Anda di halaman 1dari 17

Migrain with Aura

Devina Hendriyana Gunawan


102014039
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

Pendahuluan

Sakit kepala adalah salah suatu keluhan yang sering dikemukakan dalam praktek ilmu
penyakit saraf. Menurut International Headache Society (HIS), sakit kepala dibagi menjadi dua
kategori utama, yaitu sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala primer adalah
sakit kepala tanpa penyebab yang jelas dan tidak berhubungan dengan penyakit lain. Contohnya
adalah sakit kepala tipe tension, migraine, dan cluster. Sedangkan sakit kepala sekunder adalah
sakit kepala yang disebabkan oleh penyakit lain seperti akibat infeksi virus, adanya massa tumor,
cairan otak, darah, serta stroke.1,2

Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana
migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik. Selain sakit kepala yang
khas pada satu sisi kepala ( beberapa kasus bisa menyerang kedua sisi kepala ), bersamaan
dengan itu pasien juga merasakan gejala lain seperti gangguan pada penglihatan dan mual-mual.
Sebelum pasien merasakan sakit kepala migraine, terlebih dahulu mereka akan merasakan
semacam aura ( gejala peringatan akan timbulnya migraine ) seperti kepala terasa berdenyut-
denyut. 2,3

Anamnesis

Definisi anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara. Tujuannya adalah untuk mengetahui keluhan
yang dialami oleh pasien serta faktor-faktor pencetus yang menyebabkan keluhan terjadi.

Page 1 of 17
Pemeriksaan neurologik, yang terdiri atas anamnesis, rangkuman gejala pasien, dan
pembahasan mengenai keluhan terkait atau serupa pada anggota keluarga pasien, akan
memfokuskan pemikiran pemeriksa, mengarahkan pemeriksaan fisik dan menjadi kunci
penegakkan diagnosis. Pemeriksaan neurologis dipusatkan pada pemikiran mengapa penderita
sampai mencari bantuan medis. Informasi ini harus dicatat dengan memakai kata-kata pasien
sendiri, bukan dengan istilah diagnostik.

Anamnesis yang perlu kita tanyakan pada penderita dengan keluhan sakit kepala
diantaranya :

o Profil waktu (usia saat onset, waktu, frekuensi, pagi/siang/malam, lama sakit
kepala, berulang / tidak.
o Ciri-ciri sakit kepala (lokasi nyeri kualitas nyeri, seberapa hebat nyeri).
o Gejala penyerta (sebelum, selama dan setelah sakit kepala).
o Faktor yang memperberat (trauma, kondisi medis : post partum, HIV, obesitas,
keganasan; faktor pemicu : haid, stress, makanan, lingkungan; titik pemicu (trigger
zones) trigeminal neuralgia, aktivitas : batuk, bersin, angkat barang; obat-obatan.
o Faktor-faktor lain. Riwayat psikososial : penggunaan zat/substance, riwayat kerja
dan personal; riwayat psikologis : riwayat tidur, dampak nyeri kepala pada
kehidupan.3

Pada skenario didapati : nyeri kepala hebat dan berdenyut terjadi 5-6x perbulan,
keluhan tersebut telah dirasakan sejak 5 tahun yang lalu, tapi sekarang jadi bertambah berat.
Sakit kepala umumnya dirasakan pada sebelah kiri, berdenyut dan nyeri sekali. Sebelum sakit
penderita mual dan mata berkunang-kunang kira-kira 30 menit sebelum sakit kepala. Lama
serangan 5-7 jam, waktu serangna OS lebih suka tidur di kamar yang gelap dan sepi. Ibu dan
kakaknya sering sakit kepala. Biasanya nyeri kepalanya hilang dengan minum asam mefenamat,
tapi sekarang obat tersebut tidak efektif lagi. Sakit kepala timbul terutama sebelum mulai datang
bulan.

Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran dan keadaan umum.


2. Tanda vital: suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan.
3. Pemeriksaan fisik umum : kepala dan wajah, gigi, sinus, leher, jantung dan paru

Page 2 of 17
4. Pemeriksaan neurologis : status mental, saraf kranialis, rangsang meningeal, motorik,
sensorik.

Pada skenario didapati: pasien sadar, keadaan umum baik, TD 110/70 mmHg, nadi
74x, tidak demam. PF umum dalam batas normal, menarche pada usia 12 tahun, siklus haid
normal, BB dan TB dalam batas normal.

