Anda di halaman 1dari 57

PEMERIKSAAN FISIK

NEUROLOGIS
Sumber: DeJong’s Neurologic
examination

PEMERIKSAAN FISIK N. I

Anamnesis penting untuk pasien gangguan olfaktori meliputi riwayat trauma, merokok, pemyakit
saluran pernafasan, nutrisi, riwayat pengobatan, dan paparan obat.

Pemeriksaan Fisik

- Harus dipastikan saluran hidung terbuka sebelum pemeriksaan penghidu, karena sebagian
besar
gangguan penghidu karena obstruksi selain karena rhinitis maupun
sinusitis.

- Lakukan pemeriksaan menggunakan stimulus


noniritasi

- Hindari bahan yang mengandung amonia karena mampu merangsang nervus


trigeminus
- Lakukan pemerikaan setiap nostril secara terpisah dengan menutup nostril yang lain, mata
pasien ditutup

- Cek apakah pasien mampu mencium bau, jika mampu minta untuk
identifikasi.

- Ulangi untuk nostril yang lain

- Sisi nostril yang kemungkinan mengalami kelainan dilakukan pemeriksaan terlebih


dahulu

- Untuk pemeriksaan bedside dapat digunakan pasta gigi, alkohol, sabun, pembersih mulut,
dan
bahan yang lain

- Persepsi bau lebih penting daripada identifikasi. Persepsi adanya bau mengidentifikasi
jaras
olfaktori sedangkan kemapuan identifikasi mengidentifikasi fungsi kortikal yang
bagus.

- Kemampuan persepsi bau walau tanpa mampu identifikasi menyingkirkan


anosmia.

Beberapa penyebab anosmia


persisten

• ​- Olfactory groove meningioma

- Smoking4

- Sellar/parasellar tumor
- Deviated nasal septum

- Neuro-olfactory tumor
(esthesioneuroblastoma)

- Nasal polyps

- Korsakoff's syndrome

- Intranasal tumors (e.g., epidermoid


carcinoma)

- Vitamin deficiency (B6, B12, A)

- Postviral

- Zinc or copper deficiency

- General anesthesia

- Craniocerebral trauma, including surgery

- Dental trauma

- Alzheimer's disease

- Chemical burns of the olfactory epithelium

- Parkinson's disease

- Normal aging

- Multiple sclerosis

- Pregnancy

- Congenital anosmia

- Meningitis

- Arhinencephaly
- Chemotherapeutic agents

- Olfactory dysgenesis

- Cadmium toxicity

- Kallmann's syndrome (hereditary hypogonadism with


anosmia)
- Antihistamines

- Propylthiouracil

- Familial dysautonornia

- Antibiotics

- Refsum's syndrome

- Levodopa

- Psychiatric conditions (depression, conversion disorder,


schizophrenia)

- Cocaine

- Amphetamines

- Chronic sinus disease

- Radiation therapy

Sindrom Foster Kennedy yang terdiri dari anosmia yang disertai atrofi optik ipsilateral
unilateral dan papiledema kontralateral, biasanya disebabkan karena pertumbuhan tumor di
regio orbitofrontal seperti pada kasus meningioma sulcus olfaktori. Anosmia dan atrofi ortik
karena penekanan secara langsung sedangkan papiledema karena peningkatan tekanan intra
kranial. Sindrom Pseudo-Foster keneddy jika gambaran kelainan oftalmologi diatas tanpa
disertai anosmia yang biasanya karena iskemia nervus optikus anterior.

Trauma kranioserebral dapat menyebabkan kerusakan nervus olfaktorius baik karena


mekanisme coup maupun counter coup. Komplikasi anosmia ditemukan 5 - 20% pada cedera
kepala baik berdiri sendiri maupun disertai diabetes insipidus dan rhinorea LCS. Insidensi
anosmia meningkat hingga 80% pada pasien dengan rhinorea LCS.

Anosmia dapat ditemukan pada penyakit dementia karena degeneratif terutama penyakit
Alzheimer's. Pemeriksaan kelainan penghidu merupakan metode untuk deteksi dini penyakit
dan membedakannya dengan kondisi yang lain seperti depresi. Disfungsi Olfactory ditemukan
pada pasien dengan Parkinson's disease.
PEMERIKSAAN FISIK N. II

PEMERIKSAAN FISIK

• Idealnya mata diperiksa secara terpisah antara mata kanan dan


kiri

• Lakukan pemeriksaan status luar mata sebelum melakukan pemeriksaan nervus


optikus

Pemeriksaan nervus optikus :

• Pemeriksaan tajam pengelihatan.

• Pemeriksaan pengenalan
warna.
• Pemeriksaan medan (lapangan)
pengelihatan.

• Pemeriksaan fundus (funduskopi).

Pemeriksaan penglihatan sentral (visual


acuity)

Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien
dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan
dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan
tepat oleh setiap mata (visus 6/6)

Pemeriksaan Penglihatan Perifer

Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan dengan: Tes
Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang digerakkan harus
berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa /
ballpoint) di gerakan

mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain
dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak boleh
melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus
normal.
Refleks Pupil

Respon cahaya langsung

Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap
cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal
pupil yang disinari akan mengecil.

Respon cahaya konsensual

Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran
yang sama.

Pemeriksaan fundus occuli (fundus


kopi)

Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada
fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah
terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan
vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.

Tes warna

Untuk mengetahui adanya polineuropati pada n.


optikus.
PEMERIKSAAN FISIK N. V

PEMERIKSAAN :

1. Fungsi motorik N. Trigeminus

2. Fungsi sensorik N.Trigeminus

3. Reflek Trigeminal

PEMERIKSAAN MOTORIK N. TRIGEMINUS

• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter & temporalis (palpasi


anterior otot
bukan lateral otot)
• Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah ( m. pterigoideus
lateralis)

• Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan( M.Pterigoideus


Medialis)

INTERPRETASI

Normal :

• Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris

• Rahang bawah berada ditengah


tengah

• Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan kanan dan
kiri
Kelainan :

• Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan kiri (-) /


melemah.

• Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke sisi m.pterigoideus lateralis yg


lumpuh.

• Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis yang lumpuh lebih


dangkal

Penjelasan dejong :

Penilaian fungsi motorik trigeminal dilakukan dengan memeriksa otot-otot pengunyahan. Massa
dan kekuatan otot masseters dan pterygoids dapat diukur dengan meraba otot-otot rahang
pasien. Sebuah teknik yang efektif adalah dengan menempatkan jari pemeriksa sepanjang
perbatasan anterior, bukan lateral, otot masseters bilateral. Ketika rahang ditutup jari-jari akan
bergerak maju, gerakan ini harus simetris pada kedua belah sisi. Kelemahan motorik unilateral
trigeminal menyebabkan penyimpangan rahang menuju sisi lemah pada pembukaan. Lidah juga
menyebabkan penyimpang ke arah sisi sesuai dengan lesi N XII. Jadi baik lidah dan rahang
menyimpang ke sisi kelemahan.
Observasi yang cermat dari pembukaan rahang sering petunjuk awal adanya suatu kelainan.
Kadang- kadang sulit untuk memastikan apakah rahang menyimpang atau tidak. Perhatikan
hubungan kedudukan garis tengah antara gigi seri atas dan bawah, yang merupakan indikator
yang lebih dapat diandalkan daripada gerakan bibir. Ujung hidung dan lekukan interincisural
harus berbaris. Teknik lain yang berguna adalah untuk menggambar garis vertikal di bagian atas
garis tengah dan bibir bawah menggunakan penanda. Ketidaksejajaran dua tanda vertikal
tersebut saat rahang dibuka menunjukkan penyimpangan. Jika mampu pasien dapat diminta
memindahkan rahang dari sisi ke sisi. Adanya kelemahan unilateral pasien tidak mampu untuk
memindahkan rahang kontralateral. Kelemahan otot pterygoids kanan menyebabkan
penyimpangan rahang ke kanan pada pembukaan spontan, dan ketidakmampuan untuk
menggerakkan rahang kiri pada perintah. Teknik lain untuk memeriksa fungsi motorik trigeminal
adalah meminta pasien mendorong dan menarik kembali rahang, dicatat setiap kecenderungan
adanya penyimpangan, dan memeriksa gigitan pasien pada stik dengan gigi molar. Kelemahan
sepihak otot yang diinervasi N. Trigeminal umumnya menandakan lesi yang melibatkan batang
otak, ganglion Gasserian atau akar motorik N. V di dasar tengkorak. Kelemahan bilateral
otot-otot pengunyahan dengan ketidakmampuan untuk menutup mulut (rahang menggantung)
menunjukkan penyakit motor neuron, yang mengalami gangguan transmisi neuromuskuler, atau
miopati. Adanya atrofi yang signifikan pada satu masseter, dapat dilihat adanya pendataran
pada sisi yang terlibat. Jarang ditemukan adanya fasikulasi atau gerakan abnormal tak
terkendali yang terjadi. Karena adanya persarafan bilateral maka lesi UMN unilateral jarang
menyebabkan penurunan fungsi motorik trigeminal yang signifikan. Mungkin ada kelemahan
unilateral yang ringan. Jumlah keterlibatan tergantung pada luasnya decussation. Pada lesi
bilateral supranuclear ada kemungkinan ditemukan paresis.
PEMERIKSAAN SENSORIK N. TRIGEMINUS

Dalam pengujian sensasi, sentuhan wajah, nyeri dan kadang-kadang suhu diperiksa dengan
cara yang sama seperti tempat lain pada tubuh, mencari daerah yang mengalami perubahan
sensasi. Lebih baik untuk meminta pasien merasakan apakah rangsangan kedua belah pihak
sama daripada untuk mengetahui perbedaan kedua belah pihak. Kadang-kadang berguna untuk
memeriksa lubang hidung, gusi, lidah, dan bagian dalam pipi. Proprioception tidak dapat diuji
secara memadai, namun dapat di uji kemampuan untuk mengidentifikasi angka yang ditulis
pada kulit.

Ada tiga hal dalam mengevaluasi sensasi wajah: (a) menentukan apakah kehilangan sensori
akibat proses organik atau nonorganik, (b) menentukan modalitas yang terlibat, dan (c)
mendefinisikan distribusi. Keluhan mati rasa di wajah umum terjadi, namun tidak semua karena
proses organik. Kehilangan sensori nyata wajah dapat menjadi temuan yang serius,
kadang-kadang menandakan keganasan. Berbagai metode dan trik untuk mendeteksi
kehilangan sensori nonorganik tidak sepenuhnya dapat diandalkan, dan diagnosis ini harus
dilakukan dengan hati-hati. Pasien dengan kehilangan sensori nonorganik mungkin memiliki
demarkasi daerah yang abnormal pada garis rambut bukan kulit kepala vertex. Pada hilangnya
fungsional sensorik wajah bagian bawah akan cenderung mengikuti garis rahang dan
melibatkan takik otot masseter, yang tidak diinervasi trigeminal
Pada batang tubuh kelainan sensorik organik biasanya berhenti pendek di midline karena
tumpang tindih dari sisi yang berlawanan, dan adanya pemisahan pada garis tengah
menunjukkan nonorganik. Temuan ini tidak dapat diandalkan pada pemeriksaan wajah karena
tumpang tindih yang kurang pada wajah, sehingga kehilangan sensori organik wajah dapat
memperpanjang ke garis tengah. Refleks kornea dan yg menyebabkan bersin harus normal
pada kasus hilangnya sensorik nonorganik. Memisahkan getaran di sepanjang garis tengah
konon tanda nonorganik. Karena tulang frontal dan mandibula merupakan tulang tunggal, tidak
boleh ada perbedaan dalam sensibilitas getaran di kedua sisi garis tengah. Pasien yang
melaporkan perbedaan dalam sensibilitas getaran pada pengujian hanya untuk salah satu sisi
midline mungkin merupakan kehilangan sensori nonorganik. Kehandalan tanda
ini belum divalidasi, bisa menyesatkan.

REFLEK-REFLEK NERVUS TRIGEMINAL

Reflek kornea, reflek bersin, dan reflek rahang adalah refleks yang paling sering dinilai dalam
mengevaluasi saraf trigeminal. Saraf afferent dari refleks ini dimediasi trigeminal. Beberapa
reflek eferen juga trigeminal (misalnya, reflek rahang), yang lain eferen melalui koneksi dengan
CN III, CN VII, atau jalur lainnya.

REFLEK MANDIBULA

Untuk memeriksa reflek rahang, pemeriksa menempatkan jari telunjuk atau ibu jari di tengah
dagu pasien, memegang mulut yang terbuka dengan santai, kemudian pukul jari pemeriksa
dengan hammer reflek. Respon adalah gerakan mandibula secara mendadak ke atas. Metode
lain untuk memperoleh refleks meliputi memukul dagu secara langsung dan menempatkan
spatel lidah diatas lidah atau gigi seri bawah, kemudian diikuti memukul dagu. Semua ini
menyebabkan respon mandibula secara bilateral. Respon unilateral kadang-kadang dapat
ditimbulkan dengan memukul sudut rahang. Impuls aferen refleks ini melalui bagian sensorik
dari saraf trigeminal, mungkin melalui radik mesencephalic, dan impuls eferen melalui bagian
motornya, pusat refleks dalam pons. Pada orang normal, reflek rahang aktif secara minimal aktif
atau bahkan absen. Penggunaan terbesar adalah untuk membedakan hiper-reflexia ekstremitas
karena lesi tulang belakang leher (di mana reflek rahang normal) dari hiper- reflexia generalis
(di mana reflek rahang meningkat seiring dengan peningkatan semua refleks lainnya). Refleks
rahang meningkat pada lesi yang mempengaruhi jalur corticobulbar di atas nukleus motorik,
terutama jika bilateral seperti pada pseudobulbar cerebri atau ​amyotrophic lateral sclerosis
(ALS). Kadang-kadang dimungkinkan muncul clonus rahang.

REFLEK KORNEA

Refleks kornea ditimbulkan oleh sentuhan ringan kornea dengan seuntai kapas atau tisu. Hal ini
digunakan untuk menilai fungsi N V1. Rangsangan idealnya harus dirangsang ke kornea bagian
atas, karena kornea yang lebih rendah pada beberapa individu mungkin diinervasi N V2.
Rangsangan harus dari bawah atau dari samping sehingga pasien tidak bisa melihatnya
(Gambar 15.9). Stimulus harus disampaikan ke kornea, tidak sclera. Jika ada bukti infeksi mata,
bagian yang berbeda dari kapas atau jaringan harus digunakan untuk dua mata. Rangsangan
seperti benda tumpul besar atau jari tidak boleh digunakan, bahkan pada pasien koma. Sebagai
tanggapan terhadap stimulus kornea, harus berkedip pada sisi ipsilateral (refleks langsung) dan
kontralateral (refleks konsensual) mata. Aferen refleks dimediasi oleh N V1 sedangkan eferen
reflek oleh N VII. Refleks berkedip adalah fungsi elektropsikologi di mana stimulus listrik dikirim
ke saraf trigeminal, dan respon dicatat dari otot-otot wajah. Hal ini dapat memberikan informasi
lebih lanjut tentang N V, N VII, dan hubungan antara mereka. H-refleks dapat diperoleh dari oto
masseter dan temporalis. Untuk lesi batang otak, lokalisasi lesi elektropsikologi sesuai dengan
temuan pencitraan.

Adanya lesi trigeminal unilateral baik respon langsung maupun konsensual mungkin tidak ada,
mata tidak berkedip. Stimulasi mata kontralateral menghasilkan respon langsung dan
konsensual yang normal. Lesi N. VII sesisi maka respon langsung mungkin terganggu, namun
refleks konsensual normal. Stimulasi kontralateral menghasilkan respon langsung normal, tetapi
respons konsensual terganggu. Lesi yang melibatkan koneksi trigeminofacial mungkin
menghasilkan penurunan kedua respon langsung dan konsensual. Refleks kornea mungkin
tertekan pada lesi kontralateral, terutama jika ada keterlibatan thalamic. Sensasi kornea dapat
terganggu pada pemakai lensa kontak.

REFLEK NASAL/BERSIN

Reflex stimulasi selaput lendir hidung dengan kapas, atau benda serupa menyebabkan
kerutan

hidung, penutupan mata dan pernafasan kuat yang menyerupai bersin Nervus ophthalmicus
cabang dari trigeminal menginervasi septum nasal dan saluran hidung bagian anterior. Aferen
refleks melalui CN V1, eferen melalui N. V, VII, IX, X, dan saraf motor dari sumsum tulang
belakang servikalis dan thorakalis.
PEMERIKSAAN ​OCULAR MOTOR NERVES (​ N III, IV, VI)

Pemeriksaan Keterangan

INSPEKSI

Inspeksi luar

Posisi kedua mata Inspeksi mata dari luar, apakah terdapat ​malalignment ​(strabismus)
yang
tampak.

Posisi palpebra - Inspeksi palpebra apakah terdapat:

- Ptosis

- Pseudoptosis (ptosis palsu, tanpa abnormlitas


levator)

- Retraksi, abnormal jika terlihatnya sklera di atas


limbus
kornea

- Asimetri

- Posisi palpebra terhadap pupil dan iris: posisi normal palpebra


atas
pada posisi primer adalah diantara limbus dan
pupil

Jarak fisura palpebra - Normalnya sama pada kedua mata

- Jika ragu, ukur jarak fisura palpebra dengan penggaris pada


posisi
primer dan upgaze

- Mengamati posisi palpebra saat istirahat dan saat gerakan


mata
Posisi bola mata sis
terhadap orbita - Enoftalmus
isi bola mata apakah terdapat

Pupil dan iris ​Inspeksi bentuk pupil dan iris dalam hal:

- Ukuran (miosis, midriasis) ​à ​normal diameter pupil 2-6


mm

- Bentuk (bulat, oval, irreguler)

- Letak (center, eksentrik) - Simetris (isokor, anisokor) ​à


perbedaan 0,25 mm masih dianggap
normal, lebih dari 2 mm diangap abnormal

- Sinekia

REFLEKS PUPIL

Refleks cahaya: Refleks cahaya langsung:

- Tes mata secara individual (satu


persatu)

- Fiksasi pandangan dengan pengelihatan


jauh

- Arahkan sinar secara oblik pada pupil


- Nilai refleks pupil

Refleks cahaya konsensual:

- Sama seperti refleks cahaya langsung, namun yang dinilai


mata
kontralateral

Refleks akomodasi: Akomodasi:

- Pandangan jauh ke depan, lalu melihat objek yang


dekat.

Konvergensi:

- Melihat objek yang dekat, dinilai respon


konvergensinya

Miosis

- Menilai konstriksi pupil saat melihat dekat


Refleks pupil lain: Refleks ciliospinal

- Menilai dilatasi pupil pada stimulasi nyeri di kulit leher


ipsilateral

Refleks oculosensori atau oculopupillary

- Menilai konstriksi pupil, atau dilatasi diikuti dengan konstriksi


pupil
pada stimulasi nyeri di mata dan
adneksanya

GERAKAN BOLA
MATA

Assesment fiksasi mata Menilai kemampuan fiksasi mata pada pengelihatan auh maupun
dekat.
Normal bila mampu memfiksasi mata dengan
stabil

Gerakan Gerakan mengejar (pursuit) ke arah enam posisi kardinal:

- Lateral

- Medial

- Medial Superior

- Medial Inferior

- Lateral superior

- Lateral inferior

Tes Konvergensi Melihat objek yang dekat, dinilai respon konvergensinya

Tes Saccadic Pasien melihat satu objek, kemudian secara cepat melihat objek lain,
dinilai:

- Kecepatan

- Magnitude

- Akurasi

Refleks Vestibulookular Pasien melihat satu objek, kemudian kepala digerakkan secara pasif
ke kiri
dan ke kanan, atas dan bawah.

Test Optokinetik Pasien diminta mengamati objek khusus, seperti target bergaris yang
bergerak atau ​rotating drum. ​Dinilai adanya nistagmus
optokinetik.

Nistagmus Gerakan oscilating pada mata, dapat fisiologis maupun patologis


TES
MALALIGNMENT
(DIPLOPIA)

Tes subjektif:

Red lens test ​Pasien mengenakan kacamata khusus berwarna merah pada kaca sebelah
kanan., kemudian diminta melirik pada keenam arah kardinal.
Cari karakteristik diplopia yang terjadi pada masing-masing
posisi.

Maddox rod test ​Maddox rod merupakan silinder plastik yang membentu garis vertikal
maupun horizontal, tergantung cara penggunaannya. Garis
vertikal digunakan untuk menilai diplopia horizontal, dan
sebaliknya.

Tes Objektif:
ulan) cahaya pada kornea, untuk
Test refleks pantulan knya deviasi mata
cahaya kornea
(​hirschberg test)

Cover test Cover-uncover test

- Untuk mengevaluasi strabismus kongenital dimana terdapat


deviasi
yang jelas

Alternate cover test

- Untuk menilai strabismus yang lebih ringan

Comitance ​Menilai konsistensi deviasi pada berbagai arah gaze

TES LAINNYA
opsoclonus
Occular bobbing, cade spontan menjauh dari titik
occular flutter,
Ocular motor apraxia ​Ketidakmampuan melakukan gerakan saccade untuk melihat
secara
horizontal, dan mengkompensasinya dengan berkedip atau gerakan
kepala.

​ erangan deviasi konjugasi upward involunter pada mata, dapat


Oculogyric crisis S
berlangsung singkat maupun
berjam-jam.

