Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN INDIVIDU

ILMU TERNAK PERAH

PRAKTEK LAPANG
ILMU TERNAK PERAH

OLEH

NAMA : BASO FAISAL


NIM : I011 17 1533
KELOMPOK : VIII (DELAPAN)
ASISTEN : ROSITA RANDA LINTA MUKKUN

LABORATORIUM ILMU TERNAK PERAH


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I . 1 Latar Belakang

Usaha peternakan sapi perah diindonesia terus menerus mengalami

perkembangan dari tahun ketahun. Perkembangan ini salah satunya disebabkan

oleh meningkatnya permintaan susu sebagai akibat dari jumlah penduduk dan

kesadaran masyarakat terhadap gizi seimbang akan pangan sumber protein

hewani. Peternakan sapi perah rakyat di Indonesia masih dikelola dengan

manajemen tradisional dan skala pemilikan yang belum ekonomis. Terbatasnya

lahan untuk tanaman pakan hijauan ternak menjadi salah satu kendala dalam

penyediaan jumlah dan kualitas pakan ternak (Nurtini, 2014).

Sapi perah merupakan salah satu ternak yang dapat menghasilkan susu

dengan kuantitas yang banyak. Sapi perah di Indonesia ada sejak abad ke-17.

Produksi susu sapi perah mampu menyuplai kebutuhan sebagian besar kebutuhan

susu di dunia. Sapi perah memiliki kontribusi besar dalam memenuhi kebutuhan

susu nasional yang mengalami pengingkatan dari tahun ketahun. Kebutuhan

konsumsi protein hewani di indonesia dari tahun ketahun terus mengalami

peningkatan yang pesat (Utomo, 2018).

Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar

susu mamalia dan manusia. Susu binatang (biasanya sapi) juga diolah menjadi

berbagai produk seperti mentega, yogurt, es krim, keju, susu kental manis, susu

bubuk dan lain-lainnya untuk konsumsi manusia. Dewasa ini, susu memiliki

banyak fungsi dan manfaat. Untuk umur produktif, susu membantu pertumbuhan

mereka. Sementara itu, untuk orang lanjut usia, susu membantu menopang tulang
agar tidak keropos. Susu secara alami mengandung nutrisi penting, seperti

bermacam-macam vitamin, protein, kalsium, magnesium, fosfor, dan zinc.

Pendapat lain menambahkan bahwa susu mengandung mineral dan lemak oleh

karena itu, setiap orang dianjurkan minum susu (Janwar, 2014).

Sektor peternakan di Sulawesi Selatan telah berkembang dengan cukup

signifikan, meskipun demikian pemerintah daerah terus berusaha secara optimal

untuk meningkatkan produksi dan kesejahteraan masyarkat. Hal tersebut

mengingat potensi sektor peternakan yang sangat tinggi di Sulawesi Selatan

karena didukung oleh faktor lokasi yang luas, faktor iklim yang mendukung/tidak

ekstrim dan faktor makanan yang mudah diperoleh, serta faktor-faktor lainnya,

sehingga diharapkan sektor peternakan akan terus meningkat. Tahun 2015 capaian

produksi susu yaitu sebesar 117,63% atau sebanyak 4.577 ton melebihi target

yang ditetapkan yaitu sebanyak 3.891 ton. Capaian ini berhasil melampaui target

nasional (Dirjen Peternakan) yaitu sebanyak 1.700 ton (Pemerintah provinsi

sulawesi selatan, 2016).

Kecamatan Cendana memiliki populasi sapi perah terbesar. Daerah

tersebut telah lama mengembangkan dan menjadi pusat pengembangan usaha

peternakan sapi perah di Kabupaten Enrekang. Daerah lainnya yang memiliki

populasi sapi pernah dalam jumlah yang cukup besar, yakni Kecamatan

Anggeraja, Enrekang, Alla, dan Baraka relatif baru dalam pengembangan sapi

perah (Hatta, 2016)

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu wilayah yang menjadi prioritas

pengembangan peternakan sapi perah di Propinsi Sulawesi Selatan dengan

populasi sapi perah sebanyak 1200 ekor pada tahun 2014. Populasi terbesar, yaitu
sebanyak hampir 50% dari total populasi sapi perah terdapat di Kecamatan

Cendana. Usaha ternak dilakukan secara tradisional dan umumnya pada skala

kecil (3–5 ekor) dengan produktivitas harian 5-8 liter/ekor/hari (Prahesti dkk.,

2017).

I . 2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah yaitu untuk

mengetahui bagimana produksi susu di Kab. Enrekang juga faktor faktor yang

mempengaruhinya.

Kegunaan dari dilakukannya Praktek Lapang Ilmu Ternak Perah yaitu agar

mahasisawa(i) mendapatkan pengetahuan lebih mengenai produksi susu di

Kabupaten Enrekang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II . 1 Pengenalan Bangsa dan Jenis Sapi Perah

Bangsa sapi perah dibagi menjadi dua, Bos taurus dan Bos indicus. Bos

taurus adalah bangsa sapi yang hidup di daerah sub tropis atau di daerah yang

mempunyai empat musim (musim panas, semi, salju dan gugur). Ciri utamanya

adalah tidak memiliki punuk di punggungnya (Ako, 2014).

