ISWAN HARYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Tingkat Keamanan Keju
Impor Ditinjau dari Pencemaran Listeria monocytogenes, adalah karya saya
sendiri, dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini
Iswan Haryanto
NIM B 521064124
ABSTRACT
Penyakit yang dapat ditularkan melalui susu dan produknya (milk borne
diseases) telah dikenal sejak industri susu mulai ada. Susu adalah makanan yang
bergizi tinggi, juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
kuman, baik kuman pembusuk maupun kuman patogen. Susu merupakan bahan
pangan yang mudah rusak (perishable food) dan dapat menjadi vehicles penyakit
baik kepada hewan maupun manusia. Salah satu cara untuk mengendalikan
bahaya penyakit karena makanan adalah melalui pemanasan/pasteurisasi.
Kontaminasi kuman karena kesalahan pasteurisasi dan penambahan bahan lain
saat diolah sering menjadi rute terkontaminasinya suatu produk. Keju merupakan
produk susu yang bisa didapatkan di toko maupun di pasar swalayan. Berdasarkan
proses pembuatannya, keju dapat dibedakan menjadi dua yaitu keju yang
dipasteurisasi dan tidak dipasteurisasi. Pada proses pembuatan keju keras, susu
tidak dipasteurisasi agar diperoleh rasa dan tekstur yang baik. Hal ini dapat
menjadi salah satu penyebab kontaminasi kuman-kuman yang berbahaya pada
keju, salah satunya adalah Listeria monocytogenes.
L. monocytogenes adalah salah satu kuman patogen yang mempengaruhi
kesehatan manusia dan hewan. Kuman ini dapat bertahan hidup pada suhu yang
beragam dan bahkan pada lingkungan yang tidak menguntungkan sekalipun.
Kontaminasi L. monocytogenes dapat terjadi pada saat maupun setelah proses
pembuatan makanan sebagai titik kritis untuk kesehatan manusia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeteksi
keberadaan kuman L. monocytogenes pada keju keras jenis edam yang diimpor
ke Indonesia. Sejumlah 30 sampel keju keras jenis Edam diambil dari pelabuhan
impor di Jakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode acak
sederhana. Sampel diambil secara aseptis sebanyak 500 gram, diberikan label dan
kode sampel kemudian dikirim ke laboratorium dalam kondisi dingin. Metode
pemeriksaan yang digunakan mengacu pada Protokol Ämlitche Sammlung von
Untersuchungsverfahren nach Pasal 35 LMBG. Sampel keju yang telah
dipreparasi ditambahkan dalam media enrichment yaitu Listeria Enrichment
Broth, kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan stomacher selama tiga
menit, dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam, 48 jam dan 7 hari.
Kemudian dilanjutkan dengan isolasi pada media agar selektif (Oxford Agar) dan
diinkubasi selama 48±2 jam pada suhu 37oC secara aerobik. Pertumbuhan koloni
kuman yang menciri L. monocytogenes pada media Oxford Agar berupa koloni
kecil berdiameter 1 mm dengan pusat cekung, berwarna hitam dengan halo
berwarna hitam pada cawan tersebut. Tahap berikutnya adalah tahap identifikasi,
dengan mengambil koloni yang menciri pada media Oxford Agar, dibiakkan
dalam media TSAye, dan diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam sampai
dengan 48 jam. Kemudian dilakukan identifikasi dengan melakukan uji KOH,
Katalase, CAMP, dan pewarnaan Gram. Dari uji CAMP yang positif, dilanjutkan
dengan uji motilitas dengan menggunakan media SIM. Dari biakan dalam media
TSAye, dilanjutkan dengan membiakkan dalam TSBye selama 8 jam pada suhu
37 ºC, untuk kemudian diuji biokimiawi, menggunakan mannitol, rhamnosa dan
xylosa. Hasil uji yang menunjukkan L. monocytogenes adalah sebagai berikut:
batang pendek, Gram positif, motil, KOH negatif, katalase positif, CAMP positif,
rhamnosa positif, mannitol dan xylosa negatif.
