DERMATITIS ATOPIK
Disusun Oleh:
Lisa Sari 112019097
Pembimbing:
dr. Saskia Retno Ayu Hapsari, Sp.KK
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Dermatitis atopik (DA) ialah keadaan peradangan kulit kronis dan
residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan
anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan IgE dalam serum dan
riwayat atopi keluarga atau penderita (DA, rhinitis alergi, dan atau asma
bronchial).4
Bentuk Dermatitis Atopik
Didapatkan dua tipe DA, bentuk alergik yang merupakan bentuk utama
(70-80% pasien) terjadi akibat sensitisasi terhadap alergen lingkungan disertai
dengan peningkatan kadar IgE serum. Bentuk lain adalah bentuk intrinsik
atau non alergik, terdapat pada 20-30% pasien, dengan kadar IgE rendah dan
tanpa sensitisasi terhadap alergen lingkungan. Dapat disimpulkan bahwa
peningkatan kadar IgE bukan merupakan prasyarat pada patogenesis
dermatitis atopik. Terdapat pula konsep bentuk murni (Pure Type), tanpa
berkaitan dengan penyakit saluran nafas dan bentuk campuran (Mixed Type)
yang terkait dengan sensitisasi terhadap alergen hirup atau alergen makanan
disertai dengan peningkatan kadar IgE.5
Etiologi
Penyebab dermatitis atopik tidak diketahui dengan pasti, diduga
disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (multifaktorial).
Faktor intrinsik berupa predisposisi genetik, kelainan fisiologi dan biokimia
kulit, disfungsi imunologis, interaksi psikosomatik dan disregulasi/
ketidakseimbangan sistem saraf otonom, sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
bahan yang bersifat iritan dan kontaktan, alergen hirup, makanan,
mikroorganisme, perubahan temperatur, dan trauma.6
3
Berdasarkan hasil Double Blind Placebo Controlled Food Challenge
(DBPCFC), hampir 40% bayi dan anak dengan DA sedang dan berat
mempunyai riwayat alergi terhadap makanan. Bayi dan anak dengan alergi
makanan umumnya disertai uji kulit (skin prick test) dan kadar IgE
spesifik positif terhadap pelbagai macam makanan. Walaupun demikian uji
kulit positif terhadap suatu makanan tertentu tidak berarti bahwa penderita
tersebut alergi terhadap makanan tersebut, oleh karena itu masih
diperlukan suatu uji eliminasi dan provokasi terhadap makanan tersebut
untuk menentukan kepastiannya.2,5 Prevalensi reaksi alergi makanan lebih
banyak pada anak dengan dermatitis atopik berat. Makanan yang sering
mengakibatkan alergi antara lain susu, telur, gandum, kacang-kacangan
kedelai dan makanan laut.5
Alergen hirup
Alergen hirup sebagai penyebab DA dapat lewat kontak, yang dapat
dibuktikan dengan uji tempel, positif pada 30-50% penderita DA, atau lewat
inhalasi. Reaksi positif dapat terlihat pada alergi tungau debu rumah (TDR)
bulu binatang rumah tangga, jamur atau ragweed di negara-negara dengan 4
musim.
Infeksi kulit
Mikroorganisme telah diketahui sebagai salah satu faktor ekstrinsik
yang berperan memberi kontribusi sebagai pencetus kambuhnya dermatitis
atopik. Mikroorganisme utamanya adalah Staphylococcus aureus (SA). Pada
penderita DA didapatkan perbedaan yang nyata pada jumlah koloni
Staphylococcus aureus dibandingkan orang tanpa atopik. Adanya kolonisasi
Staphylococcus aureus pada kulit dengan lesi ataupun non lesi pada
penderita dermatitis atopik, merupakan salah satu faktor pencetus yang
penting pada terjadinya eksaserbasi, dan merupakan faktor yang dikatakan
mempengaruhi beratnya penyakit. Faktor lain dari mikroorganisme yang
dapat menimbulkan kekambuhan dari DA adalah adanya toksin yang
dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Enterotoksin yang dihasilkan
Staphylococcus aureus ini dapat menembus fungsi sawar kulit, sehingga
4
dapat mencetuskan terjadinya inflamasi. Enterotoksin tersebut bersifat
sebagai superantigen, yang secara kuat dapat menstimulasi aktifasi sel T dan
makrofag yang selanjutnya melepaskan histamin.
