LAPORAN KASUS
IDENTITAS PRIBADI
• Nama :Tn. O
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Umur : 53 thn
• Alamat : Jl. Tanah Sersal XIII No 27,
Jakarta Barat
• Status : Sudah menikah
• Agama : lslam
I. ANAMNESA
KEPALA
Bentuk : normocephali
Ukuran : normal
Simetris : simetris
Hematom : (-)
Pulsasi : (-)
Deformitas : (-)
Benjolan : (-)
Toraks :
Pulmo
Inspeksi : dada bagian belakang simetris, skapula normal,
columna verterbralis di tengah
Dada bagian depan simetris, iga-iga mendatar, ruang
sela iga normal, sternum dan klavikula normal,
frekuensi pernapasan 19x/menit, reguler,
thorakoabdominal, retraksi saat inspirasi (-)
Palpasi : krepitasi (-), benjolan (-), gerakan dinding thoraks
kanan-kiri pergerakan simetris, stem fremitus kanan-
kiri pada lapangan paru atas, bawah, dan samping,
depan dan belakang sama kuat
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler pada kedua hemitoraks kiri dan
kanan, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Cor
Inspeksi : bentuk dada simetris saat diam dan bernapas, pulsasi
ictus cordis tidak tampak
Palpasi :pulsasi ictus cordis teraba 3 cm (2 jari) di ICS V MCL
Sinistra, thrill(-), heave (-)
Perkusi : redup
batas atas : ICS II parasternal line sinistra
batas kanan : ICS IV sternal line dextra
batas kiri : ICS V midclavicula line sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I dan II normal, reguler, murmur (-),
gallop (-) di ICS V MCL Sinistra
Abdomen
Inspeksi : tampak buncit, tidak ada sikatriks, tampak striae, tidak
tampak gerakan usus, tidak ada hernia maupun
peradangan di umbilikus.
Palpasi: : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang abdomen,
tidak ada nyeri tekan di supra symphisis pubis, hepar dan
lien tidak teraba membesar.
Perkusi : timpani di 4 kuadran abdomen, tidak ada nyeri ketok
CVA kanan kiri,
Auskultasi : bising usus positif 11x/menit, bruit (-), friction rub (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema Tidak ada Tidak ada ada Tidak ada
Clubbing finger Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Akral dingin Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Akral sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
CRT < 2 detik < 2 detik < 2 detik < 2 detik
Kuku Tidak Tidak Tidak Tidak
tampak tampak tampak tampak
spoon nails spoon nails spoon nails spoon nails
Kulit : Kulit keriput, warna hitam, kering, tidak ikterus, tidak sianosis
STATUS NEUROLOGIS
Fungsi Luhur
o Orientasi : sulit dinilai
o Gangguan bicara dan bahasa : afasia motorik
o Daya ingat : sulit dinilai
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : negatif
Brudzinsky II : negatif
Brudzinsky III : negatif
Brudzinsky IV : negatif
Kernig : >135º/> 135o
Laseque : > 60º/>60o
Saraf Kranialis
Nervus Olfactorius (N.I) Kanan Kiri
Daya Penghidu Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nervus Opticus (N.II) Kanan Kiri
Visus Menurun Menurun
Lapang pandang Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
Nervus Occulomotor (N.III) Kanan Kiri
Ptosis Positif Positif
Gerak mata ke superior Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerak mata ke inferior Sulit dinilai Sulit dinilai
Gerak mata ke medial Sulit dinilai Sulit dinilai
Pupil (bentuk & ukuran) bulat, 3 mm bulat, 2 mm
Refleks cahaya langsung Positif melambat Positif melambat
Refleks cahaya tak langsung Positif melambat Positif melambat
Nervus Trochlearis (N.IV) Kanan Kiri
Gerak mata ke lateroinferior Sulit dinilai Sulit dinilai
Nervus Trigeminus (N.V) Kanan Kiri
Sensorik (cabang oftalmikus, Sulit dinilai Sulit dinilai
maxillaris, mandibularis)
Motorik (membuka mulut, Sulit dinilai Sulit dinilai
menggerakkan rahang, menggigit)
Nervus Abducens (N.VI) Kanan Kiri
Gerak mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
Nervus Facialis (N.VII) Kanan Kiri
Lagophtalmus Negatif Negatif
Mengerutkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat alis Sulit dinilai Sulit dinilai
