Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kestabilan dari suatu lereng pada kegiatan penambangan dipengaruhi oleh
kondisi geologi daerah setempat, bentuk keseluruhan lereng pada lokasi tersebut,
kondisi air tanah setempat, faktor luar seperti getaran akibat peledakan ataupun alat
mekanis yang beroperasi dan juga dari teknik penggalian yang digunakan dalam
pembuatan lereng.
Faktor pengontrol ini jelas sangat berbeda untuk situasi penambangan yang
berbeda dan sangat penting untuk memberikan aturan yang umum untuk
menentukan seberapa tinggi atau seberapa landai suatu lereng untuk memastikan
lereng itu akan tetap stabil.
Apabila kestabilan dari suatu lereng dalam operasi penambangan meragukan,
maka analisa terhadap kestabilannya harus dinilai berdasarkan dari struktur geologi,
kondisi air tanah dan faktor pengontrol lainnya yang terdapat pada suatu lereng.
Kestabilan lereng penambangan dipengaruhi oleh geometri lereng, struktur batuan,
sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya luar yang bekerja pada lereng tersebut.
Suatu cara yang umum untuk menyatakan kestabilan suatu lereng penambangan
adalah dengan faktor keamanan. Faktor ini merupakan perbandingan antara gaya
penahan yang membuat lereng tetap stabil, dengan gaya penggerak yang
menyebabkan terjadinya longsor.
Suatu longsoran adalah keruntuhan dari massa tanah yang terletak pada
sebuah lereng sehingga terjadi pergerakan massa tanah ke bawah dan ke luar.
Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, secara perlahan-lahan atau
mendadak serta dengan ataupun tanpa tanda-tanda yang terlihat. Kelongsoran
lereng biasanya terjadi pada saat musim hujan dikarenakan terjadinya peningkatan
air pori pada lereng. Untuk itu perlu dilakukan analisa kestabilan lereng.
Analisa stabilitas lereng memiliki peranan yang penting dalam perencanaan
kegiatan penambangan. Analisa stabilitas lereng pada laporan ini dihitung dengan

1
menggunakan metode simplified bishop. Perhitungan dengan menggunakan
metode simplified Bishop merupakan salah satu perhitungan analisa stabilitas lereng
yang efektif dan sudah umum digunakan. Selain itu, perhitungan dengan
menggunakan metode ini juga cukup sederhana, cepat, dan memberikan hasil yang
cukup teliti.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dipaparkan pada laporan ini, diantaranya :
1. Bagaimana cara menentukan faktor keamanan lereng (FoS) dengan metode
Simplified Bishop ?
2. Bagaimana nilai faktor keamanan pada lereng peta kontur 4?
3. Bagaimana pengaplikasian perhitungan faktor keamanan lereng (FoS) dengan
menggunakan software Jupyter Notebook ?

1.3 Tujuan
Dari hasil penulisan laporan ini, maka terdapat beberapa tujuan yang akan
diperoleh, yaitu :
1. Untuk memahami pengertian dan kegunaan dari faktor keamanan lereng (FoS).
2. Untuk mengetahui nilai faktor keamanan pada lereng peta kontur 4.
3. Untuk mengetahui cara menentukan faktor keamanan lereng (FoS) dengan
metode Simplified Bishop (No water pressure).
4. Untuk memahami pengaplikasian perhitungan keamanan lereng (FoS) melalui
langkah-langkah yang harus dilakukan dengan menggunakan software Jupyter
Notebook.
5. Untuk menjadi referensi bagi perencana tambang yang ingin melakukan
kegiatan penambangan di daerah lereng yang ditinjau.

2
BAB II

DASAR TEORI

2.1 Konsep Kestabilan Lereng


Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alami maupun buatan
manusia. Lereng yang terbentuk secara alami misalnya: lereng bukit dan tebing
sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain: galian dan timbunan untuk
membuat bendungan, tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang terbuka
(Arief, 2007).
Kestabilan lereng merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi
dalam pekerjaan rekayasa konstruksi pertambangan. Gangguan terhadap kestabilan
lereng akan mengganggu keselamatan pekerja, kerusakan lingkungan, kerusakan
alat penambangan, mengurangi intensitas produksi dan menggangu kelancaran
pelaksanaan penambangan (Almenara, 2007). Oleh karena itu, analisis kestabilan
lereng sangat diperlukan dalam mencegah terjadinya gangguan akibat bahaya
longsor tersebut.
Kestabilan lereng batuan banyak dikaitkan dengan tingkat pelapukan dan
struktur geologi yang hadir pada massa batuan tersebut, seperti sesar, kekar, lipatan
dan bidang perlapisan (Sulistianto, 2001 dalam Diah 2007). Struktur-struktur
tersebut, selain lipatan, selanjutnya disebut sebagai bidang lemah. Disamping
struktur geologi, kehadiran air dan karakteristik fisik-mekanik juga dapat
mempengaruhi kestabilan lereng.
Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving force) yaitu
gaya yang menyebabkan kelongsoran dan gaya penahan (resisting force) yaitu gaya
penahan yang melawan kelongsoran yang ada pada bidang gelincir tersebut serta
tergantung pada besar atau kecilnya sudut bidang gelincir atau sudut lereng.
Menurut Prof. Hoek (1981) kemantapan lereng biasanya dinyatakan dalam
bentuk faktor keamanan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

