Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik

yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.

Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

prevalensi global penderita DM pada tahun 2012 sebesar 8,4 % dari populasi

penduduk dunia, dan mengalami peningkatan menjadi 382 kasus pada tahun

2013. IDF memperkirakan pada tahun 2035 jumlah insiden DM akan

mengalami peningkatan menjadi 55% (592 juta) di antara usia penderita DM

40-59 tahun (IDF, 2013).

Diabetes mellitus seringkali tidak terdeteksi sebelum diagnosis

dilakukan, sehingga morbiditas (terjadinya penyakit atau kondisi yang

mengubah kesehatan dan kualitas hidup) dan mortalitas (kematian) dini terjadi

pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Uji diagnostik DM dilakukan pada

mereka yang menunjukkan gejala/tanda dengan salah satu risiko DM yaitu

usia ≥ 45 tahun dan usia lebih muda yang disertai dengan faktor risiko seperti

kebiasaan tidak aktif (tidak banyak bergerak), turunan pertama dari orang tua

dengan DM, riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau

riwayat DM-gestasional, hipertensi, kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau

trigliserida ≥ 250 mg/dL, menderita keadaan klinis lain yang terkait dengan

resistensi insulin, adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu atau


1
glukosa darah puasa terganggu sebelumnya, dan memiliki riwayat penyakit

kardiovaskular (Soegondo dkk, 2013).

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO, 2012),

sekitar 347 juta orang di seluruh dunia menderita DM, dan diperkirakan

bahwa kematian akibat DM akan meningkat dua pertiga kali antara tahun

2008 dan 2030. Data yang diterbitkan oleh International Diabetes Federation

(IDF, 2012, penderita DM di seluruh dunia mencapai 371 juta orang.

Indonesia masuk dalam urutan ke tujuh negara dengan penderita DM

terbanyak dengan jumlah 7,6 juta orang. Bahkan diprediksi pada tahun 2030,

Indonesia akan masuk top five sebagai negara penderita DM di dunia (WHO,

2012).

Penderita DM di Indonesia terdapat 1785 pasien yang mengalami

komplikasi neuropati (63,5%), retinopati (42%), nefropati (7,3%),

makrovaskuler (16%), mikrovaskuler (6%), luka kaki diabetik (15%)

(Purwanti, 2013). Banyaknya komplikasi yang ditimbulkan, maka tindakan

pencegahan yang dapat dilakukan oleh penderita DM untuk mencegah

timbulnya komplikasi, yaitu dengan melakukan kontrol kadar gula darah

secara rutin, patuh dalam diit rendah gula, pemeriksaan rutin gula darah,

latihan jasmani, konsumsi obat anti diabetik, dan perawatan kaki diabetik yang

penting dilakukan oleh penderita DM (Arisman, 2011).

Data Kemenkes RI (2013), dari hasil Riskesdas tahun 2013 terjadi

peningkatan prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2007 yakni sebesar 1,1%

menjadi 2,1% pada tahun 2013. Hasil analisis gambaran prevalensi DM

2
berdasarkan jenis kelamin di Indonesia pada tahun 2013 juga menunjukkan

bahwa prevalensi DM pada wanita lebih banyak (1,7%) dibandingkan pada

laki-laki (1,4%). Sedangkan berdasarkan wilayahnya, prevalensi DM di

Indonesia tahun 2013 lebih besar di perkotaan (2%) dibandingkan dengan di

pedesaan (1%).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2014 DM menempati urutan ke 2 dari 12 penyakit yang tidak menular

(PTM) di Jawa Tengah yaitu sebanyak 95.342 (14,96%) jiwa dari jumlah

620.293 jiwa (Dinkes Jateng, 2014).

Prevalensi dari seluruh puskesmas di Kabupaten Banyumas tahun

2014, DM menduduki peringkat ketiga dari penyakit tidak menular lainnya

yaitu sebesar 10,23% sebanyak 1594 penduduk yang terdiri dari laki-laki

sebanyak 494 penduduk dan wanita 1100 penduduk (Dinkes Kabupaten

Banyumas, 2014).

Komplikasi DM dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas

penderitanya. DM meningkatkan resiko terjadinya penyakit jantung dan

stroke. Sekitar 50% kematian penderita DM disebabkan oleh penyakit

kardiovaskular. Gangguan aliran darah, neuropati perifer meningkatkan resiko

infeksi dan ulkus di kaki. Retinoapti Diabetik merupakan penyebab kebutaan

yang utama pada penderita DM. Sekitar 1% kebutaan penduduk dunia

disebabkan oleh Diabetes. DM juga merupakan salah satu penyebab utama

gagal ginjal. DM meningkatkan resiko kematian hingga 2 kali lipat dibanding

orang yang sehat (WHO, 2012). Komplikasi DM dapat dicegah dengan


3
mempertahankan kadar glukosa darah, tekanan darah dan kadar kolesterol

darah dalam batas normal (IDF, 2013). Komplikasi-komplikasi ini tentunya

berdampak besar terhadap sosial ekonomi dan kualitas hidup pasien DM. Bila

seorang pasien DM mengalami komplikasi, tentu akan menurunkan kualitas

hidupnya. Tingkat pengetahuan mempunyai peranan penting dalam

manajemen pasien DM, terutama dalam pencegahan komplikasi diabetik.

Sehingga diharapkan dengan pengetahuan yang baik akan penyakitnya,

seorang penderita DM dapat mengawal penyakitnya dan mencegah

komplikasi-komplikasi DM. Rendahnya kejadian komplikasi pada pasien DM

tentu dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM.

Pasien dengan DM memiliki kualitas hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan orang sehat. Hal ini tentunya terkait dengan kejadian

komplikasi diabetik pada pasien DM. Selain itu, status sosioekonomi yang

baik dan faktor resiko kardiovaskular yang terkontrol dapat meningkatkan

kualitas hidup pasien DM (Kiadaliri et al., 2013).

Penelitian Larasati (2012), pada penderita DM di RS Abdul Moloek

Provinsi Lampung menggambarkan tingkat kualitas hidup penderita DM.

Didapatkan hasil bahwa lebih dari separuh responden memiliki gambaran

kualitas hidup sedang yaitu sebanyak 59,6% (53 orang). Kualitas hidup baik

sebanyak 27,0% (24 orang) dan kualitas hidup buruk sebanyak 13,3% (12

orang).

Penelitian Silaban (2013), pada penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi

Medan menggambarkan tingkat kualitas hidup penderita DM didapatkan hasil


4
yaitu dari 37 responden diketahui ada 9 responden (24.3%) memiliki kualitas

hidup yang baik dengan mean diatas 50% dan 28 responden (75.7%) kualitas

hidupnya buruk dengan mean dibawah 50%. Penyakit DM ini akan menyertai

seumur hidup penderita sehingga sangat mempengaruhi terhadap penurunan

kualitas hidup penderita bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat.

DM merupakan penyakit degeneratif, Dengan demikian tidak ada obat

yang dapat menyembuhkan penyakit tersebut. Oleh karena itu, tujuan umum

pengobatan pada diabetes melitus adalah mengendalikan kadar gula darah dan

meningkatkan kualitas hidup penderita. Salah satu caranya dengan pengaturan

diet (Krisnatuti, Yenrina, & Rasjmida, 2014). Penderita DM didalam

melaksanakan diet harus memperhatikan (3J), yaitu : jumlah kalori yang

dibutuhkan, jadwal makanan yang harus diikuti, dan jenis makanan yang harus

diperhatikan (Hasdianah, 2012).

Pemberian diet DM untuk pasien diabetes mellitus bertujuan untuk

mencapai kadar gula darah yang normal. Dalam usaha untuk mencapai kadar

gula darah yang normal dibutuhkan tenaga, motivasi, waktu, pengetahuan dan

biaya serta kerjasama pengidap dengan tim dokternya. Selain itu, pengaturan

makan merupakan komponen utama pengelolaan diabetes sehingga perlu

penetapan komposisi diet yang sesuai untuk mengontrol gula darah. DM

merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan

(Asdie, 2012).

Diet sangatlah penting untuk mempertahankan gula darah pada pasien

DM agar pasien dapat hidup secara normal dan apabila pasien patuh akan diet
5
dengan baik maka dapat mempertahankan kondisi agar tidak terjadi

komplikasi sehingga pasien dapat menikmati hidupnya. Jika pasien DM tidak

melaksanakan dietnya dengan benar maka kadar gula darah tidak dapat

dikontrol dengan baik, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya komplikasi

dan penyakit serius lainnya seperti jantung, stroke dan gagal ginjal. Kepatuhan

akan diet disini harus dilakukan seumur hidup secara terus menerus dan rutin

yang memungkinkan terjadinya kejenuhan pada pasien (Sutrisno, 2012).

Penelitian Phitri & Widyaningsih (2013) menggambarkan tingkat

kepatuhan diet pada penderita DM. Hasil penelitian yang diperoleh, dapat

diketahui bahwa sebagian besar diabetisi tidak patuh terhadap program diet

yaitu sebanyak 31 responden (57,4%) dan 23 responden (42,6%) patuh

terhadap program diet. Ketidakseimbangan asupan makanan yang berlebih

dapat memacu peningkatan insulin. Diet merupakan terapi utama yang dapat

membantu dan mempermudah kerja obat-obatan seperti tablet hipoglikemik,

anti agresi maupun antibiotika yang diberikan pada pasien DM. Diet yang

tepat dapat membantu mengontrol gula darah agar tidak melonjak tinggi.

Pengaturan makanan sering menyebabkan perubahan pola makan termasuk

jumlah makanan yang dikonsumsi bagi penderita diabetes melitus sehingga

menimbulkan dilema dalam pelaksanaan kepatuhan diet DM (Sutrisno, 2012).

Data dari Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) bahwa

komplikasi kronik pada penyakit DM akan mengalami penurunan berkisar

antara 20-30% dengan cara pengendalian DM yang baik yaitu dengan

6
olahraga, edukasi, kepatuhan pengobatan, dan juga diet (Putri & Isfandiari,

2013).

Pengelolaan diet DM tidak akan tercapai tanpa disertai kepatuhan

pasien, sehingga perilaku patuh tersebut akan berdampak pada kualitas hidup

yang baik dibandingkan dengan pasien DM yang kurang patuh. Kualitas hidup

penderita diabetes mellitus secara umum adalah perasaan puas dan bahagia

akan hidup. Penderita DM perlu dilakukan pengukuran kualitas hidup karena

salah satu tujuan perawatan merupakan kualitas hidup, karena kualitas hidup

yang rendah mengakibatkan terjadinya komplikasi yang semakin parah

sehingga terjadi kecacatan hingga kematian. Komplikasi juga DM sangat

mempengaruhi kualitas hidup. Hal yang mendorong perlunya pengukuran

kualitas hidup, khususnya pada penderita DM adalah karena kualitas hidup

merupakan salah satu tujuan utama perawatan. Diabetes melitus penyakit yang

tidak dapat disembuhkan. Penyakit tersebut membutuhkan pengelolaan dan

perawatan secara tepat agar kualitas hidup penderita diabetes melitus

terpelihara baik, sehingga ia dapat mempertahankan rasa nyaman dan sehat.

Kualitas hidup yang rendah dapat memperburuk komplikasi dan dapat

berakhir kecacatan atau kematian (Mandagi, 2010).

Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Kepatuhan Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Mellitus”.

7
B. Rumusan Masalah

Salah satu penentu kualitas hidup penderita DM adalah

penatalaksanaan DM. Kualitas hidup penting untuk diteliti karena dengan

mengetahui kualitas hidup seseorang dapat membantu petugas kesehatan,

yang dalam hal ini perawat untuk mengetahui keadaan kesehatan seseorang

sehingga dapat menjadi arah atau patokan dalam menentukan intervensi yang

harus diberikan sesuai dengan keadaan klien.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat

dirumuskan permasalahan penelitian yaitu, “Bagaimana Hubungan Kepatuhan

Diet dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada

penderita diabetes melitus.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui karakteristik pasien DM.

b. Mengetahui kepatuhan diet pada penderita DM.

c. Mengetahui kualitas hidup pada penderita DM.

d. Mengetahui bagaimana hubungan kepatuhan diet dengan kualitas

hidup pada penderita DM.