Jenis-jenis Sapi Perah

1. Sapi Friesian Holstein

Gambar 1. Sapi Friesian Holstein


Sumber : Wijaya, dkk., 2014

Sapi Fries Holland berasal dari Belanda. Bobot badan ideal sapi FH betina

dewasa sekitar 682 kg dan jantan dewasa bisa mencapai 1.000 kg. Bobot anak

sapi FH yang baru dilahirkan mencapai 43 Kg. Ciri sapi FH antara lain bulunya

berwarna belang hitam putih. Di bagian dahi umumnya terdapat warna putih

berbentuk segitiga, kaki bagian bawah dan bulu ekornya berwarna putih, serta

tanduk pendek dan menjurus ke depan. Sapi FH biasanya lambat dewasa. Sifat

sapi ini jinak dan tenang sehingga mudah untuk dikuasai, Karena mudah
menyesuaikan diri 14 dengan lingkungan, jenis sapi ini mudah ditemui di seluruh

penjuru dunia (Ambarwati, 2018).

2. Sapi Jersey

Gambar 2. Sapi Jersey


Sumber : Rahmawati, 2017

Jenis sapi ini ditemukan di Pulau Jersey yang terletak di Selat Channel

antara Prancis dan Inggris. Nenek moyang dari sapi Jersey adalah sapi liar Bos

(Taurus) typicus longifrons yang kemudian dikawin silangkan dengan sapi di

Pasri dan Normandia (Prancis). Badan sapi Jersey memiliki badan paling kecil di

antara bangsa sapi perah lainnya. Badannya berwarna coklat muda kadang-kadang

ada yang hampir putih atau kuning dan ada yang agak merah, tetapi di bagian-

bagian tertentu ada yang berwarna putih. Sapi jantan memiliki warna lebih gelap

dibandingkan dengan sapi betina. Kadar lemak susu tinggim sekitar 4,85%.

Memiliki sifat gelisah dan bereaksi cepat terhadap rangsangan, tetapi lebih tahan

panas. Sapi Jersey merupakan sapi yang tidak begitu jinak (Ambarwati, 2018).

3. Sapi Ayrshire
Gambar 3. Sapi Ayrshire
Sumber : Rahmawati, 2017

Jenis sapi Ayrshine berasal dari Ayr yang terletak di barat daya Skotlandia.

Nenek moyang sapi ayrshine adalah Bos (Taurus) typicus primigenius dan Bos

(Taurus) typicus longifrons. Warnanya bervariasi belang merah atau coklat dan

putih. Bobot badan betina sekitar 545 kg, sedangkan yang jantan 841 kg. Tanduk

agak panjang dan menjurus ke atas, sedikit lurus dengan kepala, dan sifatnya agak

tenang. Badannya lebih besar daripada jersey dan Guernsey, tetapi lebih kecil

daripada sapi FH. Sapi ini biasa merumput di padang rumput yang tidak terllau

besar. Sapi ayrshine terbiasa hidup di daerah beriklim dingin dan lembap selama

hamper sepanjang tahun. Akibatnya, sapi ini beradaptasi dengan lingkungannya

serta menjadi sapi yang tahan terhadap keterbatasan pakan hijau dan tanah yang

tidak subur (Ambarwati, 2018).

4. Sapi Brown Swiss

Gambar 4. Sapi Brown Swiss


Sumber : Rahmawati, 2017
Jenis sapi brown swiss adalah bangsa sapi perah tertua yang berasal dari

spesies sapi liar subspecies Bos (Taurus) typicuslongifrons yang berasal dari

lereng-lereng gunung di Swiss. Warna bulu coklat abu muda atau tua, seperti

warna tikus. Bulu ekornya warna hitam. Ukuran badan dan tulangnya cukup

besar, hampir sama dengan sapi FH. Produksi susu rata-rata 5.939 per masa

laktasi. Susu dari sapi brown swiss biasanya diolah menjadi keju. Kadar lemak

pada susu sapi brown swiss relative rendah (Ambarwati, 2018).

5. Sapi Guernsey

Gambar 5. Sapi Guernsey


Sumber : Rahmawati, 2017

Sapi Guernsey berasal dari sapi liar subspecies (Taurus) typicus longifrons

di Pulau Guernsey yang terletak di sebelah barat laut Pulau Jersey, di Selat

Channel, yang terletak di antara Negara Prancis dan Inggris. Warna bulu coklat

bercak putih dan memiliki bentuk badan agak kasar dibandingkan dengan sapi

jersey. Pulau Guernsey memiliki suhu yang lebih dingin daripada Pulau Jersey,

tetapi kondisi padang rumput dan manajemen yang dipakai kedua pulau tersebut

sama. Sapi ini memiliki daya adaptasi yang baik terhadap panas matahari dan

sifatnya agak jinak. Hasil susu sapi Guernsey biasanya diolah menjadi mentega

(Ambarwati, 2018).

