Anda di halaman 1dari 26

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

CEDERA
Topik : Cedera

Sub Topik : Konsep Cedera

Waktu : 70 menit

Tempat : Ruang Kelas SMP Negeri 2 Sedati

Sasaran : Anggota ekstrakrikuler olahraga

Pertemuan ke : 1

I. Tujuan Penyuluhan Umum (TPU)

1. Responden dapat mengetahui dan memahami mengenai cedera

2. Responden dapat mengetahui dan memahami mengenai penanganan

cedera dengan metode PRICE

Tujuan Penyuluhan Khusus (TPK)

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang cedera, diharapkan

responden dapat:

1. Mengetahui dan memahami pengertian cedera

2. Mengetahui dan memahami jenis cedera

3. Mengetahui dan memahami tanda dan gejala terjadinya cedera

4. Mengetahui dan memahami komplikasi cedera

5. Mengetahui dan memahami cara pencegahan terjadinya cedera

6. Mengetahui dan memahami hal apa yang tidak boleh dilakukan saat

cedera
7. Mengetahui dan memahami cara penanganan cedera dengan metode

PRICE

8. Meguasai cara penanganan cedera dengan metode PRICE

II. Metode

Metode Team Games Tournament (TGT)

III. Media

1. Booklet

2. Gambar

3. Katung berisi es

4. Handuk/kain bersih

5. Bantalan/penyangga kaki

IV. Kegiatan Pendidikan Kesehatan

Susunan kegiatan

1. Persiapan responden

1) Mengisi daftar hadir

2. Persiapan fasilitator dan alat-alat pendidikan kesehatan

3. Kegiatan inti

No Kegiatan Waktu
1. Menyampaikan tujuan dan maksud dari pendidikan 3 menit
kesehatan
1) Menjelaskan kontrak waktu dan susunan
pendidikan kesehatan
2) Menanyakan peserta tentang persetujuan kontrak
pendidikan kesehatan yang akan dilakukan
2. Tahap Menyampaikan materi 40 menit
1) Fasilitator menyampaikan materi pendidikan
kesehatan tentang pengertian cedera, jenis cedera,
tanda dan gejala cedera, komplikasi cedera, dan
cara pencegahan cedera
2) Fasilitator menunjukkan gambar mengenai jenis
cedera
3) Fasilitator menyampaikan materi pendidikan
kesehatan mengenai cara penanganan cedera
menggunakan metode PRICE
4) Fasilitator menunjukkan gambar mengenai
penanganan cedera dengan metode PRICE, dan
meminta bantuan satu peserta untuk melakukan
penanganan cedera dengan metode PRICE
3. Tahap Diskusi dan Game 24 menit
1) Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa
kelompok dalam satu kelompok berisi 5 orang
2) Fasilitator memberikan gulungan kertas yang berisi
pertanyaan mengenai materi cedera dan
penanganan PRICE, kemudian perwakilan
kelompok mengambil gulungan kertas dan
berdiskusi tentang pertanyaan yang ada pada
gulungan
3) Fasilitator menyampaikan jika setelah berdiskusi
akan dilakukan game
4) Game berbentuk setiap kelompok menjawab secara
cepat saat fasilitator memberi pertanyaan
4. Penutup 3 menit
1) Fasilitator melakukan evaluasi terhadap
pembelajaran yang dilakukan
2) Fasilitator memberikan kesimpulan dari
pembelajaran yang dilakukan

V. Evaluasi

1. Kontrak waktu dan tempat diberikan 2 hari sebelum pelaksanaan dimulai

2. Kehadiran responden kegiatan dimulai sesuai waktu yang telah

direncanakan

3. Responden aktif

4. Suasana kondusif

5. Hasil

1) Responden dapat menyimpulkan apa itu cedera

2) Responden dapat menyebutkan jenis cedera


3) Responden dapat mengetahui tanda dan gejala cedera

4) Responden mengetahui komplikasi dan cara mencegah cedera

5) Responden dapat mengetahui hal yang tidak boleh dilakukan saat

mengalami cedera
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
CEDERA
Topik : Cedera

Sub Topik : Penanganan cedera (dislokasi, kram otot, patah tulang, memar,

sprain, dan strain)

Waktu : 70 menit

Tempat : Ruang Kelas SMP Negeri 2 Sedati

Sasaran : Anggota ekstrakrikuler olahraga

Pertemua ke :2

I. Tujuan Penyuluhan Umum (TPU)

Responden dapat mengetahui dan memahami penanganan cedera dislokasi,

kram otot, patah tulang, memar, sprain, dan strain.

