Anda di halaman 1dari 15

TUGAS INDIVIDU

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH DAN SISA HASIL TERNAK

MAKALAH
PENGELOLAAN TULANG, DARAH, DAN ISI RUMEN SEBAGAI
PAKAN DAN KOMPOS

OLEH:

NAMA : BASO FAISAL


NIM : I011 17 1533
KELOMPOK : II (DUA)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengolahan limbah ternak merupakan salah satu upaya yang memberi

banyak manfaat banyak. Pada satu sisi, pengolahan limbah dapat mengurangi

dampak terhadap lingkungan. Disisi lain, pengolahan limbah memberikan

keuntungan financial karena pengolahannya menghasilkan produk yang

mempunyai daya jual.

Limbah peternakan adalah bahan buangan yang dihasilkan dari sisa semua

kegiatan yang dilakukan dalam usaha peternakan. Sedangkan limbah ternak

adalah bahan buangan yang dihasilkan dari sisa kegiatan metabolisme ternak,

yang terdiri atas feses, urin, keringat dan sisa metabolisme yang lain.

Limbah adalah sisa proses produksi atau air buangan pabrik. Limbah

ternak menurut Chalik (2009) adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha

peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan

produksi ternak dan lain sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan

limbah cair seperti feses, urine, sisa pakan darah, bulu, kuku, tulang, tanduk, isi

rumen, ternak mati dan lain-lain.

Semakin berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan

semakin meningkat. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari

spesies ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Limbah ternak dalam

jumlah yang besar akan menimbulkan polusi jika tidak di kelola dengan baik.

1.1 Rumusan Masalah

 Apa saja yang termasuk dalam limbah ternak?

 Bagaimana pengolahan limbah ternak?


1.2 Tujuan

 Mengetahui pengolahan limbah ternak

 Mengetahui berbagai pengolahan limbah ternak


PEMBAHASAN

2.1 Pengolahan Limbah Ternak

Pengolahan limbah ternak merupakan salah satu upaya yang memberikan

banyak manfaat. Disisi lain, pengolahan memberikan keuntungan finansial karena

pengolahannya menghasilkan produk yang berdaya jual. Limbah ternak memiliki

berbagai manfaat seperti untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, sumber

enegi dan media bagi tujuan lainnya.

Pengolahan limbah ternak tergantung pada jenis/spesies ternak, jumlah


ternak, tata laksana pemeliharaan, areal yang tersedia dan target penggunaan
limbah. Untuk penggunaan limbah padat dapat diolah menjadi pakan, pupuk
kandang, pupuk hijau, bokashi dan kompos. Sedangkan pengolahan limbah cair
dapat diolah secara fisik, kimia dan biologi.
Pengolahan secara fisik disebut juga pengolahan primer (primer
treatment). Proses ini merupaka proses termurah dan termudah, karena tidak
memerlukan biaya operasi yang tinggi. Metode ini hanya digunakan untuk
memisahkan partikel-partikel padat di dalam limbah.
Pengolahan secara kimia disebut juga pengolahan sekunder (secedari
treatment) yang biasanya lebih mahal dibandingkan dengan proses pengolahan
secara fisik. Metode ini umumnya digunakan untuk mengendapkan bahan-bahan
berbahaya yang terlarut dalam limbah cair menjadi padat.
Pengolahan secara biologi merupakan tahap akhir dari pengolahan
sekunder bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah cair. Limbah
yang hanya mengandung bahan organik saja dan tidak mengandung bahan kimia
yang berbahaya, dapat langsung digunakan untuk mengairi areal pertanian atau
didahului dengan pengolahan secara fisik.
Berdasarkan sumbernya maka pupuk dapat digolongkan kedalam
pupuk organik yang terdiri dari pupuk kandang, pupuk hijau, bokashi, kompos
dan humus. Sedangkan pupuk anorganik terdiri dari pupuk N (urea), P (TSP), K
(KCL), dan lain-lain. Adapun keunggulan pupuk organik yaitu memperbaiki
struktur tanah, meningkatkan daya serap terhadap air, meningkatkan kondisi
kehidupan di dalam tanah dan sumber bahan makanan bagi tanaman.