Sulcus nasolabialis Tidak simetris Tidak simetris
Menyeringai Sudut mulut sebelah kiri tertinggal
Nervus vestibulocochlearis (N VIII)
Tes Romberg Sulit dinilai
Nistagmus
Sulit dinilai
Tes pendengaran (gesekan jari) Sulit dinilai
Nervus Glossopharyngeus (N.IX) dan N. Vagus
Pallatum molle Miring kekiri
Arcus faring Miring kekiri
Uvula Deviasi ke kiri
Disfagia Sulit dinilai
Disfonia Sulit dinilai
Bersuara Positif
Mengejan Sulit dinilai
Nervus Accessorius (N.XI) Kanan Kiri
Menoleh kanan-kiri Sulit dinilai Sulit dinilai
Mengangkat bahu Sulit dinilai Sulit dinilai
Nervus Hypoglossus (N.XII)
Sikap lidah Deviasi ke kanan
Menjulurkan lidah Sulit dinilai
Disartria Sulit dinilai
Pemeriksaan Motorik
Trofi otot : Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Tonus otot : Normotonus hipotonus
Normotonus hipotonus
Kekuatan : 5555 2222
5555 2222
Refleks Fisiologis
Biceps : ++/+
Triceps : ++/+
Patella : ++/+
Achilles : ++/+
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner : negatif/negatif
Babinski : negatif /positif
Chaddock : negatif positif
Oppenheim : negatif /positif
Gordon : negatif /positif
Schaefer : negatif /positif
Klonus paha : negatif/negatif
Klonus kaki : negatif/negatif
Kesimpulan:
Saat ini cor dan pulmo tidak tampak kelainan
Pemeriksaan EKG tanggal 20 Agustus 2019
CT-Scan Kepala Axial/ Coronal Tanpa Kontras pada tanggal 20 Agustus 2019
IV. Resume
Pasien datang dibawa oleh keluarganya datang ke IGD RS Sumber
Waras pada tanggal 20 Agustus 2019 pukul 13.00 WIB dengan keluhan
lemas sisi tubuh sebelah kiri dan bicara tidak jelas. Keluhan sakit kepala
(+), pandangan berbayang (+).
Pemeriksaan fisik tampak sakit sedang, sopor E2M4Vafasia,
frekuensi nadi 102 x /menit, isi cukup , regular, TD: 200/110 mmHg, SpO2
: 99% tanpa bantuan O2, RR: 20x/menit. , rangsang meningeal negatif. Pada
pemeriksaan status neurologis terdapat gangguan pada saraf kranial ke II,
III, VII, XI, X, XII disisi kanan, penurunan kekuatan motorik dan pada
lengan dan tungkai kiri
Hasil pemeriksaan laboratorium darah pada 20 Agustus 2019
didapatkan peningkatan leukosit. Pada hasil pemeriksaan CT Scan kepala
non kontras pada tanggal 20 Agustus 2019, didapatkan gambaran ICH
(49cc) di corona radiata kanan-putamen-globus pallidus kanan disertai
hippocampus kanan dengan perifocal edema di sekitarnya yang mendesak
ventrikel III dan ventrikel lateralis kanan ke kiri. Subakut ischemic cerebral
infarction di sentrum semiovale kiri, corona radiata kiri, basal ganglia kiri,
dan thalamus kiri
V. Daftar masalah
Diagnosis kerja
ICH temporoparietal dextra
VI. Tatalaksana
Farmakologi
Mannitol 4x250 cc selama 30 menit
Kalnex 500 mg 3x1 ampul IV
Injeksi nicardipine 0,5mcg dlm 90 cc/jam
Nonfarmakologi
Elevasi kepala 30 derajat
Alat bantu O2 jika SpO2 menurun
Pasang NGT ukuran 16
Pasang urin bag
Pasang infus RL 500 cc 12 tpm
Konsul bedah saraf
VII. Rencana Evaluasi
Mengevaluasi keadaan umum, kesadaran dan TTV
Mengevaluasi peningkatan TIK
Mengevaluasi keseimbangan cairan
Mengevaluasi komplikasi yang dapat terjadi
VIII. Edukasi
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang definisi dari
penyakit, kondisi pasien, tatalaksana dan prognosis terhadap
penyakit stroke hemoragik.
IX. Komplikasi
- Hidrosefalus
- Vasospasme
- Hemiparesis
- Epilepsi
- Kerusakan parenkim otak permanen
- Kematian
X. Prognosis
- Ad vitam : dubia ad malam
- Ad functionam : dubia ad malam
- Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak.3 Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan
neurologi yang bersifat akut dan salah satu penyebab kecacatan dan kematian
tertinggi didunia.3,4
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
tahun 2018, prevalensi penyakit tidak menular (PTM) mengalami kenaikan jika
dibandingkan dengan Riskesdas 2013. Stroke menjadi salah satu penyakit
terbanyak selain kanker, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus, dan hipertensi.
