Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN KONFLIK

A. Pengertian konflik
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide,
nilai-nilai, dan perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 1996
dalam Hendel dkk, 2005).
Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan yang
terjadi ketika tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau
kelompok.
Manajeman konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para
pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah
penyelesaian yang konstruktif atau destruktif (Ross, 1993).

B. Penyebab konflik
Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena:
1. perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras,
pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat,
budaya, kebangsaan, keyakinan, dll.
2. perbedaan kepentingan dalam hubungan antar manusia karena perbedaan
budaya, posisi, peran, status, dan tingkat hirarki.

Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang


melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu:

1. komunikasi
Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan
kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,
pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi
kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
2. Struktur
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang
mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada
anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara
tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem
imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi
merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar
kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik.
3. variabel pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang
meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies)
dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.

C. Kategori konflik
Menurut Rigio (2003) kategori konflik yang ada antara lain konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik antar
kelompok.
1. Konflik intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi pada individu sendiri.
Keadaan ini merupakan masalah internal untuk mengklasifikasinilai dan
keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan sebagai
akibat dari kompetisi peran. Misalnya seorang manajer mungkin merasa
konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas
terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada pasien.
2. Konflik interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih, dimana nilai,
tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang
secara konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan
perbedaan-perbedaan. Sebagai contoh seorang manajer sering mengalami
konflik dengan teman sesame manajer, atasan, dan bawahannya.
3. Konflik intra kelompok
Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam kelompok melakukan kerja
berbeda dari tujuan, dengan contoh seorang perawat tidak
mendokumentasikan rencana tindakan perawatan pasien sehingga akan
mempengaruhi kinerja perawat lainnya dalam satu tim untuk mencapai tujuan
perawatan di ruangan tersebut.
4. Konflik antar kelompok
Konflik ini dapat timbul ketika masing-masing kelompok bekerja untuk
mencapai tujuan kelompoknya. Sumber konflik jenis ini adalah hambatan
dalam mencapai kekuasaan dan otoritas (kualitas jasa layanan), keterbatasan
prasarana.
D. Proses konflik
Proses manajemen konflik meliputi proses dari diagnosis, intervensi, dan
evaluasi (feedback). Penentuan diagnosis merupakan dasar dari keberhasilan
suatu intervensi. Berikut adalah skema proses manajemen konflik menurut
Rahim (2002):
Dalam proses diagnosis yang perlu dilakukan adalah pengumpulan data-
data antara lain identifikasi batasan konflik, besarnya konflik, sumber konflik,
kemudian mengkaji sumber daya yang ada apakah menjadi penghalang atau
dapat dioptimalkan untuk membantu penyelesaian konflik (Huber, 2010). Setelah
proses identifikasi (measurement), selanjutnya dilakukan proses analisis terhadap
datadata yang telah dikumpulkan, hal ini bertujuan untuk menentukan strategi
resolusi konflik yang akan diambil disesuaikan berdasarkan besarnya konflik dan
gaya manajemen konflik yang akan dipakai (integrating, obliging, dominating,
avoiding, dan compromising).
Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi
intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi,
litigasi, dan force. Intervensi ditentukan berdasarkan dua hal, yaitu proses dan
struktural. Proses yang dimaksud adalah intervensi yang dilaksanakan harus
mampu memperbaiki keadaan dalam suatu organisasi, seperti misalnya intervensi
mampu memfasilitasi keterlibatan aktif dari individu yang berkonflik, dan juga
penggunaan gaya penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin
dengan tujuan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau
organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang
(Shetach, 2012). Proses ini juga diharapkan dapat merubah pola kepemimpinan
seseorang dan budaya dalam menyelesaikan konflik. Dengan demikian
organisasi atau individu akan memperoleh keterampilan baru dalam penanganan
konflik. Selain itu, intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur
organisasi, seperti dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki,
prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Pendekatan ini bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan suatu organisasi untuk menyelesaikan konflik
berdasarkan berbagai sudut pandang individu yang terlibat di dalamnya menuju
ke arah konstruktif (Rahim, 2002).
Manajemen konflik yang konstruktif bisa diidentifikasi dari adanya
proses kreativitas di dalamnya, penyelesaian masalah dilakukan secara bersama-
sama, dimana konflik dianggap sebagai suatu masalah yang berkualitas terhadap
perkembangan individu atau suatu organisasi yang harus ditemukan pemecahan
masalahnya (Hendel, 2005). Setelah intervensi, dilaksanakan suatu evaluasi
terhadap setiap tindakan yang dilakukan, sekaligus hal ini sebagai feedback
proses diagnosing pada konflik yang sudah ada ataupun konflik yang baru.
