Memberikan stimulasi untuk Tumbuh kembang
Untuk memberikan stimulasi sensorik dan emosional, lakukan beberapa tindakan
berikut:
- Ungkapan kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit per hari
- Aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
- Keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya: menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain)
35
36
37
DAFTAR PUSTAKA
1. Suradi,R. 2003. Tatalaksana Bayi dari ibu pengidap HIV/AIDS. Dalam Sari pediatri vol 4
no 4 (pp 180-185).
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .2014. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada
Anak. Jakarta.
3. Departemen Kesehatan RI. (2006). Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
HIV/AIDS secara sukarela (Voluntary Counselling and Testing). Jakarta.
4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.(2010). Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia.[Online].
http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 26 November 2019.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.2011. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk
Buku I. Jakarta
6. Direktorat Gizi Masyarakat. 2018. Hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2017. Jakarta.
7. Sholikah,Anik, dkk. 2017. Faktor – Faktor yang berhubungan dengan Status Gizi Balita
di Perdesaan dan Perkotaan [Online].
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/phpj/article/download/10993/6672 .diakses pada
tanggal 26 November 2019.
8. Ikatan Dokter Anak Indonesia..2014. Malnutrisi Energi Protein. Dalam Pedoman
Pelayanan Medis Jilid 1( pp 183-188). Jakarta : Pengurus Pusat IDAI
38