Anda di halaman 1dari 42

KAJIAN TINGKAT KEAMANAN KEJU IMPOR DITINJAU

DARI PENCEMARAN Listeria monocytogenes

ISWAN HARYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Tingkat Keamanan Keju
Impor Ditinjau dari Pencemaran Listeria monocytogenes, adalah karya saya
sendiri, dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini

Bogor, Januari 2009

Iswan Haryanto
NIM B 521064124
ABSTRACT

ISWAN HARYANTO. Study on Imported Hard Cheese in Safety Level against


Contamination of Listeria monocytogenes. Under direction of MIRNAWATI B
SUDARWANTO and TITIEK SUNARTATIE.

Listeria monocytogenes is one of the pathogen bacteria could affect human


and animal health. Disease caused by L. monocytogenes is listeriosis. It is a
foodborne disease. This bacteria could survive on the variations of temperature
and in the unsupported environment. Contamination of L. monocytogenes could
happens during or post processing of food as a critical point for human health.
This study use qualitative method to detect presentation of L. monocytogenes in
hard cheese (Edam) imported into Indonesia. This method refers to Protokol
Ämtliche Sammlung von Untersuchungsverfahren nach Article 35 LMBG. A
number of 30 samples of edam cheese taken from Animal Quarantine Installation,
cultured in specific media (LEB, Oxford Agar, TSAye, TSBye) and the tests taken
to identify with Gram staining, motility test, CAMP’s test, catalase test, KOH test,
and confirmed by chemical tests (rhamnose, xylose and mannitol). The result
showed the growth of L. monocytogenes on four samples. It means that
qualitatively growth of L. monocytogenes on 30 samples of edam cheese imported
to Indonesia was 13,33%. It also showed the dangerous effect of consuming
contaminated edam cheese, and could be the source of infection of listeriosis.

Keywords : Edam cheese, Listeria monocytogenes, microbial contamination


RINGKASAN

ISWAN HARYANTO. Kajian Tingkat Keamanan Keju Impor Ditinjau dari


Pencemaran Listeria monocytogenes. Dibimbing oleh MIRNAWATI B
SUDARWANTO dan TITIEK SUNARTATIE.

Penyakit yang dapat ditularkan melalui susu dan produknya (milk borne
diseases) telah dikenal sejak industri susu mulai ada. Susu adalah makanan yang
bergizi tinggi, juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
kuman, baik kuman pembusuk maupun kuman patogen. Susu merupakan bahan
pangan yang mudah rusak (perishable food) dan dapat menjadi vehicles penyakit
baik kepada hewan maupun manusia. Salah satu cara untuk mengendalikan
bahaya penyakit karena makanan adalah melalui pemanasan/pasteurisasi.
Kontaminasi kuman karena kesalahan pasteurisasi dan penambahan bahan lain
saat diolah sering menjadi rute terkontaminasinya suatu produk. Keju merupakan
produk susu yang bisa didapatkan di toko maupun di pasar swalayan. Berdasarkan
proses pembuatannya, keju dapat dibedakan menjadi dua yaitu keju yang
dipasteurisasi dan tidak dipasteurisasi. Pada proses pembuatan keju keras, susu
tidak dipasteurisasi agar diperoleh rasa dan tekstur yang baik. Hal ini dapat
menjadi salah satu penyebab kontaminasi kuman-kuman yang berbahaya pada
keju, salah satunya adalah Listeria monocytogenes.
L. monocytogenes adalah salah satu kuman patogen yang mempengaruhi
kesehatan manusia dan hewan. Kuman ini dapat bertahan hidup pada suhu yang
beragam dan bahkan pada lingkungan yang tidak menguntungkan sekalipun.
Kontaminasi L. monocytogenes dapat terjadi pada saat maupun setelah proses
pembuatan makanan sebagai titik kritis untuk kesehatan manusia.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk mendeteksi
keberadaan kuman L. monocytogenes pada keju keras jenis edam yang diimpor
ke Indonesia. Sejumlah 30 sampel keju keras jenis Edam diambil dari pelabuhan
impor di Jakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode acak
sederhana. Sampel diambil secara aseptis sebanyak 500 gram, diberikan label dan
kode sampel kemudian dikirim ke laboratorium dalam kondisi dingin. Metode
pemeriksaan yang digunakan mengacu pada Protokol Ämlitche Sammlung von
Untersuchungsverfahren nach Pasal 35 LMBG. Sampel keju yang telah
dipreparasi ditambahkan dalam media enrichment yaitu Listeria Enrichment
Broth, kemudian dihomogenisasi dengan menggunakan stomacher selama tiga
menit, dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam, 48 jam dan 7 hari.
Kemudian dilanjutkan dengan isolasi pada media agar selektif (Oxford Agar) dan
diinkubasi selama 48±2 jam pada suhu 37oC secara aerobik. Pertumbuhan koloni
kuman yang menciri L. monocytogenes pada media Oxford Agar berupa koloni
kecil berdiameter 1 mm dengan pusat cekung, berwarna hitam dengan halo
berwarna hitam pada cawan tersebut. Tahap berikutnya adalah tahap identifikasi,
dengan mengambil koloni yang menciri pada media Oxford Agar, dibiakkan
dalam media TSAye, dan diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam sampai
dengan 48 jam. Kemudian dilakukan identifikasi dengan melakukan uji KOH,
Katalase, CAMP, dan pewarnaan Gram. Dari uji CAMP yang positif, dilanjutkan
dengan uji motilitas dengan menggunakan media SIM. Dari biakan dalam media
TSAye, dilanjutkan dengan membiakkan dalam TSBye selama 8 jam pada suhu
37 ºC, untuk kemudian diuji biokimiawi, menggunakan mannitol, rhamnosa dan
xylosa. Hasil uji yang menunjukkan L. monocytogenes adalah sebagai berikut:
batang pendek, Gram positif, motil, KOH negatif, katalase positif, CAMP positif,
rhamnosa positif, mannitol dan xylosa negatif.
Hasil yang didapatkan dari 30 sampel menunjukkan adanya pertumbuhan
L. monocytogenes pada media Oxford Agar sebanyak enam sampel. Kemudian
dilakukan identifikasi lebih lanjut terhadap keenam sampel tersebut. Dari hasil uji
lanjut, didapatkan empat sampel (13,33%) positif L. monocytogenes. Hal ini
menunjukkan secara kualitatif ada pertumbuhan L. monocytogenes. Keju yang
terkontaminasi L. monocytogenes dapat menjadi sumber penularan listeriosis,
sehingga keju yang terkontaminasi tidak aman dikonsumsi, terutama oleh populasi
manusia yang rentan terhadap listeriosis. Disarankan kepada kelompok umur yang
berisiko tinggi terhadap listeriosis, agar menghindari mengkonsumsi keju keras.
Kelompok umur yang rentan ini adalah bayi baru lahir, usia lanjut dan ibu hamil,
kemudian diikuti oleh kelompok umur dewasa.

Kata kunci: keju keras jenis Edam, Listeria monocytogenes, kontaminasi mikroba
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulsan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB
KAJIAN TINGKAT KEAMANAN KEJU IMPOR DITINJAU
DARI PENCEMARAN Listeria monocytogenes

ISWAN HARYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: drh. Usamah Afiff, M.Sc.
Judul Tesis : Kajian Tingkat Keamanan Keju Impor Ditinjau dari Pencemaran
Listeria monocytogenes
Nama : Iswan Haryanto
NIM : B 251064124

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr.drh. Hj.Mirnawati B Sudarwanto drh. Titiek Sunartatie, M.S.