Dijelaskan pada Riskesdas 2018, prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%
(Gambar 2.1). Diabetes dan hipertensi yang juga merupakan faktor resiko dari
stroke mengalami peningkatan dari 6,9% menjadi 8,5% berdasarkan pemeriksaan
gula darah pada diabetes mellitus dan peningkatan 25,8% menjadi 34,1%
berdasarkan pemeriksaan tekanan darah pada hipertensi.4
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan. Risiko stroke pada
laki-laki 1,25-2,5 kali lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini berhubungan
dengan estrogen. Estrogen berperan dalam pencegahan plak aterosklerosis seluruh
pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral. Dengan demikian, perempuan
pada usia reproduktif memiliki proteksi terhadap penyakit vaskular dan
aterosklerosis yang menyebabkan kejadian stroke lebih rendah dibandingkan laki-
laki. Namun, pada keadaan premenopause dan menopause yang terjadi pada usia
lanjut, produksi estrogen menurun sehingga menurunkan efek proteksi tersebut.5
3. Genetik
Faktor genetik yang sangat berperan antara lain adalah riwayat penyakit stroke,
riwayat penyakit hipertensi, riwayat penyakit jantung, riwayat penyakit diabetes
melitus.5,6
4. Ras dan etnik
Berdasarkan suku bangsa didapatkan suku kulit hitam Amerika mengalami risiko
stroke lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insiden stroke pada kulit hitam sebesar
246 per 100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000 penduduk untuk kulit
putih.5
3. Dislipidemia
Meskipun tidak seberat yang dilaporkan sebagai penyebab penyakit jantung, salah
satu penelitian observasional menunjukkan hubungan peningkatan kadar lipid
plasma dengan kejadian stroke iskemik. Komponen dislipidemia yang diduga
berperan yakni kadar HDL yang rendah dan kadar LDL yang tinggi. Kedua hal
tersebut mempercepat aterosklerosis pembuluh darah koroner dan serebral.5
4. Rokok
Secara prospektif merokok dapat meningkatkan perburukan serangan stroke
sebesar 3,5 kali dan dihubungkan dengan banyaknya konsumsi rokok. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa mekanisme. Salah satunya adalah erivat rokok yang
sangat berbahaya, yakni nikotin. Nikotin diduga berpengaruh pada sistem saraf
simpatis dan proses trombotik. Dengan adanya nikotin, kerja sistem saraf simpatis
akan meningkat termasuk jalur simpatis sistem kardiovaskular, sehingga terjadi
peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan meningkatnya aliran darah ke otak.
Selain itu merokok dalam waktu lama akan meningkatkan agregasi trombosit, kadar
fibrinogen dan viskositas darah serta menurunkan aliran darah ke otak yang
menyebabkan terjadinya stroke iskemik.5
5. Asam Urat
Hiperurisemia diduga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan
agregasi trombosit.5
2.4 Anatomi
Pada kebanyakan kasus stroke, keluhan dan gejala neurologi yang ditimbulkan
dapat menentukan lokasi dari lesi pada otak menurut vaskularisasinya (Gambar
2.4)6
Gambar 2.4 Vaskularisasi Otak6
2.5 Klasifikasi
Proses patologis yang mendasari pada stroke bisa iskemia atau perdarahan,
biasanya timbul karena suatu lesi arteri. Membedakan keduanya sulit dengan
anamnesis dan pemeriksaan neurologis, tetapi CT scan atau MRI memungkinkan
diagnosis pasti.7 Di antara stroke iskemik, sekitar 35% adalah dikaitkan dengan
oklusi arteri besar, 25% oklusi arteri kecil, 20% untuk emboli jantung, 15% tidak
diketahui penyebab (kriptogenik), dan 5% untuk proses lainnya (Tabel 2.4).6,7
2.6 Patofisiologi
2.6.1 Stroke Hemoragik
Patofisiologi stroke hemoragik umumnya didahului oleh kerusakan dinding
pmebuluh darah kecil di otak akibat hipertensi. Hipertensi kronik dapat
menyebabkan terbentuknya aneurisma. Proses turbulensi aliran darah
mengakibatkan terbentuknya nekrosis fibrinoid yaitu nekrosis sel/jaringan dengan
akumulasi matriks fibrin. Terjadi pula herniasi dinding arteriol dan rupture tunika
intima sehingga terbentuk mikroaneurisma yang disebut Charcot-Bouchard.
(Gambar 2.7). Mikroaneurisma ini dapat pecah seketika saat tekanan darah arteri
meningkat mendadak. Pada beberapa kasus, pecahnya pembuluh darah tidak
didahului oleh terbentuknya aneurisma, namun semata-mata karena peningkatan
tekanan darah yang mendadak.