6. Sapi Sahiwal
Gambar 6. Sapi Sahiwal
Sumber : Buku Ilmu Produksi Ternak Perah, 2015

Sapi Sahiwal berasal dari India. Sapi ini memiliki tubuh yang panjang

dengan ambing besar dan kadang-kadang menggantung. Dadanya dalam, sedikit

berotot, dengan kaki yang pendek. Bulunya sangat halus. Warna tubuh kemerahan

atau coklat muda, kadang-kadang terdapat warna putih. Bobot badan sapi betina

dewasa rata-rata 550 kg, denga produksi susu per laktasi sekitar 2.270 liter atau

7,5 liter/ekor/hari dengan kadar lemak 4,3-6,5%. Dengan pemeliharaan dan

pemberian pakan yang baik, sapi betina sahiwal dapat beranak pertama kali saat

berumur 2,5-3 tahun (Ambarwati, 2018).

7. Sapi Red Shindi

Gambar 1. Sapi Red Shindi


Sumber : Buku Ilmu Produksi Ternak Perah, 2015

Sapi red shindi berasal dari India. Sapi red shindi memiliki banyak kemiripan

dengan sapi sahiwal. Perbedaannya terletak pada ukuran tubuhnya yang lebih
kecil. Warna tubuhnya beragam, dari merah tua hingga sawo matang. Bobot sapi

red shindi betina dewasa 300-350 kg dan jantan dewasa 400-454 kg. Sementara

itu, bobot anak sapi betina yang baru lahir 18-20 kg dan anak sapi jantan yang

baru lahir 21-24 kg. Sapi red shindi dapat beradaptasi dengan baik terhadap

berbagai kondisi tanah dan iklim. Produksi susu rata-rata red shindi untuk satu

masa laktasi 1.662 liter atau 5-6 ekor/hari dengan kadar lemak 4,9% (Ambarwati,

2018).

II . 2 Peternakan Sapi Perah

Peternakan sapi perah merupakan usaha peternakan yang penting. Program

pemerintah terus dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan susu nasional

yang berasal dari produk local dan diharapkan dapat mencapai 50% pada tahun

2020. Peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh peternakan sapi perah

rakyat. Peternakan sapi perah rakyat meruppakan peternakan sapi perah yang

diusahakan oleh peternak dengan skala kepemilikan kecil. Usaha peternakan sapi

perah di Indonesia terus-menerus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun.

Perkembangan ini salah satunya disebabkan oleh meningkatnya permintaan susu

sebagai akibat dari meningkatnya jumlah penduduk dan kesaran masyarakat

terhadap gizi seimbang akan pangan sumber protein hewani (Nurtini, 2014).

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usahaternak

sapi perah skala kecil dan menengah. Usaha ternak sapi perah Indonesia

memiliki komposisi peternak skala kecil (kurang dari 4 ekor sapi perah)

mencapai 80 persen, peternak skala menengah (4-7 ekor sapi perah) mencapai 17
persen, dan peternak skala besar (lebih dari 7 ekor sapi perah) sebanyak 3 persen.

Dengan rata-rata pemilikan sapi sebanyak 3 - 5 ekor per peternak, tingkat

efisiensi usahanya masih rendah. Jika skala kepemilikan ternak tersebut

ditingkatkan menjadi 7 ekor per peternak, maka diharapkan akan dapat

meningkatkan efisiensi usaha sekitar 30 persen. Dari komposisi peternak

tersebut, sumbangan terhadap jumlah produksi susu segar dalam negeri adalah 64

persen oleh peternak skala kecil, 28 persen oleh peternak skala menengah, dan 8

persen oleh peternak skala besar (Mandaka dan Hutagaol, 2016).

Kabupaten Enrekang adalah salah satu yang telah menjadi prioritas

pengembangan peternakan sapi perah Sulawesi Selatan. Dukungan dari Dinas

Peternakan Kabupaten Enrekang tampak dengan adanya programprogram

pemberian modal bagi peternak, dan Inseminasi Buatan (IB) yang bertujuan

mengembangkan produksi susu untuk mendukung kegiatan pengolahan dangke

yang diolah dari susu sapi atau susu kerbau. Menurut Dinas Peternakan dan

Perikanan Kabupaten Enrekang (2011) populasi sapi perah yang ada di

Kabupaten Enrekang sebanyak 1443 ekor dan mampu menghasilkan susu segar

4613 liter/hari (Rahman dan Rauf, 2014).

II . 3 Potensi SDA dan SDM Peternakan Sapi Perah

Ketersediaan sumber daya alam dan genetik yang dimiliki Indonesia,

sebenarnya melalui inovasi dan rekayasa teknologi di bidang peternakan dapat

diciptakan berbagai produk unggulan dengan muatan iptek yang akan memiliki

keunggulan komparatif dan kompetitif karena sifatnya yang lokal spesifik.

Dilengkapi dengan penyempurnaan sistem usaha tani ternak, teknik budidaya dan

pengendalian penyakit, serta perbaikan efisiensi usaha maka usaha peternakan di


Indonesia sudah dapat memanfaatkan pasar lokal yang begitu potensial, yang

dicerminkan oleh permintaan yang makin meningkat sejalan dengan membaiknya

kesejahteraan dan ekonomi masyarakat (Kusnadi, 2014).

Sumber daya manusia tidak akan terlepas dari suatu pengembangan

peternakan. Sumber daya manusia yang sangat berkaitan erat dengan suatu usaha

ternak adalah peternak. Peternak mempunyai peranan yang sangat penting untuk

kemajuan, kelanjutan dan perkembangan usaha ternak dimasa yang akan datang.