3
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛
𝐹=
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘
Dimana:
Fk > 1 berarti lereng aman
Fk = 1 berarti lereng dalam keadaan seimbang
Fk < 1 berarti lereng dianggap tidak stabil

2.2 Faktor – Faktor Stabilitas Lereng


Kestabilan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Rai,1995) sebagai berikut:
a. Penyebaran batuan
Jenis batuan atau tanah yang terdapat di daerah penelitianharus diketahui,
demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu dilakukan karena
sifat-sifat fisik dan mekanik suatu batuan berbeda dengan batuan lain sehingga
kekuatan menahan bebannya juga berbeda

b. Relief permukaan bumi


Faktor ini mempengaruhi laju erosi dan pengendapan serta menentukan arah
aliran air permukaan dan air tanah. Hal ini disebabkan karena untuk daerah yang
curam, kecepatan aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih
intensif dibandingkan pada daerah yang landai, karena erosi yang intensif banyak
dijumpai singkapan batuan menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan yang
lapuk mempunyai kekuatan yang rendah sehingga kestabilan lereng menjadi
berkurang.

c. Geometri lereng
Geometri lereng mencakup tinggi dan sudut kemiringan lereng. Kemiringan dan
tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kestabilannya. Semakin besar kemiringan
dan tinggi suatu lereng maka kestabilannya semakin kecil. Muka air tanah yang
dangkal, menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya memiliki

4
kandungan air yang tinggi, sehingga menyebabkan kekuatan batuan menjadi rendah
dan lereng lebih mudah longsor.

d. Struktur batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kestabilan lereng adalah sesar,
perlapisan dan rekahan.Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan dalam analisis
adalah struktur regional dan lokal.Struktur batuan tersebut merupakan bidang-
bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air sehingga batuan
menjadi lebih mudah longsor.

e. Iklim
Iklim mempengaruhi temperatur dan curah hujan, sehingga berpengaruh pula
pada proses pelapukan. Daerah tropis yang panas dan lembab dengan curah hujan
tinggi akan menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah
sub-tropis. Karena itu, ketebalan tanah di daerah tropis lebih tebal dan kekuatannya
lebih rendah dari batuan segarnya.

f. Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan mempengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka
kohesi, besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dan lain-lain. Semakin tinggi tingkat
pelapukan maka kekuatan batuan akan menurun.

g. Aktivitas manusia
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil,
misalnya suatu lereng yang awalnya mantap karena manusia menebangi pohon
pelindung, pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik,
penggalian/tambang, dan lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak
mantap, sehingga erosi dan longsoran mudah terjadi.

h. Sifat fisik dan mekanik batuan


Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kestabilan lereng adalah : bobot isi
(density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi

5
dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi
lereng.
 Bobot Isi
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang
longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang
menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian,
kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.
 Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil
kemantapan lereng.
 Kandungan Air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tertekan air pori menjadi
besar juga. Dengan demikian kuat geseer batuannya akan menjadi semakin
kecil, sehingga kemantapannya pun berkurang.

Gambar 2.1 Rumus Kekuatan Geser Tanah

 Kuat Tekan, Kuat Tarik, dan Kuat Geser


Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined
compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear
strength). Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.
 Kohesi dan Sudut Geser Dalam
Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan akan
semakin besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.

6
 Pengaruh Gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang mempengaruhi kemantapan lereng antara
lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan,
gempa bumi, dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser
sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.