Pemeriksaan neurologis:

o Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+


o Tanda rangsang meningeal (-)
o N. Kranial N. III, IV, VI, VII, XII parese (-)
o Motorik : parese (-)
o Sensibilitas : baik
o Refleks fisiologis : normal
o Refleks patologis : negatif

Pemeriksaan Penunjang

 Lab darah : DPL : Hb 10,5; leukosist 9000, trombosit 230.000


 Radiologi : CT scan/MRI. MRI dan MR angiografi cerebral: dalam batas normal.

Diagnosis

Migraine. Menurut International Headache Society (IHS) migraine adalah nyeri kepala
vaskular berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Nyeri biasanya sesisi
(unilateral), sifatnya berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, diperberat oleh
aktivitas, dan dapat disertai dengan mual dan atau muntah, fotofobia, dan fonofobia.1,2

Diagnosis Kerja

Migraine with aura.

Page 3 of 17
Disebut juga classic migraine. Serangan berbentuk gejala neurologis fokal yang
reversible (aura). Serangna berkembang dalam 5-20 menit dan menetap <60 menit. Aura diikuti
nyeri kepala seperti migraine without aura. Aura biasanya gejala visual dan / atau sensorik dan/
atau wicara.4

Klasifikasi Migraine

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS) :2,3,4


1. Migren sederhana atau migren tanpa aura (common migraine)
 Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Pada anak-anak kurang dari 15 tahun,
nyeri kepala dapat berlangsung 20-48 jam
 Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini :
 Lokasi unilateral
 Kualitas berenyut
 Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
 Di perberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
 Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul :
 Mual atau muntah
 Fotofobia atau fonofobia

 Minimal terdapat satu dari berikut :


 Riwayat dan pemeriksaa fisik tidak mengarah pada kelainan lain
 Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (misalnya :
MRI atau CT Scan Kepala)
Diagnosis migren tanpa Aura :
Kriteria :
 2 dari 4 karakteristik grup A
 1 dari 2 karakteristik grup B

Page 4 of 17
Grup A Grup B
1. Terdapat nausea atau
1. Nyeri kepala unilateral vomit
2. Terdapat
2. Nyeri kepala berdenyut fotofobia/fonofobia
3. Nyeri sedang atau berat dan dapat
menghambat/ mambatasi kegiatan
4. Nyeri diperberat oleh aktivitas fisik
rutin,
seperti membungkuk atau naik
tangga

2. Migren dengan aura (classic migraine)2,4


 Terdiri dari empat fase yaitu fase : prodormal, fase aura, fase nyeri kepala dan
fase postdormal.
 Aura dengan minimal dua serangan sebagai berikut
 Satu gejala aura mengindikasikan disfungsi CNS fokal (mis; vertigo, tinitus,
penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata,
disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)
 Gejala aura timbul terhadap selama lebih dari 4 menit atau lebih gejala.
 Nyeri kepala
 Sama dengan migrain tanpa aura

Diagnosis migren dengan aura :


Kriteria :
3 dari 4 karakteristik
1. Satu atau lebih simptom aura reversibel
2. Simptom aura berlangsung lebih dari 4 menit
3. Aura yang tidak berakhir lebih dari 60 menit
4. Nyeri kepala mengikuti dalam 60 menit setelah aura berakhir
Page 5 of 17
3. Migren tipe lain2,3,4
 Migren with prolonged aura
Memenuhi kriteri migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60
menit dan kurang dari 7 hari.
 Basilar migren (Menggantikan basilar artery migriane)
Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sevagai
berikut : vertigo, tinitus, penurunan kesadaran, ataksia, gejala visual pada
hemifield kedua mata, disarteria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral
atau penurunan derajat kesadaran.
 Migraine aura without headache ( menggantikan migraine equivalent atau
achepalic migraine)
Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi tanpa di sertai nyeri kepala
 Childhood periodic syndromes yang bisa menjadi precursor atau berhubungan
dengan migren
 Benign paroxysmal vertigo of childhood
Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul
secara sporadis dalam waktu singkat .
Pemeriksaan neurologis normal
Pemeriksaan EEG normal
 Migraine infraction (menggantikan complicated migraine)
Telah memenuhi kriteria migren dengan aura
Serangan yang terjadi sama persis dengan serangan sebelumnya, akan tetapi
defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam 7 hari dan atau pada
pemeriksaan neuroimaging di dapatkan infrak iskemik di daerah yang sesuai.

Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai. Aura
merupakan gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat atau
setelah serangan nyeri kepala. 2,3,4

Page 6 of 17
Manifestasi Klinis5,6

1. Fase Prodormal. Fase ini dialami 40-60% penderita migraine. Gejalanya berupa
perubahan mood, irritable, depresi, atau euphoria, perasaan lemah, letih, lesu, tidur
berlebihan, menginginkan jenis makanan tertentu (seperti coklat) dan gejala lainnya.
Gejala ini muncul beberapa jam atau hari sebelum fase nyeri kepala. Fase ini memberi
pertanda kepada penderita atau keluarga bahwa akan terjadi serangan migraine.
2. Fase Aura. Aura adalah gejala neurologis fokal kompleks yang mendahului atau
menyertai serangan migraine. Fase ini muncul bertahap selama 5-20 menit. Aura ini
dapat berupa sensasi visual, sensorik, motorik, atau kombinasi dari aura-aura tersebut.
Aura visual muncul pada 64% pasien dan merupakan gejala neurologis yang paling
umum terjadi. Yang khas untuk migraine adalah scintillating scotoma (tampak bintik-
bintik kecil yang banyak), gangguan visual homonim, gangguan salah satu sisi lapang
pandang, persepsi adanya cahaya berbagai warna yang bergerak pelan (fenomena positif).
Kelainan visual lainnya adalah adanya scotoma (fenomena negatif) yang timbul pada
salah satu mata atau kedua mata. Kedua fenomena ini dapat muncul bersamaan dan
berbentuk zig-zag. Aura pada migraine biasanya hilang dalam beberapa menit dan
kemudian diikuti dengan periode laten sebelum timbul nyeri kepala, walaupun ada yang
melaporkan tanpa periode laten.
3. Fase Nyeri Kepala. Nyeri kepala migraine biasanya berdenyut, unilateral dan awalnya
berlangsung didaerah frontotemporalis dan ocular, kemudian setelah 1-2 jam menyebar
secara difus kea rah posterior. Serangan berlangsung selama 4-72 jam pada orang
dewasa, sedangkan pada anak-anak berlangsung selama 1-48 jam. Intensitas nyeri
bervariasi, dari sedang sampai berat, dan kadang sangat mengganggu pasien dalam
menjalani aktivitas sehari-hari.
4. Fase Postdormal. Pasien mungkin merasa lelah, irritable, konsentrasi menurun, dan
terjadi perubahan mood. Akan tetapi beberapa orang merasa “segar” atau euphoria
setelah terjadi serangan, sedangkan yang lainnya merasa depresi dan lemas.
Gejala diatas tersebut terjadi pada penderita migraine dengan aura, sementara pada
penderita migren tanpa aura, hanya ada 3 fase saja, yaitu fase prodormal, fase nyeri
kepala, dan fase postdormal.5,6

Page 7 of 17
Epidemiologi

Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria sepanjang hidupnya.
Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun. Migrain timbul pada 11% masyarakat
Amerika Serikat yaitu kira-kira 28 juta orang.1 Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi
berdasarkan umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak sampai
dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan
sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling
sering pada kelompok umur 25-44 tahun.3

Onset migraine muncul pada usia di bawah 30 tahun pada 80% kasus. Migraine jarang
terjadi setelah usia 40 tahun. Migraine tanpa aura umumnya lebih sering dibandingkan migraine
disertai aura dengan persentase sebanyak 90%. Wanita hamil pun tidak luput dari serangan
migraine yang biasanya menyerang pada trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine
semakin besar pada orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita migrain.3

Etiologi

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya migraine adalah sebagai berikut :


1. Riwayat penyakit migraine dalam keluarga
2. Perubahan hormon (estrogen dan progesteron) pada wanita, khususnya pada fase luteal
siklus menstruasi.
3. Makanan yang bersifat vasodilator (anggur merah, natrium nitrat), vasokonstriktor (keju,
coklat), serta zat tambahan pada makanan.
4. Stres
5. Faktor fisik
6. Rangsang sensorik (seperti cahaya yang silau, bau menyengat)
7. Alkohol
8. Merokok3

Patofisiologi

Migren bisa dipahami sebagai suatu gangguan primer otak (primary of the brain) yang
terjadi karena adanya kelainan pada aktivitas saraf sehingga pembuluh darah mengalami
vasodilatasi, yang disusul dengan adanya nyeri kepala berikut aktivasi saraf lanjutannya.