Patogenesis
Berbagai faktor turut berperan pada pathogenesis DA, antara lain faktor
genetik terkait dengan kelainan intrinsik sawar kulit, kelainan imunologik,
dan faktor lingkungan.4,5
a. Genetik
Genetik Pengaruh gen maternal sangat kuat. Ada peran kromosom
5q31-33, kromosom 3q21, serta kromosom 1q21 and 17q25. Juga
melibatkan gen yang independen dari mekanisme alergi. Ada
peningkatan prevalensi HLA-A3 dan HLA-A9. Pada umumnya berjalan
bersama penyakit atopi lainnya, seperti asma dan rhinitis. Risiko seorang
kembar monosigotik yang saudara kembarnya menderita DA adalah
86%.3
Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi
keluarga akan mengalami DA pada masa 3 bulan pertama kehidupan, bila
salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan
mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79%
bila kedua orangtua menderita atopi. Risiko mewarisi DA lebih tinggi
bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi bila DA
yang dialami berlanjut hingga masa dewasa maka risiko untuk
mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.
b. Sawar kulit
Hilangnya Ceramide dikulit, yang berfungsi sebagai molekul
utama pengikat air diruang ekstraseluler stratum korneum, dianggap
sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi ph kulit dapat
menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar
mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss, kulit akan
semakin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi
5
alergen, iritan, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien DA mensekresi
ceramide sehingga menyebabkan kulit makin kering.5,6
Respon imun kulit Sel-sel T baik subset CD4+ maupun subset
CD8+ yang diisolasi dari kulit (CLA+ CD45RO+ T cells) maupun dari
darah perifer, terbukti mensekresi sejumlah besar IL-5 dan IL-13,
sehingga dengan kondisi ini lifespan dari eosinofil memanjang dan
terjadi induksi pada produksi IgE. Lesi akut didominasi oleh ekspresi IL-
4 dan IL-13, sedangkan lesi kronik didominasi oleh ekspresi IL-5, GM-
CSF, IL-12, dan IFN-g serta infiltrasi makrofag dan eosinofil.
Imunopatologi kulit Pada DA, sel T yang infiltrasi ke kulit adalah
CD45RO+. Sel T ini menggunakan CLA maupun reseptor lainnya untuk
mengenali dan menyeberangi endotelium pembuluh darah. Di pembuluh
darah perifer pasien DA, sel T subset CD4+ maupun subset CD8+ dari
sel T dengan petanda CLA+CD45RO+ dalam status teraktivasi (CD25+,
CD40L+, HLADR+). Sel yang teraktivasi ini mengekspresikan Fas dan
Fas ligand yang menjadi penyebab apoptosis. Sel-sel itu sendiri tidak
menunjukkan apoptosis karena mereka diproteksi oleh sitokin dan
protein extracellular matrix (ECM). Sel-sel T tersebut mensekresi IFN g
yang melakukan upregulation Fas pada keratinocytes dan menjadikannya
peka terhadap proses apoptosis di kulit. Apoptosis keratinosit diinduksi
oleh Fas ligand yang diekspresi di permukaan sel-sel T atau yang berada
di microenvironment.