2.3 Pengaruh Terhadap Kondisi Kestabilan


Kestabilan suatu lereng akan bervariasi sepanjang waktu. Hal ini antara lain
disebabkan adanya musim hujan dan musim kering sehingga terdapat perubahan
musiman dari permukaan air tanah atau terjadi perubahan kekuatan geser material
yang diakibatkan oleh proses pelapukan. Penurunan kestabilan lereng dapat juga
terjadi secara drastis apabila terjadi perubahan yang tiba-tiba, seperti hujan lebat
dengan intensitas yang tinggi, erosi pada kaki lereng atau pembebanan pada
permukaan lereng. Ilustrasi yang menggambarkan adanya variasi atau perubahan
kondisi kestabilan diperlihatkan pada gambar.
Kondisi kestabilan lereng berdasarkan tahapan kondisi kestabilannya dapat
dibagi menjadi tiga tahap sebagai berikut:
 Sangat stabil, pada tahap ini lereng mempunyai tahanan yang cukup besar untuk
mengatasi gaya-gaya yang menyebabkan lereng menjadi tidak stabil.
 Cukup stabil, pada kondisi lereng lereng mempunyai kekuatan yang tahanan
yang sedikit lebih besar daripada gaya-gaya yang menyebabkan lereng menjadi
tidak stabil serta terdapat kemungkinan untuk terjadi keruntuhan lereng pada
suatu waktu apabila gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya longsoran
mencapai suatu nilai tertentu.
 Tidak stabil, lereng dinyatakan berada dalam kondisi tidak stabil apabila telah
terdapat pergerakan secara kontinu atau berselang-seling.

7
Gambar 2.2 Variasi dari Faktor Keamanan Terhadap Waktu

Pembagian ketiga tahapan kondisi kestabilan tersebut sangat berguna dalam


mempelajari penyebab-penyebab ketidakstabilan lereng dan membaginya menjadi
dua berdasarkan fungsinya yaitu:
 Faktor-faktor penyebab pendahuluan yaitu faktor-faktor yang dapat
menyebabkan lereng menjadi rentan terhadap longsoran sehingga merubah
kondisi kestabilan lereng dari sangat aman menjadi cukup aman.
 Faktor-faktor pemicu longsoran yaitu faktor-faktor yang memicu sehingga
terjadi pergerakan pada lereng atau lereng mengalami longsoran. Faktor pemicu
akan menurunkan kondisi kestabilan lereng dari cukup aman menjadi tidak
stabil.

8
Gambar 2.3 Sketsa Lereng dan Gaya yang Bekerja

2.4 Metode Analisa Kestabilan Lereng


Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar dapat
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi dan
cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut :
a. Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan
dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan
bergerak dan yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun stabil
dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara ini
kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila tidak
ada resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan memetakan
indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
b. Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara
Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis

9
kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan
tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi :
 Tidak terdrainase.
 Efektif untuk beberapa kasus pembebanan.
 Meningkat sejalan peningkatan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau
dengan kedalaman.
 Berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu)
atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air
tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng
tanah melalui metode sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang
gelincir saya yang dapat dihitung.
c. Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,
Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk
material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri
atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara
komputasi). Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net
Diagram) dapat menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara
mengukur strike/dip kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan dan studi-studi yang


menyeluruh tentang keruntuhan lereng, maka dibagi 3 kelompok rentang Faktor
Keamanan (F) ditinjau dari intensitas kelongsorannya (Bowles, 1989), sperti yang
diperlihatkan pada Tabel berikut :

Tabel 2.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor

NILAI FAKTOR KEAMANAN INTENSITAS LONGSOR

F kurang dari 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (lereng labil)


F antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
F diatas 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)

10
2.5 Metode Simplified Bishop
Metode Bishop disederhanakan (Bishop, 1955 dalam Hardiyatmo, 2003 :
364) menganggap bahwa gaya-gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai
resultan nol pada arah vertikal. Metode Bishop dipakai untuk menganalisis
permukaan gelincir (slip surface) yang berbentuk lingkaran. Pada metode ini ada
beberapa asumsi, di antaranya :
1. Pada metode ini keruntuhan diasumsikan akibat gerakan rotasi dari tanah
tersebut yang mana keruntuhan tersebut berbentuk lingkaran. Metode ini
tidak bisa digunakan untuk menghitung faktor keamanan dari sebuah
keruntuhan yang tidak memiliki bidang keruntuhan berbentuk lingkaran.
2. Nilai dari gaya horizontal pada kedua sisi dapat diabaikan karena tidak
diketahui nilainya dan sulit untuk dihitung.
3. Gaya normal yang bekerja diasumsikan bekerja di tengah bidang irisan dan
diperoleh dengan menjumlahkan gaya-gaya dalam arah vertikal.

Gambar 2.4 Gaya-Gaya yang Bekerja pada Suatu Irisan

Analisis kestabilan lereng dengan menggunakan metode Bishop ini lebih


sulit pemakainya dibandingkan dengan metode Fillinius. Perhitungan dengan
metode ini membutuhkan cara coba-coba (trial and error), karena nilai faktor aman
F nampak di kedua sisi persamaannya. Akan tetapi, cara ini telah terbukti
memberikan nilai faktor aman yang mendekati nilai faktor aman dari hitungan yang
dilakukan dengan cara lain yang lebih teliti.