Page 8 of 17
Serangan migren bukanlah didasari oleh suatu primary vascular event. Serangan migren bersifat
episodik dan bervariasi baik dalam setiap individu maupun antar individu.4

Terdapat keadaan dasar neuron yang sangat mudah terangsang (hyper-excitability)


terhadap pencetus tertentu yang menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan prostaglandin. Adanya
prostaglandin akan merangsang pelepasan sitokin proinflamasi seperti CGRP dan neuropeptide
Y yang menyebabkan vasodilatasi berikutnya sehingga terjadi peregangan dan perangsangan
reseptor nyeri. Terjadi gelombang eksitasi neuronal diikuti gelombang depresi, yang
diasosiasikan dengan vasokonstriksi dan vasodilatasi. Kejadian awal mungkin terjadi pada
batang otak dan memicu pusat muntah.7

Faktor pencetus timbulnya migren dapat dibagi dalam faktor ekstrinsik dan faktor
intrinsik. Dimana faktor eksintrik seperti stress (emosional maupun fisik atau setelah istirahat
dari ketegangan), makanan tertentu (coklat, keju, alkohol, dan makanan yang mengandung bahan
pengawet), lingkungan, dan juga cuaca. Sedangkan faktor intrinsik, misalnya perubahan
hormonal pada wanita yang nyerinya berhubungan dengan fase laten saat menstruasi. Selain itu,
adanya faktor genetik, diketahui mempengarui timbulnya migren.7

Faktor Pencetus Gejala


Intrinsik & Ekstrinsik autonom

Spreeding Sist.Trigemino -Vasodilatasi Nyeri kepala Meningkatkan aktv.


depression vaskular -Me Ambang nyeri Sist. Saraf simpatis

Gejala aura Inti2 saraf di -Vasodilatasi pemb. darah Pembuluh darah melebar
batang otak luar otak dan berdenyut
(rafe & lokus -Vasokontriksi pemb. darah
seruleus) dalam otak

Migren tanpa aura

Migren dengan aura

Page 9 of 17
Mual dan muntah mungkin disebabkan oleh kerja dopamin atau serotonin pada pusat
muntah di batang otak (chemoreseptor trigger zone/ CTZ). Sedangkan pacuan pada hipotalamus
akan menimbulkan fotofobia. Proyeksi/pacuan dari LC ke korteks serebri dapat mengakibatkan
oligemia kortikal dan mungkin menyebabkan penekanan aliran darah, sehingga timbulah aura.

 Pencetus (trigger) migren berasal dari:

1. Korteks serebri: sebagai respon terhadap emosi atau stress,

2. Talamus: sebagai respon terhadap stimulasi afferen yang berlebihan: cahaya yang
menyilaukan, suara bising, makanan,

3. Bau-bau yang tajam,

4. Hipotalamus sebagai respon terhadap 'jam internal" atau perubahan "lingkungan" internal
(perubahan hormonal),

5. Sirkulasi karotis interna atau karotis eksterna: sebagai respon terhadap vasodilator, atau
angiografi.

Diagnosis Banding

Aneurysma

Aneurisma terjadi ketika bagian dari pembuluh darah (arteri) menonjol atau
membengkak, baik karena struktur pembuluh darah yang rusak atau karena ada kelemahan pada
dinding pembuluh darah tersebut. Ketika aneurisma terjadi maka pembuluh darah akan
menggembung pada bagian tertentu. Penonjolan bisa sangat kecil atau sangat besar, besarnya
aneurisma akan menimbulkan tekanan pada organ sekitarnya. Selain itu ada pula resiko
pecahnya pembuluh darah, yang dapat menyebabkan perdarahan dalam yang berat , dan
komplikasi lainnya termasuk kematian mendadak.7

Pada prinsipnya, aneurisma dapat terjadi pada setiap bagian pembuluh darah dalam
tubuh kita. Namun cenderung terjadi paling sering pada dinding aorta-arteri batang besar yang
membawa darah dari ventrikel kiri jantung menuju ke seluruh tubuh. Bisa juga terjadi pada
pembuluh darah di otak. Ada dua jenis aneurisma diantaranya: 1). Aneurisma aorta. Terjadi

Page 10 of 17
pada aorta .bisa aorta perut (aorta abdominalis), atau di dada (aorta thoracalis). 2). Aneurisma
otak. Terjadi pada arteri di otak.