c. Lingkungan
Sebagai tambahan selain alergen hirup, alergen makanan,
eksaserbasi pada DA dapat dipicu oleh berbagai macam infeksi, antara
lain jamur, bakteri dan virus, juga pajanan tungau debu rumah dan
binatang peliharaan. Hal tersebut mendukung teori Hygiene Hypothesis.8
Hygiene Hypothesis menyatakan bahwa berkurangnya stimulasi
sistem imun oleh pajanan antigen mikroba dinegara barat mengakibatkan
meningkatnya kerentanan terhadap penyakit atopic.10
6
Sampai saat ini etiologi maupun mekanisme yang pasti DA belum
semuanya diketahui, demikian pula pruritus pada DA. Rasa gatal dan
rasa nyeri sama-sama memiliki reseptor di taut dermoepidermal, yang
disalurkan lewat saraf C tidak bermielin ke saraf spinal sensorik yang
selanjutnya diteruskan ke talamus kontralateral dan korteks untuk
diartikan. Rangsangan yang ringan, superfisial dengan intensitas rendah
menyebabkan rasa gatal, sedangkan yang dalam dan berintensitas tinggi
menyebabkan rasa nyeri. Sebagian patogenesis DA dapat dijelaskan
secara imunologik dan nonimunologik.8
d. Imunopatogenesis DA
Histamin dianggap sebagai zat penting yang memberi reaksi dan
menyebabkan pruritus. Histamin menghambat kemotaksis dan menekan
produksi sel T. Sel mast meningkat pada lesi dermatitis atopik kronis. Sel
ini mempunyai kemampuan melepaskan histamin. Histamin sendiri tidak
dapat menyebabkan lesi ekzematosa. kemungkinan zat tersebut
menyebabkan pruritus dan eritema, mungkin akibat garukan karena gatal
menimbulkan lesi ekzematosa.9 Pada pasien dermatitis atopik kapasitas
untuk menghasilkan IgE secara berlebihan diturunkan secara genetik.
Demikian pula defisiensi sel T penekan (suppressor). Defisiensi sel ini
menyebabkan produksi berlebih igE.10
Respon Imun Sistemik Terdapat IFN-g yang menurun. Interleukin
spesifik alergen yang diproduksi sel T pada darah perifer (interleukin IL-
4, IL-5 dan IL-13) meningkat. Juga terjadi Eosinophilia dan peningkatan
IgE.
• Reaksi imunologis DA
Sekitar 70% anak dengan DA mempunyai riwayat atopi dalam
keluarganya seperti asma bronkial, rinitis alergi, atau dermatitis atopik.
Sebagian besar anak dengan DA (sekitar 80%), terdapat peningkatan kadar
IgE total dan eosinofil di dalam darah. Anak dengan DA terutama yang
moderat dan berat akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis alergika di
kemudian hari (allergic march), dan semuanya ini memberikan dugaan
bahwa dasar DA adalah suatu penyakit atopi.
7
• Ekspresi sitokin
Keseimbangan sitokin yang berasal dari Th1 dan Th2 sangat
berperan pada reaksi inflamasi penderita Dermatitis Atopik (DA). Pada
lesi yang akut ditandai dengan kadar Il-4, Il-5, dan Il-13 yang tinggi
sedangkan pada DA yang kronis disertai kadar Il-4 dan Il-13 yang lebih
rendah, tetapi kadar Il-5, GM-CSF (granulocyte-macrophage colony-
stimulating factor), Il-12 dan INFg lebih tinggi dibandingkan pada DA
akut.
Anak dengan bawaan atopi lebih mudah bereaksi terhadap antigen
lingkungan (makanan dan inhalan), dan menimbulkan sensitisasi
terhadap reaksi hipersentivitas tipe I. Imunitas seluler dan respons
terhadap reaksi hipersensitivitas tipe lambat akan menurun pada 80%
penderita dengan DA, akibat menurunnya jumlah limfosit T sitolitik
(CD8+), sehingga rasio limfosit T sitolitik (CD 8+) terhadap limfosit T
helper (CD4+) menurun dengan akibat kepekaan terhadap infeksi virus,
bakteri, dan jamur meningkat.9
Di antara mediator yang dilepaskan oleh sel mast, yang berperan pada
pruritus adalah vasoaktif amin, seperti histamin, kinin, bradikinin,
leukotrien, prostaglandin dan sebagainya, sehingga dapat dipahami
bahwa dalam penatalaksanaan DA, walaupun antihistamin sering
digunakan, namun hasilnya tidak terlalu menggembirakan dan sampai
saat ini masih banyak silang pendapat para ahli mengenai manfaat
antihistamin pada DA.5 Trauma mekanik (garukan) akan melepaskan
TNF-a dan sitokin pro inflammatory lainnya diepidermis, yang
selanjutnya akan meningkatkan kronisitas DA dan bertambah beratnya
eksema.6
8
Th2 di kulit dan yang juga berperan mengaktifkan Th0 menjadi Th2 di
dalam sirkulasi.
f. Faktor non imunologis
Faktor non-imunologis yang menyebabkan rasa gatal pada DA
antara lain adanya faktor genetik, yaitu kulit DA yang kering (xerosis).
Kulit yang kering akan menyebabkan nilai ambang rasa gatal menurun,
sehingga dengan rangsangan yang ringan seperti iritasi wol, rangsangan
mekanik, dan termal akan mengakibatkan rasa gatal.11
g. Autoalergen
Sebagian besar serum pasien dermatitis atopik mengandung
antibody IgE terhadap protein manusia. Autoalergen tersebut
merupakan protein intraseluler,yang dapat dikeluarkan karena
kerusakan keratinosit akibat garukan dan dapat memicu respon IgE atau
sel T. pada dermatitis atopik berat, inflamasi tersebut dapat
dipertahankan oleh adanya antigen endogen manusia sehingga
dermatitis atopik dapat digolongkan sebagai penyakit terkait dengan
alergi dan autoimunitas.
9
aktivasi serta pelepasan mediator-mediator yang dapat menimbulkan early
(acute) allergic responses (EARs) dan late allergic responses (LARs). Pada
EAR, dalam beberapa menit 3 kontak dengan alergen, sel mast yang
tersensitisasi IgE mengalami degranulasi, melepaskan mediator pre-formed
dan mediator newly synthesized pada individu sensitif. Mediator-mediator
tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan
permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Kemokin
yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang
menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2.
Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi,
termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins,
eosinophil peroxidase, major basic protein and eosinophil-derived
neurotoxin), dan mereka merupakan sumber dari interleukin-3 (IL-3), IL-5,
IL-13 dangranulocyte/macrophage colony-stimulating factor. Neuropeptides
juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi.10
10
Gambar 2: Patogenesis DA (Judarwanto W., 2009).
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis DA berbeda pada setiap tahapan atau fase
perkembangan kehidupan, mulai dari saat bayi hingga dewasa. Pada setiap
anak didapatkan tingkat keparahan yang berbeda, tetapi secara umum mereka
mengalami pola distribusi lesi yang serupa.4
Kulit penderita DA umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid
diepidermis berkurang dan kehilangan air lewat epidermis meningkat.
Penderita DA cenderung tipe astenik, dengan intelegensia diatas rata-rata,
sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan.
11
Gambar 3: Dermatitis Atopik Infantil (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).
Gambar 4.a : Eksim pada kelompok ini sering terjadi pada daerah
12
Gambar 4.b.
Gambar 4.c.
Gambar 4a, b, c: Dermatitis Atopik pada Anak-anak (Simpson
E.L., & Hanifin J.M., 2005).
13
3. Bentuk dewasa (> 12 tahun)
Bentuk lesi pada fase dewasa hampir serupa dengan lesi kulit fase
akhir anak-anak.9 Lesi selalu kering dan dapat disertai likenifikasi dan
hiperpigmentasi. Tempat predileksi tengkuk serta daerah fleksor kubital
dan fleksor popliteal.
