NEUROLOGIS
Sumber: DeJong’s Neurologic
examination
PEMERIKSAAN FISIK N. I
Anamnesis penting untuk pasien gangguan olfaktori meliputi riwayat trauma, merokok, pemyakit
saluran pernafasan, nutrisi, riwayat pengobatan, dan paparan obat.
Pemeriksaan Fisik
- Harus dipastikan saluran hidung terbuka sebelum pemeriksaan penghidu, karena sebagian
besar
gangguan penghidu karena obstruksi selain karena rhinitis maupun
sinusitis.
- Cek apakah pasien mampu mencium bau, jika mampu minta untuk
identifikasi.
- Untuk pemeriksaan bedside dapat digunakan pasta gigi, alkohol, sabun, pembersih mulut,
dan
bahan yang lain
- Persepsi bau lebih penting daripada identifikasi. Persepsi adanya bau mengidentifikasi
jaras
olfaktori sedangkan kemapuan identifikasi mengidentifikasi fungsi kortikal yang
bagus.
- Smoking4
- Sellar/parasellar tumor
- Deviated nasal septum
- Neuro-olfactory tumor
(esthesioneuroblastoma)
- Nasal polyps
- Korsakoff's syndrome
- Postviral
- General anesthesia
- Dental trauma
- Alzheimer's disease
- Parkinson's disease
- Normal aging
- Multiple sclerosis
- Pregnancy
- Congenital anosmia
- Meningitis
- Arhinencephaly
- Chemotherapeutic agents
- Olfactory dysgenesis
- Cadmium toxicity
- Propylthiouracil
- Familial dysautonornia
- Antibiotics
- Refsum's syndrome
- Levodopa
- Cocaine
- Amphetamines
- Radiation therapy
Sindrom Foster Kennedy yang terdiri dari anosmia yang disertai atrofi optik ipsilateral
unilateral dan papiledema kontralateral, biasanya disebabkan karena pertumbuhan tumor di
regio orbitofrontal seperti pada kasus meningioma sulcus olfaktori. Anosmia dan atrofi ortik
karena penekanan secara langsung sedangkan papiledema karena peningkatan tekanan intra
kranial. Sindrom Pseudo-Foster keneddy jika gambaran kelainan oftalmologi diatas tanpa
disertai anosmia yang biasanya karena iskemia nervus optikus anterior.
Anosmia dapat ditemukan pada penyakit dementia karena degeneratif terutama penyakit
Alzheimer's. Pemeriksaan kelainan penghidu merupakan metode untuk deteksi dini penyakit
dan membedakannya dengan kondisi yang lain seperti depresi. Disfungsi Olfactory ditemukan
pada pasien dengan Parkinson's disease.
PEMERIKSAAN FISIK N. II
PEMERIKSAAN FISIK
• Pemeriksaan pengenalan
warna.
• Pemeriksaan medan (lapangan)
pengelihatan.
Dengan Kartu snellen, Pada pemeriksaan kartu memerlukan jarak enam meter antara pasien
dengan tabel, jika tidak terdapat ruangan yang cukup luas, pemeriksaan ini bisa dilakukan
dengan cermin. Ketajaman penglihatan normal bila baris yang bertanda 6 dapat dibaca dengan
tepat oleh setiap mata (visus 6/6)
Pemeriksaan penglihatan perifer dapat menghasilkan informasi tentang saraf optikus dan
lintasan penglihatan mulai dari mata hingga korteks oksipitalis. Dapat dilakukan dengan: Tes
Konfrontasi, Jarak antara pemeriksa – pasien : 60 – 100 cm, Objek yang digerakkan harus
berada tepat di tengah-tengah jarak tersebut. Objek yang digunakan (2 jari pemeriksa /
ballpoint) di gerakan
mulai dari lapang pandang kanan dan kiri (lateral dan medial), atas dan bawah dimana mata lain
dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus menatap lurus ke depan dan tidak boleh
melirik ke arah objek tersebut. Syarat pemeriksaan lapang pandang pemeriksa harus
normal.
Refleks Pupil
Pakailah senter kecil, arahkan sinar dari samping (sehingga pasien tidak memfokus pada
cahaya dan tidak berakomodasi) ke arah salah satu pupil untuk melihat reaksinya terhadap
cahaya. Inspeksi kedua pupil dan ulangi prosedur ini pada sisi lainnya. Pada keadaan normal
pupil yang disinari akan mengecil.
Jika pada pupil yang satu disinari maka secara serentak pupil lainnya mengecil dengan ukuran
yang sama.
Digunakan alat oftalmoskop. Putar lensa ke arah O dioptri maka fokus dapat diarahkan kepada
fundus, kekeruhan lensa (katarak) dapat mengganggu pemeriksaan fundus. Bila retina sudah
terfokus carilah terlebih dahulu diskus optikus. Caranya adalah dengan mengikuti perjalanan
vena retinalis yang besar ke arah diskus. Semua vena-vena ini keluar dari diskus optikus.