11
Gambar 2.5 Konsep Perhitungan Slice

Adapun persamaan yang dapat digunakan dengan Metode Bishop sebagai


berikut :

𝑪𝒃+𝑾 𝒕𝒂𝒏 𝝓
∑[ ]
𝒎𝜶
𝑭𝒐𝒔 = ∑ 𝑾 𝒔𝒊𝒏 𝜶

dimana :
 C = Kohesi
 B = Lebar Slice
 W=𝐴 × 𝜌
 Φ = Friction Angle
sin 𝛼 + tan 𝜙
𝑚𝛼 = cos 𝛼
𝐹𝑜𝑠

12
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Proses Pembuatan Cross Section (Penampang)

 Peta kontur didapatkan dari web tambang.pelagis.net. yang mana kontur


tersebut adalah data awal untuk membuat cross section (penampang).
 Memonitoring lereng dengan menggunakan metode bishop.
 Pada tugas kali ini kita akan membuat dua penampang lereng yang akan dibagi
menjadi 30 atau lebih slice.
 Menganggap material pada lereng tersebut mud stone (tanah lempung)
basah/kering.
 Selanjutnya memilih penampang lereng pada peta kontur sesuai keinginan.
Tetapi dengan syarat terdapatnya variasi pada ketinggiannya.
 Buat sumbu x sebagai jarak interval kontur dan sumbu y sebagai jarak
perbedaan tinggi kontur pada kertas millimeter blok.
 Plot titik garis perpotongan penampang sesuai dengan ketinggian kontur. Bisa
kita hitung dengan menggunakan perbandingan antara kertas yang ingin kita
input data dengan perbandingan dilapangan. Rumus yang digunakan berupa
√(x2 – x1)2 + (y2 – y1)2
 Setelah itu tarik garis yang menghubungkan titik-titik tersebut.
 Dikarenakan grafik lereng masih relative kecil, maka dilakukan pembesaran.
 Skala kontur yang didapat adalah 1: 50.000. Skala ini didapat dari 2000*25
(beda tinggi kontur) dan dijadikan sebagai skala untuk sumbu horizontal.
 Untuk skala vertikal, kami menggunakan 1:5000 yang mana setiap 1 cm di peta
mewakili 50 m ketinggian lereng.
 Pada pembesaran lereng skala horizontal lereng 1 menjadi 1:12400 atau 3x
lebih besar dari bentuk semula, sedangkan skala horizontal lereng 2 menjadi
1:12800.

13
 Kemudian membuat garis gelincir bidang longsoran dengan menggunakan
jangka.
 Dicari lebar tiap pias dengan cara membagi jarak dengan banyaknya pias yang
diinginkan dengan minimal jumlah 30 pias. Selanjutnya mencari nilai h atau
sisi trapezium dari setiap pias tersebut, dengan rumus matematis :

(𝐻1 + 𝐻2)
𝑥𝑏
2
 Selanjutnya mencari nilai α yang didapat dari arc tan sisi trapesium yang
berpotongan dengan bidang gelincir dibagi dengan lebar pias.
 Kemudian memasukkan data yang telah di dapat (lebar tiap pias (b), ketinggian
pias (h), sudut inklinasi (α) ke dalam excel).
 Lalu data excel diubah format ke bentuk .txt
 Kemudian data dimasukkan dan diolah dengan menggunakan anaconda .
Adapun langkah – langkah penyelesaian setelah mendapatkan penampang lereng,
diantaranya :
1. Menentukan lebar slice (b)
Dengan cara mengukur total jarak pada sumbu horizontal yang dibagi
menjadi 33 slice.

b x skala horizontal

2. Menghitung luas slice (A)


Menggunakan rumus trapezium,
(𝑎+𝑏)
xh
2

Untuk ini maka rumus yang digunakan adalah,

(𝐻1 + 𝐻2)
𝑥𝑏
2

Dimana :
h1 = tinggi slice 1
h2 = tinggi slice 2
b = lebar slice

14
3. Menghitung W (massa slice)

W=A.𝜌

Dimana:
A= luas (m2)
𝜌 = berat jenis material (kg/m3)
4. Menentukan iklinasi sudut ()
Menggunakan rumus
𝛥ℎ
𝑎𝑟𝑐 tan =
𝑏

Δh didapat dari tinggi bawah h1 – tinggi bawah h2


5. Menghitung W sin 
6. Menentukan nilai kohesi (c) dan sudut gesek (), dan yang mana nilai ini
didapat dari jurnal-jurnal.
7. Mencari cb + W tan 
8. Hitung m , disini menggunakan F trial
Penampang A, F trial yang digunakan adalah = 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5
Penampang B, F trial yang digunakan adalah = 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5
9. Gambar grafik perpotongan, dari grafik tersebut kita akan mendapatkan
nilai Fos (kestabilan lereng).