Hasil yang didapatkan dari 30 sampel menunjukkan adanya pertumbuhan
L. monocytogenes pada media Oxford Agar sebanyak enam sampel. Kemudian
dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap keenam sampel tersebut. Dari hasil uji
lanjut, didapatkan empat sampel (13,33%) positif L. monocytogenes. Hal ini
menunjukkan secara kualitatif ada pertumbuhan L. monocytogenes. Keju yang
terkontaminasi L. monocytogenes dapat menjadi sumber penularan listeriosis,
sehingga keju yang terkontaminasi tidak aman dikonsumsi, terutama oleh populasi
manusia yang rentan terhadap listeriosis. Disarankan kepada kelompok umur yang
berisiko tinggi terhadap listeriosis, agar menghindari mengkonsumsi keju keras.
Kelompok umur yang rentan ini adalah bayi baru lahir, usia lanjut dan ibu hamil,
kemudian diikuti oleh kelompok umur dewasa.
Kata kunci: keju keras jenis Edam, Listeria monocytogenes, kontaminasi mikroba
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulsan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
KAJIAN TINGKAT KEAMANAN KEJU IMPOR DITINJAU
DARI PENCEMARAN Listeria monocytogenes
ISWAN HARYANTO
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: drh. Usamah Afiff, M.Sc.
Judul Tesis : Kajian Tingkat Keamanan Keju Impor Ditinjau dari Pencemaran
Listeria monocytogenes
Nama : Iswan Haryanto
NIM : B 251064124
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. drh. Denny W. Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Iswan Haryanto
RIWAYAT HIDUP
Halaman
1. Biofilm L. monocytogenes pada permukaan peralatan……. 7
2. L. monocytogenes dengan mikroskop elektron...………....... 8
3. Kejadian listeriosis pada domba............................................ 10
4. Kejadian listeriosis pada kambing......................................... 10
5. Diagram alir pembiakan L. monocytogenes ......…................ 13
6. Diagram alir identifikasi kuman L. monocytogenes….......... 15
7. CAMP tes L. monocytogenes ....………………………….... 15
8. CAMP tes L. monocytogenes (diperbesar)………………… 16
9. Tahap enrichment menggunakan LEB.................................. 20
10. Inokulasi sampel pada Oxford Media..................................... 20
11. Pertumbuhan L. monocytogenes pada Oxford Media............. 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini keamanan pangan dan kualitas pangan menjadi topik utama
perhatian dunia. Wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan (food borne
diseases) semakin dikenal karena dipublikasikan dan disebarluaskan dengan baik.
Karantina merupakan suatu institusi yang berfungsi mencegah masuk, tersebar
dan keluarnya hama dan penyakit hewan karantina ke/di wilayah Republik
Indonesia. Institusi ini diharapkan mampu berperan sebagai salah satu filter lalu
lintas hewan, bahan dan produk asal hewan dalam perdagangan di dunia. Salah
satu tindakan karantina adalah tindakan perlakuan untuk membebaskan dan
mensucihamakan media pembawa dari hama penyakit hewan karantina, atau
tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif dan promotif. Dengan adanya
lalulintas hewan, bahan asal hewan dan produknya, maka tindakan karantina pada
bahan pangan asal hewan yang berkaitan dengan kesehatan manusia akan menjadi
suatu kebutuhan (tercantum dalam Undang-undang No 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan). Secara tradisional, beberapa tahun silam
kejadian wabah karena penyakit yang ditularkan melalui makanan terlokalisir,
karena hanya terjadi pada daerah yang sempit. Namun sesuai kondisi saat ini
dimana industri makanan olahan semakin maju dan distribusinya juga meluas,
bahkan hingga menembus batas-batas negara, wabah food borne diseases semakin
meluas jika terjadi kesalahan dalam penanganan bahan pangan tersebut. Sehingga
hal ini menjadi perhatian yang serius dari semua pihak yang terkait.
Penyakit yang dapat ditularkan melalui susu dan produknya (milk borne
diseases) telah dikenal sejak industri susu mulai ada. Susu adalah makanan yang
bergizi tinggi, juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
kuman, baik kuman pembusuk maupun kuman patogen. Susu merupakan bahan
pangan yang mudah rusak (perishable food) dan dapat menjadi vehicles penyakit
baik kepada hewan maupun manusia. Salah satu cara untuk mengendalikan
bahaya penyakit karena makanan adalah melalui pemanasan/pasteurisasi.
Kontaminasi kuman karena kesalahan pasteurisasi dan penambahan bahan lain
saat diolah sering menjadi rute terkontaminasinya suatu produk.