Tes warna
PEMERIKSAAN :
3. Reflek Trigeminal
INTERPRETASI
Normal :
• Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan kanan dan
kiri
Kelainan :
Penjelasan dejong :
Penilaian fungsi motorik trigeminal dilakukan dengan memeriksa otot-otot pengunyahan. Massa
dan kekuatan otot masseters dan pterygoids dapat diukur dengan meraba otot-otot rahang
pasien. Sebuah teknik yang efektif adalah dengan menempatkan jari pemeriksa sepanjang
perbatasan anterior, bukan lateral, otot masseters bilateral. Ketika rahang ditutup jari-jari akan
bergerak maju, gerakan ini harus simetris pada kedua belah sisi. Kelemahan motorik unilateral
trigeminal menyebabkan penyimpangan rahang menuju sisi lemah pada pembukaan. Lidah juga
menyebabkan penyimpang ke arah sisi sesuai dengan lesi N XII. Jadi baik lidah dan rahang
menyimpang ke sisi kelemahan.
Observasi yang cermat dari pembukaan rahang sering petunjuk awal adanya suatu kelainan.
Kadang- kadang sulit untuk memastikan apakah rahang menyimpang atau tidak. Perhatikan
hubungan kedudukan garis tengah antara gigi seri atas dan bawah, yang merupakan indikator
yang lebih dapat diandalkan daripada gerakan bibir. Ujung hidung dan lekukan interincisural
harus berbaris. Teknik lain yang berguna adalah untuk menggambar garis vertikal di bagian atas
garis tengah dan bibir bawah menggunakan penanda. Ketidaksejajaran dua tanda vertikal
tersebut saat rahang dibuka menunjukkan penyimpangan. Jika mampu pasien dapat diminta
memindahkan rahang dari sisi ke sisi. Adanya kelemahan unilateral pasien tidak mampu untuk
memindahkan rahang kontralateral. Kelemahan otot pterygoids kanan menyebabkan
penyimpangan rahang ke kanan pada pembukaan spontan, dan ketidakmampuan untuk
menggerakkan rahang kiri pada perintah. Teknik lain untuk memeriksa fungsi motorik trigeminal
adalah meminta pasien mendorong dan menarik kembali rahang, dicatat setiap kecenderungan
adanya penyimpangan, dan memeriksa gigitan pasien pada stik dengan gigi molar. Kelemahan
sepihak otot yang diinervasi N. Trigeminal umumnya menandakan lesi yang melibatkan batang
otak, ganglion Gasserian atau akar motorik N. V di dasar tengkorak. Kelemahan bilateral
otot-otot pengunyahan dengan ketidakmampuan untuk menutup mulut (rahang menggantung)
menunjukkan penyakit motor neuron, yang mengalami gangguan transmisi neuromuskuler, atau
miopati. Adanya atrofi yang signifikan pada satu masseter, dapat dilihat adanya pendataran
pada sisi yang terlibat. Jarang ditemukan adanya fasikulasi atau gerakan abnormal tak
terkendali yang terjadi. Karena adanya persarafan bilateral maka lesi UMN unilateral jarang
menyebabkan penurunan fungsi motorik trigeminal yang signifikan. Mungkin ada kelemahan
unilateral yang ringan. Jumlah keterlibatan tergantung pada luasnya decussation. Pada lesi
bilateral supranuclear ada kemungkinan ditemukan paresis.
PEMERIKSAAN SENSORIK N. TRIGEMINUS
Dalam pengujian sensasi, sentuhan wajah, nyeri dan kadang-kadang suhu diperiksa dengan
cara yang sama seperti tempat lain pada tubuh, mencari daerah yang mengalami perubahan
sensasi. Lebih baik untuk meminta pasien merasakan apakah rangsangan kedua belah pihak
sama daripada untuk mengetahui perbedaan kedua belah pihak. Kadang-kadang berguna untuk
memeriksa lubang hidung, gusi, lidah, dan bagian dalam pipi. Proprioception tidak dapat diuji
secara memadai, namun dapat di uji kemampuan untuk mengidentifikasi angka yang ditulis
pada kulit.
Ada tiga hal dalam mengevaluasi sensasi wajah: (a) menentukan apakah kehilangan sensori
akibat proses organik atau nonorganik, (b) menentukan modalitas yang terlibat, dan (c)
mendefinisikan distribusi. Keluhan mati rasa di wajah umum terjadi, namun tidak semua karena
proses organik. Kehilangan sensori nyata wajah dapat menjadi temuan yang serius,
kadang-kadang menandakan keganasan. Berbagai metode dan trik untuk mendeteksi
kehilangan sensori nonorganik tidak sepenuhnya dapat diandalkan, dan diagnosis ini harus
dilakukan dengan hati-hati. Pasien dengan kehilangan sensori nonorganik mungkin memiliki
demarkasi daerah yang abnormal pada garis rambut bukan kulit kepala vertex. Pada hilangnya
fungsional sensorik wajah bagian bawah akan cenderung mengikuti garis rahang dan
melibatkan takik otot masseter, yang tidak diinervasi trigeminal
Pada batang tubuh kelainan sensorik organik biasanya berhenti pendek di midline karena
tumpang tindih dari sisi yang berlawanan, dan adanya pemisahan pada garis tengah
menunjukkan nonorganik. Temuan ini tidak dapat diandalkan pada pemeriksaan wajah karena
tumpang tindih yang kurang pada wajah, sehingga kehilangan sensori organik wajah dapat
memperpanjang ke garis tengah. Refleks kornea dan yg menyebabkan bersin harus normal
pada kasus hilangnya sensorik nonorganik. Memisahkan getaran di sepanjang garis tengah
konon tanda nonorganik. Karena tulang frontal dan mandibula merupakan tulang tunggal, tidak
boleh ada perbedaan dalam sensibilitas getaran di kedua sisi garis tengah. Pasien yang
melaporkan perbedaan dalam sensibilitas getaran pada pengujian hanya untuk salah satu sisi
midline mungkin merupakan kehilangan sensori nonorganik. Kehandalan tanda
ini belum divalidasi, bisa menyesatkan.
Reflek kornea, reflek bersin, dan reflek rahang adalah refleks yang paling sering dinilai dalam
mengevaluasi saraf trigeminal. Saraf afferent dari refleks ini dimediasi trigeminal. Beberapa
reflek eferen juga trigeminal (misalnya, reflek rahang), yang lain eferen melalui koneksi dengan
CN III, CN VII, atau jalur lainnya.
REFLEK MANDIBULA
Untuk memeriksa reflek rahang, pemeriksa menempatkan jari telunjuk atau ibu jari di tengah
dagu pasien, memegang mulut yang terbuka dengan santai, kemudian pukul jari pemeriksa
dengan hammer reflek. Respon adalah gerakan mandibula secara mendadak ke atas. Metode
lain untuk memperoleh refleks meliputi memukul dagu secara langsung dan menempatkan
spatel lidah diatas lidah atau gigi seri bawah, kemudian diikuti memukul dagu. Semua ini
menyebabkan respon mandibula secara bilateral. Respon unilateral kadang-kadang dapat
ditimbulkan dengan memukul sudut rahang. Impuls aferen refleks ini melalui bagian sensorik
dari saraf trigeminal, mungkin melalui radik mesencephalic, dan impuls eferen melalui bagian
motornya, pusat refleks dalam pons. Pada orang normal, reflek rahang aktif secara minimal aktif
atau bahkan absen. Penggunaan terbesar adalah untuk membedakan hiper-reflexia ekstremitas
karena lesi tulang belakang leher (di mana reflek rahang normal) dari hiper- reflexia generalis
(di mana reflek rahang meningkat seiring dengan peningkatan semua refleks lainnya). Refleks
rahang meningkat pada lesi yang mempengaruhi jalur corticobulbar di atas nukleus motorik,
terutama jika bilateral seperti pada pseudobulbar cerebri atau amyotrophic lateral sclerosis
(ALS). Kadang-kadang dimungkinkan muncul clonus rahang.
REFLEK KORNEA
Refleks kornea ditimbulkan oleh sentuhan ringan kornea dengan seuntai kapas atau tisu. Hal ini
digunakan untuk menilai fungsi N V1. Rangsangan idealnya harus dirangsang ke kornea bagian
atas, karena kornea yang lebih rendah pada beberapa individu mungkin diinervasi N V2.
Rangsangan harus dari bawah atau dari samping sehingga pasien tidak bisa melihatnya
(Gambar 15.9). Stimulus harus disampaikan ke kornea, tidak sclera. Jika ada bukti infeksi mata,
bagian yang berbeda dari kapas atau jaringan harus digunakan untuk dua mata. Rangsangan
seperti benda tumpul besar atau jari tidak boleh digunakan, bahkan pada pasien koma. Sebagai
tanggapan terhadap stimulus kornea, harus berkedip pada sisi ipsilateral (refleks langsung) dan
kontralateral (refleks konsensual) mata. Aferen refleks dimediasi oleh N V1 sedangkan eferen
reflek oleh N VII. Refleks berkedip adalah fungsi elektropsikologi di mana stimulus listrik dikirim
ke saraf trigeminal, dan respon dicatat dari otot-otot wajah. Hal ini dapat memberikan informasi
lebih lanjut tentang N V, N VII, dan hubungan antara mereka. H-refleks dapat diperoleh dari oto
masseter dan temporalis. Untuk lesi batang otak, lokalisasi lesi elektropsikologi sesuai dengan
temuan pencitraan.
Adanya lesi trigeminal unilateral baik respon langsung maupun konsensual mungkin tidak ada,
mata tidak berkedip. Stimulasi mata kontralateral menghasilkan respon langsung dan
konsensual yang normal. Lesi N. VII sesisi maka respon langsung mungkin terganggu, namun
refleks konsensual normal. Stimulasi kontralateral menghasilkan respon langsung normal, tetapi
respons konsensual terganggu. Lesi yang melibatkan koneksi trigeminofacial mungkin
menghasilkan penurunan kedua respon langsung dan konsensual. Refleks kornea mungkin
tertekan pada lesi kontralateral, terutama jika ada keterlibatan thalamic. Sensasi kornea dapat
terganggu pada pemakai lensa kontak.
REFLEK NASAL/BERSIN
Reflex stimulasi selaput lendir hidung dengan kapas, atau benda serupa menyebabkan
kerutan
hidung, penutupan mata dan pernafasan kuat yang menyerupai bersin Nervus ophthalmicus
cabang dari trigeminal menginervasi septum nasal dan saluran hidung bagian anterior. Aferen
refleks melalui CN V1, eferen melalui N. V, VII, IX, X, dan saraf motor dari sumsum tulang
belakang servikalis dan thorakalis.
PEMERIKSAAN OCULAR MOTOR NERVES ( N III, IV, VI)
Pemeriksaan Keterangan
INSPEKSI
Inspeksi luar
Posisi kedua mata Inspeksi mata dari luar, apakah terdapat malalignment (strabismus)
yang
tampak.