Tabel 3.1 Karakteristik Batuan Lumpur (mudstone)

No Karakteristik Mudstone Nilai


1 Densitas (𝜌) 2700 kg/m3
2 Kohesi (𝐶) 0,169 Mpa
3 Sudut Geser Dalam (𝜑) 23,6o
Source : Rock Mechanics for Resources, Energy and Environment (terlampir)

15
Tabel 3.2 Data Lereng 1 dan 2
Kontur 1 Kontur 2
Slice
B Havg α B Havg α
1 62 15 -13.6005 64 12.5 -14.8757
2 37.2 39 -12.1368 64 35 -11.482
3 86.8 63.5 -11.0813 76.8 57.5 -11.0515
4 62 88.5 -7.35238 115.2 86 -8.39452
5 124 114.5 -8.25944 102.4 116.5 -10.5115
6 74.4 140.5 -6.89743 89.6 142 -7.62815
7 111.6 161 -4.61065 179.2 171.5 -6.99906
8 93 181 -3.69139 140.8 202.5 -4.06248
9 93 198.5 -6.13726 64 222.5 -4.46716
10 124 213.5 -2.30906 128 239 -2.23698
11 111.6 225 0 121.6 254 0
12 136.4 237 0.42005 70.4 266 0.813806
13 136.4 249.5 0.42005 102.4 277.5 0.559511
14 111.6 257.5 2.5653 153.6 290 1.49174
15 62 260 4.610649 96 296 5.355825
16 74.4 262.5 3.844742 96 306.5 1.193489
17 111.6 265 7.655167 64 319 7.125016
18 86.8 265 6.571923 83.2 322.5 6.853635
19 99.2 266 5.756338 96 330 8.880659
20 99.2 266 8.598538 76.8 342.5 7.41865
21 105.4 267.5 10.74433 96 355 8.880659
22 93 272.5 12.13682 96 355 11.76829
23 74.4 296 42.00423 64 345 13.19061
24 62 265 7.352379 64 334 13.19061
25 62 259 17.8787 76.8 324 11.05146
26 124 244 15.76215 115.2 308.5 18.25571
27 136.4 216.5 18.25834 128 281 16.1226
28 74.4 199 19.946 102.4 246 22.7786
29 99.2 186.5 25.82099 89.6 217.5 16.76962
30 124 157.5 25.82099 115.2 186 27.90184
31 124 109 31.16717 140.8 127 32.29707
32 62 59 35.97239 64 68.5 37.99873
33 62 20 35.97239 64 23.5 37.99873

16
3.2 Proses Pengolahan Data Menggunakan Aplikasi Jupyter Notebook

 Membuka aplikasi jupyter notebook

Gambar 3.1 Membuka Aplikasi Jupiter

 Klik New > Python 3

Gambar 3.2 Jendela Jupiter

17
 Setelah itu muncul seperti ini

Gambar 3.3 New File

 Pertama import plugin untuk memplot data dengan cara ketik


import numpy as np
import matplotlib.pyplot as plt

Gambar 3.4 Langkah pengolahan python

18
 Lalu masukkan “ text = open (“data kontur.txt” , ”r”) “ untuk memasukkan
data slice seperti havg, b, dan alpha.

Gambar 3.5 Langkah pengolahan menggunakan python

 Lalu masukkan “lines= text.redlines()” untuk perintah membaca text atau


data kita tadi

Gambar 3.6 Langkah pengolahan menggunakan python

19
 Lalu masukkan variabel variabel yang akan di gunakan, untuk data yang
mau disimpan masukkan “b=[]” untuk yang sudah diketahui masukkan
angkanya contoh “Kohesi =0.196”
slice =[]
Havg =[]
b =[]
alpha =[]
luas =[]
Densitas = 2700
Kohesi = 0.196
phie = np.radians(23.6)
w =[]
fd =[]
Cbwtanphie =[]
malpha05 =[]
malpha1 =[]
malpha2 =[]
malpha3 =[]
malpha4 =[]
malpha5 =[]
malpha6 =[]
q05 =[]
q1 =[]
q2 =[]
q3 =[]
q4 =[]
q5 =[]
q6 =[]

20
Gambar 3.7 Langkah pengolahan menggunakan python

 Untuk memberi pemisah antar data beri perintah split

for i in lines:
pisah_lines=i.split(",")
slice_0 = int(pisah_lines[0])
b_1 = float(pisah_lines[1])
Havg_1 = float(pisah_lines[2])
alpha_1 = float(pisah_lines[3])
slice.append(slice_0)
b.append(b_1)
Havg.append(Havg_1)
alpha.append(alpha_1)

21
Gambar 3.8 Langkah pengolahan menggunakan python

 Lalu masukkan perintah untuk mengerjakan luas, w, wsinalpha, dan


cb+wtanphie

for i in range(len(b)):
Area= b[i]*Havg[i]
luas.append(Area)

for i in luas:
w.append(i*Densitas)

for i in range(len(w)):
fd.append((w[i]*np.sin(np.radians(alpha[i]))))

for i in range(len(b)):
k = (Kohesi*b[i] )+ (w[i]*np.tan(phie))
Cbwtanphie.append(k)

22
Gambar 3.9 Langkah pengolahan menggunakan python

 Lalu setelah itu berikan perintah untuk mencari malpha dari beberapa ftrial
for i in range(len(alpha)):
malpha05.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/0.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha1.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/1.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha2.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/1.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha3.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/2.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha4.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/2.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha5.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/3.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha6.append(np.cos(np.radians(alpha[i]))+ (np.sin(np.radians(alpha[i]))*(np.tan(phie))/3.5))

23
Gambar 3.10 Langkah pengolahan menggunakan python

 Setelah itu beri perintah untuk mencari cb+wtanphie/malpha


for i in range (len(Cbwtanphie)):

q05.append(Cbwtanphie[i]/malpha05[i])
for i in range (len(Cbwtanphie)):
q1.append(Cbwtanphie[i]/malpha1[i])
for i in range (len(Cbwtanphie)):
q2.append(Cbwtanphie[i]/malpha2[i])
for i in range (len(Cbwtanphie)):
q3.append(Cbwtanphie[i]/malpha3[i])
for i in range (len(Cbwtanphie)):
q4.append(Cbwtanphie[i]/malpha4[i])
for i in range (len(Cbwtanphie)):
q5.append(Cbwtanphie[i]/malpha5[i])
for i in range (len(Cbwtanphie)):
q6.append(Cbwtanphie[i]/malpha6[i])

24
Gambar 3.11 Langkah pengolahan menggunakan python

 Lalu cari fos dengan menggunakan malpha dengan ftrial tadi

fos05 = sum(q05)/sum(fd)
fos1 = sum(q1)/sum(fd)
fos2 = sum(q2)/sum(fd)
fos3 = sum(q3)/sum(fd)
fos4 = sum(q4)/sum(fd)
fos5 = sum(q5)/sum(fd)
fos6 = sum(q6)/sum(fd)

25
Gambar 3.12 Langkah pengolahan menggunakan python

 Lalu masukkan nilai ftrial dan nilai fos


ftrial = [0.5,1.0,1.5,2.0,2.5,3.0,3.5]
fos = [fos05,fos1,fos2,fos3,fos4,fos5,fos6]

Gambar 3.13 Langkah pengolahan menggunakan python

26
 Lalu beri perintah untuk memplot garis, garis pertama x=ftrial dan y=fos
geris kedua x=ftrial dan y=ftrial. Lalu masukkan “plt.show()” untuk
menampilkan grafik

Gambar 3.14 Langkah pengolahan menggunakan python

 Garis perpotongan adalah nilai fos

Gambar 3.15 Hasil grafik menggunakan python

27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan Profil Tinggi

 Skala kontur yang didapat adalah 1:50.000.


Skala ini didapatkan dari 2000×25 (beda kontur).
 Untuk skala vertikal, diaplikasikan 1:5000, dimana 1 cm di peta mewakili 50
meter dari ketinggian lereng.
 Untuk skala horizontal, hasil perhitungan diperoleh berdasarkan rumus:
𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑢𝑟 (𝑐𝑚) × 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑝𝑎𝑛𝑔 (𝑐𝑚)
𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 =
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠 (𝑐𝑚)
 Diperoleh skala horizontal untuk Lereng 1:
50000 𝑐𝑚×6,2 𝑐𝑚
𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = = 12400
25 𝑐𝑚

Sehingga skala horizontal untuk lereng 1 = 1:12400

 Diperoleh skala horizontal untuk Lereng 2:


50000 𝑐𝑚×6,4 𝑐𝑚
𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 𝐻𝑜𝑟𝑖𝑧𝑜𝑛𝑡𝑎𝑙 = = 12.800
25 𝑐𝑚

Sehingga skala horizontal untuk lereng 2 = 1:12800

4.2 Pembahasan
Dengan menggunakan Simplified Bishop Method, diasumsikan bidang
longsor berbentuk busur lingkaran. Pada lereng pertama, dimasukkan Ftrial (0,5; 1;
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5), sehingga diperoleh Fos pada lereng tersebut adalah 1,15401.
Karena nilai Fos > 1, maka dapat disimpulkan lereng pertama dikategorikan dalam
kondisi aman.

28
Gambar 4.1 Grafik Nilai Ftrial dan Fos Lereng Pertama
Selanjutnya pada lereng kedua dimasukkan Ftrial (0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5),
sehingga diperoleh Fos pada lereng tersebut adalah 2,72545 . Karena nilai Fos > 1,
maka dapat disimpulkan lereng kedua juga dikategorikan dalam kondisi aman.

Gambar 4.2 Grafik Nilai Ftrial dan Fos Lereng Kedua

Tabel 4.1 Hasil Fos terhadap ftrial


Kontur 1 Kontur 2
ftrial fos ftrial fos
0.5 0.9951685 0.5 2.374515
1 1.135826 1 2.525607
1.5 1.19485 1.5 2.583518
2 1.227435 2 2.614215
2.5 1.248115 2.5 2.633245
3 1.262411 3 2.646201
3.5 1.272885 3.5 2.655592

29
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengolahan data, didapatkan kesimpulan bahwa:


 Pada kontur 1 mempunyai nilai FoS sebesar 1,15400, dimana kondisi ini
adalah kondisi lereng yang ideal.
 Pada kontur 2 mempunyai nilai FoS sebesar 2,72545, dimana kondisi ini
juga kondisi lereng yang ideal.

5.2 Saran

Diharapkan dapat menguji kestabilan lereng langsung dari lapangan


sehingga kita dapat melihat kondisi lereng yang ingin kita analisis, metode
perhitungan dan teknik pengolahan data dalam analisis kestabilan lereng sangat
bervariasi baik itu secara manual ataupun menggunakan software, dan diharapkan
kepada para praktik dapat mengusai beberapa metode tersebut sehingga dapat
melihat beberapa perbedaan nilai faktor keamanan pada lereng yang ingin
dianalisis.

30
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Irwandy. 2016. Geoteknik Tambang. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Arief. S. 2007. Dasar-dasar Analisis Kestabilan Lereng. Sorowako: PT INCO

Anderson, M.G., Richard K.S. 1987. Slope Stability, Geotechnical Engineering

and Geomorphology, John Wiley and Sons.

Turangan, A.E. 2014. Analisis Kestabilan Lereng dengan Metode Fellenius (Studi

Kasus : Kawasan Citraland).

31
LAMPIRAN
 Kontur 4, diambil dari tambang.pelagis.net

32
 Pendaftaran kelompok
Kelompok Nama NIM No. Peta Kontur

1 1

Zulkamal Rizki 1604108010021


2 2
Syadie Al Fawaz 1604108010042
Zaki Azhari 1604108010004
3 3
Feno Ria Sundari 1604108010016
Cut Zakiatusshadri 1604108010001
4 4
Rahmat Remahas Lubis 1604108010033
Putri Rizka Aswilda 1604108010012
5 5
Akhyarul Kamal 1604108010034
Firda Yunining 1604108010013
6 6
Heni Santia 1604108010007
Muhammad redhallah 1604108010027
7 7
julian zulfikar 1604108010045

8 8

Danfi Fikri Alfaroq 1604108010044


9 9
Muammar 1604108010018
Aslan Akbar 1604108010040
10 10
Aflahuddin Aulia Simatupang 1604108010017
Rachmadhea Dwi Satria 1604108010019
11 11
Rega Gyovanni Andra 1604108010041
Shulha Muzakkir 1604108010025
12 12
Riezka Afifah 1604108010036
Haliman Abdi 1504108010057
13
13 Pudia Indika Sambo 1504108010026
Ilham Akbar 1504108010028

33
 Arahan tugas

 Coding Pengolahan Data Lereng 1 dengan Menggunakan Jupyter


Notebook
import numpy as np
import matplotlib.pyplot as plt

text = open("kontur(1).txt", "r")


lines = text.readlines()

slice = []
Havg = []
b = []
alpha = []
luas = []
Densitas = 2700
Kohesi = 0.169
phie = np.radians(23.6)
w = []

34
fd = []
Cbwtanphie = []
malpha05 = []
malpha1 = []
malpha2 = []
malpha3 = []
malpha4 = []
malpha5 = []
malpha6 = []
q05 = []
q1 = []
q2 = []
q3 = []
q4 = []
q5 = []
q6 = []

for i in lines:
pisah_lines = i.split(",")
slice_0 = int(pisah_lines[0])
b_1 = float(pisah_lines[1])
Havg_1 = float(pisah_lines[2])
alpha_1 = float(pisah_lines[3])
slice.append(slice_0)
b.append(b_1)
Havg.append(Havg_1)
alpha.append(alpha_1)

for i in range(len(b)):
Area = b[i] * Havg[i]
luas.append(Area)

35
for i in luas:
w.append(i * Densitas)

for i in range(len(w)):
fd.append((w[i] * np.sin(np.radians(alpha[i]))))

for i in range(len(b)):
k = (Kohesi * b[i]) + (w[i] * np.tan(phie))
Cbwtanphie.append(k)

for i in range(len(alpha)):
malpha05.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) +
(np.sin(np.radians(alpha[i])) * (np.tan(phie)) / 0.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha1.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 1.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha2.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 1.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha3.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 2.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha4.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 2.5))