Peternak sapi lebih kurang dari 80% berusia 20 – 59 tahun, merupakan kelompok

usia produktif, kelompok usia/angkatan kerja, sehingga memiliki kemampuan

bekerja lebih produktif dan berpikir lebih arif dalam menerima inovasi untuk

pengembangan usaha ternaknya (Arifin dan Riszqina, 2016).

II . 4 Sistem Perkandangan Sapi Perah

Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang

diperuntukan sebagai tempat kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri dari

bangunan utama (kandang), bangunan penunjang (kantor, gudang pakan,

kandang karantina), dan perlengkapan lainnya. Secara umum kandang berfungsi

untuk menghindari ternak dari terik matahari, hujan, angin kencang secara

langsung, dan menghindari ternak membuang kotoran sembarangan. Kandang

mempermudah dalam pengelolaan dan pengawasan terhadap penggunaan pakan,

pertumbuhan, gejala penyakit, menjaga kehangatan ternak saat malam hari atau

musim dingin, serta gangguan binatang buas, dan pencuri. Sistem perkandangan

merupakan bagian dari manajemen pemeliharaan. Manfaat kandang membuat

ternak nyaman sehingga menjamin kesejahteraan ternak yang dipelihara.

Kandang juga diperlukan untuk melindungi ternak dari pencurian, gangguan


alam, hujan, sinar matahari, gangguan binatang buas, dan kedinginan (Hidayat,

2018).

Syarat perkandangan yang baik perlu memperhatikan beberapa hal

diantaranya, pemilihan lokasi kandang, tata letak kandang, konstruksi kandang,

bahan kandang, dan perlengkapan kandang, sehingga dapat meningkatkan

produktivitas . Letak kandang harus lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya agar

tidak tergenang air pada waktu hujan, selain itu juga memudahkan pembuangan

limbah cair. Arah kandang yang baik adalah menghadap ke arah timur dan tidak

terhalangi bangunan. Sehingga matahari pagi dapat menembus pelataran kandang

dan arah angin perlu diperhatikan agar bagian muka sapi tidak mendapat kontak

langsung dengan angin yang bertiup. konstruksi kandang yang baik untuk ternak

harus kuat, mempunyai sirkulasi udara yang baik dan kontruksi kandang harus

mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak sehingga

ternak merasa nyaman, serta menjaga keamanan ternak dari pencurian (Sandi dan

Purnama, 2017).

Terdapat dua tipe kandang yang berbeda, yaitu kandang terbuka dan

kandang tertutup. Kandang terbuka hanya memiliki atap, sedangkan dindingnya

berupa pagar atau tidak ada sama sekali. Kandang tertutup, selain memiliki atap,

juga memiliki dinding berupa bilik bambu atau tembok yang menutup rapat

kandang. Pada kandang terbuka, panas lingkungan lebih cepat naik pada waktu

pagi hari sehingga pemborosan energi untuk melawan udara dingin dapat dihemat.

Selain itu, pergerakan angin pada kandang terbuka juga lebih lancar sehingga sapi

akan lebih nyaman. Tetapi pada waktu malam hari penurunan temperatur

lingkungan juga terjadi sangat cepat ditambah dengan adanya angin malam yang
akan menerpa secara langsung sehingga sapi akan mengeluarkan banyak energi

untuk melawan udara dingin. Pada kandang tertutup, pergerakan udara di waktu

malam hari dapat diminimalkan sehingga penurunan temperatur lingkungan dapat

diperlambat. Keadaan tersebut sangat menguntungkan karena pemborosan energi

dapat dicegah. Tetapi pada waktu siang hari pergerakan udara yang tidak lancar

akan menyebabkan sapi kesulitan melakukan penyesuaian terhadap panas

sehingga mengalami stres panas (Panjono dan Baliarti, 2015).

Soetarno (2015) menyatakan Jenis kandang untuk sapi perah ada 5 yaitu:

Kandang Pedet 0-4 Bulan

Pedet yang berusiah 0-4 bulan harus dibuatkan kandang sendiri agar tidak

bercampur dengan pedet atau sapi lainnya. Hal ini disebabkan pedet sangat rentan

terhadap penyakit yang disebabkan oleh perubahan cuaca dan pedet mempunyai

naluri menyusu sehingga jika disatukan bisa saling mengisap dan menjilat.\

Kandang Pedet Lepas Sapih 4-8 bulan

Kandang yang diperlukan untuk Pedet Lepas Sapih 4-8 bulan berupa

kandang sistem kelompok didalam koloni. Hal ini dimaksudkan agar sapi-sapi

remaja ini lebih bebas bergerak sehingga tulang dan badannya kuat dan tidak

terjadi persaingan dalam mendapatkan pakan. Karena tempat pakan, temat minum

dan tempat berteduh dibuat terpisah.

Kandang Sapi Dara 8 Bulan-2 Tahun

Kandang sapi dara dapat dibuat dengan sistem koloni agar memudahkan

pengontrolan saat birahi. Namun, jika kandang khusus sapi dara ini tidak ada

maka sapi dara bisa ditempatkan dikandang sapi dewasa.

Kandang Sapi Dewasa atau Masa Produksi


Sapi yang telah memproduksi dikelompokkan dalam satu kandang.