Keju merupakan produk susu yang bisa didapatkan di toko maupun di pasar
swalayan. Berdasarkan proses pembuatannya, keju dapat dibedakan menjadi dua
yaitu keju yang dipasteurisasi dan tidak dipasteurisasi. Pada proses pembuatan
keju keras, susu tidak dipasteurisasi agar diperoleh rasa dan tekstur yang baik. Hal
ini dapat menjadi salah satu penyebab kontaminasi kuman-kuman yang berbahaya
pada keju, salah satunya adalah Listeria monocytogenes jika tidak dipenuhinya
standar terhadap bahan baku keju, yang telah ditetapkan oleh negara produsen
tersebut.
Penyakit akibat terinfeksi L. monocytogenes disebut sebagai listeriosis.
Manifestasi klinis listeriosis dapat berupa septikemia, meningitis, encephalitis,
ulserasi kornea, pneumonia, infeksi intra uterin dan serviks pada ibu hamil yang
dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Bagi bayi yang selamat
dapat mengakibatkan kejadian granulomatosis infantiseptika, dimana terjadi
granuloma yang bernanah di seluruh tubuh, dan dapat juga terjadi kemunduran
fisik. Simtoma seperti penyakit influenza kerap terjadi. Kejadian dengan
simptoma gastrointestinal seperti nausea, muntah, dan diare sering dapat
mengakibatkan kondisi yang lebih serius daripada gejala yang ditunjukkan.
Dengan jumlah kuman kurang dari 1000, dapat menyebabkan penyakit bagi
individu yang peka terhadap kuman ini. Kuman ini dapat menginvasi epitel
gastrointestinal. Jika kuman tersebut sudah memasuki monosit, makrofag dan
leukosit polimorfonuklear, maka akan terjadi septikemia. Keberadaan kuman ini
secara intraseluler dalam sel fagosit juga dapat menyebabkan masuknya kuman ini
ke otak dan dapat pula melewati sawar uri, sehingga menyebabkan terjadinya
penularan secara transplacental (Anonim 2005b).
Pada kejadian di Finlandia, antara bulan Juni 1998 hingga April 1999,
terjadi wabah disebabkan oleh kuman L. monocytogenes pada mentega yang
menyebabkan pasien dengan riwayat imunocompromise dilarikan ke rumah sakit.
Dosis tunggal paling tinggi 7.7 x 104 CFU dalam satu makanan cukup untuk
menimbulkan kasus listeriosis dan dapat diperparah dengan mengkonsumsi
mentega yang terkontaminasi saat di rumah sakit. Hal ini menjadi perhatian bagi
pihak rumah sakit untuk tetap menjaga keamanan pangan dari kontaminasi L.
monocytogenes (Maijala et al, 2001).
Perumusan Masalah
Kejadian listeriosis pada manusia telah ditemukan di banyak negara. Di
Irlandia pada tahun 2000 ditemukan satu kasus kematian pada manusia
dikarenakan meningitis yang disebabkan L. monocytogenes. Di Amerika Serikat
juga dilaporkan adanya 425 kasus kematian dari 1850 kasus listeriosis pada
manusia (Anonim 2005b). Di Indonesia belum tersedia data maupun laporan yang
mencatat kejadian listeriosis. Hal ini cukup menyulitkan dalam menentukan
prevalensi listeriosis di Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 tanggal
11 Pebruari 2008 tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian
nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama
Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa,
mencantumkan kuman Listeria sp termasuk dalam Kelompok Hama Penyakit
Hewan Karantina Golongan II.
Salah satu produk susu yang diimpor ke Indonesia adalah keju. Pada keju
keras (tanpa pasteurisasi) dimungkinkan ditemukannya L. monocytogenes,
sehingga dirasakan perlu untuk melakukan pengujian terhadap keberadaan kuman
ini dalam keju impor.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi keberadaan kuman L.
monocytogenes sebagai salah satu kuman kontaminan dalam salah satu produk
olahan susu yaitu keju yang diimpor ke Indonesia.
Manfaat Penelitian
Untuk mencegah penularan penyakit yang dapat ditularkan melalui
makanan kepada manusia yang mengkonsumsinya, sehingga perlu dilakukan
pengawasan dan pembatasan terhadap importasi keju yang terkontaminasi kuman
L. monocytogenes.
Hipotesis
Keju impor tercemar oleh L. monocytogenes.
TINJAUAN PUSTAKA
Keju
Keju adalah suatu produk susu yang telah mengalami pengolahan menjadi
suatu bentuk padatan elastis. Proses ini diperoleh melalui pengolahan bahan
protein dengan menambahkan bahan pengemulsi dan atau tanpa pemanasan yang
kemudian dipadatkan dan dimatangkan. Dalam pembuatan keju, digunakan jenis
kuman tertentu dan pada proses pematangannya digunakan jenis kuman tertentu
pula. Produk keju dibuat dengan cara mengkoagulasikan kasein susu
menggunakan enzim atau dengan meningkatkan keasaman susu melalui proses
fermentasi atau dengan kombinasi kedua teknik tersebut (Al-Baari dan Sutaryo
2004).
Jenis-jenis keju dikelompokkan menjadi keju lunak (Roqueforti, Tetilla),
separuh lunak (Mozzarella), separuh keras (Bleu d’Auvergne), keras (Edamer,
Emmentaler) dan keju dengan tekstur sangat keras (Grana Pradano). Keju dapat
juga digolongkan berdasarkan cara pembuatan (menggunakan kapang atau tidak),
jenis susu, proses pematangan (waktu dan jenis kuman yang digunakan) dan
kandungan air keju yang menyebabkan munculnya variasi dalam aroma dan rasa
(Anonim 2007a). Kuman yang dapat ditambahkan dalam proses pematangan keju
seperti berikut: Penicillium camemberti pada keju jenis Camemberti, P.
roqueforti pada keju Roqueforti, Brevibacterium linens dapat ditambahkan pula
sebagai starter pada keju krim asam (Iburg 2004).
Cara pembuatan keju adalah dengan mengkoagulasikan susu menggunakan
rennet, untuk mempercepat fermentasi bisa ditambahkan kuman sebelum
penambahan rennet (misalkan penambahan B. linens pada keju keras). Kemudian
setelah terjadi koagulasi terbentuk tahu keju yang disebut sebagai curd. Dari curd
ini kemudian dilakukan pemotongan agar cairan dari curd yang disebut wei
menjadi keluar. Jika diperlukan, untuk memberikan rasa dapat ditambahkan
garam sambil dilakukan penyaringan wei. Kemudian dilakukan pengeringan.
Setelah keju dikeringkan, dilapisi dengan lapisan lilin, dan dimatangkan dalam
ruangan yang gelap atau sejuk, dengan suhu 13-15o C, dengan kelembaban 90%
selama 2 minggu hingga 6 bulan. Semakin lama proses pematangan, semakin baik
keju yang didapatkan (Iburg 2004).
Dari hasil penelitian tentang infektifitas kuman ini pada mencit, didapatkan
bahwa kuman infektif masih dapat bertahan hidup pada saluran pencernaan.
Selanjutnya ditemukan bahwa isolat klinik memiliki infektifitas yang lebih tinggi
daripada isolat yang didapat dari bahan pangan (Barbour et al. 2001).
BAHAN DAN METODE
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: keju impor jenis Edam
Alat
Alat yang digunakan adalah cawan petri (diameter 100 mm, tinggi 15
mm), tabung reaksi berpenutup, botol media, gelas erlenmeyer, pipet
volumetrik, pipet karet, öse, laminar air flow, mikroskop, pembakar bunsen,
timbangan, tube shaker (vortex), stomacher, inkubator bersuhu 30 ºC ± 1 ºC,
inkubator bersuhu 37 ºC ± 1 ºC, penangas air, autoklaf dan lemari pendingin
(refrigerator).
Metode Penelitian
Metode pengambilan sampel keju impor adalah sebagai berikut. Sampel
dipilih dengan teknik pengambilan contoh secara acak sederhana. Sejumlah 30
unit satuan terkecil keju diambil dari lot sejumlah 500 unit kemasan terkecil.
Pengambilan sampel pada kontainer dilakukan secara acak sederhana berdasarkan
nomor seri atau batch sebanyak 3-4 sampel. Jika dalam pemasukan terdapat lebih
dari 2 kontainer, maka diambil dari dua kontainer yang dipilih secara acak
sederhana dengan cara pengundian nomor kontainer. Sampel diambil berdasarkan
frekuensi jenis keju keras yang paling sering dilalulintaskan melalui pelabuhan
pemasukan di Jakarta. Sampel diambil pada saat berada dalam instalasi karantina
hewan selama periode penelitian.