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr. drh. Denny W. Lukman, M.Si. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 20 Januari 2009 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang


telah memberikan rahmat dan hidayahNya berupa kekuatan lahir dan bathin
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam
penelitian ini adalah kualitas mikrobiologik keju impor dengan judul: Kajian
Tingkat Keamanan Keju Impor Ditinjau dari Pencemaran Listeria monocytogenes.
Penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada Prof. Dr. drh. Hj. Mirnawati B Sudarwanto sebagai Ketua Komisi
Pembimbing dan drh. Titiek Sunartatie, M.S. sebagai Anggota Komisi
Pembimbing, atas segala dukungan bimbingan dan arahan terhadap penulis
selama penelitian dan penulisan tesis. Tidak lupa diucapkan terimakasih kepada
Dr. drh. Denny W. Lukman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Kepala
Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH-IPB yang telah memberikan izin, tidak
lupa pula terimakasih disampaikan kepada Pak Teddy, Pak Hendra dan rekan-
rekan yang telah membantu kelancaran penelitian ini, serta rekan-rekan satu
angkatan Kelas Khusus Karantina pada Program Studi Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2007.
Akhirnya ucapan terimakasih yang dalam kepada Ibunda Sugiarti, Ibu
Mertua, kakak-kakak, dan anak-anakku Raina Adz Dzikra dan Hamim Ramadhan,
yang telah memberikan dukungan semangat, moral dan material dalam
menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila
terdapat kesalahan selama penelitian, pembimbingan dan penulisan tesis. Atas
segala kebaikan yang telah penulis terima, semoga Allah SWT melimpahkan
rahmat, hidayah dan ridhaNya kepada semua makhluk. Harapan penulis agar
tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam peningkatan ilmu pengetahuan kita
semua. Amien.

Bogor, Januari 2009

Iswan Haryanto
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten – Jawa Tengah pada tanggal 27 Nopember


1975, merupakan anak kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Slamet Pujo
Hartono (almarhum) dan Ibu Sugiarti.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1988 di SDN
Klaten I Klaten, dan pada tahun 1991 menyelesaikan pendidikan Sekolah
Menegah Pertama di SMPN Klaten II di Klaten. Selanjutnya penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 1994 di SMAN
Klaten I di Klaten. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di
Fakultas Kedokteran Hewan di Universitas Airlangga Surabaya, dan meraih gelar
Dokter Hewan pada tahun 2000.
Pada tahun 2000 hingga 2003 penulis bekerja di PT Vetindo Citra Persada
sebagai Technical Service, kemudian tahun 2003 hingga sekarang bekerja di Pusat
Karantina Hewan, Badan Karantina Pertanian. Pada tahun 2007 penulis
mendapatkan kesempatan untuk memperoleh beasiswa dari Badan Karantina
Pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 pada Program Studi
Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL …………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR................................................................ xii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang ………………………………………. 1
Perumusan Masalah....................................................... 3
Tujuan Penelitian............……….…………………….. 3
Manfaat Penelitian........................................................ 3
Hipotesis........................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA 4
Keju..................................................………………….. 4
Pertumbuhan Kuman Listeria monocytogenes pada Keju 5
Karakteristik Listeria monocytogenes.………………... 6
Kejadian Listeriosis pada Manusia.………………….... 8
Kejadian Listeriosis pada Hewan..……………………. 9

BAHAN DAN METODE 11


Waktu dan Tempat......................................................... 11
Bahan Penelitian............................................................. 11
Bahan Kimia dan Reagen............................................... 11
Alat................................................................................ 11
Metode Penelitian.......................................................... 11
Metode Pengujian Listeria monocytogenes................... 12
Analisis Data.................................................................. 17
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Pemeriksaan Pencemaran Listeria monocytogenes........ 18
Kajian Aspek Kesehatan Mayarakat Veteriner.............. 21
KESIMPULAN DAN SARAN 24
Kesimpulan ……………………………………………. 24
Saran …………………………………………………... 24
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………. 25
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Interpretasi hasil uji Listeria monocytogenes....................................... 16
2. Hasil uji lanjut enam isolat yang diduga positif L. monocytogenes..... 19
3. Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba
pada susu (dalam satuan cfu/g atau ml)............................................... 22
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Biofilm L. monocytogenes pada permukaan peralatan……. 7
2. L. monocytogenes dengan mikroskop elektron...………....... 8
3. Kejadian listeriosis pada domba............................................ 10
4. Kejadian listeriosis pada kambing......................................... 10
5. Diagram alir pembiakan L. monocytogenes ......…................ 13
6. Diagram alir identifikasi kuman L. monocytogenes….......... 15
7. CAMP tes L. monocytogenes ....………………………….... 15
8. CAMP tes L. monocytogenes (diperbesar)………………… 16
9. Tahap enrichment menggunakan LEB.................................. 20
10. Inokulasi sampel pada Oxford Media..................................... 20
11. Pertumbuhan L. monocytogenes pada Oxford Media............. 21
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat ini keamanan pangan dan kualitas pangan menjadi topik utama
perhatian dunia. Wabah penyakit yang ditularkan melalui makanan (food borne
diseases) semakin dikenal karena dipublikasikan dan disebarluaskan dengan baik.
Karantina merupakan suatu institusi yang berfungsi mencegah masuk, tersebar
dan keluarnya hama dan penyakit hewan karantina ke/di wilayah Republik
Indonesia. Institusi ini diharapkan mampu berperan sebagai salah satu filter lalu
lintas hewan, bahan dan produk asal hewan dalam perdagangan di dunia. Salah
satu tindakan karantina adalah tindakan perlakuan untuk membebaskan dan
mensucihamakan media pembawa dari hama penyakit hewan karantina, atau
tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif dan promotif. Dengan adanya
lalulintas hewan, bahan asal hewan dan produknya, maka tindakan karantina pada
bahan pangan asal hewan yang berkaitan dengan kesehatan manusia akan menjadi
suatu kebutuhan (tercantum dalam Undang-undang No 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan). Secara tradisional, beberapa tahun silam
kejadian wabah karena penyakit yang ditularkan melalui makanan terlokalisir,
karena hanya terjadi pada daerah yang sempit. Namun sesuai kondisi saat ini
dimana industri makanan olahan semakin maju dan distribusinya juga meluas,
bahkan hingga menembus batas-batas negara, wabah food borne diseases semakin
meluas jika terjadi kesalahan dalam penanganan bahan pangan tersebut. Sehingga
hal ini menjadi perhatian yang serius dari semua pihak yang terkait.
Penyakit yang dapat ditularkan melalui susu dan produknya (milk borne
diseases) telah dikenal sejak industri susu mulai ada. Susu adalah makanan yang
bergizi tinggi, juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
kuman, baik kuman pembusuk maupun kuman patogen. Susu merupakan bahan
pangan yang mudah rusak (perishable food) dan dapat menjadi vehicles penyakit
baik kepada hewan maupun manusia. Salah satu cara untuk mengendalikan
bahaya penyakit karena makanan adalah melalui pemanasan/pasteurisasi.
Kontaminasi kuman karena kesalahan pasteurisasi dan penambahan bahan lain
saat diolah sering menjadi rute terkontaminasinya suatu produk.
Keju merupakan produk susu yang bisa didapatkan di toko maupun di pasar
swalayan. Berdasarkan proses pembuatannya, keju dapat dibedakan menjadi dua
yaitu keju yang dipasteurisasi dan tidak dipasteurisasi. Pada proses pembuatan
keju keras, susu tidak dipasteurisasi agar diperoleh rasa dan tekstur yang baik. Hal
ini dapat menjadi salah satu penyebab kontaminasi kuman-kuman yang berbahaya
pada keju, salah satunya adalah Listeria monocytogenes jika tidak dipenuhinya
standar terhadap bahan baku keju, yang telah ditetapkan oleh negara produsen
tersebut.
Penyakit akibat terinfeksi L. monocytogenes disebut sebagai listeriosis.
Manifestasi klinis listeriosis dapat berupa septikemia, meningitis, encephalitis,
ulserasi kornea, pneumonia, infeksi intra uterin dan serviks pada ibu hamil yang
dapat menyebabkan keguguran atau kelahiran prematur. Bagi bayi yang selamat
dapat mengakibatkan kejadian granulomatosis infantiseptika, dimana terjadi
granuloma yang bernanah di seluruh tubuh, dan dapat juga terjadi kemunduran
fisik. Simtoma seperti penyakit influenza kerap terjadi. Kejadian dengan
simptoma gastrointestinal seperti nausea, muntah, dan diare sering dapat
mengakibatkan kondisi yang lebih serius daripada gejala yang ditunjukkan.
Dengan jumlah kuman kurang dari 1000, dapat menyebabkan penyakit bagi
individu yang peka terhadap kuman ini. Kuman ini dapat menginvasi epitel
gastrointestinal. Jika kuman tersebut sudah memasuki monosit, makrofag dan
leukosit polimorfonuklear, maka akan terjadi septikemia. Keberadaan kuman ini
secara intraseluler dalam sel fagosit juga dapat menyebabkan masuknya kuman ini
ke otak dan dapat pula melewati sawar uri, sehingga menyebabkan terjadinya
penularan secara transplacental (Anonim 2005b).
Pada kejadian di Finlandia, antara bulan Juni 1998 hingga April 1999,
terjadi wabah disebabkan oleh kuman L. monocytogenes pada mentega yang
menyebabkan pasien dengan riwayat imunocompromise dilarikan ke rumah sakit.
Dosis tunggal paling tinggi 7.7 x 104 CFU dalam satu makanan cukup untuk
menimbulkan kasus listeriosis dan dapat diperparah dengan mengkonsumsi
mentega yang terkontaminasi saat di rumah sakit. Hal ini menjadi perhatian bagi
pihak rumah sakit untuk tetap menjaga keamanan pangan dari kontaminasi L.
monocytogenes (Maijala et al, 2001).
Perumusan Masalah
Kejadian listeriosis pada manusia telah ditemukan di banyak negara. Di
Irlandia pada tahun 2000 ditemukan satu kasus kematian pada manusia
dikarenakan meningitis yang disebabkan L. monocytogenes. Di Amerika Serikat
juga dilaporkan adanya 425 kasus kematian dari 1850 kasus listeriosis pada
manusia (Anonim 2005b). Di Indonesia belum tersedia data maupun laporan yang
mencatat kejadian listeriosis. Hal ini cukup menyulitkan dalam menentukan
prevalensi listeriosis di Indonesia.
Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 110/Kpts/TN.530/2/2008 tanggal
11 Pebruari 2008 tentang Perubahan Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian
nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama
Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa,
mencantumkan kuman Listeria sp termasuk dalam Kelompok Hama Penyakit
Hewan Karantina Golongan II.
Salah satu produk susu yang diimpor ke Indonesia adalah keju. Pada keju
keras (tanpa pasteurisasi) dimungkinkan ditemukannya L. monocytogenes,
sehingga dirasakan perlu untuk melakukan pengujian terhadap keberadaan kuman
ini dalam keju impor.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeteksi keberadaan kuman L.
monocytogenes sebagai salah satu kuman kontaminan dalam salah satu produk
olahan susu yaitu keju yang diimpor ke Indonesia.