Pengelompokan ini sebaiknya sesuai dengan tingkat produksi susu, sehingga sapi

yang berproduksi tinggi tidak tercampur dengan sapi yang produksinya rendah.

Dengan pengelompokan ini maka menejemen dalam pemberian pakan dapat

dilakukan secara optimal.

Kandang Sapi Kering

Keberadaan kandang untuk sapi yang akan beranak atau kandang kering

sangat penting. Hal ini disebabkan sapi yang akan beranak memerlukan latihan

persiapan melahirkan (bisa berupa jalan-jalan didalam kandang) untuk

merangsang kelahiran nornal.

Setiap peternakan sapi perah hendaknya mempunyai peralatan kandang

persusuan, sanitasi kebersihan dan peralatan-peralatan pelayanan perawatan

kesehatan sapi yang cukup, sesuai dengan jumlah sapi yang dipelihara. Peralatan

persusuan seperti milk can untukpenampungan susu. Hendaknya memiliki mesin

pencacacah rumput (chopper) untuk pemotongan hijauan makanan ternak agar

lebih mudah dicerna dan lebih efisien pemberian pakannya. Spesifikasi teknis

peralatan dan mesin tersebut memenuhi persyaratan.

II . 5 Metode Pemerahan

Pemerahan merupakan tugas yang terpenting bagi peternak sapi perah dan

harus dikerjakan dengan baik karena merupakan tugas yang berharga. Secara

umum persiapan sebelum pemerahan sudah dilakukan oleh peternak sesuai

dengan prosedur, seperti membersihkan kandang, persiapan alat untuk pemerahan,

membersihkan sapi yang kotor dan pemerah sendiri dalam keadaan bersih

(Jamilah dkk., 2016).


Sudono dkk, (2010) menyatakan bahwa teknik pemerahan manual

dilakukan Setelah tangan pemerah dan ambing dicuci bersih sebagaimana yang

telah dicuci bersih sebagaimana yang telah diterangkan, pemerahan dilakukan

menggunakan kelima jari tangan tahapan sebagai berikut :

 Tekan ibu jari dan jari telunjuk dengan posisi melingkari pangkal putting,

sehingga susu tidak dapat kembali ke ambing.

 Tekan jari tengah ke puting agar susu memancar keluar.

 Tekan jari manis ke puting dan perah menggunakan tekanan yang tetap,

tetapi puting jangan ditarik kebawah.

 Akhirnya tekan jari kelingking ke putting dan perahlah dengan seluruh

jari tangan sampai susu keluar semua.

 Lepaskan tekanan tangan dari puting dengan membuka semua jari,

sehingga putting berisi susu kembali. Ulangi cara tersebut menggunakan

tangan yang lain.

 Jika susu yang keluar sudah sangat sedikit, tekan ambing menggunakan

siku dan periksa apakah susu telah keluar semua. Kadang-kadang

menekan ambing menggunakan siku membuat sisa-sisa susu masuk ke

dalam putting

 Setelah selesai diperah, puting dibersihkan dan disemprot atau

dicelupkan ke larutan disinfektan agar bakteri tidak masuk kedalam

lubang putting susu.

Sudono dkk, (2010) menyatakan bahwa teknik pemerahan menggunakan

mesin khusus yang didesain untuk memerah susu sapi secara otomatis. Namun,

sebelum dipakai cuci ambing dengan air bersih kemudian melapnya dengan lap
yang bersih. Setelah itu, membersihkan mesin pemerah, terutama karet penyedot

yang berkontak langsung dengan ambing (jika pemerahan dilakukan dengan

mesin pemerah). Karet penyedot ini dibersihkan dengan air panas

 Membersihkan kandang dari segala kotoran.

 Mencuci daerah lipat paha sapi yang akan diperah.

 Memberi konsentrat kepada sapi yang akan diperah, sehingga ketika

dilakukan pemerahan, sapi sedang makan dalam keadaan tenang.

 Membersihkan alat-alat pemerahan susu (ember dan alat takar susu) dan

kain susu.

 Membersihkan tangan pemerah (jika dilakukan secara manual dengan

tangan).

 Mencuci ambing dengan air bersih, kemudian melapnya dengan lap yang

bersih.

 Membersihkan mesih pemerah, terutama karet penyedot yang berkontak

langsung dengan ambing. Karet penyedot harus dibersihkan dengan air

panas.

II . 6 Produksi dan Kualitas Air Susu Sapi Perah

Produksi susu dalam negeri diperlukan peningkatan jumlah populasi sapi

perah dan produktivitas sapi perah dalam negeri. Produktivitas sapi perah sendiri

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kualitas genetik ternak, tata laksana

pemberian pakan, umur beranak pertama, periode laktasi, frekuensi pemerahan,

masa kering kandang, dan kesehatan (Riski, 2016).