8
D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penderita DM

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

pola diet yang harus mereka jalani untuk menurunkan kadar gula darah,

sehingga dapat diupayakan tindakan untuk meningkatkan kualitas hidup

penderita DM.

2. Bagi Keluarga Penderita DM

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keluarga

yang memiliki penderita diabetes melitus sehingga dapat memberikan

dukungan dan motivasi bagi penderita DM dalam menjalankan kepatuhan

diet.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

bacaan dan informasi bagi mahasiswa tentang hubungan kepatuhan diet

dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus dan dapat dijadikan

bahan masukan bagi mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan

keperawatan, khususnya dalam memberikan pendidikan kesehatan,

terutama pada pasien yang menderita DM.

4. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi intervensi tambahan

bagi petugas kesehatan sehingga dapat memberikan pelayanan yang

holistik sesuai dengan kebutuhan klien.

9
5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

informasi dan sebagai perbandingan apabila ada peneliti yang ingin

melakukan penelitian dengan judul yang sama atau ingin mengembangkan

penelitian ini lebih lanjut.

E. Penelitian Terkait

1. Diana Novita Sari (2015) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Diet

dengan Kualitas Hidup pada Penderita Diabetes Melitus di RSUD Dr.

Pirngadi Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada penderita diabetes melitus di

RSUD Dr. Pirngadi Medan. Desain penelitian yang digunakan adalah

deskriptif korelasi. Analisa menggunakan uji koefisien korelasi spearman

yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan

diet dengan kualitas hidup penderita diabetes melitus. Berdasarkan hasil

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari setengah penderita patuh

terhadap dietnya, namun kualitas hidupnya dalam kategori buruk hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor seperti komplikasi dan usia. Hasil

penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh perawat untuk memberikan

pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes melitus, pentingnya

dukungan keluarga dan gaya hidup yang sesuai dengan penyakit diabetes

melitus seperti pola makan, olahraga yang sesuai dengan tujuan

meningkatkan kualitas hidupnya.


10
2. Yunia Audia (2018) dengan judul “Hubungan Kepatuhan Diet Dengan

Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Di Wilayah Kerja

Puskesmas Juanda Samarinda”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara kepatuhan diet dengan kualitas hidup pasien diabetes

mellitus tipe II di Puskesmas Juanda Samarinda. Desain yang digunakan

adalah deskriptif korerasional dengan pendekatan Cross Sectional. Analisa

data yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Chi Square

dengan tingkat kemaknaan 0,05. Hasil penelitian menunjukkan terdapat

hubungan antara kepatuhan diet dengan kualitas hidup pasien diabetes

mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Juanda Samarinda.

Kesimpulan bahwa kepatuhan diet mempunyai peran yang sangat besar

dalam pembentukan perilaku pasien diabetes mellitus dalam menjalankan

diet. Kepatuhan diet yang di jalankan oleh pasien diabetes mellitus

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

diabetes mellitus tipe II.

3. Waqas Sami, Tahir Ansari, Nadeem Shafique Butt, dan Mohd Rashid Ab

Hamid (2017) dengan judul ”Effect of diet on type 2 diabetes mellitus”.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan T2DM dengan

kebiasaan/pola dan praktik diet yang berbeda serta komplikasinya. Pada

penderita diabetes tipe 2, baru-baru ini, peningkatan kadar HbA1c juga

telah dianggap sebagai salah satu faktor risiko utama untuk

mengembangkan komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskular.

Peningkatan level HbA1c yang tinggi dapat dicapai melalui manajemen


11
diet; dengan demikian, pasien dapat dicegah dari mengembangkan

komplikasi diabetes. Kesadaran tentang komplikasi diabetes dan

peningkatan konsekuensi dalam pengetahuan diet, sikap, dan praktik

mengarah pada pengendalian penyakit yang lebih baik. Penyedia layanan

kesehatan, fasilitas kesehatan, lembaga yang terlibat dalam perawatan

diabetes, harus mendorong pasien untuk memahami pentingnya diet yang

dapat membantu dalam manajemen penyakit, perawatan diri yang tepat

dan kualitas hidup yang lebih baik.

4. Yohana Carolina, Mohammad Basit dan Aulia Rachman (2016) dengan

judul “Hubungan Pelaksanaan Diet Terhadap Kualitas Hidup Pasien

Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Banjarmasin”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pelaksanaan diet

terhadap kualitas hidup pasien diabetes melitus di Puskesmas Pekauman

Banjarmasin. Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan studi

korelasional. Penelitian korelasi ini menggunakan pendekatan Cross

sectional. Pengelolaan data menggunakan analisis korelasi Spearman Rho.

Hasil Penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara pelaksanaan diet

dengan kualitas hidup pasien diabetes melitus di wilayah kerja Puskesmas

Pekauman Banjarmasin.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Diabetes Mellitus

a. Pengertian

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu gangguan kronis

yang di tandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang

relatif kekurangan insulin. DM yang utama di klasifikasikan

menjadi DM tipe I Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

dan tipe II Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). DM

merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar

glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan

hormon insulin secara relatif maupun absolut (Hasdianah, 2012).

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan

metabolisme kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa

darah (hiperglikemia) disebabkan karena ketidak seimbangan secara

supplai dan kebutuhan insulin. Insulin dalam tubuh dibutuhkan

untuk mempasilitasi masuknya glukosa dalam sel agar dapat

digunakan untuk metabolisme dan pertumbuhan sel. Berkurang atau

tidak adanya insulin menjadi glukosa tertahan didalam darah dan

menimbulkan peningkatan gula darah, sementara sel menjadi


13
kekurangan glukosa yang sangat dibutuhkan dalam kelangsungan

dan fungsi sel (Turwoto, 2012).

International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika

tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau menggunakan

insulin secara efektif (IDF 2013). DM bukanlah suatu penyakit

tunggal, melainkan sekelompok kelainan dan gejala klinis yang

bersifat heterogen dengan ciri utama berupa intoleransi glukosa.

Istilah Diabetes Mellitus digunakan untuk menjelaskan sekumpulan

gejala dengan hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme

karbohidrat, lemak dan protein.

Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan

bahwa DM adalah suatu penyakit yang ditandai dengan kenaikan

kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kurangnya atau tidak

efektifnya hormon insulin sehingga tidak dapat bekerja secara

normal mengatur kadar glukosa di dalam darah.

b. Klasifikasi

Klasifikasi DM menurut American Diabetes Association

(2013), dibagi dalam 4 jenis yaitu:

1) Diabetes Mellitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)

DM tipe I terjadi karena adanya destruksi sel beta

pankreas karena sebab autoimun. Pada Diabetes Mellitus tipe ini


14
terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat

ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya

sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik

pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.

2) Diabetes Mellitus Tipe II (Insulin Non-dependent Diabetes

Mellitus)

DM tipe II terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak

bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi

resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin

untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer

dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena

terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif

karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan

mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya

glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta

pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.

Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya

asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan

mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang.

Diabetes Mellitus tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi

komplikasi.

15
3) Diabetes Mellitus Tipe Lain

DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada

defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain,

iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan

genetik lain.

Salah satu DM tipe lain yang paling sering dibicarakan

adalah maturityonset diabetes of youth (MODY). MODY

memiliki 6 mutasi autosomal dominan yang spesifik. Termasuk

diantaranya gen untuk hepatocyte nuclear factor-1! (HNF-1!;

MODY 3), Glukokinase (MODY 2), HNF-4! (MODY 1),

Insulin Promoter Factor (IPF-1; MODY 4), HNF-1! (MODY 5),

dan NeuroD1 (MODY 6). Individu dengan defek genetik ini

memiliki riwayat keluarga penderita DM yang kuat dengan berat

badan yang normal dan terdiagnosa sebelum berusia 25 tahun.

Sebelumnya MODY diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk

DM tipe 2. Namun tidak terjadinya peningkatan berat badan

pada penderita MODY dan defek genetik yang berbeda antara

MODY dengan DM tipe 2 menyebabkan klasifikasi tersebut

tidak dipakai lagi.

16
4) Diabetes Mellitus Gestasional

DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana

intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan,

biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional

berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal.

Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk

menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun

setelah melahirkan.

c. Etiologi

Menurut Hasdianah (2012) bahwa etiologi DM, adalah:

1) Kelainan genetika

Faktor keturunan memiliki peranan penting yang dapat

diwariskan dari orangtua kepada anak. Gen penyebab DM akan

dibawa oleh anak jika orangtuanya menderita DM.

2) Usia

Usia seseorang setelah >40 tahun akan mengalami

penurunan fisiologis. Penurunan ini yang akan beresiko pada

penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi

insulin. Penurunan fungsi secara fisiologis pada usia lebih dari

40 tahun dapat menyebabkan gangguan pada fungsi organ.

17
3) Pola hidup dan pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar

kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya

diabetes. Pola hidup juga sangat mempengaruhi, jika orang

malas berolahraga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena

diabetes, karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang

berlebihan di dalam tubuh. Jika kalori yang berlebihan masih

tersimpan di tubuh maka akan mudah menyebabkan obesitas.

4) Obesitas

Seseorang dengan berat badan > 90 kg cenderung

memiliki peluang lebih besar untuk terkena penyakit DM.

5) Gaya hidup stress

Stress akan meningkatkan kerja metabolisme dan

meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat

pada kenaikan kerja pankreas sehingga pankreas mudah rusak

dan berdampak pada penurunan insulin.

6) Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat

menginfeksi pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas.

Jika terjadi infeksi atau peradangan pada pancreas maka hal itu

dapat menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja secara

optimal dalam mensekresi insulin, sedangkan insulin sangat

bergantung pada system kerja pancreas.


18
7) Obat-obatan yang dapat merusak pankreas

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang

menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat

menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam

mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolism

dalam tubuh, termasuk hormon insulin.

Faktor resiko DM dari emedicine health Brunner dan

Suddarth, 2010)

1) Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelansi bermakna antara obesitas dengan

kadar glukosa darah, pada derajat kegemukan indek masa tubuh

(IMT) > 23 dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa

darah menjadi 200 mg.

2) Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan

erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air atau

meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh

darah perifer.

3) Faktor Keluarga Diabetes Melitus

Seorang yang menderita DM diduga mempunyai gen

diabetes, diduga bahwa diabetes merupakan gen resesif. Hanya

orang bersifat homo zigot dengan gen resesif tersebut yang

menderita DM.

4) Dislipedimia

Suatu keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar


19
lemak darah (Trigliserida >250 mg/dl). Terdapat hubungan

antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya High Density

Lipoprotein (HDL) (<35 mg/dl).

5) Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang banyak terkena DM

adalah > 45 tahun.

d. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien DM

menurut Bararah dan Jauhar (2013) yaitu:

1) Poliuria (peningkatan pengeluaran urine) merupakan gejala

yang paling utama yang dirasakan oleh setiap pasien. Jika

konsentrasi glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak mampu

menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar,

akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).

Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin,

eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang

berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmosis. Sebagai

akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan,

pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria).

2) Polidipsia merupakan peningkatan rasa haus akibat volume

urine yang besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi

ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena

air intrasel akan derdisfusi keluar mengikuti penurunan gradien


20
konsentrasi ke plasma hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang

pengeluaran ADH (antideuretik hormone) dan menimbulkan

rasa haus.

3) Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya

cadangan gula didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi.

4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada

pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan

ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan

glukosa sebagai energi.

5) Peningkatan infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan

pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa

disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran

darah pada penderita diabetes kronik.

6) Kelainan kulit gatal-gatal diketiak dan dibawah payudara,

biasanya akibat tumbuhnya jamur.

7) Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati, pada penderita

DM regenerasi sel persyarafan mengalami gangguan akibat

kurangnya bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.

Akibat banyak persyarafan terutama perifer mengalami

kerusakan.

8) Luka yang tidak sembuh-sembuh, proses penyembuhan luka

membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur

makanan yang lain. Pada penderita DM bahan protein banyak


21
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan

dipergunakan untuk pergantian jaringan yang rusak mengalami

gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat

diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada

penderita DM.

9) Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat

perubahan pada lensa oleh hiperglikemia. Dapat dsebabkan juga

kelainan pada korpus itreum.

e. Patofisiologi

Patofisiologi DM sebagian besar dihubungkan dengan efek

utama kekurangan insulin (Riyadi & Sukarmin, 2010), yaitu:

1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang

mengkibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai

setinggi 300-1200 mg per 100 ml.

2) Lemak yang meningkat sehingga menyebabkan kelainan

metabolisme lemak dan pengendapan lipid pada dinding

vaskuler.

3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Keadaan tersebut

dapat menyebabkan:

a) Hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan peningkatan glukosa darah sekitar

140-160 mg/100ml darah.

22
b) Hiperosmolaritas

Hipermolaritas adalah peningkatan tekanan osmotik pada

plasma sel karena peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan

tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan karena

peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair.Pada diabetes

mellitus terjadinya hiperosrmolaritas karena meningkatnya

konsentrasi glukosa dalam darah.

c) Starvasi selluler

Starvasi selluler merupakan kondisi lapar yang dialami oleh

sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel

banyak glukosa.Adanya starvasi selluler meningkatkan

munculnya rasa ingin makan terus-menerus (polifagia).

Adanya starvasi selluler dapat menyebabkan kelemahan

tubuh karena penurunan produksi energi dan kerusakan

organ reproduksi salah satunya timbul impotensi dan organ

persarafan perifer dan mata yang salah satunya akan

mengalami rasa baal dan mata kabur.

f. Komplikasi

Komplikasi DM dibagi menjadi 2 (Smeltzer dan Bare 2013),

yaitu komplikasi jangka pendek (Akut) dan komplikasi jangka

panjang (kronis):

1) Komplikasi akut

Komplikasi akut merupakan komplikasi yang terjadi


23
dalam jangka waktu pendek, atau bersifat mendadak. Adapun

komplikasi akut DM terdiri dari ketoasidosis diabetic,

hipoglikemia dan syndrome hyperosmolar diabetic.

a) Ketoasidosis diabetic

Kadar hormone insulin yang sangat rendah didalam darah

menjadi penyebab utama terjadinya kondisi ketoasidosis.

Saat kadar insulin sangat rendah, maka gula yang di dalam

darah tidak dapat masuk ke dalam sel tubuh untuk diproses

menjadi sumber energi. Sel-sel tubuh “kelaparan” karena

tidak mendapatkan gula sebagai makanan selanjutnya

beralih “memakan” lemak sebagai alternatif. Kondisi ini

pada akhirnya membentuk asam beracun yang disebut keto.

Keseluruhan proses inilah yang disebut ketoasisdosis.

Gejala-gejala ketoasidosis ditunjukan dengan beberapa hal,

yaitu mulut kering, rasa haus, intensitas buang air kecil

sering (poliuria), mual, muntah dan terkadang nyeri perut.

Selain itu gejala-gejala tersebut, ada pula gejala lanjuatan

seperti kesulitan bernafas, dehidrasi, rasa ngantuk dan yang

terparah adalah keadaan koma. Saat seseorang mengalami

ketoasidosis maka perlu segera dibwa kerumah sakit untuk

mendapatakan penanganan medis cepat. Penanganan

ketoasidosis biasanya dilakukan dengan pemberian injeksi

24
pada darah yang turut berkurang akibat sering buang air

kecil (poliuria).

b) Hipoglikemia

Umumnya, orang yang memiliki penyakit diabetes berisiko

mengalami serangan hipoglikemia. Namun, orang yang

tidak menderita diabetes pun bisa juga terserang

hipoglikemia. Secara umum, penyebab hipoglikemia yang

berkaitan dengan obat dan hipoglikemia yang tidak

berkaitan dengan obat. Hipoglikemia yang berkaitan dengan

obat adalah hipoglikemia yang timbul karena pengunaan

obat-obatan. Ini umumnya terjadi pada penderita diabetes

yang mengkonsusmsi obat penurun kadar gula darah.

Sementara itu, hipoglikemia yang tidak berkaitan dengan

obat biasa disebabkan karena berpuasa, aktivitas fisik

berlebihan dan dampak dari masupan makanan dan

minuman. Konsumsi alkohol dalam jumlah banyak bisa

menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat.

c) Sindrom hipersmolar diabetic (Diabetik Hypersmolar

Syndrome)

Sindrom hiperosmolar diabetic adalah kondisi yang

disebabkan kadar gula darah puncak terukur sebesar 600

mg/dl. Ketika gula darah mencapai level ini, darah menjadi

kental dan manis. Kelebihan gula lantas dibuang ke dalam


25
air seni yang memicu pembuangan jumlah besar cairan dari

tubuh.Jika tidak ditangani, sindrom giperosmolar diabetes

dapat menyebabkan dehidrasi dan menyebabkan koma.

Sindrom hiperosmolar diabetic umum terjadi pada penderita

paruh baya yang memiliki diabetes tipe 2.

2) Komplikasi kronis

Penyakit diabetes yang tidak terkontrol dalam waktu lama

dapat menyebabkan komplikasi kronik, yaitu kerusakan

pembuluh darah dan saraf. Pembuluh darah yang dapat

mengalami kerusakan dibagi menjadi 2 jenis, yakni pembuluh

darah besar meliputi pembulu darah jantung (dapat menyebabkan

komplikasi jantung koroner), pembuluh darah tepi (dapat

menyebabkan komplikasi kaki diabetik). Komplikasi diabetes

pada pembuluh darah kecil berupa kerusakan retina (retinopati

diabetic)

a) Penyakit jantung koroner.

b) Gangguan mata (retinopati diabetic).

c) Gangguan ginjal (nefropati diabetic).

d) Gangguan saraf (neuropati diabetic).

e) Diabetes dan infeksi.

f) Kaki diabetik.

26
g. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan

kualitas hidup penyandang DM. Tujuan penatalaksanaan menurut

PERKENI (2015), meliputi :

1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM,

memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi

akut.

2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat

progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.

3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan

mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan

pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan

profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif.

Penatalaksanaan menurut PERKENI (2015) sebagai berikut:

1) Diet

a) Jumlah Sesuai Dengan Kebutuhan

Kebutuhan zat gizi pada pasien DM adalah:

(1) Protein

American Diabetes Association (ADA, 2014),

merekomendasikan protein yang dikonsumsi pasien DM

sebesar 10 - 20%.

(2) Lemak.

Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika pasien

dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan


27
untuk diet dislipidemia tahap II yaitu < 7% energi total

dari lemak jenuh, tidak lebih dari 30% energi dari lemak

total dan kandungan kolesterol 200 mg/hari.

(3) Karbohidrat

Rekomendasi jumlah total karbohidrat untuk penderita

DM adalah 60-70% kalori (ADA, 2014).

(4) Serat

Serat yang direkomendasikan pada penderita DM adalah

serat larut dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-

30% dari berbagai sumber makanan.

(5) Natrium

Asupan natrium pada pasien DM sama dengan yang

tidak menderita DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300

mg dan pasien hipertensi ringan sampai sedang

dianjurkan 2400 mg natrium perhari.

(6) Alkohol

Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada

saat makan karena mengakibatkan hipoglikemi. Tapi jika

penggunaan alkohol dikonsumsi dengan jumlah sedang

tidak akan mempengaruhi kadar gula darah jika gula

darah terkontrol.

b) Jadwal Diet Ketat

28
Pasien DM diperlukan jadwal makan yang teratur,

agar terkendali gula darahnya. Jadwal makan itu yaitu

makan pagi, makan siang, makan malam dan snack antara

makan besar. Makan saat lapar porsinya biasanya lebih

besar di bandingkan makan sebelum lapar. Karena itu pasien

DM dianjurkan makan sebelum lapar. Jumlah kalori diet

DM sesuai dengan status gizi pasien,berkisar antara 110 -

2500 kalori.

c) Jenis: boleh dimakan / tidak.

Banyak yang beranggapan bahwa penderita DM

harus makan makanan khusus, anggapan tersebut tidak

selalu benar karena tujuan utamanya adalah menjaga kadar

glukosa darah pada batas normal. Untuk itu sangat penting

bagi kita terutama penderita DM untuk mengetahui efek dari

makanan pada glukosa darah.

Ada beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan

jenis makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi

penderita DM yaitu:

(1) Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita

DM adalah:

(a) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie,

kentang, singkong, ubi dan sagu.

29
(b) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam

tanpa kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-

kacangan.

(c) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk

makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama

mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus,

disetup, direbus dan dibakar.

(2) Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi

untuk penderita DM adalah:

(a) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula

pasir, gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang

diawetkan, susu kental manis, soft drink, es krim,

kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.

(b) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan

siap saji (fast-food), goreng-gorengan.

(c) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur

asin dan makanan yang diawetkan.

2) Latihan Jasmani / Fisik

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi

penderita DM, adalah:

a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake).

b) Mencegah kegemukan.

c) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supplai oksigen.


30
d) Meningkatkan kadar kolesterol HDL (High Density

Lipoprotein).

e) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka

latihan akan merangsang pembentukan glukosa baru.

f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah

karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

3) Edukasi / Penyuluhan

Penyuluhan yang diberikan adalah pemahaman tentang

perjalanan penyakit, pentingnya pengendalian penyakit,

komplikasi yang ditmbulkan dan resikonya, intervensi obat dan

pemantauan glukosa darah, cara mengatasi hipoglikemi, olahraga

yang teratur dan cara menggunakan fasilitas kesehatan.

Perencanaan diet yang tepat yaitu cukup asupan kalori, protein,

lemak, mineral dan serat. Ajarkan pasien untuk dapat mengontrol

gula darah untuk mencegah komplikasi dan mampu merawat diri

sendiri (ADA, 2014). Penyuluhan tentang DM dapat

menggunakan media leaflet, poster, TV, Video, diskusi

kelompok, atau alat peraga lain yang dapat digunakan media

untuk penyuluhan.

4) Farmakologi / Terapi Obat

Obat untuk penderita DM ada obat hipoglikemik oral dan

Insulin yang diberikan sesuai kebutuhan. Obat hipoglikemik oral

31
dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan cara kerjanya

yaitu:

a) Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea bekerja meningkatkan

sekresi insulin pada otot dan sel beta pankreas,

meningkatkan performance dan jumlah reseptor insulin pada

otot dan sel lemak, meningkatkan efisiensi sekresi insulin

dan potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke sel

otot dan jaringan lemak, penurunan produksi glukosa oleh

hati, bekerja melalui alur kalsium sensitif terhadap ATP.

Contohnya obat Khlorpropamid, Glibenklamid, Gliklasid,

Glikuidon, Glipsid, Glimepiri Glinid obat generasi baru tapi

cara kerjanya sama dengan Sulfonilurea. Contoh obatnya

Repaglinid dan Nateglinid.

b) Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguanid. Cara

kerjanya tidak merangsang sekresi insulin dan menurunkan

kadar glukosa darah sampai normal (euglikemia), dan tidak

menyebabkan hipoglikemia. Contoh obat ini adalah

Metformin dan Thiazolindion/glitazon.

c) Penghambat alfa glukosidase / Acarbose. Cara kerja obat ini

adalah menghambat enzim alfa glukosidase pada dinding

usus halus yang dapat mengurangi digesti karbohidrat

kompleks dan absorbsinya sehingga mengurangi

peningkatan kadar glukosa post prandial. Obat ini hanya

32
memepengaruhi kadar glukosa pada saat makan dan tidak

mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu jadi

pemberian obat ini yang tepat adalah pada saat makan.

Pasien DM yang mendapat pengobatan suntikan insulin

multiple berisiko hipoglikemia, untuk pencegahannya diperlukan

pemantauan gula darah sebanyak empat kali sehari yaitu sebelum

sarapan pagi, sebelum makan siang, sebelum makan malam, dan

sebelum tidur. Pasien yang mendapat suntikan insulin dengan

dosis 1 atau 2 kali per hari, bertujuan mencegah hipoglikemi dan

ketosis, pemantauan kadar gula darah dilakukan lebih jarang

yaitu 1 kali sehari sebelum sarapan pagi atau sebelum makan

malam.

5) Monitoring

Hasil pengobatan DMT2 harus dipantau secara terencana

dengan melakukan anamnesa, pemeriksaan jasmani, dan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan

adalah :

a) Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah :

(1) Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai.

(2) Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai

sasaran terapi.

Waktu pelaksanaan pemeriksaan glukosa darah :

(1) Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa.


33
(2) Glukosa 2 jam setelah makan, atau

(3) Glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala

sesuai dengan kebutuhan.

b) Pemeriksaan HbA1C

Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga

sebagai glikohemoglobin, atau hemoglobin glikolisasi

(disingkat sebagai HbA1C), merupakan cara yang

digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 18 – 12

minggu sebelumnya. Untuk melihat hasil terapi dan rencana

perubahan terapi, HbA1C diperiksa setiap 3 bulan (E) atau

tiap bulan pada keadaan HbA1C yang sangat tinggi (lebih

dari 10%). Pada pasien yang btelah mencapai sasaran terapi

disertai kendali glikemik yang stabil HbA1C diperiksa

paling sedikit 2kali dalam 1 tahun (E). HbA1C tidak dapat

dipergunakan sebagai alat evaluasi pada kondisi tertentu

seperti anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2 –

3 bulan terakhir dalam keadaan lain yang mempengaruhi

umur erotrosit dan gangguan fungsi ginjal .

c) Pemeriksaan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan

dengan menggunakan darah kapiler. Saat ini banyak

didapatkan alat pengukur kadar glukosa darah dengan

menggunakan reagen kering yang sederhana dan mudah


34
dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah memakai

alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan

sengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesui dengan

cara standar yang dilakukan. Hasil pemantauan dengan cara

reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional

secara berkala. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan

pengobatan suntik insulin beberapa kali sehari (B) atau pada

penggunakan obat pemacu sekresi ninsulin. Waktu

pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan

pemeriksaan yang pada umumnya terkait dengan terapi yang

diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum

makan, 2 jam setelah makan (untuk menilai ekskrusi

glukosa), menjelang waktu tidur (untuk menilai resiko

hipoglikemia), dan diantara siklus tidur (untuk enilai adanya

hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala) atau

ketika mengalaami gejala seperti hypoglycemic spells (B).

PGDM terutama dianjurkan pada :

(1) Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah

terapi.

(2) Wanita yang merencanakan hamil.

(3) Wanita hamil dengan hiperglikemia.

(4) Kejadian hipoglikemia berulang (E)

35
d) Glycated Albumin (GA)

Berdasarkan rekomendasi yang telah ada, monitor

hasil strategi terapi dan perkiraan prognostik diabetes saat

ini sangat didasarkan kepada hasil dua riwayat pemeriksaan

yaitu glukosa plasma (kapiler) dan HbA1C. Kedua

pemeriksaan ini memiliki kekurangan dan keterbatasan.

HbA1C mempunyai keterbatasan pada bebagai keadaan

yang mempengaruhi umur sel darah merah. Saat ini terdapat

cara lain seperti pemeriksaan (GA) yang dapat dipergunakan

dalam monitoring.

GA dapat digunakan untuk menilai indeks kontrol

glikemik yang tidak dipengaruhi oleh gangguan

metabolisme hemoglobin dan masa hisup eritrosit seperti

HbA1C. HbA1C merupakan indeks kontrol glikemik jangka

panjang (2-3 bulan). Sedangkan proses metabolik albumin

terjadi lebih cepat daripada hemoglobin dengan perkiraan

15-20 hari sehingga GA merupakan indeks kontrol glikemik

jangka pendek. Beberapa gangguan seperti sindrom nefrotik,

pengobatan streroid, severe obesitas dan gangguan fungsi

tiroid dapat mempengaruhi albumin yang berpotensi

mempengaruhi nilai pengukuran GA.

36
2. Kepatuhan

a. Pengertian

Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam menjalani

pengobatan, mengikuti diet, atau mengikuti perubahan gaya hidup

lainnya sesuai dengan anjuran medis dan kesehatan. Kepatuhan

merupakan hal yang utama karena mengikuti anjuran dari ahli medis

merupakan salah satu cara menuju kesembuhan pasien (Ogden,

2009).

Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam menepati suatu

anjuran terhadap kebiasaan sehari-harinya dan dapat di nilai dengan

score penelitian. Suatu kepatuhan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan, di mana pendidikan merupakan suatu dasar utama

dalam keberhasilan pencegahan atau pengobatan (Tjokroprawiro,

2010).

Kepatuhan (adherence) secara umum didefinisikan sebagai

tingkatan perilaku seseorang yang mendapatkan pengobatan,

mengikuti diet, dan atau melaksanakan gaya hidup sesuai dengan

rekomendasi pemberi pelayanan kesehatan (WHO, 2009).

Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul karena

adanya interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien sehingga

pasien mengetahui rencana dengan segala konsekuensinya sehingga

menyetujui rencana tersebut serta melaksanakannya (Kemenkes,

RI., 2011).
37
Kepatuhan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan

dalam penatalaksanaan penyakit DM. Hal tersebut dikarenakan

perencanaan makan merupakan salah satu pilar utama dalam

pengelolaan DM (Perkeni, 2015).

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat

disimpulkan bahwa kepatuhan adalah tingkatan yang menunjukkan

perilaku pasien dalam mentaati dan mengikuti prosedur atau saran

dari ahli medis.

b. Aspek-aspek kepatuhan diet

Berdasarkan Tjokropawiro (2010) dalam kepatuhan diet DM

ada 3J yang harus diketahui dan dilaksanakan oleh penderita DM,

yaitu jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal makanan.

1) Jumlah Makanan

Jumlah makanan yang diberikan disesuaikan dengan

status gizi penderita DM, bukan berdasarkan tinggi rendahnya

gula darah. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI)

juga telah menetapkan standar jumlah gizi pada diet DM, dimana

telah ditetapkan proporsi yang ideal untuk zat makanan seperti

karbohidrat, protein, lemak, kolesterol, serat, garam dan pemanis

dalam satu porsi makanan utama.

2) Jenis Makanan

Pasien DM harus mengetahui dan memahami jenis

makanan apa yang boleh dimakan secara bebas, makanan yang


38
mana harus dibatasi dan makanan apa yang harus dibatasi secara

ketat. Makanan yang mengandung karbohidrat mudah diserap

seperti sirup, gula, sari buah harus dihindari. Sayuran dengan

kandungan karbohidrat tinggi seperti buncis, kacang panjang,

wortel, kacang kapri, daun singkong, bit dan bayam harus

dibatasi. Buah-buahan berkalori tinggi seperti pisang, pepaya,

mangga, sawo, rambutan, apel, duku, durian, jeruk dan nanas

juga dibatasi. Sayuran yang boleh dikonsumsi adalah sayuran

dengan kandungan kalori rendah seperti oyong, ketimun, kol,

labu air, labu siam, lobak, sawi, rebung, selada, toge, terong dan

tomat .

Cukup banyak pasien DM mengeluh karena makanan

yang tercantum dalam daftar menu diet kurang bervariasi

sehingga sering terasa membosankan. Agar ada variasi dan tidak

menimbulkan kebosanan, dapat diganti dengan makanan penukar

lain. Perlu diingat dalam penggunaan makanan penukar,

kandungan zat gizinya harus sama dengan makanan yang

digantikannya.

3) Jadwal Makan

Pasien DM harus membiasakan diri untuk makan tepat

pada waktu yang telah ditentukan.Penderita diabetes mellitus

makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama, 3 kali makan

selingan dengan interval waktu 3 jam. Hal ini dimaksudkan agar


39
terjadi perubahan pada kandungan glukosa darah penderita DM,

sehingga diharapkan dengan perbandingan jumlah makanan dan

jadwal yang tepat maka kadar glukosa darah akan tetap stabil

dan penderita DM tidak merasa lemas akibat kekurangan zat

gizi.

Jadwal makan standar yang digunakan oleh penderita

DM diabetes mellitus yakni; pukul 07.00 jadwal makan pagi,

pukul 10.00 selingan, pukul 13.00 jadwal makan siang, pukul

16.00 jadwal selingan makan, pukul 19.00 jadwal makan malam

dan pukul 21.00 jadwal makan selingan.

Instansi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo

Asosiasi Diabetus Indonesia (2010) menjelaskan jenis diet dan

indikasi pemberian diet yang digunakan sebagai bagian dari

penatalaksanaan diabetus mellitus dikontrol berdasarkan

kandungan energi, protein, lemak, dan karbohidrat.

c. Variabel yang Memepengaruhi Kepatuhan

Variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan, beberapa

variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan menurut Brunner &

Suddart (2010) adalah :

1) Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa,

status sosial ekonomi dan pendidikan.

40
2) Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya

gejala akibat terapi.

3) Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan

efek samping yang tidak menyenangkan.

4) Variabel psikososial seperti intelgensia, sikap terhadap tenaga

kesehatan penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit,

keyakianan agama atau budaya dan biaya financial.

d. Faktor-faktor yang Mendukung Kepatuhan

Menurut Feur Stein ada beberapa faktor yang mendukung

sikap patuh, diantaranya (Faktul, 2009) :

1) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan, usaha manusia

meningkatkan kepribadian atau proses perubahan perilaku

menuju kedewasaan dan penyempurnaan kehidupan manusia

dengan jalan membina dan mengembangkan potensi

kepribadiannya, yang berupa rohani (cipta, rasa, krasa) dan

jasmani.

Domain pendidikan dapat diukur dari (Notoatmodjo,

2010) :

a) Pengetahuan terhadap pendidikan yang diberikan

(Knowledge).

41
b) Sikap atau tanggapan terhadap materi pendidikan yang

diberikan.

c) Praktek atau tindakan sehubungan dengan materi

pendidikan yang diberikan.

2) Akomodasi

Suatu usaha dilakukan untuk memahami ciri kepribadian

pasien yang dapat mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang

mandiri harus dilibatkan secara aktif dalam program pengobatan.

3) Modifikasi faktor lingkungan dan sosial

Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-

teman sangat penting, kelompok pendukung dapat dibentuk

untuk membantu memahami kepatuhan terhadap program

pengobatan.

4) Perubahan model terapi

Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin

dan pasien terlihat aktif dalam pembuatan program tersebut :

a) Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan

pasien.

b) Suatu hal yang penting untuk memberikan umpan balik

pada pasien setelah memperoleh informasi diagnosa.

5) Meningkatkan interaksi professional kesehatan dengan pasien

Suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada

pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien


42
menbutuhkan penjelasan tentang kondisi saat ini, apa

penyebabnya dan apa yang dapat mereka lakukan dengan kondisi

seperti itu. Suatu penjelasan tentang penyebab penyakit dan

bagaimana pengobatannya, dapat membantu meningkatkan

kepercayaan pasien.

e. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Carpenito (2010) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat

berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi

mempertahankan kepatuhannya, sampai menjadi kurang patuh dan

tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

diantaranya :

1) Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik adalah faktor yang tidak perlu

rangsangan dari luar, yang berasal dari diri sendiri, yang terdiri

dari :

a) Motivasi

Motivasi adalah daya yang menggerakkan manusia

untuk berprilaku.

b) Keyakinan, Sikap dan Kepribadian

Orang-orang yang tidak patuh adalah orang-orang

yang lebih mengalami depresi, ansietas, memiliki kekuatan

43
ego yang lemah dan yang kehidupan socialnya lebih

memusatkan perhatian kepada dirinya sendiri. Ciri-ciri

kepribadian yang disebutkan diatas itu yang menyebabkan

seseorang cenderung tidak patuh (Drop Out) dari program

pengobatan.

c) Pendidikan

Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan

pasien sepanjang bahwa pendidikan tersebut adalah

pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku-buku dan

kaset oleh pasien secara mandiri.

d) Pemahaman Terhadap Intruksi

Tidak seorang pun dapat memahami intruksi jika dia

salah paham tentang intruksi yang diberikan kepadanya.

Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan

keprofesionalan kesehatan dalam memberikan informasi

yang tepat, penggunaan istilah medis, dan memberikan

banyak intruksi yang harus di ingat pasien.

2) Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik adalah faktor yang perlu rangsangan

dari luar, yang terdiri dari :

a) Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional

dari anggota keluarga yang lain, teman, dan uang


44
merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan. Keluarga

dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan keyakinan dan skor kesehatan individu serta

dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang

dapat mereka trima. Keluarga juga member dukungan dan

member keputusan mengenai perawatan dari anggota

keluarga yang sakit.

b) Dukungan dari Profesional Kesehatan

Dukungan ini merupakan faktor lain yang

mempengaruhi kepatuhan. Dukungan mereka terutama

berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku yang sehat

merupakan hal yang penting.

c) Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara professional kesehatan

dengan pasien merupakan bagian yang penting dalam

menentukan kepatuhan.

d) Perubahan Model Terapi

Program-program kesehatan dapat dibuat

sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif dalam

pembuatan program tersebut (Niven, 2009).

Menurut Kozier (2010), faktor yang mempengaruhi

kepatuhan adalah sebagai berikut:

1) Motivasi klien untuk sembuh


45
2) Tingkat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

3) Persepsi keparahan masalah kesehatan

4) Nilai upaya mengurangi ancaman penyakit

5) Kesulitan memahami dan melakukan perilaku khusus

6) Tingkat gangguan penyakit atau rangkaian terapi

7) Keyakinan bahwa terapi yang diprogramkan akan membantu

atau tidak membantu

8) Kerumitan , efek samping yang diajukan

9) Warisan budaya tertentu yang membuat kepatuhan menjadi sulit

dilakukan

10) Tingkat kepuasan dan kualitas serta jenis hubungan dengan

penyediaan layanan kesehatan

f. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Ketidakpatuhan menurut Rantucci (2009) terjadi karena

ketiga faktor, antara lain:

1) Faktor pasien

a) Ketidak seriusan pasien terhadap penyakitnya.

b) Ketidakpuasan terhadap hasil terapinya.

c) Kurangnya dukungan dari keluarga terkait pelaksanaan

terapi.

2) Faktor komunikasi

a) Tingkat pengawasan tim kesehatan

46
b) Kurang penjelasan yang lengkap, tepat, dan jelas.

c) Interaksi dengan petugas kesehatan sedikit atau tidak sama

sekali.

3) Faktor perilaku

a) Munculnya efek yang merugikan.

b) Hambatan fisik atau biaya untuk mendapatkan obat.

g. Cara-cara Meningkatkan Kepatuhan

Smet (2009) menyebutkan beberapa strategi yang dapat

dicoba untuk meningkatkan kepatuhan, antara lain:

1) Segi Penderita

Usaha yang dapat dilakukan penderita diabetes mellitus

untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani pengobatan

yaitu:

a) Meningkatkan kontrol diri.

Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya untuk

meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan,

karena dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderita

akan semakin meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani

pengobatan. Kontrol diri dapat dilakukan meliputi kontrol

berat badan, kontrol makan dan emosi.

47
b) Meningkatkan efikasi diri.

Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang

penting dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri

mereka sendiri untuk dapat mematuhi pengobatan yang

kompleks akan lebih mudah melakukannya.

c) Mencari informasi tentang pengobatan.

Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan

dengan kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk

mencari informasi mengenai penyakitnya dan terapi

medisnya, informasi tersebut biasanya didapat dari berbagai

sumber seperti media cetak, elektronik atau melalui program

pendidikan di rumah sakit. Penderita hendaknya benar-benar

memahami tentang penyakitnya dengan cara mencari

informasi penyembuhan penyakitnya tersebut.

d) Meningkatkan monitoring diri.

Penderita harus melakukan monitoring diri, karena

dengan monitoring diri penderita dapat lebih mengetahui

tentang keadaan dirinya seperti keadaan gula dalam

darahnya, berat badan, dan apapun yang dirasakannya.

2) Segi Tenaga Medis

Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar

penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani

pengobatan antara lain:


48
a) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter.

Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan

adalah memperbaiki komunikasi antara dokter dengan

pasien. Ada banyak cara dari dokter untuk menanamkan

kepatuhan dengan dasar komunikasi yang efektif dengan

pasien.

b) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien tentang

penyakitnya dan cara pengobatannya.

Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang

yang berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang

ia katakan secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah

atau benar.

c) Memberikan dukungan sosial.

Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi

dukungan sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam

memberikan dukungan kepada pasien, karena hal tersebut

juga akan meningkatkan kepatuhan. Dukungan tersebut bisa

diberikan dengan bentuk perhatian dan memberikan

nasehatnya yang bermanfaat bagi kesehatannya.

d) Pendekatan perilaku.

Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan

agar dapat mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan

perilaku kepatuhan. Dokter dapat bekerja sama dengan


49
keluarga pasien untuk mendiskusikan masalah dalam

menjalani kepatuhan serta pentingnya pengobatan.

3. Kualitas Hidup

a. Pengertian

Kualitas hidup adalah ukuran konseptual atau operasional

yang sering digunakan dalam situasi penyakit kronik sebagai cara

untuk menilai dampak terapi pada pasien. Pengukuran konseptual

mencakup kesejahteraan, kualitas kelangsungan hidup, kemampuan

seseorang untuk secara mandiri melalukan kegiatan sehari-hari

(Brooker, 2009).

Menurut World Health Organization Quality of Life

(WHOQOL) kualitas hidup di definisikan sebagai persepsi individu

terhadap posisinya, dan berhubungan dengan tujuan, harapan,

standar dan minat. Definisi ini merupakan konsep yang sangat luas,

menggabungkan kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan personal dan

hubungannya dengan lingkungan (WHO, 2009).

Kualitas hidup merupakan persepsi subjektif dari individu

terhadap kondisi fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan dalam

kehidupan sehari-hari yang dialaminya (Urifah, 2012).

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa

Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang luas dan dipengaruhi


50
secara kompleks oleh kesehatan fisik individu yang bersangkutan,

keadaan psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial,

kepercayaan pribadi dan hubungan individu tersebut dengan

lingkungannya.

b. Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran HRQOL (Health Related Quality of Life) dapat

digunakan beberapa instrumen yang telah dibuat dan digunakan

untuk mengevaluasi HRQOL. Tidak ada instrumen yang paling

baik, tetapi masing masing instrumen dibuat kesesuaiannya dengan

tujuan yang ingin dicapai (Cramer & Spilker 2008).

Instrumen yang bisa digunakan untuk mengukur kualitas

hidup yaitu, The Medical Outcomes Study Short Form (SF-36)

Health Survey. The Medical Outcomes Study Short Form (SF-36)

digunakan untuk menilai status kesehatan sesuai dengan tujuan yang

di inginkan. SF-36 menggunakan 8 subvariabel kualitas hidup

menurut Ware & Sherbourne (2009) yang meliputi:

1) Fungsi Fisik

Katagori tentang aktifitas yang mungkin dikerjakan

selama hari-hari tertentu seperti:

a) Aktifitas yang penuh semangat, seperti lari, mengangkat

benda-benda yang berat, aktif dalam olah raga yang berat-

berat.
51
b) Aktifitas sedang, seperti menggeser meja, mendorong mesin

pembersih debu, main bola gelinding, atau main golf.

c) Mengangkat atau membawa barang belanjaan

d) Menaiki beberapa anak tangga

e) Menaiki satu anak tangga

f) Melenturkan badan, berlutut, atau membungkuk

g) Berjalan kaki sejauh lebih dari satu mil

h) Berjalan kaki beberapa blok (perumahan)

i) Berjalan kaki sejauh satu blok (perumahan)

j) Mandi atau berpakaian sendiri.

2) Keterbatasan Fisik

Kondisi atau masalah yang berkaitan dengan pekerjaan

atau dengan aktifitas sehari-hari sebagai dampak dari kesehatan

fisik seperti:

a) Mengurangi jumlah waktu yang pergunakan dalam

pekerjaan atau dalam aktifitas lainnya.

b) Melaksanakan kurang dari apa yang diinginkan.

c) Terbatasnya aktifitas dalam setiap jenis pekerjaan atau

dalam aktifitas lainnya.

d) Kesulitan dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau aktifitas

lainnya (misalnya, memerlukan tenaga ekstra).

52
3) Rasa Sakit

Kondisi atau rasa sakit secara fisik selama empat minggu

terakhir dan seberapa jauh rasa sakit mengganggu pekerjaan

rutin (termasuk pekerjaan diluar rumah dan pekerjaan rumah

tangga).

4) Kesehatan Secara Umum

Kondisi kesehatan secara umum, dibandingkan dengan

keadaan setahun yang lalu, bagaimana rata-rata kesehatannya

secara umum,pernyataan benar atau salah jika dibandingkan

dengan seseorang yang mudah sekali jatuh sakit dengan orang

lain, saya sama sehatnya dengan setiap orang yang saya kenal,

saya mengharapkan kesehatan saya bertambah buruk, kesehatan

saya baik sekali.

5) Vitalitas

Pertanyaan-pertanyaan ini adalah tentang bagaimana

anda merasa dan bagaimana segala sesuatunya berkaitan dengan

anda selama empat minggu terakhir. Setiap pertanyaan, berikan

sebuah jawaban yang paling dekat dengan cara anda

merasakannya seperti: merasa penuh semangat, memiliki banyak

energi (tenaga), merasa keletihan atau merasa letih.

6) Fungsi Sosial

Yang perlu dikaji dari fungsi fisik adalah seperti selama

empat minggu terakhir, sejauh mana kesehatan fisik ataupun

53
masalah emosional yang mengganggu aktifitas secara normal

bersama keluarga, teman-teman, para tetangga, ataupun bersama

kelompok masyarakat lainnya dan dalam empat minggu terakhir

ini, seberapa sering kesehatan fisik atau masalah-masalah

emosional mengganggu aktifitas sosial (seperti mengunjungi

teman- teman, sanak keluarga, dan lain-lain).

7) Keterbatasan Emosional

Yang perlu ditanyakan dalam konsep keterbatasan

emosional seperti selama empat minggu terakhir, masalah yang

dialami dengan pekerjaan atau dengan aktifitas sehari-hari

sebagai dampak dari masalah emosional (seperti perasaan

tertekan atau rasa cemas), mengurangi jumlah waktu yang

dipergunakan dalam pekerjaan atau dalam aktifitas lainnya,

melaksanakan kurang dari apa yang di inginkan dan melakukan

pekerjaan atau aktifitas lainnya tidak secermat seperti biasanya.

8) Kesehatan Mental

Pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan

kesehatan mental ini adalah tentang bagaimana perasaan dan

bagaimana segala sesuatunya berkaitan selama empat minggu

terakhir seperti: seberapa sering selama empat minggu terakhir,

merasakan menjadi seorang yang mudah gugup, merasakan

sangat terpuruk sehingga tidak ada yang bisa menggembirakan

hati, merasakan ketenangan dan kedamaian, merasa sedih dan

murung, merasakan menjadi seorang yang berbahagia.

54
Penelitian ini akan menggunakan kuesioner WHOQOL-

BREF (kuesioner terlampir) untuk menilai kualitas hidup pasien

DM. Kuesioner WHOQOL-BREF terdiri dari 26 butir pertanyaan

yang menilai 4 domain kualitas hidup. Domain kualitas hidup pada

kuesioner WHOQOL-BREF dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Domain penilaian kualitas hidup (WHOQOL-BREF)


No. Domain Aspek Yang Dinilai
1. Kesehatan Fisik Aktivitas sehari-hari
Ketergantungan terhadap substansi obat dan
bantuan medis
Energi dan kelelahan
Mobilitas Nyeri dan ketidaknyamanan
Tidur dan istirahat
Kemampuan bekerja
2. Psikologis Gambaran diri (Bodily Image) dan penampilan
Perasaan negatif
Perasaan positif
Self-esteem
Spiritualitas, agama dan keyakinan pribadi
Berpikir, belajar, ingatan dan konsentrasi
3. Hubungan Sosial Hubungan personal
Dukungan sosial
Aktivitas seksual
4. Lingkungan Sumber daya finansial
Kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan
Perawatan kesehatan dan sosial: kemudahan
akses dan kualitas
Lingkungan tempat tinggal
Kesempatan untuk mendapatkan informasi baru
dan keterampilan
Partisipasi dan kesempatan untuk rekreasi /
aktivitas di waktu luang
Lingkungan fisik (polusi, bising, lalu lintas, dan
cuaca)
Transportasi
Sumber: WHOQOL-BREF Introduction, Administration, Scoring and
Generic Version of the Assessment (1996)

55
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup

1) Usia

Menurut Smeslter & Bare (2010), DM tipe 2 merupakan

jenis DM yang paling banyak jumlahnya yaitu sekitar 90 – 95%

dari seluruh penyandang DM dan banyak dialami oleh dewasa

diatas 40 tahun. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada DM

tipe 2 cenderung meningkat pada usia (45-65 tahun), riwayat

obesitas dan adanya faktor keturunan.

2) Jenis kelamin

Diabetes memberika efek yang kurang baik terhadap

kualitas hidup.Wanita memiliki kualitas hidup yang lebih rendah

dibandingkan dengan pasien laki-laki secara bermakna (Gautama

et al 2009).

3) Status pernikahan

Keberadaan pasangan yang selalu mendampingi dan

memberikan dukungan ataupun bantuan saat pasien mengalami

masalah-masalah terkait kondisi kesehatannya, maka pasien akan

merasa lebih optimis dalam menjalani kehidupannya. Hal

tersebut akan mempengaruhi keseluruhan aspek pada kualitas

hidupnya. Oleh karena itu, kualitas hidup pasien dengan status

menikah(mempunyai pasangan) lebih baik.

4) Lama menderita DM

Rusli (2011) menyatakan bahwa seseorang yang sedang

mengalami penyakit kronis dalam waktu yang lama akan


56
mempengaruhi pengalaman dan pengetahuan individu tersebut

dalam pengobatan DM.

5) Tingkat pendidikan

Kualitas hidup (QOL) yang rendah juga signifikan

berhubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah dan

kebiasaan aktifitas fisik yang kurang baik (Gautama et al 2009).

Pendidikan merupakan faktor yang penting pada pasien DM

untuk dapat memahami dan mengatur dirinya sendiri.

6) Status sosial ekonomi

Kualitas hidup yang rendah juga berhubungan dengan

sosial ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan yang rendah

(Gautama et al 2009).

57
B. Kerangka Teori

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme

kronis yang ditandai dengan peningkatan glukosa darah (hiperglikemia)

disebabkan karena ketidak seimbangan secara supplai dan kebutuhan insulin.

Keberhasilan suatu pengobatan baik secara primer maupun sekunder, sangat

dipengaruhi oleh kepatuhan penderita DM untuk menjaga kesehatannya.

Tujuan pengobatan pada DM adalah untuk mengendalikan kadar gula darah

dan meningkakan kualitas hidup penderita DM. Salah satu caranya dengan

pengaturan diet .

Adapun kerangka teori dapat dijabarkan sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan:


1. Faktor intrinsik :
a. Motivasi
b. Keyakinan
Penatalaksanaan DM: c. Sikap dan kepribadian
1. Diet d. Pendidikan
2. Latihan Jasmani e. Pemahaman terhadap instruksi
3. Edukasi/Penyuluhan 2. Faktor ekstrinsik :
4. Farmakologi/Terapi a. Dukungan sosial
Obat b. Dukungan dari professional kesehatan
5. Monitoring c. Perubahan model terapi

Kepatuhan
Penderita DM
Diet

Tidak Patuh Patuh


Terjadi Komplikasi Kualitas Hidup

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber: IDF (2013), PERKENI (2015)

58
C. Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah abstraksi dari suatu realistas agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antar variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti)

(Nursalam, 2013).

Kualitas Hidup
Kepatuhan Diet
Penderita DM

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan: Keterangan:


1. Faktor intrinsik :
a. Motivasi : Tidak diteliti
b. Keyakinan
c. Sikap dan kepribadian : Diteliti
d. Pendidikan
e. Pemahaman terhadap instruksi
2. Faktor ekstrinsik :
a. Dukungan sosial
b. Dukungan dari professional kesehatan
c. Perubahan model terapi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban atau dugaan sementara yang

kebenarannya perlu diteliti lebih lanjut (Notoatmodjo, 2012). Hipotesis

penelitian ini adalah:

H0 : Tidak ada hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada

penderita Diabetes Mellitus.

H1: Ada hubungan kepatuhan diet dengan kualitas hidup pada

penderita Diabetes Mellitus.


59
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan

peneltian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman peneliti pada

seluruh proses penelitian (Nursalam, 2011). Penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain deskripsi

korelasi dengan pendekatan cross sectional. Desain penelitian deskripsi

korelassi yaitu penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan/korelasi

antara faktor-faktor resiko dengan efek. Pendekatan cross sectional yaitu

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya di observasi sekali saja dan

pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat

pemeriksaan (Notoatmodjo, 2012).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Waktu penelitian merupakan rencana tentang waktu yang akan

dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan. Penelitian ini akan

dilaksanakan sesuai dengan rencana jadwal penelitian yaitu pada bulan

Desember 2019.

60
2. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah rancangan tentang tempat yang akan

digunakan oleh peneliti dalam melaksanakan kegiatan penelitiannya.

Tempat penelitian ini akan dilaksanakan Di Puskesmas Kembaran 1 Kab.

Banyumas.

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Notoatmodjo, 2012).

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh

lansia yang mederita Diabetes Mellitus di Puskesmas Kembaran 1, Kab.

Banyumas yaitu sebanyak 110 lansia.

2. Sampel

Sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih atau diambil dari

suatu populasi. Dalam penelitian keperawatan kriteria sampel meliputi

kriteria inklusi dan eksklusi, dimana kriteria itu menentukan dapat atau

tidaknya sampel tersebut digunakan (Notoatmodjo, 2012).

61
Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut. Jika populasi terlalu besar peneliti tidak memungkinkan

mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan

dana, tenaga dan waktu, maka peneliti menggunakan sampel itu. Apa yang

dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk

populasi itu sendiri. Sampel yang diambil dari populasi harus betul

representatif (mewakili) (Sugiyono, 2011).

a. Besar Sampel

Penentukan besar sampel dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan rumus Slovin, yaitu sebagai berikut:

N
𝑛=
1 + (𝑑2 )

Keterangan :

n = besar ukuran sampel

N = besar populasi

d2 = tingkat kepercayaan / ketetapan yang diinginkan (10%)

Berdasarkan rumus di atas dapat dihitung jumlah sampel

penelitian sebagai berikut :

b. Kriteria Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini akan ditetapkan

dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi, yaitu sebagai

berikut:kriteria sebagai berikut :

62
n = 110

1 + 0,05

= 110

1,05

= 104

Jadi, responden dalam penelitian ini adalah lansia yang

mendrita Diabetes Mellitus sebanyak 104 responden.

1) Kriteria inklusi

Kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri yang perlu

di penuhi oleh setiap anggota populasi yang di ambil sebagai

sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a) Lansia yang menderita Diabetes Mellitus

b) Sehat jasmani dan rohani

c) Bersedia menjadi responden penelitian.

2) Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri anggota

populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,

2012). Adapun kriteria eksklusi yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah:

a) Responden yang telah bersedia menjadi responden tetapi tidak

hadir saat dilakukan penelitian.

63
b) Responden yang tiba-tiba menolak menjadi responden saat

penelitian berlangsung karena alasan tertentu.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel.

Penentuan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat

berbagai teknik sampling yang digunakan (Sugiyono, 2011).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah probability sampling cara pengambilan sampel random sederhana

(Simple Random Sampling) yaitu suatu proses pengambilan sampel

dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota

populasi untuk menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011).

D. Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

1. Variabel Penelitian

Variabel menunjukkan atribut dari sekelompok orang atau objek

yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok

itu (Saryono, 2011). Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri

yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan

yang dimiliki oleh kelompok yang lain (Notoatmodjo, 2012). Variabel

penelitian ini, yaitu:

64
a. Variabel bebas (Independent)

Variabel bebas (Independent) merupakan variabel yang

menjadi sebab perubahan timbulnya terjadi suatu perubahan atau

timbulnya variabel terikat (Dependent). Variabel bebas (Independent)

dalam penelitian ini adalah kepatuhan diet.

b. Variabel terikat (Dependent)

Variabel terikat (Dependent) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel

terikat (Dependent) dalam penelitian ini adalah kualitas hidup

penderita DM.

2. Definisi Operasional Penelitian

Definisi Operasional adalah ukuran tentang batasan variabel yang

dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang

bersangkutan. Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan serta mengembangkan instrumen (alat ukur) (Nursalam,

2011).

Variabel dalam penelitian ini yang akan didefinisikan secara

operasional dapat dijelaskan sebagai berikut :

65
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Definisi
No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1. Kepatuhan Ketaatan pasien DM Kuesioner 1. Tidak Patuh Ordinal
Diet dalam penatalaksanaan Ketaatan pasien Jika skor 32 - 80
diet dalam: jenis 2. Patuh
makanan, Jika skor >80 - 128
jadwal
Persepsi pasien DM waktu, jumlah
tentang standar dan kalori
harapan hidup yang 1. Buruk Ordinal
2. Kualitas meliputi dimensi fisik, Kuesioner Jika skor 26 - 61
Hidup dimensi, psikologis, 2. Sedang
Penderita dimensi hubungan sosial WHOQOL– Jika skor > 61 - 96
DM dan dimensi lingkungan BREF 3. Baik
Jika skor > 96 -
130

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuisoner, yaitu

pertanyaan tertulis yang di gunakan untuk memperoleh informasi dari

responden dalam arti tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui

(Arikunto, 2010).

Penelitian ini terdiri 2 (dua) kuesioner , yaitu kuesioner berkaitan

dengan kepatuhan diet dalam bentuk pertanyaan tertutup sebanyak 10

pertanyaan, dan kuesioner berkaitan dengan kualitas hidup dalam bentuk

pertanyaan tertutup sebanyak 30 pertanyaan.

1. Kuesioner Kepatuhan Diet

Pertanyaan-pertanyaan kuesioner kepatuhan diet berisi 32

pertanyaan yang akan disajikan dalam dua arah yaitu positif (+) dan

negatif (-). Hal ini sesuai dengan pola yang dikembangkan oleh Likert,

yang sering disebut skala Likert. Skala dalam pertanyaan ini mempunyai
66
empat tingkat jawaban mengenai kesesuaian responden terhadap isi

pernyataan itu.

Pertanyaan pada kuesioner ini berisi pernyataan positif (favorable)

dan negatif (unfavorable). Pernyataan positif (favorable) yaitu pertanyaan

yang memihak objek penelitian, sedangkan pernyataan negatif

(unfavorable) yaitu pernyataan yang tidak memihak objek penelitian.

Tabel. 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner Kepatuhan Diet


No. Item
Variabel Aspek
F (+) UF (-) Total

Tepat Jadwal Makan 1,2,3 4 4

5,6,7,8 11,12,13
Tepat Jenis Makanan 11
9,10 14,15
Kebutuhan Diet
16,17,18
19,20,21
22,23,24
Tepat Jumlah Kalori 32 17
25,26,27
28,29,30
31

2. Kuesioner Kualitas Hidup

Kuesioner kualitas hidup mengacu pada World Health

Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF) Pertanyaan-pertanyaan

kuesioner kualitas hidup berisi 26 pertanyaan yang akan disajikan dalam

dua arah yaitu positif (+) dan negatif (-). Hal ini sesuai dengan pola yang

dikembangkan oleh Likert, yang sering disebut skala Likert. Skala dalam

pertanyaan ini mempunyai lima tingkat jawaban mengenai kesesuaian

responden terhadap isi pernyataan itu.

Pertanyaan pada kuesioner ini berisi pernyataan positif (favorable)

dan negatif (unfavorable). Pernyataan positif (favorable) yaitu pertanyaan

67
yang memihak objek penelitian, sedangkan pernyataan negatif

(unfavorable) yaitu pernyataan yang tidak memihak objek penelitian.

Tabel. 3.3 Kisi-Kisi Kuesioner Kualitas Hidup


No. Item
Variabel Aspek
F (+) UF (-) Total
10,15,16
Kesehatan Fisik 1,2,3,4 9
17,18
5,6,7,11
Psikologis 26 6
19
Kualitas Hidup
Hubungan Sosial 20,21,22 3
8,9,12,13
Lingkungan 14,23,24 8
25

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2011) merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data.

1. Teknik wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan

makna dalam suatu topik tertentu.

2. Teknik pengamatan/observasi merupakan suatu proses yang kompleks,

suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan.

3. Teknik dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,

sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.

68
Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan

lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat

berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam

penelitian kualitatif.

4. Triangulasi, dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai

teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan teknik wawancara dengan menggunakan data primer yang

diperoleh dari individu atau perseorangan seperti data demografi

responden, kuesioner tentang penggunaan media sosial, kuesioner tentang

religiusitas, dan kuesioner tentang agresifitas.

G. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

a. Metode Pengolahan data

Sebelum melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus

dilakukan terlebih dahulu guna mendapatkan data yang valid

(Sugiyono, 2011). Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya

adalah pengolahan data. Pengolahan data dilakukan secara manual

disajikan dalam bentuk tabel dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Penyuntingan (Editing),

Memeriksa data yang telah di cantumkan dalam cheks list.

Peneliti akan meneliti kembali jawaban yang ada serta kelengkapan

69
data cheks list yang di isi bila terjadi kekurangan atau

ketidakseimbangan dapat di lengkapi atau di sesuaikan.

2) Pemberian Kode (Coding)

Coding adalah menyederhanakan jawaban atau data yang

dilakukan dengan memberikan suatu simbol tertentu dalam hal ini

peneliti memberikan kode untuk setiap jawaban yang ada.

Pemberian kode (Coding) dalam penelitian ini meliputi:

a) Kepatuhan Diet : Kode 1, jika tidak patuh

Kode 2, jika patuh

b) Kualitas Hidup : Kode 1, jika sangat buruk

Kode 2, jika buruk

Kode 3, jika sedang

Kode 4, jika baik

Kode 5, jika sangat baik

3) Skor (Scoring)

a) Kepatuhan diet

Prosentase digunakan untuk memberikan skor pada

kuesioner “kepatuhan diet” yakni menggunakan 4 tingkatan

sesuai dengan skala Likert dengan skor terendah 1 dan skor

tertinggi 4 dengan jumlah pertanyaan 32 item, maka dapat

dibuat kriteria dibawah ini:

Nilai maksimum = 4 x 32 = 128

Nilai minimum = 1 x 32 = 32

Rentangan nilai = 128 - 32 = 96

70
Banyaknya kriteria “kepatuhan diet” ada 2 yaitu tidak patuh,

dan patuh.

Interval = Rentang nilai : Banyaknya kriteria

= 96 : 2

= 48

Didapatkan interval 48 dan nilai minimum adalah 32, maka

dapat ditentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel. 3.4 Kriteria Penilaian Kepatuhan Diet


Interval Kategori
32 - 80 Tidak patuh
> 80 - 128 Patuh

b) Kualitas Hidup

Prosentase digunakan untuk memberikan skor pada

kuesioner “Kualitas Hidup” yakni menggunakan 5 tingkatan

sesuai dengan skala Likert dengan skor terendah 1 dan skor

tertinggi 5 dengan jumlah pertanyaan 26 item, maka dapat

dibuat kriteria dibawah ini:

Nilai maksimum = 5 x 26 = 130

Nilai minimum = 1 x 26 = 26

Rentangan nilai = 130 - 26 = 104

Banyaknya kriteria “kualitas hidup” ada 3 yaitu buruk, sedang,

dan baik.

Interval = Rentang nilai : Banyaknya kriteria

= 104 : 3

= 34,67 ≈ 35

71
Didapatkan interval 35 dan nilai minimum adalah 26, maka

dapat ditentukan kriteria sebagai berikut :

Tabel. 3.5 Kriteria Penilaian Kualitas Hidup


Interval Kategori
26 - 61 Buruk
> 61 - 96 Sedang
> 96 - 130 Baik

4) Tabulasi (Tabulating)

Tabulating adalah mengelompokkan data ke dalam suatu

tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan

tujuan penelitian. Peneliti memasukkan data hasil Cheks list yang

sudah di isi dari responden dalam bentuk tabel.

5) Memasukkan Data (Processing)

Jawaban dari responden yang telah diterjemahkan menjadi

bentuk angka, maka langkah selanjutnya adalah memproses data

agar dapat dianalisis. Data yang sudah dikumpulkan dalam tabel

penelitian kemudian dianalisa menggunakan program Statistical

Product and Service Solutions (SPSS versi 24).

6) Pembersihan Data (Cleaning)

Pembersihan data merupakan kegiatan pemeriksaan

kembali data yang sudah dikumpulkan dan diedit, apakah ada

kesalahan atau tidak.

b. Uji Instrumen Penelitan

Instrumen penelitian memegang peran penting dalam penelitian

kuantitatif karena kualitas data yang digunakan dalam banyak hal

ditentukan oleh kualitas instrument yang dipergunakan. Artinya, data


72
yang bersangkutan dapat mewakili dan atau mencerminkan keadaan

sesuatu yang diukur pada diri subjek penelitian dan si pemilik data.

Untuk itu peneliti kuantitatif harus berfikir bagaimana memperoleh

data seakurat mungkin dari subjek penelitian sehingga data-data itu

dapat dipertangungjawabkan dari pada berfikir teknik statistik apa

yang akan dipergunakan untuk mengolahnya (Sugiyono, 2011).

1) Uji Validitas

Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan

tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu

instrumen dikatakan valid jika nilai rhitung > rtabel (Sugiyono, 2011).

Uji validitas dilakukan dengan rumus Korelasi Product Moment.

Keterangan :

r = Koefisien Kolerasi Product Moment

x = Pertanyaan

y = Skor total

n = Jumlah populasi

xy = Skor nilai dari pertanyaan di kali skor total

2) Reliabilitas

Uji reliabilitas untuk kuesioner menggunakan rumus Alpha

Cronbach’s. Menurut Arikunto (2010) rumus Alpha Cronbach’s

dapat diuraikan sebagai berikut :


𝑘 ∑ 𝜎𝑏2
r11 = ( )(1 − )
𝑘−1 𝜎2𝑡

73
Keterangan :

r11 : Reliabilitas instrument

k : Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

⅀ σb2 : Jumlah varians butir

σ1 2 : Varians total

Kriteria pengujian :

Jika r hitung > r tabel, berarti kuesioner reliabel

Jika r hitung ≤ r tabel, berarti kuesioner tidak reliabel

Tabel 3.6 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α)


Alpha (α) Tingkat Reliabilitas
< 0,40 Reliabilitas Rendah
0,40 – < 0,60 Reliabilitas Sedang
0,60 - < 0,80 Reliabilitas Tinggi
0,80 – 1,00 Reliabilitas Sangat Tinggi
Sumber: Riwidikdo, H. (2013)

2. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Analisa Univariat

Menurut Notoatmodjo (2012), analisa univariat dilakukan

terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa ini pada umumnya

hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel. Data

yang ada di kelompokan dan di katagorikan dengan sebuah skala

tertentu kemudian dicari kelompok responden dengan katagori tertentu

yang jumlah respondennya terbanyak dan paling sedikit.

74
b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisa bivariat

dalam penelitian ini menggunakan analisa data korelasi Spearman’s

Rank (skala variabel ordinal). Keputusan yang diambil dengan

Confidental Interval (CI) yang digunakan adalah 95% atau dengan

derajaat kemaknaan 5% (α=0,05). Apabila p value < α = 0,05 maka

ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel yang diteliti dan

H1 diterima, apabila p value > α = 0,05 maka tidak ada hubungan yang

signifikan antara kedua variabel yang diteliti dan H0 diterima (Hidayat,

2011). Jika hitung ≥ tabel maka H0 ditolak H1 diterima artinya

signifikan dan jika hitung ≤ tabel maka H0 diterima H1 ditolak

artinya tidak signifikan.

Kriteria tingkat hubungan (koefisien korelasi) antar variabel

berkisar antara ± 0,00 sampai ± 1,00. Adapun kriteria penafsirannya

adalah sebagai berikut:

1) 0,00 sampai 0,20 artinya : hampir tidak ada korelasi

2) 0,21 sampai 0,40 artinya : korelasi rendah

3) 0,41 sampai 0,60 artinya : korelasi sedang

4) 0,61 sampai 0,80 artinya : korelasi tinggi

5) 0,81 sampai 1,00 artinya : korelasi sempurna

6)

H. Rencana Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan, adalah sebagai berikut:

75
1. Tahap Persiapan

a. Mengajukan pengajuan judul penelitian dan konsultasi penelitian

b. Melakukan studi pendahuluan

c. Studi pustaka, penyusunan proposal, dan seminar proposal

2. Tahap Pelaksanaan

a. Mengurus surat ijin penelitian.

b. Melakukan pengumpulan data sesuai sampel yang sudah diperoleh.

3. Tahap Akhir

a. Melakukan pengolahan dan analisa data

b. Menyusun laporan hasil penelitian dan kesimpulan

c. Mempresentasikan hasil penelitian

I. Etika Penelitian

Masalah etika pada penelitian yang menggunakan subjek manusia

menjadi isu sentral yang berkembang saat ini. Penelitian ilmu keperawatan,

karena hampir 90% subjek yang dipergunakan adalah manusia, maka peneliti

harus memahami prinsip-prinsip etika penelitian. Apabila hal ini tidak

dilaksanakan, maka peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang

kebetulan sebagai klien. Peneliti yang sekaligus juga perawat, sering

memperlakukan subjek penelitian seperti memperlakukan kliennya, sehingga

subjek harus menurut semua anjuran yang diberikan. Padahal pada

kenyataannya hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip etika

penelitian (Nursalam, 2011).

76
Peneliti akan melakukan penelitian ini dengan pendekatan etika sebagai

berikut:

1. Informed Concent (Lembar Persetujuan)

Sebelum calon responden diambil untuk menjadi responden,

responden yang termasuk dalam kriteria inklusi penelitian diberikan

informed consent, kemudian diberikan penjelasan tentang rencana, tujuan,

dan manfaat penelitian ini. Setelah calon responden setuju untuk menjadi

sampel dalam penelitian ini, maka responden menandatangani informed

consent sebagai tanda persetujuan.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Dokumen dalam penelitian ini, peneliti membuat kode dan inisial

yang berbeda-beda untuk responden, hanya peneliti yang tahu.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Peneliti menjamin kerahasiaan informasi yang telah diberikan

responden pada proses penelitian ini. Data ini hanya akan dipublikasikan

pada kalangan terbatas untuk mempertanggungjawabkan hasil penelitian.

4. Balancing harms and benefits (Kerugian dan Keuntungan)

Peneliti berusaha meminimalisir dampak yang merugikan pasien

dalam penelitian ini, diharapkan tidak akan terjadi sesuatu yang tidak

diinginkan diluar batas kemampuan peneliti. Pada penelitian ini tidak akan

menimbulkan bahaya apa-apa karena penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan penggunaan media sosial terhadap tingkat

agresifitas responden.

77
5. Respect of Person (Menghormati)

Peneliti menghormati martabat pasien sebagai individu

sebagaimana manusia yang memiliki otonomi yaitu hak untuk menentukan

diri sendiri. Apabila dipertengahan penelitian terjadi responden

mengundurkan diri, maka peneliti menghormati sebagai hak responden

dan peneliti akan mencari responden lain yang sesuai dengan kriteria

inklusi dalam penelitian ini.

78
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (2013). Diagnosis And Clasification of Diabetes


Mellitus. Diabetes mellitus Care 27(SI)5-10

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta

Arisman (2011). Obesitas Diabetes Mellitus Dan Displidemia: Konsep, Teori,


Dan Penanganan Aplikatif Seri Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.

Bararah, T & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan : Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Professional Jilid 1. Jakarta: Prestasi pustaka

Brunner & Suddarth (2010). Texbook Of Medical Surgical Nursing. Lippincot:


Williams & Wilkins

Carpenito, L. J. (2010). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi pada praktekklinis.


Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC.

Cramer & Spilker (2008). Medication compliance and persisten: terminology and
definitions. Value Health.

Dinkes Jateng (2014). Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah. Semarang: Dinas
Kesehatan Jawa Tengah

Dinkes Kabupaten Banyumas (2014). Profil Kesehatan Kabupaten Banyumas.


Banyumas: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas

Hasdianah (2012). Mengenal Diabetes Mellitus pada Orang Dewasa Dan Anak-
Anak Dengan Solusi Herbal. Jakarta: Nuha Medika

IDF (2013). IDF Diabetes Atlas. Brussels: International Diabetes Federation.


Diakses dari https://www.idf.org/

Kemenkes, RI. (2011). Infodatin (Pusat data dan Informasi Kementerian


Kesehatan RI) Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi, Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes, RI. (2013). Waspada Diabetes Mellitus Eat Well Live Well. Situasi
dan Analisa Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kiadaliri, A. (2013). Quality of Life in People With Diabetes: A Systematic
Review of Studies in Iran (Online)

Kozier, Y.C. (2010). Socioeconomic Status and Incidence of Type 2 Diabetes:


Results From The Black Women’s Health Study. American Journal of
Epidemiology (Online) Vol 171, No. 5 Hlm. 564-570 Diakses dari
http://aje.oxfordjournals.org diakses pada 25 April 2014).

Larasati, T. A. (2012). Kualitas Hidup Pasien Diabete Mellitus Tipe 2 di RS


Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Volume 2. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka

Mandagi, A. M. (2010). Faktor yang Berhubungan dengan Status Kualitas Hidup


Penderita Diabetes Mellitus (Studi di Puskesmas Pakis Kecamatan
Sawahan Kota Surabaya). Tesis. Tidak di Publikasi

Niven, N. (2009). Psikologi Kesehatan. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam (2011). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Perkeni (2015). Konsesus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2


di Indonesia. Jakarta: PB. Perkeni

Phitri, H.E. & Widiyaningsih. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Dan Sikap
Penderita Diabetes Mellitus Dengan Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus
Di Rsud Am. Parikesit Kalimantan Timur. Jurnal Keperawatan Medikal
Bedah .1 (1), 58-74.

Potter, P., A., dan Perry, A., G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 volume 2. Jakarta: EGC

Putri, NHK & Isfandiari, AM (2013). Hubungan Empat Pilar Pengendalian Dm


Tipe 2 Dengan Rerata Kadar Gula Darah, Jurnal Berkala Epidemiologi,
vol. 1, no. 2, pp. 234-243.

Rantucci, M. J. (2009). Komunikasi Apoteker Pasien: Panduan Konseling Pasien


(Edisi 2). Penerjemah: A.N Sani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Riyadi & Sukarmin (2010). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin Pada Pankreas, Graha Ilmu,
Yogyakarta

Riwidikdo, H. (2013). Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi


Program R dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Saryono (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi


Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendikia

Silaban,S.D. (2013). Pengaruh Suhu dan Lama Perendaman Terhadap


Kandungan Total Asam, Kadar Gula, Serta Kematangan Buah Terung
Belanda (Cyphomandra Betalea Sent). Buletin Anatomi Dan Fisiologi
Volume XXII No.1

Smeltzer, C.S. & Bare, G.B. (2013). Bukur Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.
8 Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC

Smet, B. (2009). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT. Grasindo

Soegondo, S. (2013). Panduan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Bagi Dokter


dan Edukator Diabetes: Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta: Balai Pustaka FKUI

Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: CV.


Alfabeta

Sutrisno, M. (2012). Hubungan Tingkat Pengetahuan Pasien Dengan Kepatuhan


Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Unit Perawatan Umum
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto. Skripsi. Jakarta.
Universitas Esa Unggul

Tjokroprawiro, A. (2010). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta:


GPU

Turwoto (2012). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi


Pertama. Jakarta: Salemba Medika.

WHO, 2009). Diabetes Programme: Country And Regional Data. Diakses dari
http://who.int/media centre/fact sheet/fs312/en/.

WHO, 2012). Indroducting the WHOQL Instrumen. Diakses dari


http://who.int/media centre/fact sheet/fs312/en/.
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN

A. IDENTITAS RESPONDEN
1. Usia : ..........................................................................................
2. Jenis Kelamin : .......................................................................................…
3. Pendidikan : .......................................................................................…
4. Pekerjaan : .......................................................................................…
5. Lama DM : .......................................................................................…

B. KUESIONER PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL


Petunjuk pengisian kuesioner:
1. Isilah terlebih dahulu identitas responden
2. Kuesioner ini memberikan pertanyaan dengan jawaban dalam bentuk huruf
(SL, S, K dan TP)
3. Cara pengisisan:
Responden dipersilahkan untuk memilih jawaban yang dianggap paling
tepat atau paling sesuai dengan pendapat dan kondisi yang diketahui dengan
cukup memberikan tanda check list (√ ) pada kolom yang tersedia.
Keterangan:
SL : Selalu S : Sering
K : Kadang-kadang TP : Tidak pernah
Skala
Pernyataan
No.
SL S K TP
Tepat Jadwal
1. Apakah anda makan teratur minimal makan 3x sehari?
2. Apakah anda memperhatikan jadwal makan?
3. Apakah anda makan dengan jarak 3 jam?
4. Apakah anda makan lebih dari jadwal yang dianjurkan?
Tepat Jenis
5. Apakah anda makan sayur daun pepaya?
6. Apakah anda makan tahu?
7. Apakah anda makan tempe?
8. Apakah anda makan daging sapi?
9. Apakah anda menghindari buah jeruk manis?
10. Apakah anda makan pisang kapok?
11. Apakah anda makan sayur bayam merah?
12. Apakah anda makan sayur daun singkong?
13. Apakah anda makan sayur kacang panjang?
14. Apakah anda makan sayur nangka muda?
15. Apakah anda makan jagung muda?
Tepat Jumlah
Kebutuhan kalori : 1100-1300 kalori
16. Apakah anda makan nasi 60-100 gram setiap kali makan?
17. Apakah anda makan tempe 1-2 potong besar atau 2550
gram setiap kali makan?
18. Apakah anda makan tahu 1-2 biji besar atau 25-50 gram
setiap kali makan?
19. Apakah anda makan daging ayam 1-2 potong sedang atau
25-50 gram setiap kali makan?
Kebutuhan kalori :1500-1900 kalori
20. Apakah anda makan nasi ¾ gelas atau 200g setiap kali
makan?
21. Apakah anda makan tempe 1-3 potong besar atau 5075g
setiap kali makan?
22. Apakah anda makan tahu 1-3 biji besar atau 100g-200g
setiap kali makan?
23. Apakah anda makan daging ayam 1-2 potong sedang atau
50g-100g setiap kali makan?
Kebutuhan kalori :2100-2500 kalori
24. Apakah anda makan nasi 150-170 gram setiap kali makan?
25. Apakah anda makan tempe 1-3 potong besar atau 2580
gram setiap kali makan?
26. Apakah anda makan tahu 1-3 biji besar atau 25-80 gram
setiap kali makan?
27. Apakah anda makan daging ayam 1-2 potong sedang atau
25-50 gram setiap kali makan?
Kebutuhan kalori : 2700-2900 kalori
28. Apakah anda makan nasi 150-170 gram setiap kali makan?
29. Apakah anda makan tempe 1-3 potong besar atau 2580
gram setiap kali makan?
30. Apakah anda makan tahu 1-3 biji besar atau 25-80 gram
setiap kali makan?
31. Apakah anda makan daging ayam 1-3 potong sedang atau
40-80 gram setiap kali makan?
32. Apakah anda makan lebih banyak dari jumlah yang
ditentukan?
C. KUESIONER KUALITAS HIDUP (WHOQOL-BREF)
Petunjuk pengisian kuesioner:
1. Isilah terlebih dahulu identitas responden
2. Kuesioner ini memberikan pertanyaan dengan jawaban dalam bentuk huruf
3. Cara pengisisan:
Responden dipersilahkan untuk memilih jawaban yang dianggap paling
tepat atau paling sesuai dengan pendapat dan kondisi yang diketahui dengan
cukup memberikan tanda check list (√ ) pada kolom yang tersedia.
Bagian 1
Keterangan:
SB : Sangat Baik B : Baik BS : Biasa Saja BR : Buruk
SBR : Sangat Buruk
Skala
No. Pernyataan
SB B BS BR SBR
1. Bagaimana menurut anda kualitas hidup
anda ?
Bagian 2
Keterangan:
SM : Sangat Memuaskan M : Memuaskan BS : Biasa Saja
TM : Tidak Memuaskan STM : Sangat Tidak Memuaskan
Skala
No. Pernyataan
SM M BS TM STM
2. Seberapa puas anda terhadap kesehatan
anda ?
Bagian 3
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami
hal-hal berikut ini dalam 4 (empat) minggu terakhir.
Keterangan:
BL : Berlebihan SS : Sangat Sering SD : Sedang S : Sedikit
TS : Tidak Sama Sekali
Skala
No. Pernyataan
BL SS SD S TS
3. Seberapa jauh anda merasa penyakit
fisik menghalangi untuk beraktivitas ?
4. Seberapa sering anda membutuhkan
terapi medis untuk dapat berfungsi
dalam kehidupan seharihari anda ?
5. Seberapa banyakkah anda menikmati
hidup anda ?
6. Seberapa jauh anda merasa hidup anda
berarti? (bagi orang di sekitar anda)
7. Seberapa jauh anda mampu
berkonsentrasi ?
8. Secara umum, seberapa aman anda
rasakan dalam kehidupan anda sehari-
hari? (terbebas dari ancaman bahaya)
9. Seberapa sehat lingkungan dimana anda
tinggal (berkaitan dengan sarana dan
prasarana di rumah misalnya makanan,
sanitasi, dan kebersihan tempat tinggal)?

Bagian 4
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal
berikut ini dalam 4 minggu terakhir.
Keterangan:
SP : Sepenuhnya Dialami SR : Sering SD : Sedang S : Sedikit
TS : Tidak Sama Sekali
Skala
No. Pernyataan
SP SR SD S TS
10. Apakah anda memiliki cukup energi
untuk beraktivitas seharihari?
11. Apakah anda dapat menerima
penampilan tubuh anda ?
12. Apakah anda memiliki cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan anda?
13. Seberapa jauh ketersediaan informasi
bagi kehidupan anda dari hari ke hari?
14. Seberapa sering anda memiliki
kesempatan untuk bersenang-senang/
rekreasi?

Bagian 5
Keterangan:
SB : Sangat Baik B : Baik BS : Biasa Saja BR : Buruk
SBR : Sangat Buruk
Skala
No. Pernyataan
SB B BS BR SBR
15. Seberapa baik kemampuan anda dalam
bergaul ?
16. Seberapa puaskah anda dengan tidur
anda?
17. Seberapa puaskah anda dengan
kemampuan anda untuk menampilkan
aktivitas kehidupan anda sehari-hari ?
18. Seberapa puaskah anda dengan
kemampuan anda dalam bekerja ?
19. Seberapa puaskah anda terhadap diri
anda?
20. Seberapa puaskah anda terhadap
hubungan personal/sosial anda?
21. Seberapa puaskah anda dengan
kehidupan seksual anda?
22. Seberapa puaskah anda dengan
dukungan yang anda peroleh dari teman
anda ?
23. Seberapa puaskah anda dengan kondisi
tempat anda tinggal saat ini ?
24. Seberapa puaskah anda dengan akses
anda terhadap pelayanan kesehatan ?
25. Seberapa puaskah anda dengan
transportasi yang harus anda jalani ?
Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau
mengalami hal-hal berikut dalam 4 minggu terakhir.
Bagian 6
Keterangan:
SL : Selalu SR : Sering CS : Cukup Sering JR : Jarang
TP : Tidak Pernah
Skala
No. Pernyataan
SL SR CS JR TP
26. Seberapa sering anda memiliki perasaan
negatif seperti ‘feeling blue’ (kesepian),
putus asa, cemas, dan depresi?

Anda mungkin juga menyukai