Manifestasi lain berupa kulit kering dan sukar berkeringat, gatal-
gatal terutama jika berkeringat. Berbagai kelainan yang dapat
menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis Palmaris et
plantaris, pomfoliks, ptiriasis alba, keratosis pilaris (berupa papul-papul
miliar, ditengahnya terdapat lekukan), dll.11
Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh
apabila mengalami stress, mungkin karena stress menurunkan ambang
rangsang gatal. DA remaja cenderung berlangsung lama kemudian
menurun dan membaik (sembuh) satelah usia 30 tahun, jarang sampai
usia pertengahan, hanya sebagian kecil berlangsung sampai tua.12
Gambar 5.a.
14
Gambar 5.b.
Gambar 5.a,b: Dermatitis Atopik Dewasa (Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005).
15
Terdapat beberapa gambaran klinis dan stigmata yang terjadi pada DA, yaitu:
• ‘White dermatographism’
Goresan pada kulit penderita DA akan menyebabkan kemerahan dalam
waktu 10-15 detik diikuti dengan vasokonstriksi yang menyebabkan
garis berwarna putih dalam waktu 10-15 menit berikutnya.
• Reaksi vaskular paradoksal
Merupakan adaptasi terhadap perubahan suhu pada penderita DA.
Apabila ekstremitas penderita DA mendapat pajanan hawa dingin, akan
terjadi percepatan pendinginan dan perlambatan pemanasan
dibandingkan dengan orang normal.13 Hal ini diduga karena adanya
pelebaran kapiler dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya edema dan warna pucat dijaringan
sekelilinnya.
16
• Kulit kering
Kulit penderita DA umumnya kering bersisik, pecah-pecah, dan
berpapul folikular hiperkeratotik yang disebut keratosis pilaris. Jumlah
kelenjar sebasea berkurang sehingga terjadi pengurangan pembentukan
sebum, sel pengeluaran air dan xerosis, terutama pada musim panas.14
• ‘Delayed blanch’
Penyuntikan asetilkolin pada kulit normal menghasilkan keluarnya
keringat dan eritema. Pada penderita atopi akan terjadi eritema ringan
dengan delayed blanch. Hal ini disebabkan oleh vasokonstriksi atau
peningkatan permeabilitas kapiler.
• Keringat berlebihan
Penderita DA cenderung berkeringat banyak sehingga pruritus
bertambah.
• Gatal dan garukan berlebihan
Penyuntikan bahan pemacu rasa gatal (tripsin) pada orang normal
menimbulkan gatal selama 5-10 menit, sedangkan pada penderita DA
gatal dapat bertahan selama 45 menit.
• Variasi musim
Mekanisme terjadinya eksaserbasi sesuai dengan perubahan musim
belum difahami secara menyeluruh. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa kelembaban nisbi tinggi musim baik pada kekeringan kulit
penderita DA. Pada daerah dengan kelembaban nisbi tinggi musim
panas berpengaruh buruk, sedangkan lingkungan sejuk dan kering akan
berpengaruh baik pada kulit penderita DA.7,8
hertoge’s Sign
Didefinisikan sebagai penipisan atau hilangnya bagian lateral alis mata.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
17
Adanya peningkatan serum IgE
18
Diagnosis Kerja
Pada awalnya diagnosis dermatitis atopik didasarkan pada temuan klinis
yang tampak menonjol, terutama gejala gatal. Dalam perkembangan selanjutnya
untuk mendiagnosis dermatitis atopik digunakan uji alergi yaitu uji tusuk (skin
pricktest) dan pemeriksaan kadar IgE total sebagai kriteria diagnosis. 9,12 Pada
tahun 1980 Hanifin dan Rajka mengusulkan suatu kriteria diagnosis dermatitis
atopik yaitu terdiri dari 4 kriteria mayor dan 23 kriteria minor. Diagnosis
dermatitis atopik harus mempunyai 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor jika
menggunakan kriteria Hanifin and Rajka.
Keilitis
Lipatan infra orbital Dennie-
Morgan
Konjugtivitis berulang
Keratokonus
19
Katarak subkapsular anterior
Orbita menjadi gelap
Muka pucat / eritem
Gatal bila berkeringat
Intolerans terhadap wol /
pelarut lemak
Aksentuasi perifolikular
Hipersensitif terhadap
makanan
Perjalanan penyakit
dipengaruh oleh faktor
lingkungan dan emosi
Tes kulit alergi tipe dadakan
positif
Kadar IgE dalam serum
meningkat
Awaitan pada usia dini
20
4. Kulit kering secara berlebihan atau terus menerus
5. Gatal pada kulit yang sehat apabila berkeringat
6. Serum IgE 80 IU/ml
7. Menderita rinitis alergika
8. Riwayat rinitis alergika pada keluarga
9. Iritasi dengan tekstil
10. Hand eczema pada waktu anak-anak
11. Riwayat dermatitis atopik pada keluarga
Luas luka (A) diukur dengan menggunakan the rule of nine dengan skala
penilaian 0-100. Tanda-tanda inflamasi (B) pada SCORAD terdiri dari 6 kriteria:
eritema, edema/papul, ekskoriasi, likenifikasi, krusta, dan kulit kering yang
masing-masing dinilai dari skala 0-3. Gejala subjektif (C) terdiri dari pruritus dan
gangguan tidur yang masing-masing dinilai dengan visual analogue scale dari
skala 0-10 sehingga skor maksimum untuk bagian ini adalah 20. Formula
SCORAD yaitu A/5 + 7B/2 + C. Pada formula ini A adalah luas luka (0-100), B
adalah intensitas (0-18), dan C adalah gejala subjektif (0-20). Skor maksimal
SCORAD adalah 10. 5.16
Rumus SCORAD = A/5 + 7B/2 + C
Keterangan :
A : Jumlah luas permukaan kulit yang terkena dermatitis atopic di luar kulit kering
dengan mengikuti rule of nine dengan jumlah skor tertinggi kategori A, adalah
100
B: Jumlah dari 6 kriteria inflamasi yaitu eritema / kemerahan, edem / papul /
gelembung yang melepuh, krusta, ekskoriasi, likenifikasi/berkerak/bersisik, kering
21
kulit, semua mempunyai nilai masing-masing berskala 0-3 (0 = tidak ada, 1 =
rirngan, 2 = sedang, 3 = berat) jumlah skor tertinggi kategori B ini adalah 18
C : adalah jumlah dari nilai gatal dan gangguan tidur dengan skala 0 – 10 dengan
jumlah skor tertinggi kategori C adalah 20.5.
22
1. Dermatitis atopik ringan (skor SCORAD <15): perubahan warna kulit menjadi
kemerahan, kulit kering yang ringan, gatal ringan, tidak ada infeksi sekunder.
2. Dermatitis atopik sedang (skor SCORAD antara 15–40): kulit kemerahan,
infeksi kulit ringan atau sedang, gatal, gangguan tidur, dan likenifikasi.
3. Dermatitis atopik berat (skor SCORAD >40): kemerahan kulit, gatal,
likenifikasi, gangguan tidur, dan infeksi kulit yang semuanya berat.
Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik
Dermatitis kontak
Anak yang lebih tua dengan DA dapat menjadi eksema kronik pada
kaki. Bentuk ini harus dibedakan dengan dermatitis kontak karena
sepatu.
Dermatitis Numularis
Penyakit yang ditandai lesi yang berbentuk koin dengan ukuran
diameter 1 cm atau lebih dan timbul pada kulir yang kering
Psoriasis
Lesi psoriasis berwarna merah dengan skuama seperti perak micaceous
(seperti mika), tempat predileksi terutama pada siku, lutut, kulit kepala
dan daerah genital.