Gejala aneurisma terjadi terkait dengan seberapa besar ukuran aneurisma yang terjadi,
kecepatan pertumbuhan, dan lokasinya. Aneurisma yang sangat kecil biasanya tidak
menimbulkna masalah apapun. Sedangkan aneurisma otak yang besar dapat menekan jaringan
saraf dan memicu rasa mati rasa di wajah, atau masalah dengan wajah.

Gejala yang mungkin akan dialami sebelum aneurisma otak pecah seperti; sakit kepala
parah yang terjadi tiba-tiba, mual, muntah, masalah penglihatan, kejang, penurunan kesadaran,
kebingungan, kelopak mata terkulai, kaku leher, dan sensitive terhadap cahaya. Jika aneurisma
otak pecah, akan menyebabkan pendarahan dan stroke hemoragik, artinya juga dapat
menyebabkan hematoma intracranial (penumpukan darah disekitar otak yang menyebabkan
desak ruang).

Sedangkan pada aneurisma aorta sangat sulit di deteksi, karena biasanya tidak
menimbulkan gejala apapun. Ketika gejala-gejala aneurisma aorta muncul, maka akan terasa
sensasi berdenyut di perut, sakit punggung dan sakit perut yang biasanya menjalar ke belakang.
Jika aneurisma terus tumbuh dan menekan tulang belakang ataupun tulang belakang ataupun
organ dada penderitanya, maka gejala yang timbul seperti batuk, suara serak atau hilang,
kesulitan bernafas dan gangguan menelan.2,7

Arteriovenous Malformation

Arteriovenous malformation atau AVM merupakan kelainan kongenital yang bisa


terdapat di otak maupun medulla spinalis, terbentuk dari anyaman abnormal antara arteri dann
vena yang dihubungkan oleh satu atau lebih fistula.

AVM merupakan suatu hubungan abnormal antara arteri dan vena di otak. AVM
terbentuk pada mas prenatal yang penyebabnya belum dapat diketahui. Pada otak normal, darah
yang kaya oksigen berasal dari jantung yang mengalirkan darah secara periodik melalui
pembuluh darah arteri, arteriolkemudian kapiler, dan berakhir ke otak. Pembuluh darah yang
sudah tidak berisi oksigen kemudian mengalir melalui pembuluh vena untuk kembali ke jantung
dan paru-paru. Pada AVM darah secara langsung mengalir dari arteri ke vena melalui pembuluh
darah yang abnormal sehingga mengganggu aliran normal darah.5

Page 11 of 17
Gejala klinis yang sering ditemukan terkait AVM berupa sakit kepala dan kejang,
dimana setidaknya 15% dari populasi tidak menunjukkan gejala apapun. Gejala lain yang sering
ditemukan berupa vertigo, pulsing noise dikepala, tuli progresif dan penurunan penglihatan,
confusion, dementia, dan halusinasi.

Pada kasus yang lebih berat dapat berupa rupture pembuluh darah sehingga
menimbulkan intracranial hemorrhage. Setidaknya lebih dari setengah pasien dengan AVM
menunjukkan gejala hemorrhage sebagai penyebab utama sehingga menimbulkan gejala klinik
lain berupa kehilangan kesadaran, sakit kepala yang tiba-tiba dan hebat, nausea, vomiting,
incontinence dan gangguan penglihatan. Kerusakan lokal pada jaringan otak akibat perdarahan
mungkin terjadi yang dapat menyebabkan kelemahan otot, paralysis, hemiparesis, afasia dan
lainnya.4,5

Penatalaksanaan (1,6,7,8)

Penatalaksaan migrain secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan. Terapi abortif
merupakan pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri
dan disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau
profilaksis migrain terutama bertujuan untuk mengurangi frekuensi, durasi dan beratnya nyeri
kepala.

1. Terapi farmaka migrain

1. Terapi Abortif

Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang
dapat diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang
hanya bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migrain dengan intensitas
nyeri ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk
dengan OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.

Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat


serangan nyeri kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase

Page 12 of 17
prodromal migrain dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui
neurotransmiter dopamin dan serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu
penyerapan lambung di samping meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah.
Kemungkinan timbulnya efek samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada
orang tua patut diperhatikan.

1.a. Analgesik nonspesifik

Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin


dan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid
dihindari. Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migrain antara lain
adalah: Diklofenak,ketorolak, Indometasin, Ibuprofen, Golongan fenamat.

Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi
antara asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan
dapat menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada
umumnya terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin
dihambat.

Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migrain terasa. Dosis obat
harus adekuat baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif
dapat dicoba OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS
setelah minggu ke 32 kehamilan. Pada migrain anak dapat diberikan asetaminofen atau
ibuprofen.

1.b. Analgesik spesifik

Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,


dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor
serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu
ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, α1dan α 2- nonadrenergik
dan dopamin.

Page 13 of 17
Analgesik spesifik dapat diberikan pada migrain dengan nyeri sedang sampai
berat. Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini,
walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral
dan dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada
migrain sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau
memberi efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus
diperhatikan. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin selain sebagai analgesik pula. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-
hati pada pasien > 40 tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang
mungkin timbul antara lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin
biasanya diberikan pada episode serangan tunggal. Dosis dibatasi tidak melebihi 10
mg/minggu.

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga


memperbaiki disabilitas pasien. Diberikan pada migrain berat atau pasien yang tidak
memberikan respon dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis
awal sumatriptan adalah 50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontra
indikasi antara lain adalah pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler, hipertensi yang tidak terkontrol, migrain tipe basiler. Efek samping
berupa dizziness, heaviness, mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.

2. Terapi preventif

Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau
jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam
jangka waktu tertentu seperti pada migrain menstrual. Terapi preventif kronis akan

Page 14 of 17
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya
diambil patokan minimal dua sampai tiga bulan.

3. Terapi nonfarmaka

Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka


tidak bisa dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi
nonfarmaka dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat
serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila
memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
Menghindari faktor pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.

Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine yang dialami,


seperti kurang tidur, setelah memakan makanan tertentu misalnya kopi, keju, coklat,
MSG, akibat stress, perubahan suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya
terang, kelap kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan dapat
menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan migraine. Disamping itu, pasien
dianjurkan untuk berolahraga secara teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga
yang dipilih adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan senam.
Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola justru dapat menyebabkan
migraine. Pada migraine menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi
cairan.

Komplikasi

Migraine dapat meningkatkan faktor risiko seseorang terkena stroke, baik bagi pria
maupun wanita terutama sebelum usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi
pada orang-orang dengan riwayat migraine. Migraine dengan aura lebih berisiko untuk terjadinya
stroke khususnya pada wanita. Selain itu, migraine juga meningkatkan risiko terkena penyakit
jantung. Para peneliti menemukan bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita
migraine dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat
mengontrol serangan migraine.2

Page 15 of 17
Prognosis

Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara utuh pada akhirnya,
terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar estrogen setelah menopause
bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa wanita.

Kesimpulan

Migraine adalah nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam.
Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat
dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan nausea dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Migraine secara umum dibagi menjadi 2 yaitu migraine klasik dan migraine umum dimana
migraine umum 5 kali lebih sering terjadi daripada migraine klasik. Migraine biasanya
disebabkan oleh faktor genetik dimana 70-80% penderita migraine memiliki anggota keluarga
inti dengan riwayat migraine.3 Migraine dapat dipicu oleh keadaan kurang tidur, stress,
perubahan pola makan, setelah makan makanan tertentu, akibat perubahan suhu, dan sebagainya.

Tujuan dari tatalaksana migraine adalah untuk meredakan serangan migraine serta mencegah
serangan yang berikutnya atau menurunkan frekuensi kekambuhan.

Page 16 of 17
Daftar Pustaka

1. Prof.DR. Mahar Marjono & Prof .DR. Priguna Shidharta. Neurologi Klinis Dasar, Edisi
12. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat; 2008.
2. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6
Volume ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.h.630-5.
3. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan Tension
Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2. 2008.
4. Perhimpunan dokter spesialis Saraf indonesia. Buku Pedoman Standar Pelayanan medik
(SPM) & Standar Operasional (SPO). 2009.
5. Harsono. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Yogyakarta: Gajahmada University
press. 2005.
6. Dewanto, G. Panduan praktis diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta: EGC.
2009. H.102-5.

7. Pradipta Eka Adip, Hanifati Sonia, Tanto Chris. Kapita selekta kedokteran. Edisi IV jilid
II. Jakarta: Badan Penerbit Media Aesculapius; 2014.h. 969-73.
8. Wibowo S., Gofir A. Farmakologi dalam Neurologi. Jakarta: Badan Penerbit Salemba
Medika; 2011.

Page 17 of 17

Anda mungkin juga menyukai