Pada kondisi normal, otak mempunyai sistem aurtoregulasi pembuluh darah
serebral untuk mempertahankan aliran darah ke otak. Jika tekanan darah sistemik
meningkat, sistem ini bekerja melakukan vasokonstriksi pembuluh darah serebral.
Sebaliknya bila tekanan darah sistemik menurun, akan terjadi vasodilatasi
pembuluh darah serebral. Pada kasus hipertensi, tekanan darah meningkat cukup
tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya proses hialinisasi pada dinding pembuluh darah, sehingga elastisitasnya
menurun. Kondisi ini berbahaya karena pembuluh darah serebral tidak lagi dapat
menyesuaikan dengan fluktuasi tekanan darah sistemik, kenaikan tekanan darah
secara mendadak akan menyebabkan pecah pembuluh darah.
Darah yang keluar akan terakumulasi dan membentuk bekuan darah
(hematom) di parenkim otak. Volume hematom tersebut akan bertambah, sehingga
memberikan efek desak ruang, menekan parenkim otak, serta menyebabkan
peningkatan TIK. Hal ini akan memperburuk kondisi klinis pasien yang umumnya
berlangsung dalam 24-48 jam onset, akibat perdarahan yang terus berlangsung
dengan edema disekitarnya, serta efek desak ruang hematom mengganggu
metabolisme dan aliran darah.
Pada hematom yang besar, efek desak ruang menyebabkan pergeseran garis
tengah (mid line shift) dan herniasi otak yang pada akhirnya mengakibatkan
iskemia dan perdarahan sekunder. Pergeseran tersebut juga dapat menekan sistem
ventrikel otak dan mengakibatkan hidrosefalus sekunder. Kondisi ini sering terjadi
pada kasus stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah arteri serebri
posterior dan anterior.
Sebagai kompensasi untuk mempertahankan perfusi otak, tekanan arteri
juga akan meningkat. Dengan demikian, akan didapatkan peningkatan tekanan
darah sistemik pascastroke. Prinsip ini harus menjadi pertimbangan dalam memberi
terapi yang bertujuan menurunkan tekanan darah pascastroke karena penurunan
secara drastic akan me nurunkan perfusi darah ke otak da akan membahayakan
bagian otak yang masih sehat. Hematom yang sudah terbentuk dapat menyusut
sendiri jika terjadi absorbs. Darah akan kembali ke peredaran sistemik melalui
sistem ventrikel otak. Stroke hemoragik dapat terjadi melalui berbagai macam
mekanisme. Stroke hemoragik yang dikaitkan dengan hipertensi biasanya terjadi
pada struktur otak bagian dalam yang diperdarahi oleh penetrating artery seperti
pada area thalamus, putamen, pons, dan serebelum. Stroke hemoragik lobaris pada
usia lanjut dihubungkan dengan cerebral amyloid angiopathy, sedangkan pada usia
muda seringkali disebabkan oleh malformasi pembuluh darah.
Stroke hemoragik juga dapat disebabkan etiologic lain seperti tumor
intracranial, penyakit Moyamoya, penyalahgunaan alkohol dan kokain,
penggunaan obat antiplatelet dan antikoagulan, serta gangguan pembekuan darah
seperti trombositopenia, hemofilia, dan leukemia.
Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
3. Tekanan darah
a. Pada stroke hemoragik akut penurunan tekanan darah secara afresif
dengan target sistolik <140 mmHg dalam waktu <1 jam aman untuk
dilakukan dan lebih superior dibandingkan dengan target TD sistolik
<180 mmHg. Untuk menurunkan tekanan darah dapat diberikan
antihipertensi intravena seperti nikardipin, labetolol, atau esmolol
maupun antihipertensi oral.
4. Mempertahankan cerebral perfusion pressure
5. Penatalaksanaan bedah
Secara umum indikasi bedah pada perdarahan intraserebral sebagai berikut:
Hematom serebral dengan diameter >3cm yang disertai penekanan
batang otak dan atau hidrosefalus.
Perdarahan dengan kelainan struktural seperti aneurisma atau
malformasi arteriovena.
Perdarahan lobaris dengan ukuran sedang-berat yang terletak dengan
korteks pada pasien berusia <45 tahun dengan GCS 9-12.
Evakuasi rutin hematom supratentorial dengan kraniotomi standar dalam
96 jam tidak direkomendasikan kecuali pada hematom lobaris 1 cm dari
korteks.
6. Pencegahan perdarahan intraserebral berulang
Tatalaksana hipertensi non-akut merupakan hal yang sangat penting
untuk menurunkan resiko perdarahan berulang
7. Rehabilitasi medik
a. Fisioterapi
b. Mobilisasi2
2.11 Komplikasi
Komplikasi klinis sering terjadi setelah stroke dan bisa sangat mempengaruhi
hasil. Mereka dapat terjadi baik di awal kursus atau selama pemulihan kronis.
1. Afasia dan disartria dapat merespons bahasa dan pelatihan pidato dan
penggunaan komunikasi perangkat.
2. Inkontinensia kandung kemih dan usus harus diselidiki dan ditangani
3. Gangguan kognitif setelah stroke dapat ditangani melalui pengayaan
lingkungan, latihan fisik,dan membatasi penggunaan obat-obatan psikoaktif.
4. Trombosis vena dalam harus profilaksis berat molekul rendah subkutan atau
tidak terfraksi heparin, dengan atau tanpa kompresi pneumatik kaki yang
intermiten, jika ambulasi terganggu.
5. Depresi umum terjadi setelah stroke, dengan cacat fisik, keparahan stroke,
depresi sebelumnya, atau gangguan kognisi membawa peningkatan risiko.
Pasca-stroke depresi dapat merespons antidepresan, stimulan (misalnya,
methylphenidate), olahraga, atau psikososial singkat terapi.
6. Disfagia diamati pada sekitar setengahnya pasien setelah stroke, dan dapat
menyebabkan aspirasi, kekurangan gizi, dan dehidrasi. Skrining untuk disfagia
harus dilakukan di awal fisioterapi dan, jika ada, menelan harus dinilai dengan
videofluoroscopy atau endoskopi fiberoptik. Ketika menelan terganggu setelah
stroke, pemberian selang nasogastrik harus dimulai dalam 1 minggu dan dapat
dilanjutkan hingga 3 minggu. Jika diperlukan pemberian susu tabung periode
yang lebih lama, gastrostomi perkutan harus dipekerjakan.
7. Falls dapat dikurangi dengan latihan keseimbangan, olahraga program, dan
alat bantu (misalnya, tongkat atau alat bantu jalan).
8. Nyeri bahu hemiplegia harus dikurangi dengan latihan penentuan posisi dan
rentang gerak.
9. Infeksi, terutama pneumonia dan saluran kemih infeksi, mempersulit stroke
pada 25-65% pasien. Faktor yang berkontribusi termasuk keduanya yang
disebabkan oleh stroke imunodepresi dan faktor-faktor seperti aspirasi dan
kateterisasi urin. Namun, terapi antibiotik profilaksis tidak meningkatkan hasil
pada pasien dengan stroke.
10. Osteoporosis dan risiko terkait patah tulang dapat mempersulit stroke,
setelain itu kepadatan mineral tulang biasanya menurun, terutama pada
hemiparetik sisi dan pada pasien yang tidak rawat jalan. Suplementasi dengan
kalsium dan vitamin D dapat diindikasikan.
11. Nyeri sentral pasca stroke (Dejerine-Roussy atau sindrom nyeri thalamik)
paling sering terjadi setelah stroke melibatkan sistem spinothalamic di ventral
posterior thalamus. Biasanya dimulai berbulan-bulan setelah stroke dan
berpengalaman di daerah defisit sensorik. Nyeri dapat merespons pengobatan
dengan amitriptyline, lamotrigin, atau transkranial listrik atau berulang
stimulasi magnetik korteks motorik.
12. Kejang terjadi dalam beberapa hari pertama setelah stroke masuk
hingga 25% pasien, paling sering dalam 24 jam pertama, dan terutama setelah
stroke kortikal. Namun, profilaksis kejang poststroke rutin dengan obat
antikonvulsan tidak dianjurkan.
13. Disfungsi seksual sering terjadi setelah stroke, dengan penurunan libido,
ereksi, dan ejakulasi pada pria dan gangguan pelumasan dan orgasme pada
wanita. Intervensi termasuk mengatasi kemungkinan faktor psikologis,
membatasi penggunaan obat yang mengganggu fungsi seksual, dan
farmakoterapi (misalnya, sildenafil).
14. Kerusakan kulit dan kontraktur harus dijaga melawan dengan memutar dan
memposisikan, memperhatikan kulit perawatan, penggunaan kasur dan bantal,
dan orthotic perangkat yang ditunjukkan.
15. Kelenturan dapat dihilangkan dengan toksin botulinum, oral obat
antispastisitas (misalnya, baclofen, dantrolene, atau tizanidine), atau baclofen
intratekal. (lange)
2.12 Prognosis