Manfaat Penelitian
Untuk mencegah penularan penyakit yang dapat ditularkan melalui
makanan kepada manusia yang mengkonsumsinya, sehingga perlu dilakukan
pengawasan dan pembatasan terhadap importasi keju yang terkontaminasi kuman
L. monocytogenes.

Hipotesis
Keju impor tercemar oleh L. monocytogenes.
TINJAUAN PUSTAKA

Keju
Keju adalah suatu produk susu yang telah mengalami pengolahan menjadi
suatu bentuk padatan elastis. Proses ini diperoleh melalui pengolahan bahan
protein dengan menambahkan bahan pengemulsi dan atau tanpa pemanasan yang
kemudian dipadatkan dan dimatangkan. Dalam pembuatan keju, digunakan jenis
kuman tertentu dan pada proses pematangannya digunakan jenis kuman tertentu
pula. Produk keju dibuat dengan cara mengkoagulasikan kasein susu
menggunakan enzim atau dengan meningkatkan keasaman susu melalui proses
fermentasi atau dengan kombinasi kedua teknik tersebut (Al-Baari dan Sutaryo
2004).
Jenis-jenis keju dikelompokkan menjadi keju lunak (Roqueforti, Tetilla),
separuh lunak (Mozzarella), separuh keras (Bleu d’Auvergne), keras (Edamer,
Emmentaler) dan keju dengan tekstur sangat keras (Grana Pradano). Keju dapat
juga digolongkan berdasarkan cara pembuatan (menggunakan kapang atau tidak),
jenis susu, proses pematangan (waktu dan jenis kuman yang digunakan) dan
kandungan air keju yang menyebabkan munculnya variasi dalam aroma dan rasa
(Anonim 2007a). Kuman yang dapat ditambahkan dalam proses pematangan keju
seperti berikut: Penicillium camemberti pada keju jenis Camemberti, P.
roqueforti pada keju Roqueforti, Brevibacterium linens dapat ditambahkan pula
sebagai starter pada keju krim asam (Iburg 2004).
Cara pembuatan keju adalah dengan mengkoagulasikan susu menggunakan
rennet, untuk mempercepat fermentasi bisa ditambahkan kuman sebelum
penambahan rennet (misalkan penambahan B. linens pada keju keras). Kemudian
setelah terjadi koagulasi terbentuk tahu keju yang disebut sebagai curd. Dari curd
ini kemudian dilakukan pemotongan agar cairan dari curd yang disebut wei
menjadi keluar. Jika diperlukan, untuk memberikan rasa dapat ditambahkan
garam sambil dilakukan penyaringan wei. Kemudian dilakukan pengeringan.
Setelah keju dikeringkan, dilapisi dengan lapisan lilin, dan dimatangkan dalam
ruangan yang gelap atau sejuk, dengan suhu 13-15o C, dengan kelembaban 90%
selama 2 minggu hingga 6 bulan. Semakin lama proses pematangan, semakin baik
keju yang didapatkan (Iburg 2004).

Pertumbuhan Kuman Listeria monocytogenes pada Keju


Menurut Doyle (2001), sehubungan dengan ketahanan dalam fluktuasi suhu,
kemampuan untuk berkembang pada suhu rendah, dan toleransi terhadap garam,
menyebabkan L. monocytogenes dapat bertahan hidup pada proses pembuatan dan
pematangan keju. Pertumbuhannya dapat terhambat oleh pertumbuhan starter
laktat, misalkan kuman Lactobacillus bulgaricus, namun tidak dapat dihalangi
secara keseluruhan. Saat proses pembuatan keju, kuman ini terkonsentrasi dalam
curd, dan hanya sebagian kecil dapat diperoleh pada wei. Perilaku pertumbuhan
kuman ini dipengaruhi oleh jenis keju. Pada keju Feta terdapat pertumbuhan yang
cukup besar, serta ada penurunan yang cukup tajam seperti pada keju Cottage.
Saat pematangan, sel kuman dapat meningkat seperti pada keju Camemberti,
menurun secara perlahan seperti pada keju Cheddar atau penurunan secara cepat
kemudian stabil seperti pada keju Blue.
Kuman L. monocytogenes mungkin didapatkan dalam keju jika dalam
proses pembuatan keju tidak dilakukan pasteurisasi terhadap bahan dasarnya,
sehingga harus dilakukan pengamatan dan pemeriksaan terhadap keberadaan
kuman ini sebelum atau dalam setiap tahap pembuatan keju, karena dimungkinkan
juga terdapat kontaminasi L. monocytogenes pada saat penambahan bahan lain.
Cara pemeriksaan bisa dilakukan pada hasil akhir dari keju tersebut. Pada keju
lunak, kuman ini tidak dapat tumbuh pada suhu diatas 45oC. Jumlahnya menurun
setelah dilakukan pengeringan curd selama empat jam. Namun meningkat pada
jam keenam pada suhu 37oC sebelum mencapai fase stasioner (Leuschner and
Boughtflower 2002). Pada keju Camemberti, kuman ini menjadi rusak pada saat
dipanaskan pada suhu tinggi. Pembelahan sel yang masih hidup setelah dilakukan
pemanasan menghasilkan sel baru yang mengalami kemunduran dalam fungsi
selnya yang menyebabkan penurunan patogenisitasnya (Helloin et al. 2003).
L. monocytogenes tidak dapat ditemukan oleh Akman et al. (2003) dalam es
krim. Namun spesies lain dari Listeria dapat dibiakkan, sehingga diperlukan
kewaspadaan terhadap kemungkinan kontaminasi dengan memberlakukan
standar-standar yang ketat pada susu dan produk-produknya.

Karakteristik Listeria monocytogenes


L. monocytogenes ditemukan pertama kali oleh E.G.D. Murray dan J.Pirie
secara terpisah kurang lebih 70 tahun yang lalu (Rocourt dan Buchreiser 2007).
Kuman ini dikenal dengan nama Bacterium monocytogenes, yang menyebabkan
lesi pada hati kemudian disebut dengan Listeria hepatolitica, yang pada akhirnya
tahun 1940 ditetapkan dengan nama Listeria monocytogenes. Nama Listeria
diberikan setelah seorang Dokter Inggris Joseph Lister terinfeksi mikroba tersebut
(Donnely 2001).
L. monocytogenes sering dihubungkan dengan bahan pangan seperti susu
segar, susu pasteurisasi, keju, es krim, sayuran segar, sosis, daging unggas segar
maupun olahan, daging segar, dan ikan segar maupun ikan yang diasap.
Kemampuan tumbuh kuman ini pada suhu 0oC, memungkinkan untuk menjadi
kuman kontaminan dalam makanan beku. Pada suhu 4oC dengan kandungan zat
besi, L. monocytogenes masih dapat tumbuh (Fraizer and Westhoof 1988). Kuman
ini disebut kuman psikrofilik yaitu kuman yang menyukai suhu dingin untuk
pertumbuhannya, karena memiliki membran sel yang mempunyai kondisi yang
baik pada suhu dingin. Membran sel ini bisa diilustrasikan seperti margarine atau
mentega yang akan mengeras pada suhu rendah dan akan meleleh pada suhu
tinggi. Hal ini menjelaskan mengapa kuman psikrofilik akan mengalami
kerusakan pada membran sel jika di dalam suhu ruangan, karena membran selnya
meleleh (Anonim 2007b).
L. monocytogenes adalah kuman yang dengan pewarnaan Gram
digolongkan sebagai kuman Gram positif, berbentuk batang pendek dan motil.
Kuman ini mampu tumbuh pada suhu 4o C. Pada suhu tersebut menurut Moltz dan
Martin (2005) kuman tersebut mampu membentuk biofilm yang membuat bakteri
didalamnya menjadi lebih resisten terhadap sanitaizer. Kuman ini mati pada suhu
pasteurisasi, sehingga jika masih bisa didapatkan pada susu yang telah
dipasteurisasi menandakan adanya kesalahan penanganan saat ataupun pasca
pasteurisasi (Fraizer et al. 1988).
Gambar 1 Biofilm L. monocytogenes pada permukaan peralatan
(Anonim 2007a)

L. monocytogenes memiliki nilai D71.7 selama 0.6-2 detik, yang berarti


bahwa L. monocytogenes mati pada suhu 71.7oC setelah 0.6-2 detik. Untuk strain
yang paling tahan terhadap panas dengan nilai D71.7 adalah 3.3 detik (Garbutt
1997). Keberadaan kuman ini dalam makanan akan menyebabkan kejadian
penyakit yang disebabkan atau ditularkan melalui makanan (foodborne disease).
Hingga saat ini L. monocytogenes masih mendapatkan perhatian yang tinggi
karena sifat patogenitasnya.
Menurut Ray (2001), sifat patogen L. monocytogenes disebabkan karena
kemampuan kuman ini untuk tumbuh pada berbagai jenis makanan dan mampu
bertahan hidup pada suhu dingin dengan kisaran suhu antara 1-44oC. Selain itu
juga kemampuan hidup secara intraseluler, sehingga menyulitkan dalam
pengobatan atau saat pasteurisasi produk susu. Sehingga akan membutuhkan suhu
yang lebih tinggi atau waktu yang lebih lama. Faktor virulensi kuman ini adalah
adanya hemolisin yang spesifik yaitu Listeriosin O. Toksin ini diproduksi saat
kuman ini tumbuh secara eksponensial. Toksin dapat juga diproduksi saat
pertumbuhan kuman secara intraseluler. Dosis infektif kuman ini sejumlah 100-
1000 sel, terutama terhadap individu yang sangat rentan. Menurut Doyle et al.
(1987), dengan kemampuan hidup di dalam sel leukosit itulah yang menyebabkan
L. monocytogenes menjadi lebih resisten terhadap suhu pasteurisasi (High
Temperature Short Time) seperti yang dipersyaratkan oleh United States Food
and Drug Administration (USFDA), yaitu 71.5oC selama 15 detik. Menurut
Bonnet dan Montville (2005) kuman ini dapat terinduksi menjadi kuman yang
resisten terhadap nisin jika dibiakkan bersama dengan kuman yang memproduksi
nisin dalam satu sistem fermentasi yang sama. Sehingga harus diperhatikan
keamanan pangan pada bahan makanan yang difermentasi dengan kultur yang
memproduksi bakteriosin. Dan dikemukakan juga oleh Martinez dan Rodriguez
(2005) kejadian resistensi L. monocytogenes terhadap nisin tidak memiliki
korelasi yang jelas dengan penggunaan antibiotika saat ini.

Gambar 2 L. monocytogenes dengan mikroskop elektron (Anonim 2005a).

Selain menggunakan metode isolasi dan identifikasi L. monocytogenes dapat


dideteksi menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR). Namun tetap
menggunakan media enrichment. Keuntungan menggunakan metode PCR adalah
karena kecepatan ujinya mencapai 30 -72 jam, sedangkan jika menggunakan
metode konvensional membutuhkan waktu 96-120 jam (Jersek et al. 2005). PCR
juga dapat digunakan untuk mendiagnosis secara spesifik terhadap spesimen
klinis sebelum penggunaan antibiotika (Allerberger 2002). Selain menggunakan
teknik molekuler (PCR, RT-PCR, Real Time PCR), deteksi dari spesimen klinis
dapat menggunakan antibodi dengan uji ELISA (Gasanov et al. 2005).

Kejadian Listeriosis pada Manusia


Listeriosis pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1929 (Fraizer
dan Westhoof 1988). Menurut Acha dan Szyfrez (2003), kelompok umur paling
rentan terhadap L. monocytogenes adalah bayi baru lahir (pada kejadian infeksi
transplasental). Kemudian diikuti kelompok umur diatas 50 tahun. Kejadian
penyakit ini jarang pada kelompok umur 1 bulan hingga 18 tahun. Menurut
laporan dari Jerman, kejadian listeriosis menyebabkan kematian bayi perinatal
0,15% hingga 2%. Aborsi pada wanita hamil biasanya terjadi pada paruh kedua
kehamilan dan semakin meningkat pada trimester ketiga. Pada kelompok umur
dewasa, kejadian meningitis atau meningoencephalitis merupakan gejala klinis
yang paling sering terlihat. Sebelum ditemukannya antibiotika, tingkat fatalitas
mencapai 70%. Sebagai tambahan bahwa kejadian listeriosis dapat menimbulkan
endocarditis, abses internal dan eksternal dan endopthalmitis. Erupsi kulit dapat
terjadi pada dokter hewan yang menangani kasus fetus yang terinfeksi.
Kejadian di Illinois menunjukkan bahwa kejadian wabah listeriosis setelah
dideteksi adanya kuman L. monocytogenes dalam sampel sisa makanan dan tinja
pasien. Dinyatakan pula bahwa lama kesakitan biasanya tidak lebih dari 12 hari
setelah menelan kuman ini (Dalton 1997)
Pengobatan yang direkomendasikan adalah ampicillin. Beberapa jenis
antibiotika, seperti ampicillin (dosis tunggal atau dikombinasikan dengan
aminoglikosida) dapat digunakan untuk bentuk lain dari penyakit ini,

Kejadian Listeriosis pada Hewan


Listriosis pada hewan ruminansia dapat menyebabkan encephalitis,
kematian neonatus, dan septikemia. Encephalitis adalah kejadian yang paling
sering dan menimpa terutama pada hewan di bawah umur tiga tahun walaupun L.
monocytogenes dapat menginfeksi pada semua umur hewan. Pada sapi, L.
monocytogenes dapat juga menyebabkan mastitis. Pada babi dan anjing, kasus
listeriosis cukup jarang. Pada anjing, kasus ini sering menunjukkan gejala mirip
rabies. Pada hewan liar, merupakan kejadian yang terisolir, dan jika terjadi berupa
septikemia. Burung muda dapat juga terinfeksi dengan bentuk septikemia, yang
menyebabkan lesi degeneratif otot jantung, perikarditis dan nekrosis hepatis yang
fokal. Pada kasus tertentu, kuman ini dapat menyebabkan meningoencephalitis
yang menyebabkan tortikolis (Acha dan Szyfrez, 2003).
Gambar 3 Kejadian listeriosis pada domba (Anonim 2005c)

Gambar 4 Kejadian listeriosis pada kambing (ACES 2009)

Dari hasil penelitian tentang infektifitas kuman ini pada mencit, didapatkan
bahwa kuman infektif masih dapat bertahan hidup pada saluran pencernaan.
Selanjutnya ditemukan bahwa isolat klinik memiliki infektifitas yang lebih tinggi
daripada isolat yang didapat dari bahan pangan (Barbour et al. 2001).
BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bagian Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, pada bulan
Agustus sampai dengan bulan September 2008.

Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: keju impor jenis Edam

Bahan Kimia dan Reagen


Bahan kimia yang digunakan adalah Listeria Enrichment Broth (LEB, CM
0862, Oxoid, England), Oxford Agar (OXA, CM 0856, Oxoid, England),
Trypticase Soy Agar dengan Yeast Extract (TSAye, Difco TM, USA), Tryptone
Soya Broth dengan Yeast extract (TSBye, Bacto TM-Difco, USA), media
semisolid SIM (Oxoid, CM0435, England), pereaksi H2O2 3 %, KOH 3%, gula-
gula Manitol, Xylosa, Rhamnosa, pewarnaan Gram, Staphylococcus aureus ATCC
25923 dan biakan L. monocytogenes (isolat lapang/fieldstamm) sebagai kontrol
positif.

Alat
Alat yang digunakan adalah cawan petri (diameter 100 mm, tinggi 15
mm), tabung reaksi berpenutup, botol media, gelas erlenmeyer, pipet
volumetrik, pipet karet, öse, laminar air flow, mikroskop, pembakar bunsen,
timbangan, tube shaker (vortex), stomacher, inkubator bersuhu 30 ºC ± 1 ºC,
inkubator bersuhu 37 ºC ± 1 ºC, penangas air, autoklaf dan lemari pendingin
(refrigerator).

Metode Penelitian
Metode pengambilan sampel keju impor adalah sebagai berikut. Sampel
dipilih dengan teknik pengambilan contoh secara acak sederhana. Sejumlah 30
unit satuan terkecil keju diambil dari lot sejumlah 500 unit kemasan terkecil.
Pengambilan sampel pada kontainer dilakukan secara acak sederhana berdasarkan
nomor seri atau batch sebanyak 3-4 sampel. Jika dalam pemasukan terdapat lebih
dari 2 kontainer, maka diambil dari dua kontainer yang dipilih secara acak
sederhana dengan cara pengundian nomor kontainer. Sampel diambil berdasarkan
frekuensi jenis keju keras yang paling sering dilalulintaskan melalui pelabuhan
pemasukan di Jakarta. Sampel diambil pada saat berada dalam instalasi karantina
hewan selama periode penelitian.
Jumlah yang diambil sebanyak minimal 28 sampel berdasarkan
perhitungan detect disease menggunakan aplikasi Winepiscope 2.0, dengan
memperhatikan prevalensi sebesar 2% (Collins et al. 1995), dengan tingkat
kepercayaan 90 %. Jumlah sampel keju impor yang diambil didasarkan pada
persentase frekuensi kedatangan pada tahun 2007 yaitu sebanyak rata-rata 30 kali
perbulan (Badan Karantina Pertanian 2007).
Pengambilan sampel dilakukan secara aseptis, dengan menggunakan
peralatan yang steril. Sampel kemudian diambil sebanyak + 500 gram,
dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang telah diberi label kode sampel,
negara asal dan tanggal pengambilan, dan disimpan dalam kondisi dingin untuk
ditransportasikan.

Metode Pengujian Listeria monocytogenes


Pengujian sampel dengan mengikuti Protokol Amlitche Sammlung von
Untersuchungsverfahren nach Pasal 35 LMBG, disajikan dalam diagram alir pada
Gambar 5.
Preparasi sampel dan enrichment menggunakan sampel keju sebanyak 25
g dan ditambahkan 225 ml Listeria Enrichment Broth, kemudian dihomogenisasi
dengan menggunakan stomacher selama 3 menit. Diinkubasi pada suhu 30oC
selama 24 jam, 48 jam dan 7 hari.
Selanjutnya dilakukan isolasi pada media agar selektif (Oxford Agar),
diinkubasi selama 48±2 jam pada suhu 37oC secara aerobik. Pertumbuhan koloni
kuman yang mencirikan L. monocytogenes pada media Oxford Agar berupa:
koloni kecil berdiameter 1 mm berwarna hitam dengan pusat yang cekung, dengan
halo berwarna hitam.

25 g Sampel ditambahkan dalam 225


ml LEB
24 jam, 48 jam dan 7 hari/30oC

Oxford-Agar
24 jam/30oC
24-48 jam/37oC

Oxford-Agar
48 jam/30oC
24-48 jam/37oC

Oxford-Agar
7 hari/30oC
24-48 jam/37oC

Gambar 5 Diagram alir pembiakan L. monocytogenes

Tahap identifikasi adalah dengan menumbuhkan koloni yang mencirikan


L. monocytogenes pada media TSAye, kemudian diinkubasikan pada temperatur
37ºC selama 24 jam sampai dengan 48 jam, untuk kemudian dilakukan
identifikasi, seperti pada Gambar 6.

Uji Katalase
Mencampurkan koloni yang diduga L. monocytogenes dengan satu tetes
pereaksi H2O2 3 % pada gelas obyek hingga rata. Diamati apakah terbentuk
gelembung-gelembung gas.

Uji KOH
Mengambil dua tetes larutan KOH 3%, diletakkan di atas gelas obyek.
Satu koloni kuman yang diduga L. monocytogenes diambil menggunakan
ose steril.
Ose yang berisi kuman dicampur dan diaduk dengan cepat dalam larutan
KOH 3% diatas gelas obyek.
Diamati apakah ada benang yang kental terbentuk saat menaikkan dan
menurunkan ose (Finegold and Baron 1986).

Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram dilakukan mengikuti prosedur Hans Christian Gram (Xu
1007). Kuman L. monocytogenes merupakan bakteri Gram positif sehingga
menunjukkan sel berwarna violet pada pemeriksaan mikroskopik.

Uji Motilitas
Menggunakan media semi solid yaitu media SIM dalam tabung medium.
Koloni dari media Blood Agar pada uji CAMP yang positif, diambil dengan
ose jarum, kemudian ditusukkan ke dalam media SIM secara tegak.
Diinkubasikan pada temperatur 25ºC selama 24 jam.

Uji Gula-gula
Sebanyak 0.5 ml biakan dari media TSBye diinokulasikan pada media yang
mengandung karbohidrat ( mannitol, rhamnosa, dan xylosa). Diinkubasikan
pada suhu 37 ºC selama 24 jam.

Uji Konfirmasi
Untuk konfirmasi aktivitas hemolitik L. monocytogenes (ß-hemolitik),
dilakukan dengan Uji CAMP.
Kuman Staphylococcus aureus (ß-hemolitik) diinokulasikan pada media
agar darah ( darah domba 5-7%).
Koloni yang diduga L. monocytogenes diinokulasikan pada media agar
darah dengan arah tegak lurus terhadap arah biakan Staphylococcus
aureus (ß-hemolitik).
Selanjutnya sebagai kontrol positif, kuman L.monocytogenes juga
diinokulasikan sejajar dengan koloni yang diduga L. Monocytogenes.
Media diinkubasikan pada suhu 37 ºC selama 24 jam dan 48 jam.
5 koloni yang diduga dibiakkan dalam TSAye
24 jam/30oC

Uji KOH, Uji Katalase


Mikroskopis, Uji CAMP

TSBye
8 jam/37oC

Mannitol
Rhamnose SIM-Agar
Xylose

Gambar 6 Diagram alir identifikasi kuman L. monocytogenes

Gambar 7 CAMP test Listeria monocytogenes.


Sumber : Anne Hanson (2006)
Gambar 8 CAMP test Listeria monocytogenes (diperbesar).
Sumber : Anne Hanson (2006)

Tabel 1 Interpretasi hasil uji Listeria monocytogenes

No. Jenis Uji Hasil Uji Keterangan

a Pewarnaan Gram Positif Batang pendek, Gram Positif


b Motilitas Positif Terdapat pertumbuhan kuman di sepanjang
tusukan dan menyebar di bagian atas, dekat
permukaan (umbrella motility) pada media
SIM
c Manitol Negatif Berwarna ungu
d Rhamnosa Positif Berwarna kuning
e Xylosa Negatif Berwarna ungu
f KOH Negatif Tidak terbentuk benang kental
g Uji kalatase Positif Terbentuk gelembung gas
h CAMP test Positif Zona hemolisa di sekitar goresan
Staphylococcus aureus yang membentuk
mata anak panah
Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif,
yaitu dengan menyajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Analisis deskriptif
adalah bidang statistik yang membahas tentang cara atau metode mengumpulkan,
menyederhanakan dan menyajikan data sehingga bisa memberikan informasi
(Mattjik dan Sumertajaya 2002).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tiga puluh sampel keju impor jenis Edam diambil sebagai bahan penelitian.
Sampel keju impor diambil didasarkan pada frekuensi kedatangan keju di
Indonesia, dilakukan di Instalasi Karantina Hewan Sementara milik Pengguna
Jasa Karantina.
Keju impor jenis Edam dikemas dalam bentuk seperti bola dengan diameter
rata-rata 5-10 cm. Keju dilapisi dengan pelapis parafin untuk mencegah
kekeringan. Keju disimpan dalam kontainer dengan suhu 2 – 4oC. Keju berwarna
kuning keemasan dengan memiliki lubang-lubang kecil. Keju ini memiliki rasa
yang cukup kuat, dengan sedikit rasa asin. Keju Edam yang menggunakan bahan
baku susu tanpa pasteurisasi, memiliki cita rasa dan konsistensi yang lebih baik
jika dibandingkan dengan keju Edam yang menggunakan bahan baku susu yang
tidak dipasteurisasi. Hal ini disebabkan karena keberadaan mikroba awal pada
susu, turut memberikan aroma dalam proses pembuatannya. Selain itu, pemanasan
cukup merusak sebagian protein pada susu, yang menyebabkan konsistensi keju
dengan bahan baku susu yang dipasteurisasi menjadi kurang baik.
Masa kadaluarsa keju Edam adalah 1 – 2 tahun. Keju yang diimpor oleh
Indonesia berumur antara 3 – 6 bulan setelah produksi. Lama waktu perjalanan
dari Belanda ke Indonesia adalah 27 hari. Alat angkut yang digunakan adalah
kapal yang didesain khusus untuk mengangkut barang dan kontainer. Kontainer
yang digunakan untuk mengangkut keju dilengkapi pengatur suhu, untuk
mempertahankan suhu tetap berada dalam kisaran 2 – 4oC.
Keju ini digunakan sebagai bahan baku untuk industri kue, makanan ringan
hingga restoran. Bahkan oleh beberapa impotir langsung dijual kepada distributor
untuk diedarkan kepada konsumen.

Pemeriksaan Pencemaran Kuman Listeria monocytogenes


Pengujian terhadap pencemaran kuman L. monocytogenes dimulai dengan
membiakkan sampel yang telah dipreparasi sebelumnya dan dimasukkan dalam
media LEB (enrichment), kemudian diinkubasi pada suhu 30oC selama 24 jam, 48
jam dan 7 hari. Setelah masa inkubasi pada media enrichment, kemudian
dibiakkan pada media Oxford Agar.
Dari 30 sampel keju yang dibiakkan pada media Oxford Agar, 6 sampel
menunjukkan adanya pertumbuhan koloni yang mencirikan L. monocytogenes,
ditandai dengan koloni berwarna hitam dengan zona sekeliling jernih.
Pertumbuhan koloni kuman ini didapatkan pada umur biakan pada media LEB 7
hari. Hanya satu sampel yang tumbuh pada umur biakan 48 jam yaitu pada sampel
nomor 16. Pertumbuhan yang lambat dari kuman ini dimungkinkan karena pada
saat proses pembuatan dan pematangan keju, cukup memberikan kondisi yang
tidak menguntungkan bagi L. monocytogenes namun belum mampu untuk
membunuhnya, sehingga masih bisa ditumbuhkan kembali dengan menggunakan
media enrichment. Kemudian keenam isolat tersebut diuji secara biokimiawi
untuk identifikasi lebih lanjut.

Tabel 2 Hasil uji lanjut enam isolat yang diduga positif


L. monocytogenes
Sampel Gram Motilitas KOH Katalase CAMP Rhamnosa Xylosa Mannitol
1 + + - + + + - -
2 - + - + + - - -
4 + + - + + + - -
9 + + - + + + - -
10 + + + + - - - -
16 + + - + + + - -
K* + + - + + + - -
K*: Kontrol, L. monocytogenes (isolat lapang)

Berdasarkan hasil uji lanjut terhadap 6 (enam) isolat yang diduga positif L.
monocytogenes, ternyata 2 (dua) diantaranya bukan L. monocytogenes. Sampel
nomor 2 dan nomor 10 tidak menunjukkan hasil positif terhadap L.
monocytogenes, sehingga hasil pengujian dari 30 sampel didapatkan 4 sampel
(13,33%) yang positif terhadap L. monocytogenes. Pada uji lanjut, sampel nomor
2 termasuk Gram negatif, sehingga bukan merupakan kelompok Listeria sp.,
sedangkan pada sampel nomor10, jika dilihat dari uji CAMP dan uji biokimiawi
mencirikan Listeria innocua.
Gambar 9 Tahap Enrichment menggunakan LEB

Gambar 10 Inokulasi sampel pada Oxford Media.