1. Konflik laten
Tahapan konflik yang terjadi terus-menerus (laten) dalam suatu organisasi.
Misalnya, kondisi tentang keterbatasan staf dan perubahan yang cepat.
Kondisi tersebut memicu pada ketidaksetabilan organisasi dan kualitas
produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak nampak secara nyata atau
tidak pernah terjadi.
2. Konflik yang dirasakan (Felt conflic)
Konflik yang terjadi karena adanya sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman,
ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga sebagai
konflikaffectiveness. Hal ini penting bagi seseorang untuk menerima konflik
dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu masalah/ ancaman
terhadap keberadaannya.
3. Konflik yang nampak/sengaja yang dimunculkan
Konflik yang sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya. Tindakan yang
dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat, atau mencari
penyelesaian konflik. Setiap orang secara tidak sadar belajar menggunakan
kompetesi, kekuatan, dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik.
Sementara itu, penyelesaian konflik dalam suatu organisasi memerlukan
upaya dan strategi sehingga dapat mencapai tujan organisasi.
4. Resolusi konflik
Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara memuaskan
semua orang yang terlibat didalamnya dengan prinsip win-win solution.
5. Konflik menit after math
Konflik aftermath merupakan konflik yang terjafi akibat dari tidak
terselesaikannya konflik yang pertama. Konflik ini akan menjadi masalah
besar dan bisa menjadi penyebab dari konflik yang utama bila tidak segera
diatasi atau dikurangi.
E. Strategi penyelesaian konflik
1. Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik
meliputi pengkajian, identifikasi, dan intervensi.
a. Pengkajian
1) Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlkan,
setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua
perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang
terlibat dan perang masing-masing. Tentukan jika situasinya dapat
diubah.
2) Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan
masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai
dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam
satu waktu.
3) Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
b. Identifikasi
1) Mengelola perasaan
Hindari respons emosional: marah, sebab setiap orang mempunyai
respons yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
c. Intervensi
1) Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya indentifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
2) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian
konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode
yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
2. Strategi Penyelesaian Konflik
a. Kompromi atau negoisasi
Suatu strategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling
menyadari dan sepakat pada keinginan bersama. Penyelesaian strategi ini
sering diartikan sebagai lose-lose situation. Kedua pihak yang terlibat
saling menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat. Di dalam
manajemen keperawatan, strategi ini sering digunakan oleh middle dan
top manajer keperawatan.
b. Kompetesi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini
menekankan hanya satu orang atau kelompok yang menang tanpa
mempertimbangkan yang kalah. Akibat negatif dari strategi ini adalah
kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk perbaikan di masa
mendatang.
c. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan adalah cooperative situation. Konflik
ini berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha
mengakomodasi permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain
untuk menang. Pada strategi ini, masalah utama yang terjadi sebenarnya
tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya digunakan dalam politik untuk
merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
d. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
komponen emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang
terlibat dalam konflik berupaya mencapai kebersamaan daripada
perbedaan dengan penuh kesadaran dan intropeksi diri. Strategi ini bisa
diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi tidak dapat dipergunakan
pada konflik yang besar, misalnya persaingan pelayanan atau hasil
produksi.
e. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari tentang
masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak
menyelesaikan masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila
ketidaksepakatan membahayakan kedua pihak, biaya penyelesaian lebih
besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga dalam
menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan
sendirinya.
f. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win-win solution. Dalam kolaborasi,
kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama
dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya
suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa
berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi tersebut,
kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam
menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua
kelompok atau seseorang (Bowditch & Buono, 1994).
F. Peran dan fungsi man.kep dalam manajemen konflik
1. Peran Manajerial
a. Peran interpersonal
Dalam peran interpersonal terdapat tiga peran pemimpin yang
muncul secara langsung dari otoritas formal yang dimiliki pemimpin dan
mencakup hubungan interpersonal dasar, yaitu:
1) Peran sebagai yang dituakan (Figurehead Role)
Karena posisinya sebagai pemimpin suatu unit organisasi,
pemimpin harus melaksanakan tugastugas seremonial seperti
menyambut tamu penting, menghadiri pernikahan anak buahnya, atau
menjamu makan siang pelanggan atau kolega. Kegiatan yang terkait
dengan peran interpersonal sering bersifat rutin, tanpa adanya
komunikasi ataupun keputusan penting. Meskipun demikian, kegiatan
itu penting untuk memperlancar fungsi organisasi dan tidak dapat
diabaikan oleh seorang pemimpin.
2) Peran sebagai pemimpin ( leader role)
Seorang pemimpin bertanggungjawab atas hasil kerja orang-orang
dalam unit organisasi yang dipimpinnya. Kegiatan yang terkait
dengan itu berhubungan dengan kepemimpinan secara langsung dan
tidak langsung. Yang berkaitan dengan kepemimpinan secara
langsung antara lain menyangkut rekrutmen dan training bagi stafnya.
Sedang yang berkaitan secara tidak langsung antara lain seorang
pemimpin harus memberi motivasi dan mendorong anak buahnya.
Pengaruh seorang pemimpin jelas terlihat pada perannya dalam
memimpin. Otoritas formal memberi seorang pemimpin kekuasaan
potensial yang besar; tetapi kepemimpinanlah yang menentukan
seberapa jauh potensi tersebut bisa direalisasikan.
3) Peran sebagai penghubung (Liaison Role)
Literatur manajemen selalu mengakui peran sebagai pemimpin,
terutama aspek yang berkaitan dengan motivasi. Hanya baru-baru ini
saja pengakuan mengenai peran sebagi penghubung, di mana
pemimpin menjalin kontak di luar rantai komando vertikal, mulai
muncul. Hal itu mengherankan, mengingat banyaktemuan studi
mengenai pekerjaan manajerial menunjukkan bahwa pemimpin
menghabiskan waktunya bersama teman sejawat dan orang lain dari
luar unitnya sama banyak dengan waktu yang dihabiskan dengan anak
buahnya; sementara dengan atasannya justru kecil. Pemimpin
menumbuhkan dan memelihara kontak tersebut biasanya dalam
rangka mencari informasi. Akibatnya, peran sebagai penghubung
sering secara khusus diperuntukkan bagi pengembangan sitem
informasi eksternalnya sendiri yang bersifat informal, privat, verbal,
tetapi efektif.
b. Peran informasional
Dikarenakan kontak interpersonalnya, baik dengan anak buah
maupun dengan jaringan kontaknya yang lain, seorang pemimpin muncul
sebagai pusat syaraf bagi unit organisasinya. Pemimpin bisa saja tidak
tahu segala hal, tetapi setidaknya tahu lebih banyak dari pada stafnya.
Pemrosesan informasi merupakan bagian utama (key part) dari tugas
seorang pemimpin. Tiga peran pemimpin berikut ini mendiskripsikan
aspek irformasional tersebut.
1) Peran sebagai monitor (Monitor Role)
Sebagai yang memonitor, seorang pemimpin secara terus menerus
memonitor lingkungannya untuk memperoleh informasi, dia juga
seringkali harus ’menginterogasi’ kontak serta anak buahnya, dan
kadangkala menerima informasi gratis, sebagian besar merupakan
hasil jaringan kontak personal yang sudah dikembangkannya. Perlu
diingat, bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin
dalam perannya sebagai monitor datang dalam bentuk verbal, kadang
berupa gosip, sassus, dan spekulasi yang masih membutuhkan
konfirmasi dan verifikasi lebih lanjut.
2) Peran sebagai disseminator (Disseminator role)
Sebagian besar informasi yang diperoleh pemimpin harus
dimanfaatkan bersama (sharing) dan didistribusikan kepada anak
buah yang membutuhkan. Di samping itu ketika anak buahnya tidak
bisa saling kontak dengan mudah, pemimpinlah yang kadang-kadang
harus meneruskan informasi dari anak buah yang satu kepada yang
lainnya.
3) Peran sebagai juru bicara (Spokesman Role)
Sebagai juru bicara seorang pemimpin mempunyai hak untuk
menyampaikan informasi yang dimilikinya ke orang di luar unit
organisasinya.
c. Peran pengambil keputusan (Decisional Role)
Informasi yang diperoleh pemimpin bukanlah tujuan akhir, tetapi
merupakan masukan dasar bagi pengambilan keputusan. Sesuai otoritas
formalnya, hanya pemimpinlah yang dapat menetapkan komitmen
organisasinya ke arah yang baru; dan sebagai pusat syaraf organisasi,
hanya dia yang memiliki informasi yang benar dan menyeluruh yang bisa
dipakai untuk memutuskan strategi organisasinya. Berkaitan dengan
peran pemimpin sebagai pengambil keputusan terdapat empat peran
pemimpin, yaitu:
1) Peran sebagai wirausaha (Entrepreneur Role)
Sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus berupaya untuk
selalu memperbaiki kinerja unitnya dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan di mana organisasi tersebut eksis. Dalam perannya
sebagai wirausaha, seorang pemimpin harus selalu mencari ide-ide
baru dan berupaya menerapkan ide tersebut jika dianggap baik bagi
perkembangan organisasi yang dipimpinnya.
2) Peran sebagai pengendali gangguan (Disturbance handler Role)
Peran sebagai pengendali gangguan memotret keharusan
pemimpin untuk merespon tekanantekanan yang dihadapi
organisasinya. Di sini perubahan merupakan sesuatu di luar kendali
pemimpin. Dia harus bertindak karena adanya tekanan situasi yang
kuat sehingga tidak bisa diabaikan. Pemimpin seringkali harus
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk merespon gangguan
yang menekan tersebut. Tidak ada organisasi yang berfungsi begitu
mulus, begitu terstandardisasi, yaitu telah memperhitungkan sejak
awal semua situasi lingkungan yang penuh ketidakpastian. Gangguan
timbul bukan saja karena pemimpin bodoh mengabaikan situasi
hingga situasi tersebut mencapai posisi kritis, tetapi juga karena
pemimpin yang baik tidak mungkin mengantisipasi semua
konsekuensi dari setiap tindakannya.
3) Peran sebagai yang mengalokasikan sumberdaya (Resource allocator
Role)
Pada diri pemimpinlah terletak tanggung jawab memutuskan siapa
akan menerima apa dalam unit organisasinya. Mungkin, sumberdaya
terpenting yang dialokasikan seorang pemimpin adalah waktunya.
Perlu diingat bahwa bagi seseorang yang memiliki akses ke pemimpin
berarti dia bersinggungan dengan pusat syaraf unit organisasi dan
pengambil keputusan. Pemimpin juga bertugas untuk mendesain
struktur organisasi, pola hubungan formal, pembagian kerja dan
koordinasi dalam unit yang dipimpinnya.
4) Peran sebagai negosiator (Negotiator Role)
Banyak studi mengenai kerja manajerial mengindikasikan bahwa
pemimpin menghabiskan cukup banyak waktunya dalam negosiasi.
Sebagaimana dikemukakan Leonard Sayles, negosiasi merupakan
way of life dari seorang pemimpin yang canggih. Negosiasi
merupakan kewajiban seorang pemimpin, mungkin rutin, tetapi tidak
boleh dihindari. Negosiasi merupakan bagian integral dari tugas
pemimpin, karena hanya dia yang memiliki otoritas untuk bisa
memberikan komitmen sumberdaya organisasi, dan hanya dia yang
memiliki pusat syaraf informasi yang dibutuhkan dalam melakukan
negosiasi penting.

2. Fungsi Manajerial
5 fungsi manajemen yg paling penting menurut Handoko (2000:21) yg
berasal dari klasifikasi paling awal dari fungsi-fungsi manajerial menurut
Henri Fayol yaitu :
a) Planning
Planning atau perencanaan merupakan pemilihan atau penetapan tujuan-
tujuan organisasi dan penentuan strategi kebijaksanaan proyek program
prosedur metode sistem anggaran dan standar yg dibutuhkan utk
mencapai tujuan.
b) Organizing
Organizing atau pengorganisasian ini meliputi:
1) Penentuan sumber daya – sumber daya dan kegiatan-kegiatan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi.
2) Perancangan dan pengembangan suatu organisasi atau kelompok
kerja yg akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan.
3) Penugasan tanggung jawab tertentu.
4) Pendelegasian wewenang yg diperlukan kepada individu-individu
utk melaksanakan tugasnya.
c) Staffing
Staffing atau penyusunan personalia adalah penarikan
(recruitment) latihan dan pengembangan serta penempatan dan
pemberian orientasi pada karyawan dalam lingkungan kerja yg
menguntungkan dan produktif.
d) Leading
Leading atau fungsi pengarahan adalah bagaimana membuat atau
mendapatkan para karyawan melakukan apa yg diinginkan dan harus
mereka lakukan.
e) Controlling
Controlling atau pengawasan adl penemuan dan penerapan cara
dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan
yang telah ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai