A. Definisi
• Priapismus merupakan kelainan yang ditandai dengan
ereksi penis yang berkepanjangan tanpa diikuti dengan
hasrat seksual dan sering disertai dengan rasa nyeri.
• Kedaruratan di bidang urologi
B. Etiologi
• Injeksi papaverin
• Obat-obatan (trazadone, phenothiazine, psikotropik, antihipertensi,
alkohol)
• Cedera medula spinalis
• Sickle cell disease, leukimia
• Iatrogenic
• Idiopatik
c. Epidemiologi
• Di negara barat 6%
• 21-80% karena penggunaan kombinasi obat-obat intrakavernosa
dengan obat lain.
• 89% karena sickle cell disease
• Usia: 5-10, 20-50 ; pada sickle sell disease 19-21 tahun.
• Di indonesia belum ada data, tapi meningkat karena banyak yang
mendapatkan injeksi pada penis.
d. Klasifikasi
Menurut etiologinya
1. Priapismus primer/idiopatik
2. Priapismus sekunder
Menurut patofisiologinya
1. Priapismus iskemik
2. Priapismus non iskemik
e. Patogenesis & patofisiologi
f. Penegakan Diagnosis
Anamnesis
1. Durasi ereksi
2. Rasa nyeri
3. Riwayat priapismus
4. Obat-obatan
5. Riwayat trauma pelvis
6. Riwayat kelainan hematologi
Pemeriksaan laboratorium
1 Tes gas darah cavarnae
2. Color Duplex Ultrasonografy (CDU)
3. Hitung darah lengkap
4. Elektroforesis
5.Arteriograf
6.MRI
Penatalaksanaan
Non medikamentosa
1. Kompres es
2. Aspirasi dan irigasi intrakavernosa
3. Shunting
4. Edukasi
Medikamentosa
Pintas Corpora-Spongiosum
Komplikasi
• Disfungsi ereksi
• Impotensi
• Nekrosis jaringan penis
• hidronefrosis
Prognosis
• 12 jam -24 jam : baik
• > 24 jam : impotensi menetap
• Priapismus highflow prognosis lebih baik daripada priapismus
lowflow
Infeksi Saluran Kemih
Definisi
Adalah keadaan adanya infeksi (ada pertumbuhan dan perkembangan
bakteri) dalam saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal sampai
infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna
• Bakteriuria bermakna:
bila ditemukan bakteri pada kultur urin sebanyak >
100.000 koloni/ml urin segar (yang didapat dengan
pengambilan steril atau tanpa kontaminasi) gold
standart
Bila dari aspirasi suprapubik:
setiap ada pertumbuhan bakteri disebut bermakna
• ISK simpleks (ISK sederhana):
ada infeksi tetapi tanpa penyulit (lesi) anatomik
maupun fungsional saluran kemih
Asenderen
Hematogen ISK
Limfogen
Predisposisi
I. Non Obstruktif
1. Ginjal Polikistik
2. Ginjal Hipoplasia
3. Ektropi Kandung Kemih
4. Urachus Paten
II. Obstruktif
Sistitis
FAKTOR PEJAMU (HOST)
1. Memperkuat perlekatan ke sel
uroepitel
VIRULENSI BAKTERI
2. Refluks vesiko ureter
3. Refluks intrarenal
4. Tersumbatnya saluran kemih
5. Benda asing (kateter urin)
Terminologi striktur urethra merujuk pada striktur pada urethra anterior atau proses
jaringan parut yang mengenai jaringan erektil korpus (spongiofibrosis)
Kontraksi akibat jaringan parut ini akan mengurangi lumen urethra
Striktur Urethra Posterior
Striktur urethra posterior merupakan proses obliterasi pada urethra posterior yang
menimbulkan jaringan fibrosis.