Gambar 11 Pertumbuhan L. monocytogenes pada Oxford Media.

L. monocytogenes merupakan kuman yang bersifat aerobik, atau anaerobik


fakultatif, Gram positif, positif terhadap uji katalase dan dapat memfermentasi
rhamnosa (Collins et al. 1995). Pada uji CAMP didapatkan hasil positif berupa
pertumbuhan kuman dengan zona hemolisis yang membentuk mata anak panah di
sekitar biakan S. aureus. L. monocytogenes adalah kuman psikrotrof, dan dapat
tumbuh dan berkembang pada suhu 1-44oC, dengan suhu pertumbuhan optimum
pada suhu 35-37oC. Pada suhu 7-10oC kuman ini dapat membelah diri dengan
relatif cepat (Ray 2001).

Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat Veteriner


Keberadaan kuman L. monocytogenes dalam keju menunjukkan adanya
kontaminasi. Kontaminasi dapat berasal dari bahan baku, proses yang tidak
sempurna, atau karena adanya kesalahan dalam penanganannya.
Bahan baku yang tidak memenuhi standar untuk pembuatan keju tanpa
pasteurisasi akan menyebabkan kuman L. monocytogenes dapat ditemukan pada
saat pengujian terhadap kuman tersebut. Spesifikasi persyaratan bahan baku
pembuatan keju (susu) seperti tercantum dalam SNI Nomor 01-6366-2000 tentang
Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dalam Bahan
Makanan Asal Hewan (BSN 2000). Sumber pencemaran lainnya adalah pada saat
penambahan bahan-bahan lain pada proses pembuatan keju, seperti: pada saat
penambahan rennet, starter atau garam.
Proses pematangan keju juga merupakan titik kritis terjadinya kontaminasi
L. monocytogenes. Proses pematangan keju memerlukan waktu dua minggu
hingga enam bulan, dalam ruangan yang gelap dan sejuk bersuhu 13-15oC dengan
kelembaban 90%. L. monocytogenes merupakan kuman yang dapat bertahan
hidup di semua tempat. Kuman ini memiliki kemampuan untuk berkembang pada
suhu rendah, bertahan pada fluktuasi suhu dan memiliki toleransi yang cukup
tinggi terhadap garam. Dalam lingkungan yang kurang menguntungkan untuk
pertumbuhannya mampu membentuk biofilm. Oleh karena itu kuman L.
monocytogenes dapat bertahan hidup pada proses pembuatan dan pematangan
keju (Doyle 2001). Kebersihan dari peralatan yang tidak terjaga dengan baik akan
menjadi salah satu sumber kontaminasi L. monocytogenes (NSM 2005). Menurut
Moltz dan Martin (2005), pada suhu 4oC L. monocytogenes mampu membentuk
biofilm yang membuat kuman tersebut lebih tahan terhadap sanitaizer.
Tabel 3 Spesifikasi persyaratan mutu batas maksimum cemaran mikroba
pada susu (dalam satuan cfu/g atau ml)

Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM)


Susu Susu Susu Susu
Jenis Cemaran Mikroba
segar Pasteurisasi Bubuk Steril/UHT
6 4 4
Jumlah Total (Total Plate 1 x 10 <3 x 10 5 x 10 <10/0.1
Count)
Coliform 2 x 101 0.1 x 101 0 0
Escherichia coli (patogen) 0 0 0 0
(*)
Enterococci 1 x 102 1 x 102 1 x 101 0
Staphylococcus aureus 1 x 102 1 x 101 1 x 101 0
Clostridium sp. 0 0 0 0
Salmonella sp.(**) Negatif Negatif Negatif Negatif
Camphylobacter sp. 0 0 0 0
Listeria sp. 0 0 0 0
Sumber: SNI No: 01-6366-2000
Keterangan:
(*) : dalam satuan MPN/gram
(**) : dalam satuan kualitatif
Keberadaan L. monocytogenes dalam keju akan menurunkan tingkat
keamanan keju tersebut untuk dikonsumsi. Menurut pedoman dari CAC (2007),
tentang Guidelines on the Application of General Principles of Food Hygiene to
the Control of L. monocytogenes in Ready-to Eat-Foods, bahwa dalam setiap
usaha higiene terhadap bahan makanan bertujuan untuk menyarankan kepada
pemerintah pada sebuah kerangka kerja untuk mengendalikan L. monocytogenes
dalam bahan makanan siap konsumsi. Hal ini memiliki tujuan akhir untuk
melindungi kesehatan konsumen dan memastikan praktik-praktik yang baik
terhadap perdagangan pangan. Standar kontaminasi L. monocytogenes pada bahan
makanan adalah 100 cfu/g menurut Codex Alimentarius Commisions [CAC]. Di
Malaysia, memiliki standar yang tidak jelas terhadap keberadaan L.
monocytogenes dalam bahan pangan. Namun, perlu dijadikan catatan bahwa
dalam setiap proses pembuatan bahan pangan, harus memenuhi praktik-praktik
manufakturing yang baik, sehingga meminimalisir pertumbuhan L.
monocytogenes dalam bahan makanan (Hassan et al. 2001).
Listeriosis dapat ditularkan melalui makanan. Menurut Tompkin (2002),
risiko tertinggi terjadinya penularan adalah ketika terjadi pertumbuhan kuman L.
monocytogenes dalam bahan makanan pada saat sebelum dikonsumsi oleh
populasi yang rentan. Rekomendasi tertentu telah dikembangkan dalam
mempersiapkan makanan terutama keju yaitu dengan memasak hingga matang,
tidak mengkonsumsi susu dan bahan olahannya yang tidak dipasteurisasi dan
selalu menggunakan peralatan yang bersih dalam menangani bahan makanan.
Pelaksanaan rekomendasi yang baik dalam mengkonsumsi keju, akan
menurunkan risiko penularan pada kelompok umur yang rentan. Kelompok umur
paling rentan terhadap L. monocytogenes adalah bayi baru lahir. Kemudian diikuti
kelompok umur diatas 50 tahun. Kejadian penyakit ini jarang pada kelompok
umur 1 bulan hingga 18 tahun. Menurut laporan di Jerman, kejadian listeriosis
menyebabkan kematian bayi perinatal 0,15% hingga 2%. Aborsi pada wanita
hamil biasanya terjadi pada paruh kedua kehamilan dan semakin meningkat pada
trimester ketiga. Kejadian meningitis atau meningoencephalitis merupakan gejala
klinis yang paling sering terlihat pada kelompok umur dewasa (Acha and Szyfrez
2003).
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil penelitian Kajian Tingkat Keamanan Keju Impor Ditinjau dari
Pencemaran Listeria monocytogenes ini bahwa dari pengujian 30 sampel
didapatkan 4 sampel (13,33%) yang positif L. monocytogenes. Hal ini
menunjukkan bahwa keju yang terkontaminasi tidak aman dikonsumsi dan dapat
menjadi sumber penularan listeriosis bagi konsumen di Indonesia. Khusus untuk
keju Edam yang tidak melalui proses pasteurisasi dan dikonsumsi secara langsung
(tanpa pemasakan) akan sangat berbahaya.

Saran
Dalam rangka penetapan surat persetujuan pemasukan keju, pemerintah
perlu mencantumkan batas maksimum jumlah dan jenis cemaran kuman patogen
dalam keju yang akan diimpor. Mengingat belum tersedianya pedoman dalam
pengujian terhadap L. monocytogenes, diharapkan Badan Karantina Pertanian
dapat menyusun pedoman pengujian pada keju impor terhadap kontaminasi L.
monocytogenes.
Dengan ditemukannya 4 sampel keju positif terkontaminasi L.
monocytogenes, perlu dilakukan pengembangan pengujian untuk mendeteksi
kuman L. monocytogenes secara lebih cepat dan akurat, misalnya menggunakan
teknik polymerase chain reaction (PCR).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baari AN, Sutaryo. 2004. Panduan Praktis Pengolahan Hasil Ternak.
Semarang: Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Acha PN, Szyfrez B. 2003. Zoonoses and Communicable Diseases Common to


Man and Animals. 3rd Ed. Great Britain: Pan American Health
Organization. D.C. PAHO press.