23
Terapi
Pengobatan pada bayi dan anak dengan DA harus secara individual dan
didasarkan pada keparahan penyakit. Sebaiknya penatalaksanaan ditekankan
pada kontrol jangka waktu lama (Long-Term Control) bukan hanya untuk
mengatasi kekambuhan. Pengobatan DA kronik pada prinsipnya adalah
sebagai berikut:
Menghindari bahan iritan
Mengeliminasi allergen yang telah terbukti
Menghilangkan pengeringan kulit (hidrasi)
Pemberian pelembab kulit ( Moisturizing)
Kortikostreroid topikal
Pemberian antibiotik
Pemberian antihistamin
Mengurangi stress
Dan memberikan edukasi pada penderita maupun keluarga.
Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan dermatitis atopik (DA) memerlukan
suatu pendekatan sistemik dan bercabang yang menggabungkan edukasi
tentang tahapan penyakit, hidrasi kulit, terapi farmakologi, dan identifikasi
juga eliminasi dari faktor perburukan seperti iritan, alergen, agen infeksius,
dan stressor emosional. Walaupun DA tidak dapat disembuhkan sepenuhnya,
gejala klinis dapat dikontrol dengan berbagai terapi obat – obatan dan juga
berbagai perawatan-diri.
1. Emolien
24
Emolien adalah krim atau salep yang melembabkan dan mencegah
kekeringan kulit. Penggunaan emolien/ pelembab yang adekuat secara
teratur sangat penting untuk mengatasi kekeringan kulit dan memperbaiki
integritas sawar kulit Pada penderita DA, emolien yang dianggap paling
baik adalah krim atau salep yang kental dan mengandung sedikit atau
tanpa air. Emolien dapat diaplikasikan 2x sehari atau seperlunya, dan
paling baik jika diberikan setelah mandi.18
2. Mandi
3. Wet dressing
25
Mengatasi Iritasi Kulit
Beberapa regimen obat dapat digunakan untuk mengatasi iritasi kulit
dalam penatalaksanaan dermatitis atopik (DA). Contoh regimen yang dapat
digunakan adalah steroid dan calcineurin inhibitor topikal.
1. Steroid Topikal
Steroid topikal merupakan terapi pilihan utama untuk DA. Bahan dasar
salep lebih disukai terutama pada lingkungan yang kering. Terapi inisial yang
dapat digunakan adalah hidrokortison 1% yang diaplikasikan 2 kali sehari
pada lesi di area wajah dan lipatan. Pilihan lain adalah steroid dengan potensi
sedang seperti triamsinolon dan betametason valerate yang diaplikasikan 2
kali sehari. Steroid dihentikan saat lesi menghilang dan dilanjutkan kembali
saat lesi baru muncul.17,18 Untuk terapi pemeliharaan, regimen bubuk
hidrokortison 1.25% dalam Acid Mentle yang digunakan tipis-tipis sebagai
emolien dengan bahan dasar steroid dinilai efektif dan aman untuk digunakan
dalam periode yang lama (bulan).
26
3. Fototerapi
27
takrolimus 0.03% (untuk usia 2-12 tahun) dan 0.1% (untuk usia 3
tahun keatas)
Komplikasi
Pada anak penderita DA, 75% akan disertai penyakit alergi lain di
kemudian hari. Penderita DA mempunyai kecenderungan untuk mudah
mendapat infeksi virus maupun bakteri (impetigo, folikulitis, abses,
vaksinia. Molluscum contagiosum dan herpes).
Infeksi virus umumnya disebabkan oleh Herpes simplex atau vaksinia dan
disebut eksema herpetikum atau eksema vaksinatum. Eksema vaksinatum
ini sudah jarang dijumpai, biasanya terjadi pada pemberian vaksin varisela,
baik pada keluarga maupun penderita. lnfeksi Herpes simplex terjadi
akibat tertular oleh salah seorang anggota keluarga. Terjadi vesikel pada
daerah dermatitis, mudah pecah dan membentuk krusta, kemudian terjadi
penyebaran ke daerah kulit normal.
Penderita DA, mempunyai kecenderungan meningkatnya jumlah koloni
Staphylococcus aureus (Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005).
Pencegahan
28
Salah satu faktor perlindungan utama DA adalah ASI. ASI yang
diberikan secara eksklusif selama 6 bulan kehidupan akan memberikan
keuntungan nutrisional dan melindungi anak dari penyakit alergi. ASI
eksklusif selama 6 bulan dimaksudkan untuk menghindarkan bayi dari
pemberian makanan yang dapat menimbulkan dan sebagai faktor presipitasi
alergi. ASI kaya akan immunoglobulin A (IgA) yang dapat membantu
melindungi saluran cerna dengan mengikat protein asing yang berpotensi
sebagai alergen dan menghambat absorbsinya. Kandungan ASI akan
menstimulasi pematangan saluran cerna, sehingga akan lebih siap untuk
menerima antigen, mengatur flora normal saluran cerna dan faktor
imunomodulator. Bayi dengan risiko tinggi atopik yang tidak mendapat ASI
eksklusif mempunyai risiko lebih tinggi untuk menderita dermatitis
atopic.15,17
Prognosis
29
BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis atopik adalah suatu peradangan kulit kronik dan residif (atau
sekelompok gangguan yang berkaitan), yang sering ditemukan pada penderita
rhinitis alergika dan asma serta diantara para anggota keluarga mereka, yang
ditandai dengan kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami
ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural) tubuh. Gatal
merupakan keluhan utama dermatitis atopik disertai dengan kelainan kulit berupa
plak eritematosa, papul, vesikel, krusta, likenifikasi yang dapat ditemukan pada
wajah, tangan, kulit kepala, hingga seluruh tubuh. Penegakkan diagnosis
dermatitis atopik didasarkan pada temuan klinis dan uji alergi serta uji
laboratorium dengan menggunanakan beberapa criteria diagnosis, diantaranya
Hanifin dan Rajka, skor Svennson, Kriteria William,dkk., dan SCORAD.
30
DAFTAR PUSTAKA
31
11. Endaryanto E., & Harsono A., 2010. Prospek Probiotik dalam pencegahan
alergi melalui induksi aktif toleransi imunologis. Divisi Alergi Imunologi
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr. Soetomo Surabaya.
12. Kariossentono H., 2006. Dermatitis Atopik (Eksema). Cetakan I.LPP UNS
dan UNS Press. Surakarta. Hal.8-12.
13. Graham B.R., 2005. Dermatologi.Edisi VIII. Erlangga.Jakarta.Hal.73-74.
14. Simpson E.L., & Hanifin J.M., 2005. Atopic dermatitis. Periodic synopsis.
J Am Acad Dermatol. 53(1): 115-28.
15. Bhakta I.M.,2006. Pendekatan Terhadap Pasien Anemia. dalam Ari W.S.,
Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.s (eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. jilid I. Edisi IV. FKUI. Jakarta. Hal: 632-35
16. Akdis, C.A.,et al. Diagnosis and treatment in Children and Adult
with Atopic Dermatitis. J All Clin Imun, 2006. 118(1) : p.152-169
17. Irvine, A. D., Mclean, W. I., Leung, D. Y. Filaggrin Mutations
Associated with Skin and Allergic Diseases. NEJM, 2011. 365 :
p.1315-1328.
18. Weston, W. L., Howe, W. Actopic Dermatitis. Available from:
https://www.uptodate.com/contents/atopic-dermatitis- eczema-
beyond-the- basics
19. Haeck, I., et al. Topical corticosteroids in atopikc dermatitis and
the risk of glaucoma and cataracts. J Am Acad Dermatol, 2011.
64 (2), 275-81. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/21122943.
20. Wahyuni TD. Atopic dermatitis wound cleaning with normal saline. J Kep
[internet]. Januari 2014 [disitasi 2019 Desember]; 5(1): 79-91.
32