Anda di halaman 1dari 4

BAB 4

PEMBAHASAN

Bayi baru lahir (neonatus) merupakan masa yang paling rentan terinfeksi.Salah satu
penyakit infeksi yang merupakan penyebab mortalitas utama pada neonates adalah pneumonia.
Ketika sistem imun seseorang dalam keadaan baik, kuman penyebab pneumonia dapat
dihancurkan oleh makrofag alveolus. Kuman penyebab pneumonia dapat menginfeksi orang yang
sistem pertahanan tubuhnya lemahatau belum kompeten, misalnya neonatus., Pneumonia pada
neonatus dapat diakibatkan karena proses yang terjadi dalam kehamilan, ketika proses persalinan,
maupun didapatkan setelah kelahiran. Berdasarkan onset kejadiannya, pneumonia neonatus
intranatal termasuk ke dalan pneumonia awitan dini (early onset) dan pneumonia neonatus
postnatal ke dalam pneumonia awitan lambat (late onset) (Meizikri, 2016).
Pneumonia dibedakan berdasarkan agen penyebab infeksi, baik itu bakteri, virus, maupun
parasite. Pada umumnya terjadi akibat adanya infeksi bakteri pneumokokus (Streptococcus
pneumoniae). Beberapa penelitian menemukan bahwa kuman ini menyebabkan pneumonia hampir
pada semua kelompok umur dan paling banyak terjadi di negara-negara berkembang. Dari
pandangan yang berbeda didapatkan bahwa gambaran etiologi pneumonia dapat diketahui
berdasarkan umur penderita. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan agen penyebab penyakit,
baik bayi maupun balita. Ostapchuk menyebutkan kejadian pneumonia pada bayi atau neonates
lebih banyak disebabkan oleh bakteri Streptococcus dan Escherichia coli. (Elorriaga et al, 2016)
Berdasarkan hasil pengkajian, pada kasus ini penyebab pneumonia kemungkinan terjadi
disebabkan karena faktor bayi berat lahir rendah (BBLR). Sebab bayi lahir dengan berat badan
2010 gram atau kurang dari 2500 gram. Sejalan dengan penelitian Wahyuniati 2016 mengenai
faktor-faktor risiko pada bayi pneumonia, bayi dengan riwayat BBLR memiliki resiko mengalami
pneumonia 2,867 kali lebih besar daripada bayi dengan berat lahir normal. Pada bayi berat lahir
rendah (BBLR), organ-organ tubuhnya belum tumbuh dengan sempurna termasuk saluran
pernapasannya. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya penyakit seperti pneumonia,
bronkopneumonia, bronkitis, dan lain-lain. Pada umumnya, bayi berat lahir rendah (BBLR)
mempunyai daya tahan tubuh yang lemah dan mudah tertular berbagai penyakit.
Selain faktor BBLR, kehamilan prematur juga terjadi pada kasus ini. Bayi prematur adalah
bayi yang dilahirkan dalam kondisi kurang dari 36 minggu. Secara fisiologis, kondisi bayi
prematur adalah sebagian masih sebagai janin dan sebagai bayi baru lahir. Bayi prematur yang
dilahirkan dalam usia gestasi <37 minggu mempunyai resiko tinggi terhadap penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan prematuritas, antara lain sindroma gangguan pernapasan idiopatik
(penyakit membrane idiopatik (penyakit membran hialin), aspirasi pneumonia karena refleksi
menelan dan batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral, akibat
anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernapasan, hyperbilirubinemia, karena fungsi hati
belum matang, hipotermia (Sagita, 2017).
Tanda dan gejala pada kasus ini bayi mengalami batuk terdapat suara ronchi saat bernapas,
saat bernapas bayi dibantu dengan alat ventilator karena otot pernapasan yang masih lemah dan
tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorax). Disamping itu sering timbul pernapasan
periodik dan apnea yang di sebabkan oleh pusat pernapasan di medulla belum matur (Meizikri,
2016). Pada keadaan ini selanjutnya dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen, laboratorium, dan di
berikan alat bantu napas (ventilator). Pada kasus ini bayi didiagnosis pneumonia.
Berdasarkan hasil pengkajian, pemeriksaan, tanda dan gejala kasus yang telah dipaparkan
maka diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan menurut Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI) yaitu pola napas tidak efektif b.d kerusakan paru d.d takipnea hal ini didukung
dengan tanda dan gejala yang dialami pasien (pasien mengalami dyspnea, pernapasan cuping
hidung, RR 56x/menit). Intervensi yang dapat dilakukan menurut Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) yaitu monitor pola napas (frekuensi, usaha napas), monitor bunyi suara napas
(ronkhi), berikan oksigen, jika perlu, dan di bantu dengan pemasangan CPAP (Continuous Positive
Airway Pressure). Pemasangan CPAP membantu untuk menurunkan kesulitan bernapas,
mengurangi ketergantungan terhadap oksigen, mengurangi apnea, takikardia (Efendi &
Ambarwati, 2014).
Diagnosa keperawatan lain yang dapat ditegakkan yaitu hipertermi b.d proses inflamasi d.d
suhu meningkat didukung dengan gejala yang dialami pasien (suhu tubuh 37,8◦C, suhu tubuh
meningkat). Intervensi yang dapat diberikan monitor suhu tubuh, berikan oksigen jika perlu.
Risiko defisit nutrisi d.d BBLR (BB 1700gr) didukung dengan tanda dan gejala pasien yaitu pasien
merupakan bayi prematur belum cukup bulan, BB rendah 1700 gr. Intervensi yang dapat diberikan
adalah monitor asupan nutrisi yang akan diberikan kepada pasien.
Intervensi pemasangan CPAP beberapa tidak menunjukkan perkembangan, pasien sering
mengalami apnea (henti napas) dengan pertimbangan gejala yang muncul diagnosa keperawatan
yang dapat muncul adalah gangguan ventilasi spontan b.d gagal napas d.d saO2 menurun. Pasien
dilakukan pemasangan ventilator dengan bantuan nafas 40x/menit. Pemasangan ventilasi
berfungsi untuk memberikan bantuan nafas dengan cara memberikan udara positif pada paru-paru
melalui jalan nafas buatan untuk membertahankan oksigenasi (Yusrifah, 2014).
Pemasangan ventilator dapat memunculkan diagnosis keperawatan risiko infeksi d.d
prosedur invasif. Intervensi yang dapat diberikan adalah monitor tanda dan gejala infeksi, cuci
tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, pertahankan teknik aseptic saat melakukan
tindakan invasif
Evaluasi pada kasus dengan diagnosa yang belum teratasi yaitu gangguan ventilasi spontan.
Pada diagnosa ini tidak teratasi karena pasien sering mengalami apnea yang menyebabkan pasien
tidak dapat lepas dengan alata bantu napas (ventilator). Sehingga intervensi pada diagnosis
gangguan ventilasi spontan harus tetap dipertahankan. Perawat harus memberikan edukasi kepada
orang tua bayi cara perawatan dan mempertahankan intervensi seperti mengguanakan ventilator
pada bayi dan juga memonitor kondisi bayi supaya oksigenasi terpenuhi dan menghindari terjadi
risiko hipotermi dan risiko infeksi pada bayi.

Daftar Pustaka

Elorriaga, G.G. dan Del Rey-Pineda G., 2016, Basic Concepts on Community-Acquired
Bacterial Pneumonia in Pediatrics, Pediatric Infectious Diseases: Open Access,Vol.1 No.1:3.
Meizikri, Rizki, dkk. 2016. Hubungan Kejadian Pneumonia Neonatus dengan Beberapa
Faktor Risiko di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2010-2012. Jurnal Kesehatan Andalas
Wahyuniati, Riska. 2016. Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan Kejadian
Pneumonia pada Balita. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
Darma, Sagita. 2017. Kehamilan, Persalinan, Bayi Preterm dan Postterm. Noerfikri.
Palembang
Septa, Wira dan Darmawan. Faktor Risiko Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2010 . Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Efendi, Hidajat Syarif dan Ambarwati, leni. 2014. CPAP (Continuous Positive Airway
Pressure). Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin
Bandung

Anda mungkin juga menyukai