[ACES] Alabama Cooperative Extension System. 2009. Listeriosis (Circling


Disease), http://www.aces.edu/pubs/docs/U/UNP-0064/GoatSpasm1.jpg
[12 Januari 2009]

Akman D, Duran N, Digrak M. 2004. Prevalence of Listeria species in ice creams


sold in the cities of Kahramanmaras and Adana. Turk J Med Sci 34:257-
262.

Allerberger F. 2002. Listeria: growth, phenotypic, differentiation and molecular


microbiology. FEMS Immunol and Med Microbiol 35: 183-189

Anne H. 2006. CAMP Test for the Identification of Listeria monocytogenes.


Department of Biochemistry, Microbiology and Molecular Biology.
University of Maine. Orono, ME 04469.
www.microbelibrary.org/ASMOnly/details.asp?id [ 20 Desember 2008].

[Anonim]. 2005a. Listeria monocytogenes and Listeriosis. Kenneth Todar


University of Wisconsin-Madison Department of Bacteriology.
http://www.bact.wisc.edu/themicrobialworld/ListeriaActin.jpg&imgrefur
[29 Nopember 2008].

[Anonim]. 2005b. Marler Clark. About Listeria. http://www.about-listeria.com


[24 Juli 2008].

[Anonim]. 2005c. Maryland Small Ruminant page. www.sheepandgoat.com/


news/images/listeriosis.jpg [12 Januari 2009].

[Anonim]. 2007a. Listeria monocytogenes. http ://en.wikipedia. org/ wiki/


Listeria_monocytogenes [9 Juli 2007].

[Anonim]. 2007b. http://www.disnak.jabar.go.id/images/artikel /BAB% 20VI%


20PENGOLAHAN %20HASIL%TERNAK.doc [9 Juli 2007].

[Barantan] Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian. 2007. Laporan


Tahunan Balai Karantina Hewan Kelas I Tanjung Priok Tahun 2006.

Barbour AH, Rampling A, Hormaeche CE. 2001. Variation in the infectivity of


Listeria monocytogenes isolates following ingastric inoculation of mice.
Infec and Immun 69(7): 4657-4660.
Bonnet M, Montville TJ. 2005. Acid tolerant Listeria monocytogenes persist in a
model food system fermented with nisin-producing bacteria. Letters in Appl
Microbiol 40:237-242.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI)


nomor 01-6366-2000 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas
Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Jakarta: BSN.
2000.

[CAC] Codex Alimentarius Comissions. 2007. Guidelines on the Application of


General Principles of Food Hygiene to the Control of L. monocytogenes in
Ready-to Eat-Foods. CAC/GL No 61: 1-19.

Collins CH, Lyne PM and Grange JM. 1995. Microbiological Methods. Seventh
Edition. Great Britain: Butterworth-Heinemann Ltd.

Dalton CB et al. 1997. An outbreak of gastroenteritis and fever due to Listeria


monocytogenes in milk. N Engl J Med 336 :100–105.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2008. Keputusan Menteri Pertanian


No.110/Kpts/TN.530/2/2008 tanggal 11 Pebruari 2008 tentang Perubahan
Lampiran I Keputusan Menteri Pertanian nomor 206/Kpts/TN.530/3/2003
tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina,
Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa. Jakarta: Deptan.

Donnelly CW. 2001. Foodborne Disease Handbook : bacterial pathogens,


Listeria monocytogenes. 2 nd Ed. New York: Marcel Dekker, Inc :213 –
235.

Doyle MP, Beuchat LR, Montville TJ. 2001. Food Microbiology: Fundamental
and Frontiers. Second Edition. Washington DC: ASM Press.

Doyle MP et al. 1987. Survival of Listeria monocytogenes in Milk During High


Temperature, Short Time Pasteurization. Appl Environ Microbiol
53(7):1433-1438.

Fraizer WC, Westhoof DC. 1988. Food Microbiology, International Edition.


Singapore: McGraw Hill Book Co.

Finegold SM, Baron EJ. 1986. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology.
Seventh Edition. Missouri: the C.V. Mosby Company.

Garbutt J. 1997. Essentials of Food Microbiology. London: Arnold, Member of


the Hodder Headline Group 338 Euston Road.

Gassanov U, Hughes D, Hansbro PM. 2005. Methods for the isolation and
identification of Listeria spp. and Listeria monocytogenes: a Review.
FEMS Microbiol Rev 29:851-875.
Hassan Z, Purwati E, Radu S, Rahim RA, Rusul G. 2001. Prevalence of Listeria
spp. and Listeria monocytogenes in Meat and Fermented Fish in Malaysia.
http://www.tm.mahidol.ac.th/seameo/2001_32_2/29-2671.pdf [20
Desember 2008].

Helloin E et al. 2003. Impact of preheating on the behavior of Listeria


monocytogenes in a broth that mimics Camembert cheese composition. J
Food Prot 66(2): 265-271.

Iburg A. 2004. Dumont’s Lexicon of Cheese. Lisse: Rebo International b.v.

Jersek B, Mastorovic T, Klun N, Mozina SS. 2005. Impact of enrichment medium


on PCR-based detection of Listeria monocytogenes in Food. Acta Agric
Slovenica 85(1):15-23.

Leuschner RGK, Boughtflower MP. 2002. Laboratory-scale preparation of soft


cheese artificially contaminated with low levels of Escherichia coli O157,
Listeria monocytogenes, and Salmonella enteritica serovars Typhimurium,
Enteritidis, and Dublin. J Food Prot 65 (3). p 508-514.

Maijala R et al. 2001. Exposure of Listeria monocytogenes within an epidemic


caused by butter in Finland. Int J Food Microbiol 70(1-2): 97-109.

Martinez B, Rodriguez A. 2005. Antimicrobial susceptibility of nisin resistant


Listeria monocytogenes of dairy origin. FEMS Microbio Letters 252: 67–
72

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi


SAS dan Minitab Jilid 1. Bogor: Percetakan Jurusan Statistik FMIPA IPB.
IPB Press.

Moltz AG, Martin SE. 2005. Formation of biofilm by Listeria monocytogenes


under various growth conditions. J Food Prot 68 (1): 92-97.

[NSM] National Standard Methods. 2005. Standards Unit, Evaluations and


Standards laboratory. Detection and Enumeration of Listeria
monocytogenes and Other Listeria Species. United Kingdom: SOPs from
the Health Protection Agency.

Ray B. 2001. Fundamental Food Microbiology. Second Edition. New York: CRC
Press.

Rocourt J and Buchrieser C. 2007. The Genus Listeria and Listeria


monocytogenes: Phylogenetic Position, Taxonomy, and Identification.
Dalam: Ryser ET and Marth EH (Eds.) Listeria, Listeriosis and Food Safety.
3 rd Ed. NewYork: CRC Press.
Tompkin RB. 2002. Control of Listeria monocytogenes in the food-processing
environment. J Food Prot 65(4): 709-25.

Untersuchung von Lebensmitteln. 1991. Amtliche Sammlung von


Untersuchungsverfahren nach § 35 LMBG. Nachweis und Bestimmung
von Listeria monocytogenes. Lebensmitteln.

Xu G. 1997. Gram Stain Methods. [UPHS] University of Pensylvania Health


System.http://www.uphs.upenn.edu/bugdrug/antibiotic_manual/Gram2.
htm [12 Januari 2009].

Anda mungkin juga menyukai