Tujuan Penyuluha Khusus (TPK)

Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang cedera, diharapkan

responden dapat:

1) Mengetahui, memahami, dan menguasai penanganan dislokasi

2) Mengetahui, memahami, dan menguasai penanganan kram otot

3) Mengetahui, memahami, dan menguasai penanganan patah tulang

4) Mengetahui, mamahami, dan menguasai penanganan memar

5) Mengetahui, memahami, dan menguasai penanganan sprain dan strain

II. Metode

Metode Team Games Tournament (TGT)


III. Media

1. Gambar

2. Booklet

3. Mitela

4. Elastic Bandage

5. Kayu untuk pembidaian

IV. Kegiatan Pendidikan Kesehatan

Susunan kegiatan

1. Persiapan responden

1) Mengisi daftar hadir

2. Persiapan fasilitator dan alat-alat pendidikan kesehatan

3. Kegiatan inti

No Kegiatan Waktu
1. Menyampaikan tujuan dan maksud dari pendidikan 3 menit
kesehatan
1) Menjelaskan kontrak waktu dan susunan
pendidikan kesehatan
2) Menanyakan peserta tentang persetujuan kontrak
pendidikan kesehatan yang akan dilakukan
2. Tahap Menyampaikan materi 30 menit
1) Fasilitator menyampaikan materi pendidikan
kesehatan tentang dislokasi, kram otot, patah
tulang, memar, sprain, dan strain
2) Fasilitator menunjukkan gambar tentang
penanganan dislokasi, kram otot, patah tulang,
memar, sprain, dan strain
3) Fasilitator menyampaikan materi pendidikan
kesehatan mengenai cara penanganan dislokasi,
kram otot, patah tulang, memar, sprain, dan strain
4) Fasilitator menunjukkan gambar mengenai
penanganan cedera dislokasi, kram otot, patah
tulang, memar, sprain, dan strain, dan meminta
bantuan satu peserta untuk melakukan penanganan
sesuai dengan cedera
3. Tahap Diskusi dan Game 15 menit
1) Fasilitator meminta responden berkumpul dengan
kelompok yang sudah dibentuk dipertemuan 1
2) Fasilitator memberikan gulungan kertas yang berisi
pertanyaan mengenai materi dislokasi, kram otot,
patah tulang, memar, sprain, dan strain, kemudian
perwakilan kelompok mengambil gulungan kertas
dan berdiskusi tentang pertanyaan yang ada pada
gulungan
3) Fasilitator menyampaikan jika setelah berdiskusi
akan dilakukan game
4) Game berbentuk setiap kelompok menjawab secara
cepat saat fasilitator memberi pertanyaan
4. Tahap Tournament 14 menit
1) Setelah game dilakukan tournament,
diperlombakan antar kelompok yang memiliki nilai
unggul
2) Fasilitator memberikan pertanyaan yang dijawab
oleh tim secara cepat dan berebut
5. Penutup 3 menit
1) Fasilitator melakukan evaluasi terhadap
pembelajaran yang dilakukan
2) Fasilitator memberikan kesimpulan dari
pembelajaran yang dilakukan

V. Evaluasi

1. Kontrak waktu dan tempat diberikan 2 hari sebelum pelaksanaan dimulai

2. Kehadiran responden kegiatan dimulai sesuai waktu yang telah

direncanakan

3. Responden aktif

4. Suasana kondusif

5. Hasil

1. Responden dapat menyebutkan cara penanganan cedera dislokasi,

kram otot, patah tulang, memar, sprain, dan strain.


2. Responden dapat menyebutkan alat dan bahan saat melakukan

penanganan cedera dislokasi, kram otot, patah tulang, memar, sprain,

dan strain.
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN

(Pertemuan ke-1)

1. Pengertian Cedera

Cedera menurut Purwanto (2009), merupakan gangguan yang terjadi pada

tubuh yang akan mengakibatkan timbulnya nyeri, panas, merah, bengkak, dan

terjadi disfungsi pada otot, tendon, ligament, persendian atau tulang yang

diakibatkan karena aktifitas gerak yang berlebih atau terjadi kecelakaan saat

beraktivitas.

2. Jenis-jenis Cedera

1) Memar

Memar merupakan cedera yang menyebabkan perdarahan pada atau

dibawah kulit tetapi tidak menyebabkan kulit terobek (Thygerson 2006).

Penyebabnya terjadi benturan benda tumpul atau keras secara langsung

pada bagian tubuh yang biasanya menjadi cedera akut. Respon tubuh akibat

memar biasanya berupa rasa sakit, bengkak, nyeri saat ditekan dalam waktu

yang berminggu-minggu bahkan bulan.

Gambar Memar
(Sumber:Kerkar, 2018)
2) Kram Otot (muscle crams)

Kram otot adalah terjadinya kontraksi otot yang secara tiba-tiba diluar

koordinasi kontraksi serat-serat otot dan dapat terjadi pada semua otot

tubuh, sering terjadi pada otot tungkai hingga kaki saat atlet melakukan

aktiivitas olahraga yang disebabkan adanya ketidaksempurnaan biomekanik

tubuh dari kaki bawah, atau otot yang terlalu kencang, kekurangan jenis

mineral, kelelahan karena terbatasnya suplai darah yang tersedia pada otot

(Taylor, 2002). Tanda kram otot, adanya spasme tak terkontrol, nyeri,

keterbatasan gerakan.

Gambar Kram
(Sumber: Kerkar, 2018)

3) Perdarahan

Dapat terjadi akibat goresan benda tajam pada kulit yang menyebabkan

pembuluh darah terluka. Thygerson (2006:25), terdapat tiga jenis

perdarahan:

(1) Perdarahan kapiler, perdarahan dari luka yang terus-menerus tetapi

lambat. Paling mudah dikontrol dan paling sering terjadi

(2) Perdarahan vena, mengalir terus-menerus karena tekanan rendah

perdarahan vena tidak menyembur dan tidak mudah dikontrol


(3) Perdarahan arteri, menyembur bersamaan dengan denyut jantung,

tekanan yang menyebabkan darah menyembur yang menyebabkan

perdarahan sulit terkontrol.

Gambar Perdarahan
(Sumber: Kerkar, 2019)

4) Dislokasi

Cedera dislokasi paling sering terjadi jika olahraganya menggunakan otot

secara berulang dan terus-menerus sehingga persendian tidak dapat

mempertahankan posisi tulang dan dapat memicu mengalami cedera

dislokasi. Clifford & Elizabeth (2010) pergangan otot secara berulang akan

menyebabkan cedera subluksasi yang dapat menyebabkan bahu

impingement dan tendinitis yang pada akhirnya otot bahu mengalami

peregangan dan dapat menjadi faktor risiko terjadi dislokasi bahu total.

Gambar Dislokasi
(Sumber:Kerkar, 2018)
5) Lecet

Kecelakaan yang sering terjadi dirumah seperti tergores pisau atau benda

tajam secara sengaja maupun tidak sengaja. Orang yang mengalami luka

lecet akan merasa perih pada bagian yang terluka, tergantung dalam

goresan benda tajam terhadap kulit dan perlu tindakan.

Gambar Lecet
(Sumber: Rodi, 2018)

6) Patah tulang

Patah tulang adalah putusnya tulang yang terjadi ketika adanya tekanan

pada tulang yang berlebihan baik karena benturan yang keras secara

langsung. Beberapa orang yang mengalami patah tulang merasakan rasa

nyeri ketika ditekan bahkan saat bergerak diikuti dengan penurunan fungsi

gerak.

Bernard (1978) membedakan patah tulang menjadi tiga jenis berdasarkan

hubungan antara ujung tulang yang patah dengan jaringan yang

disekitarnya.

1. Frakture tertutup (simpleks), patah tulang yang tidak berhubungan

dengan udara terbuka


2. Frakture terbuka (compound fracture), patahan tulang yang

menyebabkan kulit robek sehingga frakmen tulang menembus keluar

dari kulit sehingga kontak dengan udara terbuka

3. Fracture komplikata, patah tulang, sendi, saraf, pembuluh darah, dan

organ viscera. Dapat berbentuk fracture tertutup atau fracture terbuka

Gambar Patah Tulang


(Sumber: Kerkar, 2018)

7) Cedera pada otot dan ligament

1. Sprain

Peregangan sendi yang berulang terjadi terus-menerus saat kondisi

lelah atau peregangan secara tiba-tiba saat tubuh belum siap untuk

melakukan latihan yang menyebabkan kerusakan jaringan ligament pada

persendian yang disebut sprain (robeknya jaringan ligament). Biasanya

diikuti rasa nyeri pada persendian baik saat ditekan atau digerakan. Lokasi

yang sering terjadi sprain yaitu pada bagian pergelangan kaki, pergelangan

tangan, lutut. Berdasarkan tingkat berat ringan sprain (Intan, 2009) dibagi

menjadi:
1) Tingkat I

Pada tingkat I sedikit terjadi hematoma dalam ligament dan beberapa

serabut yang putus. Cedera ini akan menimbulkan nyeri tekan,

pembengkakan, dan rasa nyeri pada daerah yang mengalami cedera.

2) Tingkat II

Pada tingkat II banyak serabut ligament terputus, tetapi separuh serabut

ligament yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,

pembengkakan, adanya cairan yang keluar (efusi), dan tidak dapat

menggerakkan persedian yang mengalami cedera.

3) Tingkat III

Pada tingkat ini seluruh ligament terputus, sehingga kedua ujungnya

terpisah. Persendian yang cedera terasa sakit dan dapat terjadi perdarahan

pada sendi, terjadi pembengkakan, dan tidak bisa bergerak.

Gambar 2.11 Sprain


(Sumber: Kerkar, 2019)

2. Strain (Robekan jaringan otot atau tendon)

Timbul karena adanya peregangan otot, baik secara mendadak atau

berulang saat otot belum siap melakukan latihan ataupun saat tubuh sudah

lelah diikuti dengan penurunan fungsi otot dapat menyebabkan kerusakan

jaringan otot atau tendon. Karantas (2011), Strain otot timbul diakibatkan
adanya trauma tidak langsung karena peregangan yang berlebihan selama

akselerasi cepat atau lambat hal ini yang berkaitan dengan pemanasan

yang tidak tepat saat sebelum latihan. Gejala yang dapat timbul karena

strain, menurut Nadine (2011) yaitu:

1) Pembengkakan

2) Memar atau kulit memerah

3) Adanya rasa sakit saat beristirahat atau ketika otot terluka atau

persendian didekat yang cedera digerakkan

4) Rasa lemah pada anggota gerak tubuh

5) Ketidakmampuan menahan berat tubuh

Berdasarkan tingkat berat ringannya cedera, menurut Novita (2009)

dibedakan menjadi 3 yaitu:

1) Tingkat I

Terjadi regangan yang hebat, belum ada robekan pada jaringan otot atau

tendon.

2) Tingkat II

Terdapat robekan pada otot atau tendon. Menimbulkan rasa nyeri dan

sakit sehingga terjadi penurunan kekuatan otot

3) Tingkat III

Telah terjadi robekan total pada otot dan tendon. Biasanya hal ini

membutuhkan tindakan pembedahan


Gambar Strain
(Sumber: Kerkar, 2019)

3. Tanda dan Gejala Cedera

Graha & Priyonadi (2009) terdapat gejala saat terjadi cedera, antara lain:

1) Kalor (panas), diakibatkan karena adanya peningkatan aliran darah ke

tempat yang mengalami cedera

2) Pembengkakan (Tumor), diakibatkan karena adanya penumpukan cairan di

tempat sekitar jaringan yang cedera

3) Kemerahan (Rubor), pada daerah cedera yang diakibatkan karena

perdarahan

4) Adanya rasa nyeri (Dolor), akibat adanya penekanan pada saraf karena

adanya penekanan pada otot atau tulang

5) Tidak dapat digunakan kembali (Functiolesa), akibat adanya kerusakan

yang parah

4. Komplikasi Cedera

Lemone, et al (2010), komplikasi yang dapat terjadi saat kurang tepatnya

penanganan adalah adanya tekanan dari edema dan hemorargi, emboli lemak,

trombosit vena profunda, infeksi, gangguan penyembuhan dan gangguan tramisi

neural.
Cedera yang ditangani secara tepat akan sembuh tanpa adanya komplikasi.

Contoh komplikasi akut antara lain cedera pada kulit, pembuluh darah, syaraf,

otot, organ tubuh, perdarahan. Sedangkan komplikasi lambat akan terjadi kaku

sendi, pengapuran sendi, gangguan penyembuhan tulang, kelumpuhan, infeksi

osteoporosis, neurosis. (Kalaideskop RSON: 2015).

5. Hal yang tidak boleh dilakukan saat cedera

Hal yang harus dihindari adalah HARM (Norris 2011)

1) Heat

Menghindari panas, seperti mandi dengan air hangat atau dengan suhu air yang

tinggi seperti sauna atau spa. Diusahakan tidak memberikan obat gosok yang

panas seperti balsem.

2) Alcohol

Ketika mengalami cedera tidak diperbolehkan melakukan kompres dengan

alkohol dalam 24 jam pertama.

3) Running

Hindari melakukan pergerakan pada daerah yang mengalami cedera saat

melakukan aktivitas olahraga.

4) Massage

Jangan melakukan pemijatan pada area yang mengalami cedera karena dapat

menimbulkan perdarahan lebih lanjut dan dapat menambah pembengkakan

pada bagian cedera dan dapat menghambat pemulihan.

6. Pencegahan Cedera

Pencegahan cedera yang dapat dilakukan antara lain (Ikhwan 2015):


1) Pencegahan harus dilakukan sebelum dan setelah latihan, seperti melakukan

pemanasan dan pendinginan dengan benar

2) Melakukan program yang seimbang, meliputi pemanasan (warming up),

pendinginan (cooling down), peregangan (stretching), perlengkapan latihan

yang baik dan sesuai, pengaturan gizi diperhatikan

7. Penanganan Cedera Metode RICE

Berikut langkah PRICES (Norris, 2011):

1) Proctection (Proteksi)

Bertujuan untuk mencegah cedera bertambah parah dengan mengurangi

pergerakan bagian otot yang cedera. Proteksi dapat menggunakan air splint

atau ankle brace.

Gambar Ankle Brace


(Sumber: Kerkar, 2018)

2) Rest

Istirahatkan tubuh mengalami cedera selama 48 jam untuk mencegah cedera

bertambah parah dan memberikan waktu jaringan lunak untuk sembuh.

Menggunakan tongkat atau kruk untuk menghindari penyangga beban,

gunakan pada sisi yang tidak mengalami cedera, sehingga pasien dapat
bersandar menjauh dari melepaskan beban pada tungkai yang cedera. (Lemone,

2011).

3) Ice (pemberian es)

Bertujuan untuk mengurangi peradangan. Kompres es akan membuat

penyempitan pada pembuluh darah pada daerah yang dikompres sehingga

dapat mengurangi aliran darah ketempat cedera dan meredakan peradangan.

Kompres dilakukan dengan cara:

1) Es ditempatkan dalam kantong dibungkus sebelum dipakai. Jangan berikan

es secara langsung ke kulit tanpa pembungkus

2) Kompres es pada daerah yang cedera tidak boleh lebih 20 menit, dilakukan

sebanyak empat sampai delapan kali sehari

3) Kompres dihentikan jika peradangan sudah berkurang. Ciri adanya

peradangan yaitu: kemerahan, bengkak, panas, nyeri, dan tidak bisa

digerakkan.

4) Compression (kompresi)

Bertujuan untuk mencegah pergerakan otot dan mengurangi pembengkakan.

Kompresi menggunakan boot tersebut, ankle tapping, gips, bidai. Longgarkan

kompresi jika mengalami kekebalan, kesemutan, atau pembengkakan pada

cedera.
Gambar Compression Socks
(Sumber: Kerkar, 2018)

5) Elevation (elevasi)

Dilakukan untuk menompang yang terkena cedera dengan alat agar daerah

yang cedera lebih tinggi dari permukaan jantung. Bertujuan untuk membantu

mengurangi pembengkakan dan nyeri.

6) Support

Dilakukan dengan cara memakai kinesio tape dan straps. Bertujuan untuk

mencegah pergerakan otot yang berlebihan dan pencegahan cedera berulang.

Sumber:
MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN

(Pertemuan ke-2)

1. Dislokasi

Prinsip dasar penangan dislokasi adalah reposisi untuk menghindari

degenerasi sendi (Armis, 2004). Reposisi dilakukan setelah cedera dan sebelum

adnya respon peradangan dapat dilakukan dengan mudah. Pada keadaan respon

peradangan telah terjadi, reposisi biasanya sulit untuk dilakukan. Sehingga harus

menunggu proses peradangan berkurang. Saat reposisi dilakukan dengan

melemaskan jaringan persendian dengan menggunakan terapi panas atau manual

therapy pada bagian proximal dan distal daerah yang mengalami dislokasi agar

reposisi lebih mudah dilakuakan.

Penanganan pertama saat dislokasi adalah melakukan reduksi ringan dengan

menarik persendian yang mengalami cedera dengan sumbu memanjang. Setelah

reposisi, sendi difiksasi selama 3-6 minggu untuk mengurangi resiko terjadinya

dislokasi ulang. Rasa nyeri sudah minimal, dapat dilakukan exercise therapy

secara terbatas agar memperkuat struktur persendian dan memperkecil resiko

dislokasi kembali (Arovah 2010)

Pertolongan pertama untuk cedera dislokasi adalah sebagai berikut:

1) Pasang bidai bila perlu (pada bahu dapat dilakukan dengan meletakkan kain

yang dilipat atau digulung). Kemudian stabilkan bahu pada posisi yang nyaman

atau lakukan pembebatan (sling dan swathe)

2) Kompres dengan es (prinsip PRICED)

3) Segera bawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk dilakukan tindakan reposisi


2. Kram otot

Dilakukan untuk menompang yang terkena cedera dengan alat agar daerah

yang cedera lebih tinggi dari permukaan jantung. Bertujuan untuk membantu

mengurangi pembengkakan dan nyeri.

Penanganan kram otot Arovah (2010), yaitu:

1) Penderita diistirahatkan diberikan semprotan chlor ethyl spray untuk

menghilangkan rasa nyeri atau dikompres dengan menggunakan es

2) Menahan otot waktu berkontraksi supaya myiosin filament dan actin myosin

dapat menduduki posisi yang semestinya sehingga kram berhenti

3. Patah tulang

Manajemen penanganan patah tulang yaitu imobilisasi daerah yang terjadi

patah tulang untuk mengurangi kerusakan tambahan (Garner, 2008). Menurut

Saryati (2005) dalam Usra (2012) penanganan patah tulang terdiri dari:

1) Penderita tidak boleh melakukan aktivitas yang menyebabkan cedera

2) Pertolongan pertama dilakuka reposisi oleh tim medis dalam waktu kurang

dari 15 menit pasca patah tulang terjadi agar menghindari nyeri

3) Dipasang spalk tekan yang bertujuan untuk mempertahankan posisi dan untuk

menghentikan perdarahan

Penanganan patah tulang yang pertama yaitu reduksi (mengembalikan posisi

tulang ke posisi anatomis). Reduksi ada dua jenis yaitu terbuka dengan traksi dan

reduksi tertutup dengan tindakan pembedahan. Penanganan kedua yaitu

imobilisasi untuk mempertahankan posisi dalam posisi yang benar sampai tulang

menyatu. Imobilisasi dilakukan dengan dua jenis fiksasi yaitu fiksasi interna

dengan plate, screw, nails. Fiksasi eksterna yaitu dengan pembidaian, gips, dan
pembalutan atau bebat. Penanganan ketiga dilakukan rehabilitasi dengan latihan

fisioterapi agar dapat mengembalikan fungsi tulang (Withening 2008).

Jenis pembidaian (Mohammad 2008), antara lain:

1) Bidai keras

Bidai dengan bahan kayu, aluminium, dan bahan lain yang kuat dan ringan.

Digunakan dalam keadaan darurat.

2) Bidai traksi

Bidai dengan bentuk sudah jadi, pada umumnya digunakan untuk patah tulang

bagian paha

3) Bidai improvisasi

Bidai dengan bahan yang cukup kuat dan ringan jika tidak ada kayu dilokasi

kejadian. Misalnya dengan menggunakan majalah, koran, dan lain sebagainya.

4) Bebat

Pembidaian dengan menggunakan pembalut, seperti mitela yaitu kain dengan

bentuk segitiga untuk mengurangi pergerakan pada daerah yang mengalami

cedera.

Langkah melakukan pembidaian (Aji 2013):

1) Harus melewati dua sendi, pada sendi di atas dan dibawah lokasi yang terkena

cedera

2) Luruskan daerah yang mengalami cedera, jika sulit pembidaian tetap dengan

posisi apa adanya


3) Berikan bantalan empuk pada daerah yang akan dilakukan pembidaian

4) Saat pembidaian jangan diikat terlalu ketat dan jangan terlalu kendor. Jangan

diikat pada bagian yang mengalami patah tulang

Gambar Pembidaian
(Sumber: Diklat PMI Yogyakarta 2014)

4. Memar

1) Kompres dengan es selama 12-24 menit untuk menghentikan perdarahan

kapiler

2) Istirahatkan untuk mencegah cedera ulang dan dapat mempercepat

pemulihan jaringan lunak yang rusak


3) Hindari benturan pada daerah yang mengalami cedera saat latihan maupun

saat pertandingan (Arovah 2010)

5. Sprain dan Strain

Pfeiffer (2009), penanganan cedera dengan teknik pertolongan RICE (Rest,

Ice, Compression, Elevation)

1. Rest

Mengistirahatkan tubuh saat terjadi cedera. Bertujuan untuk mencegah cedera

semakin parah dan mengurangi aliran darah yang menuju ke lokasi cedera.

2. Ice

Bertujuan untuk mengurangi peradangan. Kompres es akan membuat

penyempitan pada pembuluh darah pada daerah yang dikompres sehingga

dapat mengurangi aliran darah ketempat cedera dan meredakan peradangan.

Langkah pemberian pada lokasi cedera:

1) Es ditempatkan didalam kantong plastic dan kemudian dibungkus dengan

handuk atau kain bersih

2) Kompres dengan es dilakukan selama 2-3 menit

3) Jika penderita merasa kesemutan atau terlihat pucat yang merupakan tanda

vasokontriksi, maka dihentikan kompres es.

3. Compression

Bertujuan untuk mencegah pergerakan otot dan mengurangi pembengkakan.

Kompresi menggunakan boot tersebut, ankle tapping, gips, bidai. Longgarkan

kompresi jika mengalami kekebalan, kesemutan, atau pembengkakan pada

cedera.
4. Elevation

Dilakukan untuk menompang yang terkena cedera dengan alat agar daerah

yang cedera lebih tinggi dari permukaan jantung. Bertujuan untuk membantu

mengurangi pembengkakan dan nyeri

Anda mungkin juga menyukai