36
for i in range(len(alpha)):
malpha5.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 3.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha6.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 3.5))

for i in range(len(Cbwtanphie)):
q05.append(Cbwtanphie[i] / malpha05[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q1.append(Cbwtanphie[i] / malpha1[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q2.append(Cbwtanphie[i] / malpha2[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q3.append(Cbwtanphie[i] / malpha3[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q4.append(Cbwtanphie[i] / malpha4[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q5.append(Cbwtanphie[i] / malpha5[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q6.append(Cbwtanphie[i] / malpha6[i])

fos05 = sum(q05) / sum(fd)


fos1 = sum(q1) / sum(fd)
fos2 = sum(q2) / sum(fd)
fos3 = sum(q3) / sum(fd)
fos4 = sum(q4) / sum(fd)
fos5 = sum(q5) / sum(fd)
fos6 = sum(q6) / sum(fd)

37
ftrial = [0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, 3.0, 3.5]
fos = [fos05, fos1, fos2, fos3, fos4, fos5, fos6]
print(fos)
plt.plot(ftrial, fos, 'b')
plt.plot(ftrial, ftrial, 'g')
plt.show()
m =(fos2-fos1)/(1.5-1)
x =(-m*1)+fos1
subtitusi =x/(1-m)
print(subtitusi)

 Coding Pengolahan Data Lereng 2 dengan Menggunakan Jupyter


Notebook
import numpy as np
import matplotlib.pyplot as plt

text = open("kontur(2).txt", "r")


lines = text.readlines()

slice = []
Havg = []
b = []
alpha = []
luas = []
Densitas = 2700
Kohesi = 0.169
phie = np.radians(23.6)
w = []
fd = []
Cbwtanphie = []
malpha05 = []

38
malpha1 = []
malpha2 = []
malpha3 = []
malpha4 = []
malpha5 = []
malpha6 = []
q05 = []
q1 = []
q2 = []
q3 = []
q4 = []
q5 = []
q6 = []

for i in lines:
pisah_lines = i.split(",")
slice_0 = int(pisah_lines[0])
b_1 = float(pisah_lines[1])
Havg_1 = float(pisah_lines[2])
alpha_1 = float(pisah_lines[3])
slice.append(slice_0)
b.append(b_1)
Havg.append(Havg_1)
alpha.append(alpha_1)

for i in range(len(b)):
Area = b[i] * Havg[i]
luas.append(Area)

for i in luas:
w.append(i * Densitas)

39
for i in range(len(w)):
fd.append((w[i] * np.sin(np.radians(alpha[i]))))

for i in range(len(b)):
k = (Kohesi * b[i]) + (w[i] * np.tan(phie))
Cbwtanphie.append(k)

for i in range(len(alpha)):
malpha05.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) +
(np.sin(np.radians(alpha[i])) * (np.tan(phie)) / 0.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha1.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 1.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha2.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 1.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha3.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 2.0))

for i in range(len(alpha)):
malpha4.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 2.5))

for i in range(len(alpha)):
malpha5.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 3.0))

40
for i in range(len(alpha)):
malpha6.append(np.cos(np.radians(alpha[i])) + (np.sin(np.radians(alpha[i]))
* (np.tan(phie)) / 3.5))

for i in range(len(Cbwtanphie)):
q05.append(Cbwtanphie[i] / malpha05[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q1.append(Cbwtanphie[i] / malpha1[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q2.append(Cbwtanphie[i] / malpha2[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q3.append(Cbwtanphie[i] / malpha3[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q4.append(Cbwtanphie[i] / malpha4[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q5.append(Cbwtanphie[i] / malpha5[i])
for i in range(len(Cbwtanphie)):
q6.append(Cbwtanphie[i] / malpha6[i])

fos05 = sum(q05) / sum(fd)


fos1 = sum(q1) / sum(fd)
fos2 = sum(q2) / sum(fd)
fos3 = sum(q3) / sum(fd)
fos4 = sum(q4) / sum(fd)
fos5 = sum(q5) / sum(fd)
fos6 = sum(q6) / sum(fd)

ftrial = [0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, 3.0, 3.5]


fos = [fos05, fos1, fos2, fos3, fos4, fos5, fos6]
print(fos)

41
plt.plot(ftrial, fos, 'b')
plt.plot(ftrial, ftrial, 'g')
plt.show()
m =(fos2-fos1)/(1.5-1)
x =(-m*1)+fos1
subtitusi =x/(1-m)
print(subtitusi)

42

Anda mungkin juga menyukai