Ocular dysmetria ​Terdapatnya ​over m


​ aupun ​undershooting ​pada gerakan refiksasi yang
cepat
Pemeriksaan Nervus VII . Nervus Facialis
Nervus VII . Nervus Facialis
No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi ​A Pemeriksaan Motorik 1. Amati
wajah pasien dalam keadaan istirahat
utamanya saatberbicara, tersenyum , dan mengedipkan mata
Tidak ditemukan adanya anomali wajah saat pasien berbicara, tersenyum atau mengedipkan mata
2. Minta pasien untuk mengerutkan dahi secara cepat dua hingga tiga kali (Groucho Marx Manuver).
Amati pola dan panjang garis gerakan yang terbentuk diantara kedua alis atau saat wajah pasien
dalam keadaan rileks, tarik alis pasien keatas sambil meminta pasien untuk mengerutkan dahi untuk
melawan tahanan jari pemeriksa
Jika garis yang terbentuk menetap, maka tidak ditemukan lesi N. VII
3. Minta pasien untuk menutup mata perlahan, lantas memintanya untuk memejamkan mata secara
kuat. Cobalah untuk membuka mata pasien
Jika pasien dapat mengerutkan dahi dan mata tetap dalam keadaan tertutup, maka tidak ditemukan
lesi N. VII
4.Lakukan perbandingan bagian kanan bawah wajah dengan bagian kiri bawah, amati adanya
gambaran kelemahan pada satu sisi wajah yang mungkin timbul akibat kelemahan UMN. Minta pasien
untuk menutup mata seerat mungkin,dan amati:
a.Apakah pada lipatan pada kelopak mata (antara puncak kelopak mata dan bulu mata) seimbang
antara bagian kanan dan kiri wajah?
Tidak akan ditemukan lipatan pada kelopak mata pada sisi yang mengalami kelemahan otot wajah
b. Apakah kedalaman garis celah nasolabial seimbang antara bagian kanan dan kiri wajah?
Celah nasolabial akan tampak lebih dangkal pada sisi yang mengalami kelemahan otot wajah
c. Apakah tarikan garis senyum tampak seimbang antara bagian kanan dan kiri wajah?
Tarikan garis senyum akan tampak lebih pendek pada sisi yang mengalami kelemahan otot wajah 5.
Minta pasien untuk menangkupkan gigi atas dan bawah (gerakan menggigit), dan amati
sudut bibir yang terbentuk.
Pada sisi wajah yang mengalami kelemahan, akan terjadi keterlambatan pembentukkan sudut bibir
saat menggigit. 6. Minta pasien untuk bersiul Hembusan angin dari
siulan akan menghilang
siulan akan menghilang dari sisi bibir wajah yang mengalami kelemahan
7. Minta pasien untuk membuka mulut selebar mungkin. Amati bukaan mulut harus simetris, dan
jumlah gigi yang ditunjukkan antara sisi kanan/ kiri wajah (pembatasnya midline wajah) sama
Jumlah gigi yang tampak saat mulut dibuka umumnya lebih sedikit
dibanding sisi yang normal. 8.Minta pasien menangkupkan gigi (menggigit) dan tariklah sudut bibirnya
dengan memintanya untuk meringis untuk memunculkan platysma.

Pada pasien yang mengalami lesi Nervus VII : ​a.Mata terbuka lebih lebar, tidak
​ berkedip, terjadi
peningkatan airmata b. Tidak tampak lipatan dahi c. Pipi datar atau tampak jatuh d. Sudut bibir
tampak lebih rendah dibanding sisi normal
e. Pipi "hilang" (flappy) saat berbicara f. Garis midsagital mulut tertarik dominan kearah sisi normal
B Pemeriksaan Sensoris
1. Rasa a. Minta pasien untuk menjulurkan lidah. Pasien dapat merasakan
sensasi rasa pada lidah dengan tepat. b. Letakkan permukaan dorsal jari telunjuk kiri pemeriksa
secara horizontal pada dagu pasien, sambil menahan kassa/ tissue yang melapisii jari telunjuk
pemeriksa c. Ketika lidah menjulur, tahan posisinya diantara jari telunjuk dan ibu jari yang telah
dilapisi kassa/ tissue
d. Minta pasien untuk mengangkat tangannya (tidak perlu berkata) ketika merasakan sesuatu e.
Sebagai bahan penguji dapat menggunakan stik aplikator yang telah dilumuri substansi rasa (manis,
asam, pahit, asin)
f. Pengujian dilakukan dalam kurun waktu 5- 10 detik
C. Pemeriksaan Refleks 1.Refleks Orbicularis Occuli Focal
a. Dilakukan penarikan kulit di bagian lateral hingga bagian luar cantus dengan ibu jari dan telunjuk
Pada keadan normal terjadi kontraksi pada daerah orbicularis occuli yang ditandai dengan
menutupnya mata b. Dilakukan pengetukan cepat pada ibu jari /
telunjuk tsb
2. Refleks Orbicularis Non Focal (SUpra Orbital, trigminofacial, Mc Carthy's,
Nasopalbebral, Ketukan Glabella, Myerson's)
a. lakukan pengetukan pada tepi luar daerah supraorbital, glabella, daerah sekitar orbita,
atau dapat pula dilakukan dengan pengetukan pada daerah dahi (hingga batas garis rambut)
Pada keadaan normal ditandai dengan kedipan mata bilateral , yang
umumnya secara normal dapat diinhibisi
3. Refleks auditory palpebral atau auro atau akustiopalpebral, cochleopalpebral atau
cochleo-orbicularis a. Berikan rangsangan berupa gelombang suara keras secara tiba-tiba pada
pasien
Pada keadaan normal ditandai dengan refleks menutup mata, umumnya bilateral tetapi refleks lebih
sering pada sisi ipsilateral
4. Reflks Visuopalpebral, visual orbicularis, opticofacial, kedip, atau reflex Menace
a. Berikan rangsangan berupa cahaya yang kuat secara tiba-tiba pada pasien
Pada keadaan normal ditandai dengan refleks menutup mata
5.Refleks Emergency Light
Pada keadaan normal,
a. Berikan rangsangan berupa cahaya yang kuat secara tiba-tiba pada pasien ​
ditandai dengan refleks menutup mata yang disertai dengan kontriksi pupil, letak alis mata yang
merendah, fleksi pada leher, dan sesekali disertai dengan munculnya elevasi pada lengan.
6. Refleks Trigeminofacial, Trigeminopalpebral, atau Trigemino- Orbicularis a. Berikan rangsangan
berupa nyeri pada daerah wajah atau area sekitar mata; atau dapat dibangkitkan dengan
menghembuskan angin atau dengan panas/dingin pada daerah wajah/ sekitar mata
Pada keadaan normal ditandai dengan refleks menutup mata
7. Refleks Bells Phenomenon a.Pasien diminta untuk memejamkan mata, amati pergerakan bola mata
Pada keadaan normal, ketika mata terpejam, bola mata umumnya mengarah kebawah 8. Refleks
Orbicularis-Oculi a.Lakukan pengetukan pada bagian atas bibir atau pada bagian tepi dari hidung
Pada keadaan normal, terjadi kontrakasi pada otot yang mengangkat sudut bibir 9. Chovstek Sign a.
Lakukan pengetukan dengan ujung jari telunjuk, tengah , dan manis percabangan
Pada keadaan Normal, tidak akan muncul
telunjuk, tengah , dan manis
percabangan n.fasialis depan telinga
tidak akan muncul
kontraksi pada otot fasial

Hasil positif ditemukan


pada penderita tetanus.

Pemeriksaan nervus VIII


Nervus Koklearis No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan
Interpretasi ​A suara bisik 1. Rinne

Pemeriksaan Garpu
– Schwabach memendek
– Schwabach memendek
B
: Getarkan garputala,
pd proc.mastoideus penderita –
garputala tdk di dengar lg oleh
ndahkan ke proc.mastoideus 3. Weber

– Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria penderita.


– Tanyakan kpd penderita ke telinga mana
suara garputala terdengar lebih keras. 4.
Bing
– Getarkan garputala dan tempatkan pd calvaria
penderita. Tidak Interpretasi :
– Sumbatlah salah satu lubang telinga penderita. – Tanyakan kearah telinga mana terdengar suara
garputala lebih keras.
Bing + : lateralisasi ke telinga yg disumbat Bing - : tidak ada lateralisasi
Vestibularis
b. Apa Pemeriksaan keseimbangan : 1. Uji romberg Jalan ditempat dengan mata tertutup
Mengerak-gerakkan kedua anggota bagian atas, keatas, kebawah dengan mata tertutup
Celah Interpretasi : Romberg + Jalan berubah arah kesisi labirin yg rusak Deviasi kearah labirin yg
rusak
Pemeriksaan Nervus IX dan X
Nervus IX, X No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi ​A
Pemeriksaan Motorik
Normal : Simetris lengkung langit-langit A.INSPEKSI LENGKUNG LANGIT-LANGIT
Kelainan : Lengkung langit- Minta penderita membuka mulut & suruh
langit yg sehat bergerak ucapkan “Ah,Ah”
keatas Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi
Lengkung langit-langit yg uvula
lumpu tertinggal.
B. Pemeriksaan fungsi menelan – Minta penderita minum air – Perhatikan mampu minum air atau air
masuk ke hidung
Normal : mampu minum air dg baik.
Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX bilateral
C.Pemeriksaan Fonasi suara Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”
normal
kelainan suara sengau
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
Interpretasi :
normal
kelainan :
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis Inspeksi sekresi kelenjar ludah
kelainan : sekresi ludah -
3.Pemeriksaan Fungsi Sensorik A.Replek muntah Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Refleks muntah +/-
B. Pemeriksaan Fungsi pengecapan – Minta pasien menjulurkan lidahnya. – Bersihkan lidah penderita
pd 1/3 bagian belakang. – Berilah rangsangan pengecapan pd lidah 1/3 belakang
Pemeriksaan Nervus XI, XII
Nervus XI . Nervus Accessorius No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi ​A
Pemeriksaan Otot Sternomastoideus
Pada keadaan normal 1.Letakkan salah satu tangan pemeriksa pada
ukuran dan kekuatan Otot sisi kanan kepala pasien
relatif sama. 2. Minta pasien untuk menolehkan kepala ke arah kanan sejauh mungkin. Atau
pemeriksa berusaha mengembalikan kepala kearah depan, sambil meminta pasien menahan posisi
kepala yang sudah menoleh dengan terlebih dulu 3. Amati ukuran dan kekuatan dari otot
Sternomastoideus kiri. Langkah serupa dapat dilakukan untuk otot Sternomastoideus kanan (kepala
ditolehkan ke kiri) B Pemeriksaan Otot
Trapezius 1. Pemeriksa berdiri di belakang pasien.
2.Amati leher pasien, punggung dan bahu. Apakah tampak simetris? Apakan ototnya memiliki ukuran
dan bentuk yang cenderung sama di kedua sisi tubuh?
Pada keadaan normal ukuran dan kekuatan Otot relatif sama.
3. Tahan bagian atas otot bahu dengan tangan sambil meminta pasien mengangkat bahunya keatas
setinggi telinga
Pada keadaan normal kekuatan Otot terkait mampu melawan tahanan tangan pemeriksa.
Nervus XII . Nervus Hipoglossus No Jenis Pemeriksaan Mekanisme Pemeriksaan Interpretasi
1. Minta pasien untuk membuka mulut tanpa menjulurkan lidah a. Lihat kedalam mulut . Amati lidah
pasien, apakah mendatar, menggulung, bergerak gerak, atau diam.
Pada kelemahan N XII lidah akan tampak lebih rendah posisinya dibandingkan letak lidah normal. b.
Amati apakah garis tengah lidah berada pada garis tengah mulut
Pada kelemahan N XII garis tengah lidah tidak berada tepat di garis tengah mulut (deviasi)
2. Minta pasien untuk menjulurkan lidah secara lurus
a. Pada orang normal, lidah terjulur tepat pada garis tengah mulut b.Pada kelemahan N. XII lidah
umumnya menjulur kearah sisi yang lemah
Pemeriksaan Motorik

Kekuatan otot

The Medical Research Council Scale of Muscle


Strength

0 Tidak ada kontraksi 1 Ada kontraksi otot 2 Gerakan


aktif tidak bisa melawan gravitasi 3 Gerakan aktif
melawan gravitasi 4- Gerakan aktif melawan gravitasi
dan tahanan ringan 4 Gerakan aktif melawan gravitasi
dan tahanan sedang 4+ Gerakan aktif melawan
gravitasi dan tahanan berat 5 Kekuatan normal

Pemeriksaan Gerakan dan Otot-Otot Leher

Gerakan utama leher adalah fleksi, ekstensi, rotasi, dan abduksi


lateral Pemeriksaan fleksi leher:
-Pasien dalam posisi berbaring telentang atau duduk. -Tangan kanan pemeriksa diletakkan di
dada pasien. -Pasien diminta untuk menempelkan dagunya ke dada, sementara tangan kiri
pemeriksa memberikan tahanan di dahi pasien. -Kontraksi otot sternokleidomastoid, platysma,
dan otot fleksor lainnya dapat dilihat dan dipalpasi. -Nilai kekuatan gerakan Pemeriksaan
ekstensi leher:

-Pasien dalam posisi berbaring telungkup atau duduk -Tangan kanan pemeriksa
diletakkan di punggung pasien. -Pasien diminta untuk mengekstensikan lehernya,
sementara tangan kiri pemeriksa memberikan tahanan di oksipital pasien. -Kontraksi otot
trapezius dan otot ekstensor lainnya dapat dilihat dan dipalpasi. -Nilai kekuatan gerakan.

Pemeriksaan Gerakan dan Otot-Otot Ekstremitas


Atas

Pemeriksaan rhomboid:

-Tangan pasien di pinggul -Pemeriksa


mendorong siku pasien ke depan -Pasien
diminta melawan dorongan tersebut
Pemeriksaan Trapezius:
-Tangan pasien di pinggul -Pemeriksa
memberikan tahanan di bahu pasien -Pasien
diminta melawan tahanan tersebut
Pemeriksaan Deltoid:

-Pasien diminta melakukan gerakan abduksi lengan hingga 90​◦​, melawan dorongan
pemeriksa Pemeriksaan Supraspinatus:

-Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bahu pasien guna melakukan palpasi
supraspinatus, sementara tangan lainnya memberikan tahanan di lengan bawah pasien
-Pasien diminta melakukan abduksi bahu kurang dari 15o

Pemeriksaan Pektoralis Mayor:

-Lengan pasien dalam posisi abduksi dan tangan pasien memegang lengan
pasien -pasien diminta mengadduksikan lengannya melawan tahanan
pemeriksa Pemeriksaan Latissimus dorsi
-Lengan kanan pasien dalam posisi abduksi ditahan oleh tangan kanan
pemeriksa -Pasien diminta mengadduksikan lengannya -Tangan kiri
pemeriksa meraba m.latissimus dorsi Pemeriksaan Rotasi Eksternal Lengan

-Sendi siku pasien difleksikan 90o -Pasien diminta melakukan gerakan rotasi eksternal
pada lengan bawahnya ke arah lateral dengan melawan tahanan Pemeriksaan bisep
brachii:

-Pasien diminta memfleksikan sendi siku melawan


tahanan
Pemeriksaan Trisep brachii:

-Letakkan siku pasien di posisi antara fleksi dan ekstensi -Minta pasien untuk
mengekstensikan sikunya atau menahan posisinya dari tahanan pemeriksa Pemeriksan
brachioradialis:
-Dalam posisi semipronasi, pasien diminta memfleksikan lengan bawahnya melawan
tahanan pemeriksa Fleksi Wrist:

-Pasien diminta menahan usaha pemeriksa mengekstensikan pergelangan tangan


pasien Ekstensi wrist:

-Lengan bawah pasien di pegang pemeriksa dalam posisi pronasi dan pergelangan tangan
setengah ekstensi -Pasien berusaha menahan usaha pemeriksa memfleksikan tangan
pasien Tangan dan Jari Pemeriksaan Fleksor Digitorum Profundus: -Pasien diminta
menahan usaha pemeriksa untuk mengekstensikan falang distal sementara falang media
difiksasi

Pemeriksaan fleksor digitorum sublimis: -Pasien diminta menahan usaha pemeriksa untuk
meluruskan jari-jari pada sendi interfalang pertama Pemeriksaan ekstensor digitorum comunis:
-Dengan tangan diluruskan dan sendi interfalang diekstensikan, pasien diminta menahan
usaha pemeriksa untuk memfleksikanjari pada sendi metacarpofalangeal Ekstensi falang
distal dan media: -Pemeriksa memfiksasi sendi metacarpofalangeal -Pasien diminta untuk
mengekstensikan jarinya melawan tahanan pemeriksa Pemeriksaan fleksor policis longus:
-Pasien diminta menahan upaya pemeriksa untuk mengekstensikan falang distal ibu jari
sementara falang proksimal difiksasi Pemeriksaan Ekstensor policis longus: -Pasien diminta
melawan fleksi pasif ibu jari pada sendi interfalangeal Pemeriksaan Ekstensor policis brevis:
-Pasien diminta melawan fleksi pasif ibu jari pada sendi metacarpofalangeal Pemeriksaan
abduktor policis longus: -Pasien diminta mengabdusikan ibu jari pada bidang sejajar telapak
tangan Pemeriksaan policis opponen: -Pemeriksa menahan ibu jari pasien -Pasien diminta
melawan tahanan sehingga ibu jari bisa menyentuh ujung jari kelingking
Pemeriksaan opponen digiti minimi: -Pasien diminta menggerakan jari kelingkingnya
yang diekstensikan pemeriksa menuju ibu jari

Pemeriksaan Otot abdomen


Pemeriksaan otot abdomen: -Pasien dalam posisi telentang diminta mengangkat
kepalanya melawan tahanan pemeriksa Pemeriksaan ekstensor tulang belakang:
-Pasien dalam posisi telungkup diminta mengangkat kepala dan bagian atas truncus
Pemeriksaan otot abdomen dan otot fleksor tulang belakang: -Pasien mencuba untuk
bangkit dan duduk dari posisi berbaring tanpa menggunakan tangan

Pemeriksaan Gerakan dan Otot Ekstremitas


Bawah

Pemeriksaan fleksor paha:

-Pasien diminta memfleksikan paha melawan tahanan pemeriksa, lutut difleksikan dan
tungkai bertumpu pada lengan pemeriksa Pemeriksaan ekstensor paha di bagian
pinggul:

-Pasien berbaring telungkup dengan tungkai difleksikan di lutut


-Pasien diminta mengekstensikan paha melawan tahanan pemeriksa
-Kontraksi gluteus maximus dan ekstensor lain dapat dilihat dan
dipalpasi Pemeriksaan Abduksi paha di bagian pinggul:

-Pasien telentang, diminta untuk menggerakkan tungkai ekstensi keluar melawan tahanan
pemeriksa -Kontraksi gluteus medius dan tensor fascia latae dapat dipalpasi Pemeriksaan
Adduksi Paha di Pinggul:
-Pasien telentang dengan posisi tungkai ekstensi -Pasien diminta
mengadduksikan tungkai melawan tahanan pemeriksa -Kontraksi
otot adduktor dapat dilihat dan dipalpasi Pemeriksaan rotasi
internal paha:

-Pasien berbaring telungkup dengan tungkai fleksi di lutut -Pasien diminta


menggerakkan kakinya ke lateral sehingga memutar paha medial
Pemeriksaan fleksi lutut:

-Pasien berbaring posisi telungkup, diminta untuk mempertahankan fleksi lutut sementara
pemeriksa berusaha mengekstensikan lutut pasien. Pemeriksaan Sartorius:

-Pasien dalam posisi paha difleksikan dan rotasi lateral, lutut fleksi
sedang -Pasien diminta memfleksikan lututnya melawan tahanan
pemeriksa Pemeriksaan ekstensi tungkai :

-Pasien berbaring telentang, diminta untuk mengekstensikan tungkai di sendi lutut melawan
tahanan pemeriksa -Kontraksi quadrisep femoris dapat dilihat dan dipalpasi

Pemeriksaan fleksi plantar kaki:


-Pasien diminta melakukan gerakan fleksi plantar kaki pada pergelangan kaki melawan
tahanan pemeriksa -kontraksi gastrocnemius dan otot-otot yang terkait dapat dilihat dan
diplapasi Pemeriksaan dorsofleksi (ekstensi)kaki:

-Pasien diminta melakukan gerakan dorsofleksi kaki melawan tahanan


pemeriksa

-Pasien diminta melakukan gerakan fleksi jari-jari kaki melawan tahanan


pemeriksa
Pemeriksaan Tonus Otot

-Ciptakan suasana rileks -Amati apakah ada postur yang abnormal atau posisi istirahat yang
menunjukkan perubahan tonus -Palpasi otot -Lakukan manipulasi pasif meliputi ekstensi, fleksi,
dan range of motion secara lambat maupun cepat

Tes Tonus Babinski

-Lengan diabduksikan setinggi bahu -Lengan bawah difleksikan pada siku secara
pasif -Hipertonisitas : fleksibilitas menurun dan gerakan fleksi pasif tidak dapat
dilakukan Hipotonisitas : fleksibilitas meningkat dan gerakan fleksi pasif lebih
cepat dari normal

Tes Head Dropping

-Pasien berbaring tanpa bantal, rileks, mata ditutup, dan alihkan perhatiannya -Pemeriksa
menempatkan satu tangannya di bawah oksiput pasien untuk melindungi kepala pasien
-Kontraksi tibialis posterior dapat dilihat dan
dipalpasi Pemeriksaan dorsofleksi (ekstensi)jari kaki:

-Pasien diminta melakukan gerakan dorsofleksi kaki -Tendons extensors digitorum dan
hallucis longus dan extensor digitorum brevis dapat dilihat dan dipalpasi. Pemeriksaan
fleksi jari-jari kaki:
-Tangan yang lain mengankat kepala pasien dengan cepat dan kemudian menjatuhkannya
-Normal jika kepala akan turun dengan cepat ke tangan pemeriksa yang melindungi kepala
pasien tersebut -Rigiditas ekstrapiramidal: kepala akan jatuh secara lembut dan lambat
-Meningismus: adanya tahanan pada fleksi leher

Pendulousness of the
Legs

-Pasien duduk di tepi meja, rileks, kaki menggantung bebas -Pemeriksa mengekstensikan
kedua tungkai secara horizontal kemudian melepaskannya atau mendorong tungkai
tersebut ke belakang dengan cepat -Normal : kaki akan berayun dan jangkauan ayunan
akan berkurang dan menghilang setelah 6-7 osilasi Ekstrapiramidal rigiditas: penurunan
waktu ayunan, kualitas respon normal Spastisitas: gerakan jerky dan ireguler, gerakan maju
lebih cepat dan lebih besar daripada gerakan mundur, pola zigzag Hipotonus : respon
meningkat, jangkauan ayunan meningkat, osilasi lebih lama

Test shoulder shaking

-Pemeriksa menggoncang bahu pasien dengan cepat -Amati


gerakan timbal balik dari lengan -Penyakit ekstramidal :penurunan
rentang ayunan lengan -Hipotonus(penyakit serebellar): ayunan
lengan lebih besar dari normal

Uji Arm Dropping

-Pemeriksa dengan cepat mengangkat lengan pasien setinggi bahu, kemudian


dijatuhkan -Spastisitas : gerakan jatuh lebih lambat -Hipotonus : gerakan jatuh lebih
cepat
PEMERIKSAAN SENSORI

SENSASI EKSTEROCEPTIF

1. Sensasi Nyeri - Sebelum pemeriksaan, pasien dijelaskan perintah


yang akan diberikan dan respon yang diharapkan. - Pasien menutup mata
selama pemeriksaan.
- Stimulus nyeri dengan instrumen yang bisa
menimbulkan nyeri tapi tidak menyebabkan
perdarahan, pada satu sisi tubuh ke sisi yang lain.

- Pasien ditanya apakah stimulus terasa tajam satu


sisi dan sisi yang lain. Selalu ditanyakan “apakah
rasanya sama dengan yang ini?”. Hindari
pertanyaan ”apakah rasanya berbeda?”, atau
“mana yang terasa lebih tajam?”.
- Pasien yang kooperatif bisa menggambarkan area
yang mengalami gangguan sensori, yang kemudian
dibandingkan dengan gambar distribusi sensori.

2. Sensasi Temperatur - Sebelum pemeriksaan, pasien dijelaskan


perintah
yang akan diberikan dan respon yang diharapkan. - Pasien menutup mata
selama pemeriksaan

- Sensasi temperatur dilakukan dengan botol berisi


air hangat dan dingin, atau dengan menggunakan
obyek yang bervariasi suhunya (garputala).
Idealnya, untuk uji dingin stimulus harus bersuhu 5
̊C-10 ̊C, dan untuk hangat 40 ̊C-45 ̊C.

- Pasien ditanya apakah stimulus terasa panas atau


hangat pada satu sisi dan sisi yang lain. Selalu
ditanyakan “apakah rasanya sama dengan yang
ini?”. Hindari pertanyaan ”apakah rasanya
berbeda?” atau “mana yang terasa lebih panas atau
dingin?”.

- Pasien yang kooperatif bisa menggambarkan


area
yang mengalami gangguan sensori, yang
kemudian dibandingkan dengan gambar distribusi
sensori.

3. Sensasi Taktil - Sebelum pemeriksaan, pasien dijelaskan perintah


yang akan diberikan dan respon yang diharapkan. - Pasien menutup mata
selama pemeriksaan.

- Dilakukan sentuhan ringan dengan


menggunakan
kertas tisu, sentuhan jari, sikat halus, kapas,
bulu.
- Ditanyakan ke pasien apakah stimulus terasa
atau
tidak. Pasien juga menyebutkan area
yang terstimulasi.

SENSASI PROPRIOSEPTIF

1. Sensasi Pergerakan - Sebelum pemeriksaan, pasien dijelaskan perintah yang


akan
diberikan dan respon yang diharapkan. - Pasien menutup mata selama pemeriksaan.
- Jari yang akan diperiksa dalam kondisi relaks, dipisahkan
dari jari lainnya, kemudian digerakkan secara pasif ke atas
atau ke bawah. Awal gerakan, ditanyakan arah gerakan.
Kemudian gerakan dipercepat pelan-pelan sampai cepat
sekali dan pasien

menyadari gerakan.

2. Sensasi Posisi - Sebelum pemeriksaan, pasien dijelaskan perintah yang akan


diberikan dan respon yang diharapkan. - Pasien menutup mata selama pemeriksaan. -
Salah satu jari pasien diletakkan pada berbagai posisi,
kemudian pasien disuruh menggambarkan posisi tersebut atau
menirukan dengan tangan lainnya - Kaki pasien digerakkan
secara pasif, kemudian pasien disuruh
menunjukkan ibu jari kaki atau tumit. - Salah satu ekstremitas atas dijulurkan,
kemudian digerakkan
secara pasif ke atas dan ke bawah, kemudian pasien disuruh
menirukan pada ekstremitas atas lainnya pada level yang
sama. - Salah satu tangan pasien digerakkan secara pasif,
kemudian pasien disuruh menggenggam ibu jari atau telunjuk
dengan
tangan lainnya.
SENSAS I GETARAN

Sensasi Getaran- Garputala 128 Hz yang bergetar diletakkan di tonjolan


tulang, pada umumnya di sendi interphalangeal dorsum pedis, dan ditunggu
sampai pasien tidak merasakan getaran.

- Pemeriksa mengambil garputala, kemudian diletakkan di


dorsum pedis, kemudian ditanyakan ke pasien apakah bisa
merasakan.

- Garputala 128 Hz yang bergetar juga diletakkan di tempat


lain seperti malleolus, tibia, spina illiaca anterior superior,
sacrum, processus spinosus vertebra, sternum, clavicula,
processus styloideus radius dan ulna, persendian jari.
Kemudian ditanyakan ke pasien apakah merasakan getaran
atau dengungan. Kurangi intensitas getaran garputala, ulangi
stimulus, kemudian diberitahukan pada pasien “ini hanya
disentuhkan”. Bandingkan kedua stimulus.

- Selalu bandingkan dengan sisi homolog pada kedua


sisi.

- Interpretasi: sensasi getar normal bila pasien masih bisa


merasakan garputala meskipun sudah tidak
bergetar.

SENSASI TEKANAN

Sensasi Tekanan- Dilakukan sentuhan yang kuat pada kulit


atau
tekanan pada struktur dalam (otot, tendon,
saraf), menggunakan jari atau benda tumpul.

- Pasien diperintahkan untuk mendeteksi


.dan
melokalisir tekanan.

SENSASI NYERI DALAM ATAU NYERI TEKANAN

Sensasi Nyeri Dalam atau Nyeri Tekanan Nyeri dalam diperiksa dengan cara
menekan otot,
tendon, atau testis; menekan kuat dan hiperfleksi
kuat sendi interphalangeal tangan; penekanan
kuat dasar kuku dengan palu reflek atau gigi
garputala.

FUNGSI SENSORI CEREBRAL

1. Stereognosis - Pasien diperintahkan untuk membedakan koin,


mengidentifikasi ukiran huruf dari kayu atau fiber,
atau menghitung jumlah titik pada domino.

- Harus dibandingkan kedua tangan.


Kelainan
unilateral

2. Graphestesia - Pemeriksa menulis angka (3 dan 4) atau huruf


dengan tinggi sekitar 1 cm di bantalan jari,
ukuran lebih besar di tempat lain (palmar,
dorsum pedis).

- Interpretasi:

Normal: pasien mampu menjelaskan arah


gerakan stimulus goresan.

3. Two-point Discrimination - Sebelum pemeriksaan, pasien dijelaskan perintah


yang akan diberikan dan respon yang diharapkan. - Pasien menutup mata selama
pemeriksaan
- Pemeriksaan dimulai dengan stimulus two-point,
dengan jarak agak jauh, kemudian one-point, dan
two-points dengan jarak dekat sehingga dirasakan
seperti one-point.

- Kemudian stimulus one-point dan two-point


dilakukan secara acak dan berdekatan
sampai pasien melakukan kesalahan.

- Interpretasi

Normal: two-point discrimination dengan jarak


minimum 1 mm di ujung lidah, 2-3 mmdi bibir, 2-
4 mm di ujung jari, 4-6 mm di dorsum jari, 8-12
mm di palmar, 20-30 mm di punggung tangan,
dan 30-40 mm di dorsum pedis.

4. Atensi Sensori - Pemeriksa melakukan stimulus sentuhan ringan


pada lokasi yang homolog di kedua sisi
tubuh.

- Interpretasi

Abnormal bila salah satu stimulus tidak


dapat dirasakan.

5. Gnostic atau Fungsi Recognisi lain - Pemeriksa menanyakan identifikasi salah


satu
tungkai/lengan atau satu sisi tubuh.

- Interpretasi

Agnosia bila pasien tidak dapat menyadari satu


sisi tubuh atau bagian tubuh yang lain.
REFLEX EXTREMITAS ATAS
Pemeriksaan interpretasi
Reflek Biceps ​1 Tangan diletakan pada pangkuan pasien atau pemeriksa
menahan lengan pasien dengan siku diletakan pada tangan pemeriksa
respon positif jika didapatkan fleksi lengan di siku
2 Lengan atas relaksasi dan lengan bawah sedikit pronasi 3 Pemeriksa menempatkan permukaan
palmar dari ibu jarinya pada tendon bicep pasien di
pertengahan antara fleksi dan ekstensi
4 ketuk permukaan ekstensor dengan palu reflek.
Reflek Triceps 1​ Lengan diletakan pada pertengahan antara keadaan fleksi dan
ekstensi, dapat diletakan pada pangkuan pasien, pada paha atau pangkal paha atau pada tangan
pemeriksa.
Refleks Brachioradialis ​1 Lengan bawah pada posisi semifleksi dan semipronasi
menyebabkan fleksi siku dengan variable supinasi
respon positif jika terdapat fleksi lengan bawah di siku dan supinasi tangan 2 Ketuk tepat di atas
prosesus styloid dari radius
Wartenberg Sign's 1 ​ Meletakan tangan pasien pada permukaan yang solid dalam
keadaan supinasi dengan jari-jari sedikit menekuk
respons feksi jari pasien dan phalanx distal dari ibu jari 2 Pemeriksa menempatkan jarinya
berlawanan dengan jari pasien
3 Menekan punggung jari pemeriksa dengan palu reflek
Wartenberg Sign's (Cara alternatif) 1 ​ Pasien menahan tangan di udara dengan telapak tangan
mengarah ke bawah
respons feksi jari pasien dan phalanx distal dari ibu jari 2 Pemeriksa menyentuh jari dengan telapak
tangan terbuka, dengan pukulan dihantarkan dari atas ke
respon positif apabila terdapat ekstensi lengan bawah di sendi siku
Ketuk tendon tricep hanya pada bagian atas tempat insersesinya pada prosesus olecranon dari ulna
bawah ​Refleks Scapulohumeral
1 Ketuk batas vertebra dan scapula, baik di ujung tulang
belakang atau pada dasarnya di dekat sudut inferior
respon elevasi scapula, adduksi dan rotasi eksternal dari humerus ​Reflek Deltoid 1 ​ Ketuk daerah
insersi otot deltoideus pada persimpangan atas dan sepertiga tengah sisi lateral dari
humerus ​Reflek Pektoralis ​1 Dengan posisi lengan pasien diantara abduksi dan adduksi respon
kontraksi m.pektoralis 2 Pemeriksa menempatkan jarinya sedekat mungkin pada tendon otot
pectoralis mayor, dekat tempat
insersi pada tuberositas terbesar humerus
3 Ketuk jari pemeriksa di bagian tersebut
Reflek Latisimus Dorsi ​1 pasien tengkurap dengan lengannya abduksi and sedikit rotasi
eksternal
respon abduksi dan sedikit rotasi internal dari bahu 2 pemeriksa meletakan jari-jarinya pada tendon
dari latissimus dorsi dekat tempat insersinya di
dalam alur intertubercular humerus
3 Ketuk jarinya dengan palu refleks ​Reflek Clavicula ​1 Pasien dengan ekstremitas atas hiperfleksi
kontraksi otot-otot ekstremitas atas.
Respon akan sama pada tiap sisi
2 Ketuk aspek lateral dari klavikula diikuti kontraksi yang meluas dari sekelompok otot pada lengan
atas ​Reflek Pronator 1 ​ Dengan siku semifleksi dan lengan bawah sedikit pronasi, ketuk baik
permukaan volar dari radius distal atau aspek dorsal dari procesus styloid dari ulna dapat
menghasilkan supinasi yang singkat diilkuti oleh pronasi dari lengan bawah dapat juga terjadi fleksi
pada pergelangan tangan dan jari- jari
respon supinasi dan pronasi dari lengan bawah
Reflek Wrist Extension ​1 dengan lengan bawah pronasi dan pergelangan tangan
menggantung, ketuk tendon ekstensor pergelangan tangan dapat diikuti kontraksi otot- otot ekstensor
dan ekstensi pada pergelangan tangan
respon kontraksi otot ekstensor dan ekstensi pergelangan tangan
Reflek Wrist Flexion 1 ​ dengan tangan supinasi dan jari- jari sedikit fleksi, ketuk
tendon fleksor dari pergelangan tangan pada permukaan volar dari lengan bawah pada atau di atas
ligamentum carpal transversa menyebabkan kontraksi dari otot- otot fleksor pada tangan dan jari- jari
respon kontraksi otot tangan dan jari
Reflek Thumb ​1 Ketuk tendon flexor pollicis longus di atas pronator quadratus respon fleksi phalanx
distal ibu jari
REFLEX BATANG TUBUH
Pemeriksaan interpretasi ​Reflek Costal Periosteal ​1 posisikan pasien dalam posisi terlentang, ketuk
tepi bawah
tulang iga costa cartilago dan procesus xyphoideus pada tulang sternum
normal jika muncul kontraksi pada otot dan pergerakan ringan pada daerah umbilikus mengikuti arah
rangsangan
Reflek otot perut ​1 refleks peregangan perut dapat ditimbulkan oleh peregangan otot- otot dinding
perut di berbagai titik pada dinding perut
pada orang yang normal reflek otot- otot dinding perut akan muncul minimal 2 pemeriksa dapat
dengan langsung menekan dinding perut dengan penggaris, jari telunjuk atau
dengan mengetuk menggunakan palu refleks
Reflek Iliaca ​1 ketuk di atas krista iliaca ketukan di atas crista iliaca akan
diikuti dengan kontraksi otot- otot perut bagian bawah. refleks ini dimediasi oleh nervus intercostal
bawah (T10-T12)
Reflek Simphisis Pubis 1 ​ pasien dalam posisi berbaring dengan otot perut yang rileks dengan paha
sedikit abduksi dan rotasi internal. Kemudian ketuk diatas simphisis ubis
respon akan diikuti oleh kontraksi otot abdomen dan gerakan ke bawah umbilikus. Apabila terdapat
spastisitas, maka
Back Refleks
Pasien dalam posisi berbaring, ketuk di atas sakral dan area
lumbar tulang belakang
akan dihasilkan kontraksi dari otot
erector spinae
REFLEX EXTREMITAS BAWAH
Pemeriksaan ​Reflek Patella ​1 pasien duduk dengan kedua kakinya dalam posisi digantung respon
positif tungkai bawah
berekstensi 2 pasien duduk dengan kedua kakinya dalam posisi tumit bertumpu di lantai
3 pasien berbaring terlentang dengan tungkainya difleksikan di sendi lutut
stimulasi ketukan pada tendon patella
Reflek Achiles 1 ​ pasien dalam posisi duduk atau berbaring di tempat tidur, paha
abduksi dan rotasi eksternal kemudian lutut ditekuk
fleksi plantar pada pergelangan kaki 2 jika pasien terlentang, letakkan kaki pada posisi kaki katak
dengan lutut dan pergelangan kaki yang
berdekatan 3 atau dengan meletakan satu kaki diatas tulang kering kaki yang lain dengan posisi
membentuk
figure four position, membentuk angka 4. pemeriksa harus meletakkan satu tangan di bawah kaki dan
pergelangan kaki didorsofleksikan kemudian ketuk tendon achilles
Refleks Peroneal (Tibialis anterior) ​1 posisi kaki plantarfleksi dan terbalik, pemeriksa menekan
dengan menggunakan jari di ujung bagian distal tulang metatarsal pertama dan kedua
respon tekanan pada jari diikuti
eversi dan dorsofleksi kaki. Refleks ini disebabkan kontraksi otot disuplai oleh saraf peroneal dalam
dan superficial (L4-S1) ​Refleks Tibialis Posterior 1​ tekan tendon tibialis posterior tepat di atas dan di
belakang
maleolus medial diikuti inversi kaki
reflek ini tidak ditemukan pada radiculopathy L5-S1 2 pemeriksa menahan kaki dan posisi fleksi di
​ penggoresan terhadap kulit telapak kaki respon berupa plantarfleksi kaki
lutut ​Refleks Plantar 1
dan fleksi semua jari kaki. Untuk
respon yang abnormal terdiri dari ekstensi serta pengembangan jari kaki dan elevasi ibu jari kaki. Ini
akan dibahas pada bab refleks patologis
Refleks Extensor Hallucis Longus ​1 Dengan menggunakan jari, pemeriksa menekan permukaan
dorsal kaki. Ketukan di jari diikuti ekstensi dari kaki
yang dirasakan pasien lebih dari apa yang terlihat. Refleks ini dimediasi oleh saraf peroneal saraf
L5.pada pasien dengan radiculopathy L5, refleks tersebut tidak muncul
Refleks Tensor Fascia Lata ​1 Refleks ini dilakukan dengan mengetuk bagian atas tensor fasia
lata dekat spina iliaka anterior superior, denganposisi pasien berbaring
respon ditandai dengan sedikit abduksi paha
Refleks Gluteal ​1 ketuk bagian bawah dari sacrum atau bagian posterior dari ilium dekat pangkal
musculus gluteus maximus. Refleks ini lebi baik dilakukan pada pasien dengan posisi berbaring,
dengan berat badan di sisi yang berlawanan maka akan terjadi fleksi paha ipsilateral. refleks ini bisa
juga ditimbulkan pada pasien dengan posisi tengkurap
fleksi paha ipsiteral. (refleks ini dimediasi oleh nervus glutea inferior (L5-S2)
2 refleks gluteus medius dapat dilakukan dengan menekan Crista iliaca anterior
Refleks Hamstring External 1 ​ pasien dalam posisi duduk,terlentang atau berbaring di sisi
yang berlawanan, kemudian lutut ditekuk.
respon berupa fleksi lutut
2 jari- jari pemeriksa diletakan di atas tendon aspek posterior dari lutut, kemudian diketuk
Refleks Hamstring Internal
respon 1 pasien dalam posisi duduk atau berbaring, kaki ditekuk dan
berupa fleksi lutut sedikit dirotasikan eksternal kemudian lutut ditekuk 2 jari pemeriksa diletakkan
diatas tendon tepat di tengah- tengah aspek posterior lutut
3 kemudian ketuk diatas jari tangan menggunakan palu refleks
REFLEKS PATOLOGIS
1. Refleks Babinski
Gunakan ujung dari palu reflex, goreskan pada telapak kaki pasien dari sisi lateral, yang dimulai dari
dekat tumit dan diteruskan sepanjang sisi lateral dekat jari kelingking lalu membelok ke medial
proksimal dari basis jari lainnya. Secara sederhana, goresan ini akan membentuk huruf J. Selalu
mulai dengan tekanan minimal, bila belum muncul lakukan dengan tekanan yang lebih kuat. Respon
normal dari pemeriksaan ini adalah fleksi dari jari kaki ( flexor plantar response). Bila terdapat
kerusakan pada jaras motoric system saraf pusat, akan muncul respon abnormal berupa dorsofleksi
jari jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan
2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks
Babinski
3 Meminta pasien dalam kondisi relaks
4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan terlentang
5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan tumit
rileks diatas tempat tidur
6 Gores telapak kaki pasien dari sisi lateral dengan lembut dimulai dari
dekat tumit lalu sepanjang sisi lateral sampai basis jari kaki lainnya. (J Stroke)
7 Bila tidak ada respon, ulangi pemeriksaan dengan tekanan yang lebih
kuat.
8 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

2. Refleks Chaddock’s

Refleks chaddock muncul dengan cara menstimulasi aspek lateral dari kaki dengan
menggunakan ujung yang tumpul. Stimulasi dilakukan pada daerah sekitar malleolus
eksternal dengan arah sirkular. Refleks abnormal muncul ditandai dengan
dorsofleksi dari jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :

No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan
Refleks
Chaddock

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan


terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit
rileks diatas tempat tidur

6 Gores aspek lateral kaki pasien dengan ujung tumpul, dibawah


dan
memutari malleolus eksternal dengan arah sirkuler 7
Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

3. Tanda Gordon

Tanda Gordon diperoleh dengan mencubit atau memberikan tekanan pada otot
gastrocnemius. Refleks abnormal muncul ketika terjadi dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :

No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan Refleks


Gordon

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan


terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit
rileks diatas tempat tidur

6 Lakukan cubitan atau tekanan dalam pada otot


gastrocnemius 7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

4. Schaeffer’s Sign

Muncul dengan pemberian tekanan terhadap tendon Achilles. Refleks abnormal


ditandai dengan dorsofleksi jari jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :

No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan


Refleks
Schaeffer’s

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan


terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit
rileks diatas tempat tidur

6 Lakukan cubitan atau tekanan dalam pada tendon


achilles 7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

5. Oppenheim’s Sign

Muncul dengan memberikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada
aspek anterior tibia terutama pada aspek medial yang diteruskan dari region
infrapatelar ke ankle. Respon yang muncul ditandai dengan dorsofleksi jempol kaki.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan


Refleks
Oppenheim

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan


terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam ekstensi panggul dan lutut dan


tumit
rileks diatas tempat tidur

6 Berikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk


pada
permukaan anterior dari tibia, terutama pada aspek medial, dan tekan
dari region infrapatelar sampai ankle. 7 Catat dan laporkan hasil
pemeriksaan

6. Rossolimo’s Sign

Muncul dengan melakukan perkusi pada permukaan plantar, pemeriksaan ini dilakukan
dengan tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Pemeriksaan ini dikenal dengan
nama lain reflex tarsophalangeal. Hasil yang abnormal ditunjukkan dengan terjadinya
fleksi plantar menandakan adanya lesi pada traktus pyramidal.

Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan

2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan


Refleks
Rossolimo

3 Meminta pasien dalam kondisi relaks

4 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan


terlentang

5 Mempersiapkan posisi pasien dalam keadaan tungkai bawah


ekstensi

6 Lakukan perkusi pada permukaan plantar dari jari jempol


kaki. 7 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

7. Hoffman Reflex

Untuk memunculkan reflex Hoffman, pemeriksa menyangga tangan pasien dengan


posisi dorsofleksi pada pergelangan tangan sehingga dalam kondisi relaks dan jari2
dlm posisi fleksi. Jari tengan diekstensikan lalu dilakukan penekanan pada kuku jari
tengah pasien dan
didapatkan respon abnormal yang ditandai dengan fleksi dan adduksi jempol dan
fleksi jari telunjuk dan terkadang diikuti dengan fleksi jari lainnya.

Ceklis Pemeriksaan :

No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan

2 Meminta pasien dalam kondisi relaks


3 Pemeriksa menyangga tangan pasien, mendorsofleksikan
pergelangan
tangan, sehingga kondisi relaks dan jari2 dalam keadaan
fleksi.

4 Dengan menggunakan jempol pemeriksa melakukan tekanan


atau
“snapping” pada jari tengah pasien hingga fleksi lalu lepaskan
secara tiba-tiba 5 Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

8. Tromner’s Reflex

Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi awal tangan pasien sama dengan
pemeriksaan Hoffman, pemeriksa melakukan ketukan pada sisi volar dari jari
tengah pasien dan hasil positif ditunjukkan dengan respon yang sama dengan
pemeriksaan Hoffman yang menandakan terdapat lesi pada tractus pyramidal
diatas segmen cervical 5-6.

Ceklis Pemeriksaan :

No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan

2 Meminta pasien dalam kondisi relaks

3 Pemeriksa menyangga tangan pasien, mendorsofleksikan


pergelangan
tangan, sehingga kondisi relaks dan jari2 dalam keadaan
fleksi.

4 Dengan menggunakan jari tengah pemeriksa, lakukan ketukan pada


sisi
volar phalanx distal dari jari tengah pasien. 5
Catat dan laporkan hasil pemeriksaan

Reflek primitif gerakan stereotipik yang berasal dari brainstem tanpa keterlibatan kortikal Grasp
Reflex

ebagai penanda lesi primer (vaskuler


Definisi ) pada lobus frontalis maupun proses
tralateral.
Merupakan salah satu ​frontal release sign​, respon fleksor jari
tangan
involunter setelah diberikan stimulus pada telapak
tangan.

Normal ditemukan pada bayi baru lahir dan akan hilang pada usia 2
– 4 bulan.
Dapat juga ditemukan pada hemiplegic
spastik

Normal ditemukan pada bayi baru lahir dan akan hilang pada usia 2
– 4 bulan.

Dapat juga ditemukan pada hemiplegic


spastik

Mekanisme ​Respon kompleks yang melibatkan integrasi visual dan taktil di level
kortikal

Cara Pemeriksaan ​Lakukan pukulan ringan ​(tapping) d


​ engan jari tangan pada telapak tangan
pasien. Maka akan muncul reflek
menggenggam

Palmomental Reflex / Palm-chin reflex

Definisi ​kontraksi m.mentalis dan m.orbicularis oris sehingga terjadi lipatan kulit
dagu disertai sudut mulut yang sedikit terangkat setelah diberikan
stimulus berupa goresan ringan pada telapak tangan ipsilateral

refleks ini bersifat normal bila ditemukan pada kedua


sisi

kurang bermakna sebagai tanda lokalisasi lesi Mekanisme ​Respon kompleks yang

melibatkan integrasi visual dan taktil di level


kortikal

Cara Pemeriksaan Lakukan goresan tumpul pada eminensia thenar ataupun pukulan ringan
(tapping)​ pada lengan hingga ibu jari.
Snout Reflex / orbicularis oris reflex Definisi gerakan protrusi bibir (terutama bibir
bawah)/mecucu disertai penurunan
sudut mulut setelah diberikan stimulus taktil perioral berupa penekanan
philtrum​bibir atas, tapping ringan pada bibir ataupun usapan dengan
spatula lidah menyilang pada kedua bibir

Jika reflek kuat bisa diikuti dengan gerakan menghisap


(​sucking​) , mengunyah ​(chewing​), dan menelan (​swallowing​)

disebut rooting (searching) reflex bila diikuti respon gerakan kepala


yang mencari stimulus taktil yang dilanjutkan ke samping mulut dan
pipi

adanya reflek ini menunjukkan lesi serebral


difus

Mekanisme Respon kompleks yang melibatkan integrasi visual dan taktil di level
kortikal
Cara Pemeriksaan
Cerebellar Examination

Manifestasi klinis dari disfungsi cerebellar adalah sebagai


berikut:

Dissinergia Artinya kurangnya koordinasi. Penyakit cerebellar


mengganggu mekanisme kontrol yang terlibat pada kontraksi otot dan koordinasi
gerakan sehingga menimbulkan gerakan yang kaku, menghentak dan tidak teratur.
Dismetria Adanya kesalahan dalam menentukan jarak yang tepat untuk menuju tempat
yang dituju. Disebut hipermetria bila melebihi jarak target. Hipometria bila gagal
mencapai target. EMG membuktikan bahwa dismetria berhubungan dengan
abnormalitas usaha dan waktu kontraksi antagonis yang penting dalam deselerasi
gerakan. Dipengaruhi oleh lokasi lesi cerebellar. Koordinasi agonist-antagonist
Gangguan inervasi resiprokal yang menyebabkan hilangnya kemampuan kontraksi
agonist dan kontraksi antagonist yang mengontrol dan mengatur gerakan. Tremor Tipe
paling banyak adalah tremor intensi ( aktif, kinetic,termial) yaitu tremor yang tidak
kelihatan saat istirahat namun saat melakukan gerakan yang bertujuan akan semakin
nyata. Termor cerebellar sering pada otot proksimal. Hipotoni Penurunan tahanan
terhadap gerakan pasif. Pada hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebihlebih jauh,
misalnya pada persendian paha, siku, lutut. Hipotonia dapat pula terlihat pada
persendian, yaitu bertambah lamanya bagian anggota gerak bergoyang, jika kita
goyangkan bagian proksimal dari persendian tersebut. Disartria Artikulasi menjadi
lambat, ataxic, cepat, menghentak atau meledak-ledak, disebabkan karena dissinergi
otot fonasi. Bicara yang cepat pada multipel sklerosis dan bicara stakato pada ataxia
Friedreich dapat disebabkan oleh disfungsi
cerebellar. Muncul disebabkan penyakit yang melibatkancerebellar eferen yag
berhubungan dengan nukleus rubra dan thalamus. Tremor rubral ntimbul saat istirahat
dan memburuk dengan gerakan. Nistagmus Disebabkan oleh lesi traktus
vestibuloserebellar. Adanya keterlibatan otot-otot mata juga lebih sering menyebabkan
nistagmus. Sikap bola mata yang seharusnya tetap bila ia difiksasi pada satu jurusan
menjadi berubah-ubah yaitu bola mata spontan bergerak secara cepat ke arah fiksasi,
lalu secara spontan lambat ke posisi semula, keudian bergerak lagi ke tempat fiksasi,
kemudian ke tempat semuala, begitu seterusnya bolak-balik. Pada tumor
serebellopontine, nistagmus terlihat kasar saat melihat lesi yang terkena dan halus
serta cepat pada sisi yang berlawanan (nistagmus Bruns)

Uji klinis untuk kelainan fungsi tubuh cerebellar pada dasarnya didisain untuk mendeteksi
disinergia, dekomposisi dari gerakan, dan dysmetria. Kombinasi dari inkoordinasi, kejanggalan,
kesalahan pada kecepatan, jangkauan dan kekuatan dari gerakan, yang diikuti
disdiadochokinesia dan tremor intensi dikenal sebagai ataxia cerebellar. Pengamatan
memberikan informasi yang sama dengan pemeriksaan fisik. Melihat cara pasien berdiri,
berjalan, memakai dan membuka baju, mengancingkan dan membuka kancing pakaian, dan
ikatan tali sepatu dapat membuktikan adanya tremor, inkoordinasi, kelalaian, dan cara menjaga
posisi tubuh. Pasien diminta untuk menulis, menggunakan alat sederhana, minum dari gelas,
dan mengikuti jejak garis dengan pena yang ringan tanpa sokongan siku. Pengujian pada bayi
dan anak-anak mungkin terbatas pada observasi sederhana, mencatat kemampuan anak untuk
meraih dan mempergunakan mainan. Uji untuk koordinasi dibagi atas equilibratory dan fungsi
nonequilibratory.

Koordinasi Equilibratory

Koordinasi Equilibratory yang dimaksud adalah menjaga keseimbangan dan koordinasi


dari tubuh secara keseluruhan.

Koordinasi Nonequilibratory ​Uji koordinasi nonequilibratory menilai kemampuan normal atau


tidaknya gerakan ekstremitas yang bertujuan. Meskipun pemeriksaan ini adalah pemeriksaan
utama koordinasi, sistem saraf yang lain harus utuh untuk mendapat hasil yang baik. Pasien
fatigue atau tersedasi dapat menunjukkan inkoordinasi yang tidak normal. Kemampuan motorik
halus dapat juga dinilai secara fungsional dinilai dengan meminta pasien untuk memasukkan
benang ke jarum, mengambil pin, memilah manik- manik, menuang air atau menggambar
lingkaran.

​ osisi dalam posisi berbaring, duduk atau berdiri


1. ​Finger- nose- finger test P
TeknikPasien melakukan ekstensi lengan sempurna kemudian menyentuh ujung jari
telunjuk. Pertama-tama dilakukan lambat, lalu semakin cepat dengan mata yang
terbuka lalu mata tertutup. Pemeriksa dapat dapat melakukan dengan cara lain,
misalnya pasien diminta untuk menyentuh ujung jari telunjuk ke hidungnya lalu
menyentuh ujung jari pemeriksa dan kemudian kembali ke ujung hidungnya. . Jari
pemeriksa dapat bergerak selama tes dan pasien diminta untuk berusaha menyentuh
sasaran yang berpindah dimana jari ditempatkan pada lokasi berbeda, pada jarak
berbeda secara lambat dan cepat. Pemeriksa dapat tiba-tiba menarik tangannya dan
membuat pasien mencapainya, lengan yang ekstensi penuh akan menimbulkan
tremor intensi ringan. Selama pergerakan, catatlah kehalusan dan akurasi ketika
gerakan dilakukan, amati osilasi, tremor dan hentakan

Saat jari mencapai target maka tremor intensi yang kasar dan tidak beraturan semakin
dapat diamati. Di tengah gerakan akan ada sedikit tremor, dan mendekati akhir gerakan
tremor akan muncul, ketika jari menyentuh dengan target, tremor akan berhenti. Pada
ataxia cerebellar, kesulitan akan bervariasi mulai dari inkoordinasi ringan hingga berat.
Pasien
dengan ataxia appendicular berat tidak mampu menyentuh tangan ke kepala apalagi jari
ke hidung.
Pasien dengan dismetria akan berhenti sebelum menjangkau hidungnya sendiri, jeda,
kemudian melanjutkan gerakannya secara perlahan dan goyang, atau melampaui batas
dengan kecepatan dan kekuatan tinggi. Dengan dissinergi, gerakan tidak dapat
dilakukan dengan lancar dan harmonis, dapat berhenti tidak teratur, akselerasi, defleksi
atau disintegrasi gerakan. Uji ​finger to nose ​melawan tahanan yang ringan menunjukkan
ataxia ringan semakin jelas dan ataxia laten semakin terbukti. Pemeriksa dapat
memberikan tahanan dengan meletakkan jarinya melawan lengan bawah pasien dan
memberikan tekanan saat pasien menggerakkan lengannya ke ujung hidung, atau
dengan cara meletakkan pita karet panjang pada pergelangan tangan pasien dan
menariknya secara lembut. Pemeriksaan lain berupa pasien menggambar garis,
memulai dan berhenti pada titik yang ditentukan. Pasien mungkin mengalami kesulitan
memulai pada titik yang benar atau bisa berhenti atau melampaui titik yang ditentukan.
Bisa juga muncul tremor, osilasi dari satu sisi ke sisi lain sepanjang jalur yang
semestinya. Pasien dengan penyakit cerebellar bisa makrografi dengan huruf yang
besar

dan semakin besar di tiap halamannya. Gangguan menulis juga terlihat pada penyakit

parkinson.​Pada uji ​finger to finger​, pasien menjauhkan lengannya secara horizontal

kemudian menyentuh
​ ujung jari telunjuk atau jari tengah melewati garis busur yang lebar
untuk melihatnya benar-benar pada garis tegah. Dilakukan secara lambat kemudian
cepat, dengan mata yang pertama-tama terbuka dan kemudian ditutup. Pada penyakit
cerebellar unilateral, jari di sisi yang sama bisa gagal mencapai garis tengah dan jari
pada sisi normal mampu mencapai garis tengah lengan pada sisi yang terkena akan
bangkit dan menyebabkan jari tersebut di atas atau di bawah sisi yang normal.
Pada pasien histeria/malingering, akan terjadi respon yang sangat tidak beraturan. Pasien
seolah-olah tidak mampu mencapai jari ke ujung hidung atau mengelilingi dengan lebar
namun dapat menyentuh ujung jarinya. Pasien dapat menyentuh bagian wajah yang lain,
namun tidak kehilangan sensasi atau koordinasi.
Pemeriksaaan yang sama dapat dilakukan unruk menilai ekstremitas bawah. Pada tes ​heel
​ tau uji tumit-tulang kering, pasien diminta untuk meletakkan tumit pada lutut di
to shin a
sebelahnya, menyentuh lutut naik turun beberapa kali, dorong ujung tumit di sepanjang
garis ke ujung ibu jari kaki, kemudian kembali ke lutut. Pasien dengan penyakit
cerebellar akan menaikkan kaki terlalu tinggi, fleksi lutut terlalu banyak dan
menempatkan tumit di bawah lutut. Gerakannya di sepanjang ibu jari akan menghentak
dan goyah. Pada ataxia sensori, pasien sulit melokalisasi lutut dengan menggunakan
tumit. Ada kesulitan menjaga tumit tetap di tulang kering, bisa melenceng ke sisi
sebelahnya saat meluncur di tulang kering. Pada uji ibu jari kaki ke jari telunjuk, pasien
mencoba untuk menyentuh ibu jari kaki, lalu lutut kemudian jari pemeriksa. Bila ada
dismetria, akan terjadi terlalu lebih atau terlalu rendah dari target yang ditentukan, tremor
intensi dan osilasi juga dapat dilihat. Pasien diminta untuk menggambar lingkaran atau
membuat gambaran angka delapan di lantai ataupun di udara dengan kaki, pada pasien
ataxia akan terjadi gerakan yang goyah dan gambaran irreguler.

2. ​Rapid Alternating Movement


Pada disdiadokokinesis, satu gerakan diikuti gerakan lawannya, kontraksi agonis dan
relaksasi antagonis tidak dapat diikuti secepatnya dengan relaksasi agonis dan kontraksi
antagonis. Pasien dengan ataxia cerebellar akan sulit mengikuti gerakan ini.

Teknik meminta pasien untuk pronasi dan supinasi tangan seperti ditepuk secara
bergantian dengan telapak/punggung pada paha atau telapak/punggung tangan
satunya. Bisa juga dengan meniru mengencangkan bola lampu atau memutar gagang
pintu. Gerakan dilakukan repetitif dan secepat mungkin.

Gerakan melibatkan inervasi yang berbalas-balasan dan aksi agonis dan antagonis seperti:
membuka dan mengepal tangan, fleksi dan ekstensi jari, menyentuh ujung jari telunjuk
ke sendi interfalangeal ibu jari atau menepuk secara cepat atas meja dengan tangan
atau ujung jari. Uji yang baik mengharuskan pasien menyentuh ujung ibu jarinya dengan
ujung setiap jariya secara cepat dan berurutan dimulai dari jari telunjuk sampai
kelingking, lalu sebaliknya. Pemeriksaan lain dengan mengetuk ritme simpel dengan tiap
tangan (misal 1- 2-3 dengan irama yang stabil), kemudian dengan irama yang lebih
kompleks, contohnya lagu ​Happy Birthday​. Pemeriksaan RAM pada ekstremitas bawah
lebih terbatas. Pasien diminta untuk mengetuk kaki dengan mantap, menantang lantai
bila berdiri,melawan telapak tangan
pemeriksa bila telentang atau secara berulang menyentuh tumit ke lutut naik turun jika
berbaring. Pemeriksaan RAM pada lidah dengan pasien menggerakkan lidah ke dalam
dan ke luar secepat mungkin.
Pada seluruh tes RAM, perhatikan kecepatan, ritme, akurasi dan kehalusan gerakan.
Pasien dengan ataxia akan melakukan secara lambat dan ragu-ragu dengan jeda antara
gerakan yang berlawanan secara goyah dan ireguler dan hilangnya ritme atau debar
yang cepat. Gerakan dapat dilakukan dengan baik awalnya,namun setelah beberapa
saat akan janggal dan kaku. Kedua ekstremitas harus dibandingkan, tetapi pasien
banyak juga pasien dengan abnormalitas bilateral dan pemeriksa harus berpatokan pada
pengalaman dan menggunakan kontrol lainnya. Dengan mencontohkan gerakan yang
harus dialkukan pada pasien akan menjadikannnya sebagai kontrol juga. Pada beberapa
pemeriksaan,seperti gerakan jari yang cepat dan berulang kedua ekstremitas dapat
diperiksa secara simultan dan dibandingkan antar sisi. Tes yang simultan akan
menitikberatkan pada abnormalitas sisi yang terkena.

3. ​Impaired Check and Rebound


Phenomenon
Gerakan yang tepat melibatkan kontraksi antagonis setelah beban dihilangkan tiba- tiba
selama kontraksi kuat dengan agonis. Agonis harus rileks secepatnya dan antagonis
berkontraksi agar berhenti setelah adanya tahanan. Oleh karena disfungsi cerebellar
menyebabkan gangguan resiprokal agonis dan antagonis,pasien dapat memiliki gangguan
respon ketepatan. Teknik pasien diminta meluruskan lengannya, kemudian ia disuruh menarik
tangannya ke arah bahunya atau hidung sambil kita halangi atau berikan tahannan. Bila
tahanan kita lepas secara mendadak, gerakan fleksi ini tidak segera berhenti dan tangan akan
memukul bahu atau muka dengan keras. Jadi terlihat ketidakmampuan menghentikan gerakan
dengan segera atau menggantikannya dengan antagonisnya

Fenomena rebound terjadi normal dan dapat berlebihan pada badan yang spastik. Tidak
adanya rebound yang dipengaruhi penyakit cerebellar adalah tidak normal.

4. Deviasi dan ​Past Pointing (​ salah tunjuk)


Pasien dengan penyakit cerebellar sering menemui kesulitan saat menjaga ​alignment ​tubuh
saat menahan kedua lengan terbuka, atau berjalan, khususnya saat mata tertutup. Pasien
biasanya salah saat mencoba mencapai target (salah tunjuk), melenceng ke sisi satunya ketika
berjalan dengan mata tertutup. Pada lesi vestibular akan ditemukan hal yang sama. Posisi
pemeriksa dan pasien harus berhadapan baik duduk maupun berdiri, lengan atas dari
tiap orang menjulur dan akan bersentuhan secara horizotal pada jari telunjuk Teknik
Pasien mengangkat lengannya dalam posisi vertikal, jari menunjuk ke atas dan
kemudian kembali horizontal dan menyentuh jari pemeriksa. Pemeriksaan dilakukan
berulang dengan mata terbuka lalu mata tertutup. Kedua lengan diuji secara simultan
dan berurutan. Secara normal, pasien akan kembali pada posisi semula secara akurat
tanpa menyimpang atau deviasi.
Pada penyakit labirin atau dengan lesi hemisfer cerebellar, lengan akan terdeviasi pada sisi
yang terkena begitu juga dengan mata tertutup. Deviasi ini disebut ​past pointing(​ salah
tunjuk). Cara yang lebih sederhana pada tes ​past pointing a ​ dalah dengan pasien
menutup matanya pada uji jari-hidung-jari. Dengan mata terbuka, dapat menunjuk
secara akurat namun dengan mata tertutup pasien menunjuk sebelah target. Dengan
pengulangan yang sering, maka akan terjadi deviasi yang banyak. Dengan lesi yang
berat maka ​past pointing d ​ apat terjadi pada mata terbuka. Pola ​past pointing b
​ erbeda
pada vestibular dan cerebellar. Pada penyakit vestibuler,past pointing terjadi pada kedua
ekstremitas atas pada sisi yang terkena. Pada penyakit cerebellar unilateral ​past pointing
terjadi pada sisi lesi yang terkena namun hanya di lengan ipsilateral.
Lesi cerebellar bisa juga menyebabkan penyimpangan pada ekstremitas atas yang terjulur.
Ada 3 tipe penyimpangan yag dapat terjadi pada saat ekstremitas atas terjulur dan mata
tertutup: penyimpangan piramidal, penyimpangan parietal dan penyimpangan cerebellar.
Pada penyimpangan pronator (tanda Barre’s) karena lesi piramidal, lengan turun yang
diikuti
pronasi lengan bawah. Pada penyimpangan parietal, lengan akan naik dan menyimpang
ke luar. Pada penyimpangan cerebellar, lengan menyimpang ke arah luar baik pada
ketinggian yang sama, naik atau paling jarang turun. Pemeriksaan selesai ketika lengan
terjulur dan mata tertutup. Dengan penyakit yang melibatkan salah satu hemisfer
cerebellar, lengan akan menyimpang pada sisi yang terkena. Deviasi dapat ditekankan
dengan cara pasien diminta menaikkan dan menurunkan lengan beberapa kali atau
mengetuk pergelangan tangan pasien yang terjulur. Dengan mengetuk pergelangan
tangan bisa timbul osilasi naik dan turun sebagai akibat gangguan ketepatan sehingga
lengan berayun ke atas dan bawah beberapa kali dan menyimpang ke lateral secara
bertahap dan serringnya ke atas.
Penetapan posisi dapat diuji pada ekstremitas bawah,pasien posisi supinasi, mengangkat
kaki secara bersamaan. Bila ada ataxia, kaki tidak bisa diangkat secara mantap dan
pada garis yang sama. Bisa terjadi aduksi, abduksi, rotasi, osilasi, gerakan menghentak
dari satu posisi ke lainnya. Bila tubuh direndahkan, pasien dapat melemparkannya ke
bawah dengan kuat dan tidak akan kembali pada posisi sebelumnya, namun akan
terdeviasi jauh. Pada pasien yang duduk dengan kaki ekstensi tanpa support dan usaha
mempertahankan posisi, lesi cerebellar unilateral dapat menyebabkan osilasi dan deviasi
lateral dari ekstremitas ipsilateral. Penyimpangan dan deviasi dapat terjadi bila pasien
berjalan dengan mata tertutup. Pada vestibulopati, pasien menyimpang dari satu sisi ke
sisi lain. Berjalan mundur dengan mata tertutup akan mengungkap adanya gait kompas
atau bintang karena penyimpangan sisi yang terlibat. Saat berjalan mengelilingi
kursi,pasien cenderung jatuh pada sisi yang terkena.
5

Anda mungkin juga menyukai