Jumlah yang diambil sebanyak minimal 28 sampel berdasarkan
perhitungan detect disease menggunakan aplikasi Winepiscope 2.0, dengan
memperhatikan prevalensi sebesar 2% (Collins et al. 1995), dengan tingkat
kepercayaan 90 %. Jumlah sampel keju impor yang diambil didasarkan pada
persentase frekuensi kedatangan pada tahun 2007 yaitu sebanyak rata-rata 30 kali
perbulan (Badan Karantina Pertanian 2007).
Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis, dengan menggunakan
peralatan yang steril. Sampel kemudian diambil sebanyak + 500 gram,
dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang telah diberi label kode sampel,
negara asal dan tanggal pengambilan, dan disimpan dalam kondisi dingin untuk
ditransportasikan.
Oxford-Agar
24 jam/30oC
24-48 jam/37oC
Oxford-Agar
48 jam/30oC
24-48 jam/37oC
Oxford-Agar
7 hari/30oC
24-48 jam/37oC
Uji Katalase
Mencampurkan koloni yang diduga L. monocytogenes dengan satu tetes
pereaksi H2O2 3 % pada gelas obyek hingga rata. Diamati apakah terbentuk
gelembung-gelembung gas.
Uji KOH
Mengambil dua tetes larutan KOH 3%, diletakkan di atas gelas obyek.
Satu koloni kuman yang diduga L. monocytogenes diambil menggunakan
ose steril.
Ose yang berisi kuman dicampur dan diaduk dengan cepat dalam larutan
KOH 3% diatas gelas obyek.
Diamati apakah ada benang yang kental terbentuk saat menaikkan dan
menurunkan ose (Finegold and Baron 1986).
Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan mengikuti prosedur Hans Christian Gram (Xu
1007). Kuman L. monocytogenes merupakan bakteri Gram positif sehingga
menunjukkan sel berwarna violet pada pemeriksaan mikroskopik.
Uji Motilitas
Menggunakan media semi solid yaitu media SIM dalam tabung medium.
Koloni dari media Blood Agar pada uji CAMP yang positif, diambil dengan
ose jarum, kemudian ditusukkan ke dalam media SIM secara tegak.
Diinkubasikan pada temperatur 25ºC selama 24 jam.
Uji Gula-gula
Sebanyak 0.5 ml biakan dari media TSBye diinokulasikan pada media yang
mengandung karbohidrat ( mannitol, rhamnosa, dan xylosa). Diinkubasikan
pada suhu 37 ºC selama 24 jam.
Uji Konfirmasi
Untuk konfirmasi aktivitas hemolitik L. monocytogenes (ß-hemolitik),
dilakukan dengan Uji CAMP.
Kuman Staphylococcus aureus (ß-hemolitik) diinokulasikan pada media
agar darah ( darah domba 5-7%).
Koloni yang diduga L. monocytogenes diinokulasikan pada media agar
darah dengan arah tegak lurus terhadap arah biakan Staphylococcus
aureus (ß-hemolitik).
Selanjutnya sebagai kontrol positif, kuman L.monocytogenes juga
diinokulasikan sejajar dengan koloni yang diduga L. Monocytogenes.
Media diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam dan 48 jam.
5 koloni yang diduga dibiakkan dalam TSAye
24 jam/30oC
TSBye
8 jam/37oC
Mannitol
Rhamnose SIM-Agar
Xylose
Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian.
Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di
Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina Hewan Sementara milik Pengguna
Jasa Karantina.
Keju impor jenis Edam dikemas dalam bentuk seperti bola dengan diameter
rata-rata 5-10 cm. Keju dilapisi dengan pelapis parafin untuk mencegah
kekeringan. Keju disimpan dalam kontainer dengan suhu 2 – 4oC. Keju berwarna
kuning keemasan dengan memiliki lubang-lubang kecil. Keju ini memiliki rasa
yang cukup kuat, dengan sedikit rasa asin. Keju Edam yang menggunakan bahan
baku susu tanpa pasteurisasi, memiliki cita rasa dan konsistensi yang lebih baik
jika dibandingkan dengan keju Edam yang menggunakan bahan baku susu yang
tidak dipasteurisasi. Hal ini disebabkan karena keberadaan mikroba awal pada
susu, turut memberikan aroma dalam proses pembuatannya. Selain itu, pemanasan
cukup merusak sebagian protein pada susu, yang menyebabkan konsistensi keju
dengan bahan baku susu yang dipasteurisasi menjadi kurang baik.