- Ptosis
- Asimetri
Pupil dan iris Inspeksi bentuk pupil dan iris dalam hal:
- Sinekia
REFLEKS PUPIL
Konvergensi:
Miosis
GERAKAN BOLA
MATA
Assesment fiksasi mata Menilai kemampuan fiksasi mata pada pengelihatan auh maupun
dekat.
Normal bila mampu memfiksasi mata dengan
stabil
- Lateral
- Medial
- Medial Superior
- Medial Inferior
- Lateral superior
- Lateral inferior
Tes Saccadic Pasien melihat satu objek, kemudian secara cepat melihat objek lain,
dinilai:
- Kecepatan
- Magnitude
- Akurasi
Refleks Vestibulookular Pasien melihat satu objek, kemudian kepala digerakkan secara pasif
ke kiri
dan ke kanan, atas dan bawah.
Test Optokinetik Pasien diminta mengamati objek khusus, seperti target bergaris yang
bergerak atau rotating drum. Dinilai adanya nistagmus
optokinetik.
Tes subjektif:
Red lens test Pasien mengenakan kacamata khusus berwarna merah pada kaca sebelah
kanan., kemudian diminta melirik pada keenam arah kardinal.
Cari karakteristik diplopia yang terjadi pada masing-masing
posisi.
Maddox rod test Maddox rod merupakan silinder plastik yang membentu garis vertikal
maupun horizontal, tergantung cara penggunaannya. Garis
vertikal digunakan untuk menilai diplopia horizontal, dan
sebaliknya.
Tes Objektif:
ulan) cahaya pada kornea, untuk
Test refleks pantulan knya deviasi mata
cahaya kornea
(hirschberg test)
TES LAINNYA
opsoclonus
Occular bobbing, cade spontan menjauh dari titik
occular flutter,
Ocular motor apraxia Ketidakmampuan melakukan gerakan saccade untuk melihat
secara
horizontal, dan mengkompensasinya dengan berkedip atau gerakan
kepala.
Pada pasien yang mengalami lesi Nervus VII : a.Mata terbuka lebih lebar, tidak
berkedip, terjadi
peningkatan airmata b. Tidak tampak lipatan dahi c. Pipi datar atau tampak jatuh d. Sudut bibir
tampak lebih rendah dibanding sisi normal
e. Pipi "hilang" (flappy) saat berbicara f. Garis midsagital mulut tertarik dominan kearah sisi normal
B Pemeriksaan Sensoris
1. Rasa a. Minta pasien untuk menjulurkan lidah. Pasien dapat merasakan
sensasi rasa pada lidah dengan tepat. b. Letakkan permukaan dorsal jari telunjuk kiri pemeriksa
secara horizontal pada dagu pasien, sambil menahan kassa/ tissue yang melapisii jari telunjuk
pemeriksa c. Ketika lidah menjulur, tahan posisinya diantara jari telunjuk dan ibu jari yang telah
dilapisi kassa/ tissue
d. Minta pasien untuk mengangkat tangannya (tidak perlu berkata) ketika merasakan sesuatu e.
Sebagai bahan penguji dapat menggunakan stik aplikator yang telah dilumuri substansi rasa (manis,
asam, pahit, asin)
f. Pengujian dilakukan dalam kurun waktu 5- 10 detik
C. Pemeriksaan Refleks 1.Refleks Orbicularis Occuli Focal
a. Dilakukan penarikan kulit di bagian lateral hingga bagian luar cantus dengan ibu jari dan telunjuk
Pada keadan normal terjadi kontraksi pada daerah orbicularis occuli yang ditandai dengan
menutupnya mata b. Dilakukan pengetukan cepat pada ibu jari /
telunjuk tsb
2. Refleks Orbicularis Non Focal (SUpra Orbital, trigminofacial, Mc Carthy's,
Nasopalbebral, Ketukan Glabella, Myerson's)
a. lakukan pengetukan pada tepi luar daerah supraorbital, glabella, daerah sekitar orbita,
atau dapat pula dilakukan dengan pengetukan pada daerah dahi (hingga batas garis rambut)
Pada keadaan normal ditandai dengan kedipan mata bilateral , yang
umumnya secara normal dapat diinhibisi
3. Refleks auditory palpebral atau auro atau akustiopalpebral, cochleopalpebral atau
cochleo-orbicularis a. Berikan rangsangan berupa gelombang suara keras secara tiba-tiba pada
pasien
Pada keadaan normal ditandai dengan refleks menutup mata, umumnya bilateral tetapi refleks lebih
sering pada sisi ipsilateral
4. Reflks Visuopalpebral, visual orbicularis, opticofacial, kedip, atau reflex Menace
a. Berikan rangsangan berupa cahaya yang kuat secara tiba-tiba pada pasien
Pada keadaan normal ditandai dengan refleks menutup mata
5.Refleks Emergency Light
Pada keadaan normal,
a. Berikan rangsangan berupa cahaya yang kuat secara tiba-tiba pada pasien
ditandai dengan refleks menutup mata yang disertai dengan kontriksi pupil, letak alis mata yang
merendah, fleksi pada leher, dan sesekali disertai dengan munculnya elevasi pada lengan.
6. Refleks Trigeminofacial, Trigeminopalpebral, atau Trigemino- Orbicularis a. Berikan rangsangan
berupa nyeri pada daerah wajah atau area sekitar mata; atau dapat dibangkitkan dengan
menghembuskan angin atau dengan panas/dingin pada daerah wajah/ sekitar mata
Pada keadaan normal ditandai dengan refleks menutup mata
7. Refleks Bells Phenomenon a.Pasien diminta untuk memejamkan mata, amati pergerakan bola mata
Pada keadaan normal, ketika mata terpejam, bola mata umumnya mengarah kebawah 8. Refleks
Orbicularis-Oculi a.Lakukan pengetukan pada bagian atas bibir atau pada bagian tepi dari hidung
Pada keadaan normal, terjadi kontrakasi pada otot yang mengangkat sudut bibir 9. Chovstek Sign a.
Lakukan pengetukan dengan ujung jari telunjuk, tengah , dan manis percabangan
Pada keadaan Normal, tidak akan muncul
telunjuk, tengah , dan manis
percabangan n.fasialis depan telinga
tidak akan muncul
kontraksi pada otot fasial
Pemeriksaan Garpu
– Schwabach memendek
– Schwabach memendek
B
: Getarkan garputala,
pd proc.mastoideus penderita –
garputala tdk di dengar lg oleh
ndahkan ke proc.mastoideus 3. Weber
Kekuatan otot
-Pasien dalam posisi berbaring telungkup atau duduk -Tangan kanan pemeriksa
diletakkan di punggung pasien. -Pasien diminta untuk mengekstensikan lehernya,
sementara tangan kiri pemeriksa memberikan tahanan di oksipital pasien. -Kontraksi otot
trapezius dan otot ekstensor lainnya dapat dilihat dan dipalpasi. -Nilai kekuatan gerakan.
Pemeriksaan rhomboid:
-Pasien diminta melakukan gerakan abduksi lengan hingga 90◦, melawan dorongan
pemeriksa Pemeriksaan Supraspinatus:
-Salah satu tangan pemeriksa diletakkan di bahu pasien guna melakukan palpasi
supraspinatus, sementara tangan lainnya memberikan tahanan di lengan bawah pasien
-Pasien diminta melakukan abduksi bahu kurang dari 15o
-Lengan pasien dalam posisi abduksi dan tangan pasien memegang lengan
pasien -pasien diminta mengadduksikan lengannya melawan tahanan
pemeriksa Pemeriksaan Latissimus dorsi
-Lengan kanan pasien dalam posisi abduksi ditahan oleh tangan kanan
pemeriksa -Pasien diminta mengadduksikan lengannya -Tangan kiri
pemeriksa meraba m.latissimus dorsi Pemeriksaan Rotasi Eksternal Lengan
-Sendi siku pasien difleksikan 90o -Pasien diminta melakukan gerakan rotasi eksternal
pada lengan bawahnya ke arah lateral dengan melawan tahanan Pemeriksaan bisep
brachii:
-Letakkan siku pasien di posisi antara fleksi dan ekstensi -Minta pasien untuk
mengekstensikan sikunya atau menahan posisinya dari tahanan pemeriksa Pemeriksan
brachioradialis:
-Dalam posisi semipronasi, pasien diminta memfleksikan lengan bawahnya melawan
tahanan pemeriksa Fleksi Wrist:
-Lengan bawah pasien di pegang pemeriksa dalam posisi pronasi dan pergelangan tangan
setengah ekstensi -Pasien berusaha menahan usaha pemeriksa memfleksikan tangan
pasien Tangan dan Jari Pemeriksaan Fleksor Digitorum Profundus: -Pasien diminta
menahan usaha pemeriksa untuk mengekstensikan falang distal sementara falang media
difiksasi
Pemeriksaan fleksor digitorum sublimis: -Pasien diminta menahan usaha pemeriksa untuk
meluruskan jari-jari pada sendi interfalang pertama Pemeriksaan ekstensor digitorum comunis:
-Dengan tangan diluruskan dan sendi interfalang diekstensikan, pasien diminta menahan
usaha pemeriksa untuk memfleksikanjari pada sendi metacarpofalangeal Ekstensi falang
distal dan media: -Pemeriksa memfiksasi sendi metacarpofalangeal -Pasien diminta untuk
mengekstensikan jarinya melawan tahanan pemeriksa Pemeriksaan fleksor policis longus:
-Pasien diminta menahan upaya pemeriksa untuk mengekstensikan falang distal ibu jari
sementara falang proksimal difiksasi Pemeriksaan Ekstensor policis longus: -Pasien diminta
melawan fleksi pasif ibu jari pada sendi interfalangeal Pemeriksaan Ekstensor policis brevis:
-Pasien diminta melawan fleksi pasif ibu jari pada sendi metacarpofalangeal Pemeriksaan
abduktor policis longus: -Pasien diminta mengabdusikan ibu jari pada bidang sejajar telapak
tangan Pemeriksaan policis opponen: -Pemeriksa menahan ibu jari pasien -Pasien diminta
melawan tahanan sehingga ibu jari bisa menyentuh ujung jari kelingking
Pemeriksaan opponen digiti minimi: -Pasien diminta menggerakan jari kelingkingnya
yang diekstensikan pemeriksa menuju ibu jari
-Pasien diminta memfleksikan paha melawan tahanan pemeriksa, lutut difleksikan dan
tungkai bertumpu pada lengan pemeriksa Pemeriksaan ekstensor paha di bagian
pinggul:
-Pasien telentang, diminta untuk menggerakkan tungkai ekstensi keluar melawan tahanan
pemeriksa -Kontraksi gluteus medius dan tensor fascia latae dapat dipalpasi Pemeriksaan
Adduksi Paha di Pinggul:
-Pasien telentang dengan posisi tungkai ekstensi -Pasien diminta
mengadduksikan tungkai melawan tahanan pemeriksa -Kontraksi
otot adduktor dapat dilihat dan dipalpasi Pemeriksaan rotasi
internal paha:
-Pasien berbaring posisi telungkup, diminta untuk mempertahankan fleksi lutut sementara
pemeriksa berusaha mengekstensikan lutut pasien. Pemeriksaan Sartorius:
-Pasien dalam posisi paha difleksikan dan rotasi lateral, lutut fleksi
sedang -Pasien diminta memfleksikan lututnya melawan tahanan
pemeriksa Pemeriksaan ekstensi tungkai :
-Pasien berbaring telentang, diminta untuk mengekstensikan tungkai di sendi lutut melawan
tahanan pemeriksa -Kontraksi quadrisep femoris dapat dilihat dan dipalpasi
-Ciptakan suasana rileks -Amati apakah ada postur yang abnormal atau posisi istirahat yang
menunjukkan perubahan tonus -Palpasi otot -Lakukan manipulasi pasif meliputi ekstensi, fleksi,
dan range of motion secara lambat maupun cepat
-Lengan diabduksikan setinggi bahu -Lengan bawah difleksikan pada siku secara
pasif -Hipertonisitas : fleksibilitas menurun dan gerakan fleksi pasif tidak dapat
dilakukan Hipotonisitas : fleksibilitas meningkat dan gerakan fleksi pasif lebih
cepat dari normal
-Pasien berbaring tanpa bantal, rileks, mata ditutup, dan alihkan perhatiannya -Pemeriksa
menempatkan satu tangannya di bawah oksiput pasien untuk melindungi kepala pasien
-Kontraksi tibialis posterior dapat dilihat dan
dipalpasi Pemeriksaan dorsofleksi (ekstensi)jari kaki:
-Pasien diminta melakukan gerakan dorsofleksi kaki -Tendons extensors digitorum dan
hallucis longus dan extensor digitorum brevis dapat dilihat dan dipalpasi. Pemeriksaan
fleksi jari-jari kaki:
-Tangan yang lain mengankat kepala pasien dengan cepat dan kemudian menjatuhkannya
-Normal jika kepala akan turun dengan cepat ke tangan pemeriksa yang melindungi kepala
pasien tersebut -Rigiditas ekstrapiramidal: kepala akan jatuh secara lembut dan lambat
-Meningismus: adanya tahanan pada fleksi leher
Pendulousness of the
Legs
-Pasien duduk di tepi meja, rileks, kaki menggantung bebas -Pemeriksa mengekstensikan
kedua tungkai secara horizontal kemudian melepaskannya atau mendorong tungkai
tersebut ke belakang dengan cepat -Normal : kaki akan berayun dan jangkauan ayunan
akan berkurang dan menghilang setelah 6-7 osilasi Ekstrapiramidal rigiditas: penurunan
waktu ayunan, kualitas respon normal Spastisitas: gerakan jerky dan ireguler, gerakan maju
lebih cepat dan lebih besar daripada gerakan mundur, pola zigzag Hipotonus : respon
meningkat, jangkauan ayunan meningkat, osilasi lebih lama
SENSASI EKSTEROCEPTIF
SENSASI PROPRIOSEPTIF
menyadari gerakan.
SENSASI TEKANAN
Sensasi Nyeri Dalam atau Nyeri Tekanan Nyeri dalam diperiksa dengan cara
menekan otot,
tendon, atau testis; menekan kuat dan hiperfleksi
kuat sendi interphalangeal tangan; penekanan
kuat dasar kuku dengan palu reflek atau gigi
garputala.
- Interpretasi:
- Interpretasi
- Interpretasi
- Interpretasi
2. Refleks Chaddock’s
Refleks chaddock muncul dengan cara menstimulasi aspek lateral dari kaki dengan
menggunakan ujung yang tumpul. Stimulasi dilakukan pada daerah sekitar malleolus
eksternal dengan arah sirkular. Refleks abnormal muncul ditandai dengan
dorsofleksi dari jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
2 Mampu memilih peralatan yang tepat untuk pemeriksaan
Refleks
Chaddock
3. Tanda Gordon
Tanda Gordon diperoleh dengan mencubit atau memberikan tekanan pada otot
gastrocnemius. Refleks abnormal muncul ketika terjadi dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
4. Schaeffer’s Sign
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
5. Oppenheim’s Sign
Muncul dengan memberikan tekanan dengan menggunakan jempol dan telunjuk pada
aspek anterior tibia terutama pada aspek medial yang diteruskan dari region
infrapatelar ke ankle. Respon yang muncul ditandai dengan dorsofleksi jempol kaki.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
6. Rossolimo’s Sign
Muncul dengan melakukan perkusi pada permukaan plantar, pemeriksaan ini dilakukan
dengan tungkai bawah pasien dalam posisi ekstensi. Pemeriksaan ini dikenal dengan
nama lain reflex tarsophalangeal. Hasil yang abnormal ditunjukkan dengan terjadinya
fleksi plantar menandakan adanya lesi pada traktus pyramidal.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
7. Hoffman Reflex
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
8. Tromner’s Reflex
Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi awal tangan pasien sama dengan
pemeriksaan Hoffman, pemeriksa melakukan ketukan pada sisi volar dari jari
tengah pasien dan hasil positif ditunjukkan dengan respon yang sama dengan
pemeriksaan Hoffman yang menandakan terdapat lesi pada tractus pyramidal
diatas segmen cervical 5-6.
Ceklis Pemeriksaan :
No. Kriteria
1 Menjelaskan tujuan dan prosedur
pemeriksaan
Reflek primitif gerakan stereotipik yang berasal dari brainstem tanpa keterlibatan kortikal Grasp
Reflex
Normal ditemukan pada bayi baru lahir dan akan hilang pada usia 2
– 4 bulan.
Dapat juga ditemukan pada hemiplegic
spastik
Normal ditemukan pada bayi baru lahir dan akan hilang pada usia 2
– 4 bulan.
Mekanisme Respon kompleks yang melibatkan integrasi visual dan taktil di level
kortikal
Definisi kontraksi m.mentalis dan m.orbicularis oris sehingga terjadi lipatan kulit
dagu disertai sudut mulut yang sedikit terangkat setelah diberikan
stimulus berupa goresan ringan pada telapak tangan ipsilateral
kurang bermakna sebagai tanda lokalisasi lesi Mekanisme Respon kompleks yang
Cara Pemeriksaan Lakukan goresan tumpul pada eminensia thenar ataupun pukulan ringan
(tapping) pada lengan hingga ibu jari.
Snout Reflex / orbicularis oris reflex Definisi gerakan protrusi bibir (terutama bibir
bawah)/mecucu disertai penurunan
sudut mulut setelah diberikan stimulus taktil perioral berupa penekanan
philtrumbibir atas, tapping ringan pada bibir ataupun usapan dengan
spatula lidah menyilang pada kedua bibir
Mekanisme Respon kompleks yang melibatkan integrasi visual dan taktil di level
kortikal
Cara Pemeriksaan
Cerebellar Examination
Uji klinis untuk kelainan fungsi tubuh cerebellar pada dasarnya didisain untuk mendeteksi
disinergia, dekomposisi dari gerakan, dan dysmetria. Kombinasi dari inkoordinasi, kejanggalan,
kesalahan pada kecepatan, jangkauan dan kekuatan dari gerakan, yang diikuti
disdiadochokinesia dan tremor intensi dikenal sebagai ataxia cerebellar. Pengamatan
memberikan informasi yang sama dengan pemeriksaan fisik. Melihat cara pasien berdiri,
berjalan, memakai dan membuka baju, mengancingkan dan membuka kancing pakaian, dan
ikatan tali sepatu dapat membuktikan adanya tremor, inkoordinasi, kelalaian, dan cara menjaga
posisi tubuh. Pasien diminta untuk menulis, menggunakan alat sederhana, minum dari gelas,
dan mengikuti jejak garis dengan pena yang ringan tanpa sokongan siku. Pengujian pada bayi
dan anak-anak mungkin terbatas pada observasi sederhana, mencatat kemampuan anak untuk
meraih dan mempergunakan mainan. Uji untuk koordinasi dibagi atas equilibratory dan fungsi
nonequilibratory.
Koordinasi Equilibratory
Saat jari mencapai target maka tremor intensi yang kasar dan tidak beraturan semakin
dapat diamati. Di tengah gerakan akan ada sedikit tremor, dan mendekati akhir gerakan
tremor akan muncul, ketika jari menyentuh dengan target, tremor akan berhenti. Pada
ataxia cerebellar, kesulitan akan bervariasi mulai dari inkoordinasi ringan hingga berat.
Pasien
dengan ataxia appendicular berat tidak mampu menyentuh tangan ke kepala apalagi jari
ke hidung.
Pasien dengan dismetria akan berhenti sebelum menjangkau hidungnya sendiri, jeda,
kemudian melanjutkan gerakannya secara perlahan dan goyang, atau melampaui batas
dengan kecepatan dan kekuatan tinggi. Dengan dissinergi, gerakan tidak dapat
dilakukan dengan lancar dan harmonis, dapat berhenti tidak teratur, akselerasi, defleksi
atau disintegrasi gerakan. Uji finger to nose melawan tahanan yang ringan menunjukkan
ataxia ringan semakin jelas dan ataxia laten semakin terbukti. Pemeriksa dapat
memberikan tahanan dengan meletakkan jarinya melawan lengan bawah pasien dan
memberikan tekanan saat pasien menggerakkan lengannya ke ujung hidung, atau
dengan cara meletakkan pita karet panjang pada pergelangan tangan pasien dan
menariknya secara lembut. Pemeriksaan lain berupa pasien menggambar garis,
memulai dan berhenti pada titik yang ditentukan. Pasien mungkin mengalami kesulitan
memulai pada titik yang benar atau bisa berhenti atau melampaui titik yang ditentukan.
Bisa juga muncul tremor, osilasi dari satu sisi ke sisi lain sepanjang jalur yang
semestinya. Pasien dengan penyakit cerebellar bisa makrografi dengan huruf yang
besar
dan semakin besar di tiap halamannya. Gangguan menulis juga terlihat pada penyakit
kemudian menyentuh
ujung jari telunjuk atau jari tengah melewati garis busur yang lebar
untuk melihatnya benar-benar pada garis tegah. Dilakukan secara lambat kemudian
cepat, dengan mata yang pertama-tama terbuka dan kemudian ditutup. Pada penyakit
cerebellar unilateral, jari di sisi yang sama bisa gagal mencapai garis tengah dan jari
pada sisi normal mampu mencapai garis tengah lengan pada sisi yang terkena akan
bangkit dan menyebabkan jari tersebut di atas atau di bawah sisi yang normal.
Pada pasien histeria/malingering, akan terjadi respon yang sangat tidak beraturan. Pasien
seolah-olah tidak mampu mencapai jari ke ujung hidung atau mengelilingi dengan lebar
namun dapat menyentuh ujung jarinya. Pasien dapat menyentuh bagian wajah yang lain,
namun tidak kehilangan sensasi atau koordinasi.
Pemeriksaaan yang sama dapat dilakukan unruk menilai ekstremitas bawah. Pada tes heel
tau uji tumit-tulang kering, pasien diminta untuk meletakkan tumit pada lutut di
to shin a
sebelahnya, menyentuh lutut naik turun beberapa kali, dorong ujung tumit di sepanjang
garis ke ujung ibu jari kaki, kemudian kembali ke lutut. Pasien dengan penyakit
cerebellar akan menaikkan kaki terlalu tinggi, fleksi lutut terlalu banyak dan
menempatkan tumit di bawah lutut. Gerakannya di sepanjang ibu jari akan menghentak
dan goyah. Pada ataxia sensori, pasien sulit melokalisasi lutut dengan menggunakan
tumit. Ada kesulitan menjaga tumit tetap di tulang kering, bisa melenceng ke sisi
sebelahnya saat meluncur di tulang kering. Pada uji ibu jari kaki ke jari telunjuk, pasien
mencoba untuk menyentuh ibu jari kaki, lalu lutut kemudian jari pemeriksa. Bila ada
dismetria, akan terjadi terlalu lebih atau terlalu rendah dari target yang ditentukan, tremor
intensi dan osilasi juga dapat dilihat. Pasien diminta untuk menggambar lingkaran atau
membuat gambaran angka delapan di lantai ataupun di udara dengan kaki, pada pasien
ataxia akan terjadi gerakan yang goyah dan gambaran irreguler.
Teknik meminta pasien untuk pronasi dan supinasi tangan seperti ditepuk secara
bergantian dengan telapak/punggung pada paha atau telapak/punggung tangan
satunya. Bisa juga dengan meniru mengencangkan bola lampu atau memutar gagang
pintu. Gerakan dilakukan repetitif dan secepat mungkin.
Gerakan melibatkan inervasi yang berbalas-balasan dan aksi agonis dan antagonis seperti:
membuka dan mengepal tangan, fleksi dan ekstensi jari, menyentuh ujung jari telunjuk
ke sendi interfalangeal ibu jari atau menepuk secara cepat atas meja dengan tangan
atau ujung jari. Uji yang baik mengharuskan pasien menyentuh ujung ibu jarinya dengan
ujung setiap jariya secara cepat dan berurutan dimulai dari jari telunjuk sampai
kelingking, lalu sebaliknya. Pemeriksaan lain dengan mengetuk ritme simpel dengan tiap
tangan (misal 1- 2-3 dengan irama yang stabil), kemudian dengan irama yang lebih
kompleks, contohnya lagu Happy Birthday. Pemeriksaan RAM pada ekstremitas bawah
lebih terbatas. Pasien diminta untuk mengetuk kaki dengan mantap, menantang lantai
bila berdiri,melawan telapak tangan
pemeriksa bila telentang atau secara berulang menyentuh tumit ke lutut naik turun jika
berbaring. Pemeriksaan RAM pada lidah dengan pasien menggerakkan lidah ke dalam
dan ke luar secepat mungkin.
Pada seluruh tes RAM, perhatikan kecepatan, ritme, akurasi dan kehalusan gerakan.
Pasien dengan ataxia akan melakukan secara lambat dan ragu-ragu dengan jeda antara
gerakan yang berlawanan secara goyah dan ireguler dan hilangnya ritme atau debar
yang cepat. Gerakan dapat dilakukan dengan baik awalnya,namun setelah beberapa
saat akan janggal dan kaku. Kedua ekstremitas harus dibandingkan, tetapi pasien
banyak juga pasien dengan abnormalitas bilateral dan pemeriksa harus berpatokan pada
pengalaman dan menggunakan kontrol lainnya. Dengan mencontohkan gerakan yang
harus dialkukan pada pasien akan menjadikannnya sebagai kontrol juga. Pada beberapa
pemeriksaan,seperti gerakan jari yang cepat dan berulang kedua ekstremitas dapat
diperiksa secara simultan dan dibandingkan antar sisi. Tes yang simultan akan
menitikberatkan pada abnormalitas sisi yang terkena.
Fenomena rebound terjadi normal dan dapat berlebihan pada badan yang spastik. Tidak
adanya rebound yang dipengaruhi penyakit cerebellar adalah tidak normal.