Konsumsi akan susu dari tahun ke tahun terus meningkat. Peningkatan ini

sejalan dengan makin meningkatnya tingkat ekonomi dan kesadaran akan


kebutuhan makanan bergizi. Tetapi peningkatan produksi karena banyak kendala

yang dihadapi peternak. Karena prospek pengembangan dan peningkatan produksi

sapi perah mempunyai masa depan yang baik. Usaha-usaha pengembangan dan

peningkatan produksi susu sapi perah dapat dilaksanakan melalui perbaikan

makanan, pengadaan bibit unggul, dan perawatan kesehatan (Pasaribu dkk, 2015)

Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan, dan interaksi

keduanya. Musim, curah hujan, hari hujan, temperature, kelembaban tahun

pemeliharaan dan peternakan juga merupakan faktor lingkungan yang banyak

mempengaruhi performan produksi susu, dan pada kenyataannya faktor-faktor

tersebut seringkali berkaitan satu sama lain dalam menimbulkan keragaman

produksi susu namun untuk menyederhanakan pengamatan, banyak peneliti yang

melihat hubungan antara produksi susu masing-masing faktor secara terpisah.

Keragaman produksi susu pada suatu populasi perah merupakan suatu alas an

pentingnya untuk dilakukan seleksi (Pasaribu dkk, 2015). Menurut Saleh (2014),

Sifat fisik susu yaitu:

1. Warna air susu : Warna air susu dapat berubah dari satu warna kewarna yang

lain, tergantung dari bangsa ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat

dan bahan pembentuk warna. Warna air susu berkisar dari putih kebiruan

hingga kuning keemasan. Warna putih dari susu merupakan hasil dispersi dari

refleksi cahaya oleh globula lemak dan partikel koloidal dari casein dan

calsium phosphat. Warna kuning adalah karena lemak dan caroten yang dapat

larut. Bila lemak diambil dari susu maka susu akan menunjukkan warna

kebiruan.
2. Rasa dan bau air susu : Kedua komponen ini erat sekali hubungannya dalam

menentukan kualitas air susu. Air susu terasa sedikit manis, yang disebabkan

oleh laktosa, sedangkan rasa asin berasal dari klorida, sitrat dan garam-garam

mineral lainnya. cita rasa yang kurang normal mudah sekali berkembang di

dalam susu dan hal ini mungkin merupakan akibat dari:

a. Sebab-sebab fisiologis seperti cita rasa pakan sapi misalnya alfalfa,

bawang merah, bawang putih, dan cita rasa algae yang akan masuk ke

dalam susu jika bahan-bahan itu mencemari pakan dan air minum sapi.

b. Sebab-sebab dari enzim yang menghasilkan cita rasa tengikkarena

kegiatan lipase pada lemak susu.

c. Sebab-sebab kimiawi, yang disebabkan oleh oksidasi lemak.

d. Sebab-sebab dari bakteri yang timbul sebagai akibat pencemaran dan

pertumbuhan bakteri yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam

laktat dan hasil samping metabolik lainnya yang mudah menguap.

e. Sebab-sebab mekanis, bila susu mungkin menyerap cita rasa cat yang ada

disekitarnya, sabun dan dari larutan chlor.

3. Berat jenis air susu : Air susu mempunyai berat jenis yang lebih besar

daripada air. BJ air susu = 1.027-1.035 dengan rata-rata 1.031. Akan tetapi

menurut codex susu, BJ air susu adalah 1.028. Codex susu adalah suatu daftar

satuan yang harus dipenuhi air susu sebagai bahan makanan. Daftar ini telah

disepakati para ahli gizi dan kesehatan sedunia, walaupun disetiap negara atau

daerah mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Berat jenis harus

ditetapkan 3 jam setelah air susu diperah. Penetapan lebih awal akan
menunjukkan hasil BJ yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh : ¾ perubahan

kondisi lemak ¾ Adanya gas yang timbul didalam air susu

4. Kekentalan air susu (viskositas) Seperti BJ maka viskositas air susu lebih

tinggi daripada air. Viskositas air susu biasanya berkisar 1,5 – 2,0 cP. Pada

suhu 20°C viskositas whey 1,2 cP, viskositas susu skim 1,5 cP dan susu segar

2,0 cP. Bahan padat dan lemak air susu mempengaruhi viskositas. Temperatur

ikut juga menentukan viskositas air susu. Sifat ini sangat menguntungkan

dalam pembuatan mentega.

5. Titik beku dan titik cair dari air susu : Pada codex air susu dicantumkan bahwa

titik beku air susu adalah –0.5000 C. Akan tetapi untuk Indonesia telah

berubah menjadi –0.5200 C. Titik beku air adalah 00 C. Apabila terdapat

pemalsuan air susu dengan penambahan air, maka dengan mudah dapat

dilakukan pengujian dengan uji penentuan titik beku. Karena campuran air

susu dengan air akan memperlihatkan titik beku yang lebih besar dari air dan

lebih kecil dari air susu. Titik didih air adalah 100°C dan air susu 100.16°C.

Titik didih juga akan mengalami perubahan pada pemalsuan air susu dengan

air.

6. Daya cerna air susu : Air susu mengandung bahan/zat makanan yang secara

totalitas dapat dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dengan sempurna atau

100%.