Masa kadaluarsa keju Edam adalah 1 – 2 tahun. Keju yang diimpor oleh
Indonesia berumur antara 3 – 6 bulan setelah produksi. Lama waktu perjalanan
dari Belanda ke Indonesia adalah 27 hari. Alat angkut yang digunakan adalah
kapal yang didesain khusus untuk mengangkut barang dan kontainer. Kontainer
yang digunakan untuk mengangkut keju dilengkapi pengatur suhu, untuk
mempertahankan suhu tetap berada dalam kisaran 2 – 4oC.
Keju ini digunakan sebagai bahan baku untuk industri kue, makanan ringan
hingga restoran. Bahkan oleh beberapa impotir langsung dijual kepada distributor
untuk diedarkan kepada konsumen.
Berdasarkan hasil uji lanjut terhadap 6 (enam) isolat yang diduga positif L.
monocytogenes, ternyata 2 (dua) diantaranya bukan L. monocytogenes. Sampel
nomor 2 dan nomor 10 tidak menunjukkan hasil positif terhadap L.
monocytogenes, sehingga hasil pengujian dari 30 sampel didapatkan 4 sampel
(13,33%) yang positif terhadap L. monocytogenes. Pada uji lanjut, sampel nomor
2 termasuk Gram negatif, sehingga bukan merupakan kelompok Listeria sp.,
sedangkan pada sampel nomor10, jika dilihat dari uji CAMP dan uji biokimiawi
mencirikan Listeria innocua.
Gambar 9 Tahap Enrichment menggunakan LEB
Simpulan
Hasil penelitian Kajian Tingkat Keamanan Keju Impor Ditinjau dari
Pencemaran Listeria monocytogenes ini bahwa dari pengujian 30 sampel
didapatkan 4 sampel (13,33%) yang positif L. monocytogenes. Hal ini
menunjukkan bahwa keju yang terkontaminasi tidak aman dikonsumsi dan dapat
menjadi sumber penularan listeriosis bagi konsumen di Indonesia. Khusus untuk
keju Edam yang tidak melalui proses pasteurisasi dan dikonsumsi secara langsung
(tanpa pemasakan) akan sangat berbahaya.
Saran
Dalam rangka penetapan surat persetujuan pemasukan keju, pemerintah
perlu mencantumkan batas maksimum jumlah dan jenis cemaran kuman patogen
dalam keju yang akan diimpor. Mengingat belum tersedianya pedoman dalam
pengujian terhadap L. monocytogenes, diharapkan Badan Karantina Pertanian
dapat menyusun pedoman pengujian pada keju impor terhadap kontaminasi L.
monocytogenes.
Dengan ditemukannya 4 sampel keju positif terkontaminasi L.
monocytogenes, perlu dilakukan pengembangan pengujian untuk mendeteksi
kuman L. monocytogenes secara lebih cepat dan akurat, misalnya menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baari AN, Sutaryo. 2004. Panduan Praktis Pengolahan Hasil Ternak.
Semarang: Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Collins CH, Lyne PM and Grange JM. 1995. Microbiological Methods. Seventh
Edition. Great Britain: Butterworth-Heinemann Ltd.
Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ. 2001. Food Microbiology: Fundamental
and Frontiers. Second Edition. Washington DC: ASM Press.
Finegold SM, Baron EJ. 1986. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology.
Seventh Edition. Missouri: the C.V. Mosby Company.
Gassanov U, Hughes D, Hansbro PM. 2005. Methods for the isolation and
identification of Listeria spp. and Listeria monocytogenes: a Review.
FEMS Microbiol Rev 29:851-875.
Hassan Z, Purwati E, Radu S, Rahim RA, Rusul G. 2001. Prevalence of Listeria
spp. and Listeria monocytogenes in Meat and Fermented Fish in Malaysia.
http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/2001_32_2/29-2671.pdf [20
Desember 2008].
Ray B. 2001. Fundamental Food Microbiology. Second Edition. New York: CRC
Press.