Secara umum merupakan efek distraksi yang disebabkan oleh trauma atau operasi
radikal prostatektomi
Anatomi uretra
Dibagi 2 :
A. Anterior :
pars bulbosa
pars pendulosa
fossa naviculare
B. Posterior :
pars prostatica
pars membranacea
Epitel pelapis
uretra anterior : epitel skuamous
uretra posterior : epitel transisional
Anatomi dari urethra anterior
A. Urethra pars Bulbosa
B. Urethra pars Pendulosa
C. Urethra pars coronarius
D. Urethra pars fossa naviculare
(A to D, from Jordan GH: Complications of interventional techniques of urethral stricture disease: Direct visual
internal urethrotomy, stents and laser. In Carson C, ed: Topics in Clinical Urology: Complications of Interventional
Techniques. New York, Igaku-Shoin, 1996:86-94.)
Etiologi (1)
Setiap proses yang diakibatkan trauma pada epitel urethra atau korpus spongiosum yang
menimbulkan jaringan parut dapat menyebabkan terjadinya striktur urethra anterior.
Sedangkan terminologi striktur kongenital digunakan untuk mendefinisikan striktur yang
penyebabnya tidak diketahui (kelainan kongenital)
Etiologi (2)
Infeksi :
Uretritis GO
Infeksi ikutan akibat komplikasi pemakaian kateter
menetap
Trauma :
Iatrogenik :
Kateterisasi
Kaliberasi
reseksi transuretra
tindakan-tindakan endourogi lain
eksterna :
patah tulang panggul
straddle injury
Patogenesa
Infeksi Lesi epitel uretra
putusnya kontinuitas uretra
Trauma
Proses keradangan
Reaksi Fibrosis / kolagen
Jaringan fibrotik
Kesukaran kencing
Harus mengejan
Pancaran mengecil
Pancaran bercabang
Menetes sampai retensi urine
Pembengkakan / nanah di perineum
Kadang bercak darah di celana dalam
Bila sistemik : febris, warna urine keruh
Diagnosis dan Evaluasi
Tergantung :
Lokalisasi
Panjang / pendeknya striktur
Keadaan darurat : retensio urine
Dilatasi uretra (periodik)
harus dengan halus dan hati-hati
kontraindikasi : anak kecil
striktur cenderung timbul kembali
Uretrotomi interna :
visual (sachse)
blind (Otis)
Penatalaksanaan (2)
Bila dilatasi atau uretrotomi gagal, atau terdapat fistel atau abses periuretra :
Rekonstruksi uretra satu tahap bila tak ada inf
Rekonstruksi uretra 2 tahap bila ada infeksi
1. eksisi jar. Abses/fistel
2. rekonstruksi uretra
Antegrade urethrography
Technique
Isi kandung kemih secara perlahan-lahan dengan cairan kontras secara retrograde dengan
bantuan kateter urethra atau kateter sistotomi
Dilakukan foto urethra pada saat pasien miksi.
Kombinasi injeksi kontras secara retrograde dan antegrade (BVCUG) yang mengisi urethra
akan menghasilkan visualisasi seluruh urethra
Testicular Cancer:
Teratoma
Well differentiated tumours
Lesions can become quite large
May contain differentiated cell types (i.e. cartilage,
neural)
Treatment: Testicular Cancer
• Stage I: • Stage II and III
• Radical orchiectomy – 75-90% • Radical Orchiectomy
cure alone AND
PLUS • Chemotherapy (Cisplatin based)
• Surveillance (CXR, markers • Perform RPLND for patients with
q1month, CT q3months residual retroperitoneal nodes
OR after chemo (if tumour markers
• Retroperitoneal lymph node normalize)
dissection (RPLND) – for resection
of small volume nodal disease
(25%)
Testicular Cancer: Treatment
• Most curable of all solid neoplasms
• Almost 100% cure rate for low-stage disease
• Chemotherapy regimens changing to reduce morbidity
• Stage I disease = Orchiectomy and surveillance is an option
• Chemotherspy and more treatment complex at higher
stages/non-seminomas