Menurut Saleh (2014), Sifat kimia air susu yaitu susu segar mempunyai

sifat ampoter, artinya dapat bersifat asam dan basa sekaligus. Jika diberi kertas

lakmus biru, maka warnanya akan menjadi merah, sebaliknya jika diberi kertas

lakmus merah warnanya akan berubah menjadi biru. Potensial ion hydrogen (pH)
susu segar terletak antara 6.5 – 6.7. Jika dititrasi dengan alkali dan kataliasator

penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0.10 – 0.26 % saja. Sebagian

besar asam yang ada dalam susu adalah asam laktat. Meskipun demikian

keasaman susu dapat disebabkan oleh berbagai senyawa yang bersifat asam

seperti senyawa-senyawa pospat komplek, asam sitrat, asam-asam amino dan

karbondioksida yang larut dalam susu. Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari 6,7

biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya

kolostrum ataupun pemburukan bakteri.

II . 7 Pengolahan Air Susu Sapi Perah

1. Bentuk Pengolahan Air Susu

a. Susu Homogen

Susu homogen adalah susu yang telah mengalami homogenisasi. Proses

homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan besarnya globula-globula lemak

susu. Apabila setelah proses homogenisasi dilakukan penyimpanan pada suhu 10-

15 °C selama 48 jam tidak akan terjadi pemisahan krim pada susu. Didalam susu

yang belum dihomogenisasi, globula-globula lemak ini besarnya tidak seragam

yaitu antara 2-10 mikrometer (Saleh, 2014).

b. Krim dan Susu Skim

Krim adalah bagian susu yang banyak mengandung lemak yang timbul ke

bagian atas dari susu pada waktu didiamkan atau dipisahkan dengan alat pemisah.

Ada pula yang menyebutnya ‘kepala susu”. Susu skim adalah bagian susu yang

banyak mengandung protein, sering disebut “serum susu”. Susu skim

mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin

yang larut dalam lemak. Krim dan susu skim dapat dipisahkan dengan alat yang
disebut separator. Alat ini bekerja berdasarkan gaya sentrifuge. Pemisahan krim

dan susu skim dapat terjadi karena kedua bahan tersebut mempunyai berat jenis

yang berbeda. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak

mengandung lemak. Susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak

mengandung protein, sehingga dalam sentrifugasi akan berada dibagian dalam

(Saleh, 2014).

c. Susu Pasteurisasi

Produk olahan ini adalah susu yang telah mengalami proses pasteurisasi.

Proses pasteurisasi termasuk proses pemanasan yang dapat didefenisikan sebagai

berikut: pasteurisasi adalah proses pemanasan setiap komponen (partikel) dalam

susu pada suhu 62oC selama 30 menit, atau pemanasan pada suhu 72oC selama

15 detik, yang segera diikuti dengan proses pendinginan (Saleh, 2014).

d. Susu Steril

Susu steril yang banyak dijual orang adalah susu ultra. Proses sterilisasi

juga termasuk pemanasan. Apabila pasteurisasi hanya bertujuan membunuh

bakteri-bakteri pathogen maka sterilisasi bertujuan untuk membunuh semua

bakteri baik pathogen maupun non pathogen. Suhu yang digunakan lebih tinggi

dari suhu pasteurisasi yaitu sekitar 104-140oC. dengan yang sangat pendek

kurang lebih 1-4 detik saja. Alat yang digunakan untuk sterilisasi misalnya

otoklav (kapasitas kecil) dan retrot (kapasitas besar) (Saleh, 2014).

e. Susu Bubuk

Prinsip pembuatan susu bubuk adalah menguapkan sebanyak mungkin

kandungan air susu dengan cara pemanasan (pengeringan). Tahap-tahap


pembuatan susu bubuk adalah perlakuan pendahuluan, pemanasan pendahuluan,

pengeringan dan pengepakan (Saleh, 2014).

f. Susu Kental

Susu kental diperoleh dengan cara mengurangi (menguapkan) kandungan

air susu sampai kandungan airnya tinggi sekitar 40%. Dengan kadar air yang

rendah ini susu dapat tahan disimpan lama dalam keadaan baik. Apabila akan

diminum, susu kental harus diencerkan lagi dengan air panas atau air hangat

(Saleh, 2014).

2. Pengolahan Air Susu

a. Mentega

Mentega adalah produk olahan susu yang bersifat plastis, diperoleh

melalui proses pengocokan (Churning) sejumlah krim. Mentega yang baik harus

mengandung lemak minimal 80%. Kadar air maksimal 16%, kadar protein

maksimal 1% dan MSNF (Milk Solids-Non-Fat) tidak lebih dari 2 %. Warna

kuning pada mentega disebabkan oleh zat warna β karoten dalam krim. Nilai gizi

mentega banyak tergantung pada kandungan lemak dan vitamin-vitamin yang

larut dalam lemak. Mentega merupakan sumber vitamin A yang sangat baik dan

merupakan makanan yang berenergi tinggi (7-9 kalori/g) (Saleh, 2014).

b. Yoghurt

Yoghurt adalah bahan makanan yang berasal dari susu sapi, yang

merupakan hasil pemeraman susu dalam bentuk mirip bubur atau es krim yang

mempunyai rasa agak asam sebagai hasil fermentasi oleh bakteri-bakteri tertentu.

Pembuatannya telah berevolusi dari pengalaman beberapa abad yang lalu dengan

membiarkan susu yang tercemar secara alami menjadi masam pada suhu tinggi,
mungkin sekitar 40-50°C. Akhir-akhir ini ditemukan pula bahwa yoghurt dapat

pula dibuat dari susu skim, full krim atau bahkan dari kacang kedelai (disebut

Soyghurt) (Saleh, 2014).

c. Kefir

Kefir juga merupakan produk hasil fermentasi susu, tetapi mikroba yang

digunakan berbeda. Cara pembuatannya adalah dengan fermentasi susu segar dari

sapi, kambing atau domba dengan kultur kefir (kefir grain) yang terdiri dari

bakteri asam laktat dan khamir (Saleh, 2014).

d. Es Krim

Es krim merupakan makanan beku yang terbuat dari campuran

produkproduk susu dengan persentase lemak susu yang tertentu ukurannya, dan

dicampur dengan telur, ditambah dengan bahan penegas cita rasa dan pewarna

tertentu sehingga lebih menarik. Dalam bentuk paling sederhana, es krim

mengandung 5-6 persen jumlah pewarna dan bahan cita rasa dari volume bagian

es krim yang tidak beku (Saleh, 2014).

e. Dangke

Dangke merupakan salah satu produk pangan tradisional yang berasal dari

daerah Enrekang, Sulawesi Selatan yang mirip dengan tahu susu. Dangke dibuat

dengan menggumpalkan susu menggunakan getah pepaya, yang mengakibatkan

perubahan konformasi pada struktur tiga dimensi protein karena aktivitas

proteolitiknya. Dangke yang disimpan pada suhu ruang (27-30ºC) berpotensi

dapat te-rkontaminasi oleh S. aureus, mengingat susu pasteurisasi sebagai bahan

baku dangke dapat terkontaminasi oleh S. aureus dengan jumlah rata-rata

3.5103CFU/mL (Arum dkk, 2014).


DAFTAR PUSTAKA

Ako A. 2014. Ilmu Ternak Perah Daerah Tropis. IPB Press, Bogor.
Ambarwati E.B. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan
peternak sapi perah di Desa Pujon Lor Kecamatan Pujon Kabupaten
Malang Jawa Timur. Skripsi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah, Malang.
Arifin M.Z. dan Riszqina 2016. Analisis potensi pengembangan ternak sapi
potong melalui pendekatan lahan dan sumber daya manusia di
kecamatan galis kabupaten pamekasan. Maduranch. 1 (1) : 1-12.
Arum, R. H., B. Satiawihardja dan H. D. Kusumaningrum. 2014. Aktivitas
antibakteri getah papaya kering terhadap staphylococcus aureus pada
dangke. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan.

Hidayat S. 2018. Pengaruh manipulasi iklim kandang terhadap kadar hemoglobin


dan total protein plasma calon induk kambing peranakan etawa (PE).
Skripsi Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Janwar A.A. 2014. Pengaruh penambahan kopi (coffea spp.) Terhadap kualitas
susu pasteurisasi. Skripsi Fakultas Petrnakan Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Kusnadi U. 2014. Inovasi teknologi peternakan dalam sistem integrasi tanaman-
ternak untuk menunjang swasembada daging sapi. Pengembangan
Inovasi Pertanian. 1 (3) : 189-205.
Mandaka S.dan M. P. Hutagaol. Analisis fungsi keuntungan, efisiensi ekonomi
dan kemungkinan skema kredit bagi pengembangan skala usaha
peternakan sapi perah rakyat di Kelurahan Kebon Pedes, Kota Bogor.
Jurnal Agro Ekonomi. 23 (2) : 191-208.
Nurtini S. 2014. Profil Peternakan Sapi Perah Rakyat di Indonesia. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Panjono dan E. Baliarti. 2015. Pengaruh buka-tutup kandang terhadap
kenyamanan dan kinerja produksi sapi peranakan ongole. Buletin
Peternakan. 33 (2) : 106-110.
Prahesti K.I., N.L.P.I. Mayasari, R. Malaka, F.R. Yuliati dan F.H. Pasaribu. 2017.
Isolasi dan identifikasi bakteri listeria monocytogenes dari susu sapi
segar di Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Acta Veterinaria
Indonesiana. 5 (2) : 57-65.
Rahman S. dan A. Rauf. 2014. Kelompok usaha sapi perah dan pengolah dangke
di Kabupaten Enrekang. Majalah Aplikasi Ipteks Ngayah : 4 (1) : 48-
62.
Rahmawati E.D. 2017. Hubungan Kebersihan Tangan Pemerah dengan
Kandungan Bakteri Eschericia coli pada Susu Segar Peternakan Sapi
Perah. Skripsi Bagian Kesehatan Lingkingan dan Kesehatan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember.
Sandi S. dan P.P. Purnama. Manajemen perkandangan sapi potong di Desa Sejaro
Sakti Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Peternakan
Sriwijaya. 6 (1) : 12-19.
Utomo B.P. 2018. Identifikasi Nilai Glukosa, Bilirunin dan Protein Urin Sapi
Pedet Peranakan Friesian Holstein di Dusun Maron Sebaluh
Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Skripsi Fakultas Pertanian
Peternakan Universitas Muhammadiyah, Malang.
Wijaya H., Prayanto W.H dan H. D. Yudani. 2014. Perancangan video edukasi
tentang manfaat dan kandungan gizi susu sapi segar untuk anak-anak.
Program Studi Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa,ISI
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai