pada penatalaksanaan pasien sakit kritis. Prokalsitonin (PCT) merupakan suatu biomarker
yang dianggap dapat digunakan dalam pedoman pengawasan antibiotik; Namun, efikasinya
efikasi terapi antibiotik yang dipandu PCT pada pasien yang sakit kritis.
METODE : Literatur – literatur yang relevan dicari di PubMed, Embase, Web of Science, dan
Perpustakaan Cochrane, mencakup periode dari 2004 hingga Agustus 2018. Uji terkontrol
acak (RCT) dilakukan pada pasien yang sakit kritis diobati dengan terapi antibiotik yang
dipandu PCT atau perawatan standar. Hasil utamanya adalah mortalitas jangka pendek; titik
akhir sekundernya adalah durasi terapi antibiotik, unit perawatan intensif (ICU) lama rawat
HASIL : Enam belas RCT yang mengikutkan 6452 pasien yang sakit kritis dimasukkan
dalam analisis ini. Analisis yang terkumpul menunjukkan mortalitas jangka pendek (rasio
tingkat (RR=rate ratio) 0,90, interval kepercayaan 95% (CI=confidence interval) 0,80–1,01;
p = 0,07), LOS ICU (perbedaan rata-rata (MD = mean difference) 0,38, 95% CI 0,05 hingga
0,81; p = 0,09), dan LOS rumah sakit (MD 0,19, 95% CI 1,56 hingga 1,95; p = 0,83) yang
sebanding untuk terapi antibiotik yang dipandu PCT dan terapi antibiotik standar, dan durasi
terapi antibiotik menjadi lebih pendek 0,99 hari (95% CI 1,85 hingga 0,13 hari; p = 0,02)
untuk terapi antibiotik yang dipandu PCT. Dalam analisis subkelompok, pasien dengan nilai
Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) <8 dalam penghentian kelompok antibiotik
yang dipandu PCT memiliki mortalitas jangka pendek yang lebih rendah dibandingkan
dengan kelompok perawatan standar (RR 0,81, 95% CI 0,66-0,99; p = 0,04), sementara itu
tidak adanya perbedaan yang ditemukan pada subkelompok dengan nilai SOFA rata-rata > 8
KESIMPULAN : Terapi antibiotik yang dipandu PCT gagal menurunkan angka mortalitas
maupun LOS pada pasien yang sakit kritis dengan dugaan atau konfirmasi sepsis.
Penghentian terapi antibiotik yang dipandu PCT dapat mengurangi mortalitas pada pasien
dengan nilai SOFA rata-rata <8, namun tidak pada mereka dengan nilai SOFA rata-rata> 8. ©
2019 Penulis (s). Diterbitkan oleh Elsevier Ltd atas nama International Society for Infectious
Diseases. Ini adalah artikel dengan akses terbuka di bawah lisensi CC BY-NC-ND
Pendahuluan
Sepsis, yang didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa disebabkan
oleh disregulasi respon pejamu terhadap infeksi (Singer et al., 2016), tetap menjadi
kontributor utama kematian pada pasien yang sakit kritis. Inisiasi antibiotik spektrum luas
dalam jam pertama triase di IGD atau presentasi maupun dari institusi kesehatan lainnya,
merupakan aspek penting dari penatalaksanaan sepsis yang berkualitas tinggi (Rhodes et al.,
2017). Namun, penggunaan antibiotik yang kurang tepat maupun penyalahgunaan antibiotik
kematian, serta peningkatan biaya perawatan kesehatan (Zilahi et al., 2016). Mengoptimalkan
penatalaksanan terapi antibiotik memiliki dampak yang sangat penting pengobatan sepsis dan
yang terbukti dan institusi cepat untuk pemberian terapi yang tepat adalah cara paling efektif
untuk meningkatkan prognosis dalam unit perawatan intensif (Rhodes et al., 2017; Levy et
al., 2018 Levy et al., 2018). Biomarker infeksi pada darah yaitu prokalsitonin (PCT) telah
disetujui dan disarankan menjadi pedoman terapi antibiotik dalam konteks infeksi akut dan
sepsis (Annane et al., 2013; Deliberato et al., 2013; Bloos et al., 2016; de Jong et al., 2016;
Huang et al., 2017; Iankova et al., 2018; Lamping et al., 2018). PCT adalah prekursor
kalsitonin yang diproduksi oleh sel epitel sebagai respons terhadap infeksi bakteri, dan kadar
berkurang dengan cepat selama pemulihan. Oleh karena itu, sebagai penanda yang
representatif terhadap respon pejamu terhadap infeksi akut, PCT telah diusulkan untuk
membantu dokter dalam menentukan status infeksi individu dan membuat keputusan terapi
antibiotik individu.
Namun, efikasi terapi antibiotik yang dipandu PCT pada infeksi yang dicurigai atau
dikonfirmasi serta sepsis telah terbukti kontroversial selama beberapa dekade terakhir (de
Jong et al., 2016; Schuetz et al., 2017; Daubin et al., 2018; Huang et al., 2018; Iankova et
al., 2018; Lamping et al., 2018). Beberapa ulasan sistematis dan metaanalisis telah berusaha
untuk meringkas literatur yang tersedia dan mengkaji nilai strategi dari panduan PCT (Huang
et al., 2017; Lamping et al., 2018). Meta analisis sebelumnya umumnya melaporkan
penurunan yang nyata pada paparan antibiotik dengan terapi antibiotik yang dipandu PCT,
namun bukan dalam mortalitas atau unit perawatan intensif (ICU) dan lama rawat di rumah
sakit (LOS) (Huang et al., 2017; Iankova et al., 2018; Lamping et al., 2018). Selanjutnya,
penelitian baru-baru ini di Perancis melaporkan paparan antibiotik dan mortalitas yang
sebanding antara pasien dengan PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) eksaserbasi akut
yang dirawat di ICU yang menerima terapi antibiotik dipandu oleh PCT dengan kelompok
perawatan standar (Daubin et al., 2018). Dengan demikian, efikasinya tidak jelas.
Penelitian ini dilakukan untuk ditujukan pada kekurangan yang menonjol dari hasil
meta-analisis yang saling bertentangan ini dan untuk menyediakan meta-analisis terbaru
mengeni efikasi terapi antibiotik yang dipandu PCT. Penelitian iini berusaha untuk
memperluas analisis sebelumnya oleh studi terkait yang dipublikasikan baru-baru ini
mengenai meta-analisis pada efikasi terapi antibiotik yang dipandu PCT pada pasien sakit
kritis.
al., 2010) (PROSPERO nomor registrasi: CRD42018109721) dan dipersiapkan sesuai dengan
pernyataan PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses).
Data dasar uji coba terkontrol dari PubMed, Embase, Web of Science, dan Cochrane
Central Register dicari untuk menemukan uji coba acak terkontrol (RCT) yang diterbitkan
antara Januari 2004 dan Agustus 2018. Kata kunci ("Procalcitonin" atau "PCT") dan ("Agen
Anti-Bakteri" atau "Antibiotik" atau "Antibakteri") dicari untuk mengidentifikasi studi yang
berpotensi relevan menilai terapi antibiotik yang dipandu PCT di antara pasien yang sakit
kritis. Tidak pembatasan bahasa diberlakukan. (Lihat Bahan Tambahan Tabel S1.)
Dengan bekerja berpasangan, empat pengulas menyaring sitasi dan abstrak dalam
rangkap dua dan secara mandiri. Kriteria inklusi mencakup terapi antibiotik yang dipandu
PCT dibandingkan dengan terapi antibiotik standar, pasien dewasa yang sakit kritis, data
yang dilaporkan untuk mortalitas, LOS, atau durasi penggunaan antibiotik, dan desain
penelitian acak terkontrol. Studi yang tidak menggunakan PCT untuk memandu pengambilan
keputusan klinis terhadap antibiotik dieksklusikan. Laporan kasus, seri kasus, studi
yang hanya tersedia dalam format abstrak / poster atau yang tidak menyajikan data penelitian
asli saat ini juga dieksklusikan. Uji coba yang dilakukan sebelum tahun 2004 tidak
dimasukkan dalam ulasan ini karena immunoassay PCT yang otomatis hanya diiklankan
dalam tahun tersebut. Ketidaksesuaian antara keputusan pengulas mengenai inklusi dan