Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM AGRARIA

Disusun Oleh :
WILLY PRASETIYO
NPM : 17810048

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa karena berkat Rahmat-Nyalah makalah ini dapat terselesaikan. Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mengenai ‘Hukum
Agraria”,Selain itu juga untuk meningkatkan pemahaman saya mengenai materi.

Dengan membaca makalah ini penulis berharap dapat membantu teman-


teman serta pembaca dapat memahami materi ini dan dapat memperkaya wawasan
pembaca. Walaupun penulis telah berusaha semaksimal penulis, namun penulis
yakin bahwa manusia itu tak ada yang sempurna. Seandainya dalam penulisan
makalah ini ada yang kurang, maka itulah bagian dari kelemahan penulis.Mudah-
mudahan melalui kelemahan itulah yang akan membawa kesadaran kita akan
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak


yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan kepada pembaca yang
telah meluangkan waktunya untuk membaca makalah ini.Untuk itu saya selalu
menantikan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan
penyusunan makalah ini.

Metro, 15 November 2018

Penulis

ii
2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i


KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 2


2.1 Definisi Hukum Agraria ............................................................................... 2
2.2 Definisi Hak Atas Tanah .............................................................................. 3
2.3 Subjek Hukum Hak Milik Atas Tanah ......................................................... 4
2.4 Cara Memperoleh Hak Milik Atas Tanah .................................................... 5

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 8


3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 9

iii
3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat
mendasar.Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap
saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua
kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu
memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan
tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia,
maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan
adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam
masvarakat.Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau
lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan,
maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan
mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang
biasa kita sebut dengan UUPA.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Hukum Agraria ?
2. Apa pengertian dari Hak Atas Tanah ?
3. Bagaimana Subjek Hukum Hak Milik Atas Tanah ?
4. Bagaimana Cara Memperoleh Hak Atas Tanah ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Hukum Agraria
2. Untuk mengetahui Pengertian Hak Atas Tanah
3. Untuk mengetahui Subjek Hukum Hak Milik Atas Tanah
4. Untuk mengertahui Cara Memperoleh Hak Atas Tanah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hukum Agraria

Istilah tanah (agraria) berasal dari beberapa bahasa, dalam bahasas latin
agre berarti tanah atau sebidang tanah . agrarius berarti persawahan, perladangan,
pertanian. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia agraria berarti urusan
pertanahan atau tanah pertanian juga urusan pemilikan tanah, dalam bahasa
inggris agrarian selalu diartikan tanah dan dihubungkan usaha pertanian, sedang
dalam UUPA mempunyai arti sangat luas yaitu meliputi bumi, air dan dalam
batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung
didalamnya.

Hukum agraria dalam arti sempit yaitu merupakan bagian dari hukum
agrarian dalam arti luas yaitu hukum tanah atau hukum tentang tanah yang
mengatur mengenai permukan atau kulit bumi saja atau pertanian. Hukum agraria
dalam arti luas ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun tidak
tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu juga
ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.

Mr. Boedi Harsono mendefinisikan bahwa “ Hukum Agraria ialah kaidah-


kaidah hukum baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi,
air dan dalam batas-batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang
terkandung didalamnya.”

Drs. E. Utrecht SH mendefinisikan bahwa “Hukum agraria menguji


hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat
administrasi yang bertugas mengurus soal-soal tentang agraria, melakukan tugas
mereka.”

Bachsan Mustafa SH mendefinisikan bahwa “Hukum agrarian adalah


himpunan peraturan yang mengatur bagaimana seharusnya para pejabat
pemerintah menjalankan tugas dibidang keagrariaan”

2
2.2 Definisi Hak Atas Tanah

Hak atas tanah adalah hak atas permukaan bumi, yang berdimensi dua
dengan ukuran panjang dan lebar. Dasar dari pengaturan hukum pertanahan di
Negara kita adalah Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945. Dengan berlakunya Undang-
undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka diadakan pembaharuan
hukum bidang Agrariaan termasuk di dalamnya pembaharuan hak atas tanah yang
dapat dipunyai oleh orang-orang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

Pengertian Hak Atas Tanah Menurut UUPA Pada pasal 33 ayat (1) UUD
1945, dikatakan bahwa “bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam
yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara”. Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. Hak menguasai
dari Negara termaksud dalam UUPA (pasal 1 ayat 2) memberi wewenang
kepada negara untuk :
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
memeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-
orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.

Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal
2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik
sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum
(UUPA, pasal 4 ayat 1). pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada
diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan
dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini
dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

3
2.3 Subjek Hukum Hak Milik Atas Tanah

Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UUPA, maka yang dapat mempunyai Hak


Milik adalah:
a. Hanya warga Negara Indonesia dapat mempunyai Hak Milik
b. Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak
Milik dan syarat-syaratnya. Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) UUPA).
Badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut Pasal 1
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan
Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah, yaitu bank-bank yang
didirikan oleh negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan,
dan badan sosial. Menurut Pasal 8 ayat (1) Permen Agraria/Kepala BPN Np. 9
Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah
Negara dan Hak Pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat mempunyai
tanah Hak Milik adalah bank pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial
yang ditunjuk oleh Pemerintah.
c. Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-Undang ini memperoleh Hak
Milik karena Pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena
perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia yang mempunyai Hak
Milik setelah berlakunya Undang-Undang ini kehilangan kewarganegaraannya
wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak
diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan tersebut. Jika
sesudah jangka waktu itu lampau Hak Milik tidak dilepaskan, maka hak itu
hapus karena hukum dan tanahnya jatuh kepada Negara, dengan ketentuan
bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung.
d. Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesia juga memperoleh
kewarganegaran asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak miik
dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat (3) Pasal ini.”

Berdasarkan ketentuan tersebut maka hanya warga negara Indonesia


tunggal yang dapat mempunyai Hak Milik, orang asing tidak diperbolehkan untuk
mempunyai Hak Milik. Orang asing dapat mempunyai tanah dengan Hak Pakai

4
yang luasnya terbatas. Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai
subjek Hak Milik atas tanah, maka dalam waktu 1 tahun harus melepaskan atau
Mengalihkan Hak Milik atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
Apabila hal ini tidak dilakukan, maka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya
kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara (Pasal 21 ayat (3) dan
ayat (4) UUPA).

2.4 Cara Memperoleh Hak Milik Atas Tanah


Pengertian Hak Milik Atas Tanah dan Landasan Hukumnya. Pasal 20
berbunyi:
Ayat (2): “Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain":
a. Juga ayat ini menjelaskan sifat “zakelijk" dari hak milik. Karena tak bersifat
pribadi (persoonlijk) maka hak ini dapat dialihkan dan beralih kepada pihak
lain. Hak milik ini boleh dipandang seolah-olah bekerja terhadap semua orang.
b. Karena bersifat kebendaan, maka hak milik ini perlu didaftarkan. Satu dan lain
supaya dapat bekerja terhadap pihak lain itu.

Dengan singkat Ali Achmad Chomzah mengemukakakan,berdasarkan


pasal 20 UUPA, bahwa sifat-sifat hak milik sebagai berikut:
a. Turun-temurun. Artinya hak milik atas tanah dimaksud dapat beralih karena
hukum dari seorang pemilik tanah yang meninggal dunia kepada ahli waris.
b. Terkuat. Artnya hak milik atas tanah tersebut yang paling kuat di antara hak-
hak yang lain atas tanah.
c. Terpenuh. Artinya hak milik atas tanah tersebut dapat digunakan untuk usaha
pertanian dan juga untuk mendirikan bangunan.

Adapun cara Memperoleh Hak Milik Atas Tanah diatur dalam Pasal 22
UUPA berbunyi:
a. Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
b. Selain menurut cara sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini, hak milik
terjadi karena:

5
1. Penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
2. Ketentuan undang-undang

Mengenai terjadinya Hak Milik diatur dalam Pasal 22 UUPA menentukan


bahwa:
1. Menurut ketentuan Hukum Adat;
Atas dasar ketentuan Hukum Adat, Hak Milik dapat terjadi karena
proses pertumbuhan tanah di tepi sungai di pinggir laut. Pertumbuhan tanah
ini menciptakan tanah baru yang disebut "lidah tanah". Lidah tanah ini
biasanya menjadi milik yang punya tanah yang berbatasan.
Dengan demikian, maka terjadilah Hak Milik atas tanah hasil
pertumbuhan itu. Selain itu dapat juga terjadi Hak Milik karena "pembukaan
tanah". Misalnya tanah yang semula hutan, dibuka atau dikerjakan oleh
seseorang.
Tetapi dengan dibukanya tanah itu saja, Hak Milik atas tanah itu.
belumlah tercipta. Yang membuka, baru mempunyai "hak utama" untuk
menanami tanah itu. Kalau tanah itu sudah ditanami, maka terciptalah "Hak
Pakai". Hak Pakai ini lama-kelamaan bisa bertumbuh menjadi "Hak Milik,
kalau usaha atau modal yang ditanam oleh orang yang membuka tadi di atas
tanah itu terjadi terus-menerus dalam waktu lama.
Di sini "Hak Pakai" bisa bertumbuh menjadi "Hak Milik", yang
sekarang diakui sebagai Hak Milik menurut UUPA. Terlihatlah bahwa
terjadinya Hak Pakai menjadi Hak Milik itu memerlukan waktu. Lagi pula
memerlukan penegasan yang berupa pengakuan dari pemerintah.

2. Karena ketentuan Undang-undang;


Terjadilah Hak Milik yang kedua ini adalah atas dasar ketentuan
konversi menurut Undang-undang Pokok Agraria. Kita mengetahui bahwa
pada tanggal 24 September 1960, semua hak-hak atas tanah yang ada, diubah
menjadi salah-satu hak yang baru. Perubahan itu disebut"konversi".
Begitulah, maka ada hak-hak yang dikonversi menjadi Hak Milik,
yaitu yang berasal dari:

6
a. Hak Eigendom kepunyaan badan-badan Hukum yang memenuhi syarat;
b. Hak Eigendom yang pada tanggal 24 September 1960, dipunyai oleh
WNI tunggal dan dalam waktu 6 bulan datang membuktikan
kewarganegaraan-nya di Kantor KPT.
c. Hak Milik Indonesia dan hak-hak semacam itu, yang pada tanggal 24
September 1960, dipunyai WNI atau Badan Hukum yang mempunyai
syarat sebagai subjek Hak Milik.
d. Hak gogolan yang bersifat tetap; Cara terjadinya Hak Milik atas kekuatan
Undang-undang Pokok Agraria ini, tidak melalui suatu pertumbuhan,
tetapi terjadi seketika pada tanggal 24 September 1960. Begitu UUPA
berlaku terciptalah Hak Milik baru.

3. Menurut penetapan Pemerintah;


Cara terjadinya Hak Milik yang lazim, adalah cara yang ketiga ini,
yaitu yang diberikan oleh Pemerintah dengan suatu penetapan. Yang boleh
memberikan Hak Milik hanya pemerintah. Seorang pemegang hak atas tanah
lainnya tidak boleh memberikan Hak Milik. Yang boleh dilakukannya ialah
mengalihkan Hak Miliknya.
Tanah yang boleh diberikan oleh pemerintah dengan Hak Milik itu,
ialah Tanah Negara, yaitu tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Jadi
tidak ada hak fihak lain selain negara di atasnya.
Lahirnya Hak Milik berdasarkan penetapan pemerintah memerlukan
suatu proses yang berangkai. Proses itu dapat kita bagi sebagai berikut:
a. Mengajukan permohonan,
b. Pemeriksaan tanah;
c. Pengeluaran "Surat Keputusan Pemberian Hak Milik",
d. Memberi batas tanah;
e. Membayar "uang pemasukan";
f. Mendaftarkan hak;
g. Mendaftarkan hak;
h. Membuat "buku tanah"
i. Menyerahkan "sertifikat”

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengertian hukum agraria mempunyai arti atau makna yang sangat luas.
Pengertian agraria ialah keseluruhan kaidah-kaidah hukum baik tertulis maupun
tidak tertulis yang mengatur mengenai bumi, air dan dalam batas-batas tertentu
juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Hukum agraria memberi lebih banyak keleluasaan untuk mencakup pula di
dalamnya berbagai hal yang mempunyai hubungan pula dengannya, tetapi tidak
melulu mengenai tanah.

Hak Milik adalah hak terkuat dan terpenuh, tetapi di atas itu ada hak
pemerintah untuk mempergunakan tanah demi kepentingan umum dan pemilik
hak milik di berikann ganti rugi. Karena bersifat kebendaan, maka hak milik ini
perlu didaftarkan. Satu dan lain supaya dapat bekerja terhadap pihak lain itu.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/hukum-agraria-suatu-
pengantar/

http://mangihot.blogspot.com/2017/02/pengertian-dan-pembagian-hak-atas-
tanah.html

https://realmaczman.wordpress.com/2011/06/15/hak-atas-tanah-menurut-uupa/

https://adityoariwibowo.wordpress.com/2014/06/03/sekilas-tentang-hak-milik/

Anda mungkin juga menyukai