2.2 Pengolahan Limbah Tulang Ternak Menjadi Pakan dan Kompos


Prinsip umum pengolahan tulang hewan menjadi tepung tulang komersial
adalah upaya menghilangkan komponen selain mineral terutama protein dan
lemak yang melekat pada bahan tersebut. Alternatif lain, Selain teknologi
pengabuan adalah dengan cara menghidrolisis bahan organik terutama kolegen
dengan larutan alkali. Hidrolisis bertujuan untuk melarutkan kolagen tulang,
sehingga konsentrasi Ca dan P dan bioavabiltasnya menjadi tinggi, yang dikenal
dengan special bone meal (Bagau, 2012).
Semakin tingginya kandungan Ca maupun P berhubungan dengan semakin
tingginya persen rendemen tulang yang dihidrolisis alkali, sejalan dengan
pendapat Trilaksani dkk, (2006), bahwa pada proses pembuatan tepung tulang
telah terjadi hidrolisis komponen non-ash terutama protein sehingga
meningkatkan kandungan abu termasuk Ca dan P yang merupakan komponen
utama penyusun tulang. Osteocalcin (osla protein) merupakan organik non
kolagen yang terlibat dalam pengikatan kalsium selama proses mineralisasi, dan
osteonectin yang berfungsi sebagai jembatan antara kolagen dan komponen
mineral, sialoprotein (kaya akan asam salisilat) dan beberapa protein (Fawcett,
2002), komponen inilah yang diduga dihidrolisis sehingga meningkatkan
kandungan Ca. Semakin tinggi Ca dengan demikian semakin tinggi pula
kandungan P. Kondisi ini disebabkan Ca dan P merupakan komponen terbesar
yang terdapat pada mineral tulang dengan perbandingan 2 : 1 (Piliang, 2001).
Tepung tulang merupakan bahan makanan ternak yang dapat dijadikan

sebagai sumber mineral, terutama kalsium dan fosfor. Tepung tulang banyak

mengandung garam-garam mineral seperti kalsium posfat58,3%, kalsium

karbonat 1,0%, magnesium posfat 2,1% dan kalsium klorida 1,9% (Eniza, 2004

dalam Sinaga, dkk., 2018). Tepung tulang merupakan salah satu bahan baku

pembuatan pakan ternak yang terbuat dari tulang hewan. Tulang yang akan

dijadikan tepung haruslah tulang yang berasal dari hewan ternak dewasa dan

biasanya berasal dari tulang hewanberkaki empat seperti tulang sapi, kerbau, babi,

domba, kambing, dan kuda (Sinaga, dkk., 2018).

Tepung tulang dijadikan sebagai salah satu bahan dasar pembuatan pakan

karena mengandung mineral makro yakni kalsium dan posfor serta mineral mikro

lainnya. Kalsium dan fosfor sangat diperlukan oleh hewan karena memiliki

peranan dalam pembentukan tulang dan kegiatan metabolisme tubuh. Fungsi

mineral bagi hewan ternak antara lainmenjaga keseimbangan asam basa dalam

cairan tubuh, sebagai khelat, sebagai zat pembentuk kerangka tubuh, sebagai

bagian aktif dalam struktur protein, sebagai bagian dari asam amino, sebagai

bagian penting dalam tekanan osmotik selpendukung aktivitas enzim, dan

membantu mekanisme transportasi dalam tubuh (Murtidjo, 2001 dalam Sinaga,

dkk., 2018).

Tepung tulang digunakan sebagai sumber kalsium, terutama bagi unggas

yang sedang bertumbuh dan unggas petelur. Kegunaan tepung tuang didalam

ransum sebagai sumber calcium kerap kali dikombinasikan dengan tepung kerang.

Hal ini dilakukan untuk menjaga palatabilitas ransum. Sebagai sumber kalsium
dan fosfor, tepung tulang mengandung fosfor 12% hingga 15% dan calcium 24%

hingga 30%; jumlah yang jauh lebih besar dari pada kandungan Ca dan P pada

tepung ikan dan limbah rumah jagal (Sinaga, dkk., 2018).

Tepung tulang berbentuk serpihan (tepung) berwarna coklat dengan

tekstur yang kasar jika dirasakan, dengan aroma yang khas sesuai dengan bahan

yang digunakan, tetapi ada juga yang tidak berbau. Sekilas memang mirip dengan

tepung MBM tetapi kandungan nutrisi yang jelas berbeda. Berasal dari tulang

hewan ternak yang sehat (tidak memiliki virus atau rabies, anthraks, dan penyakit

lainnya yang membahayakan apabila dikonsumsi) dan yang telah dibersihkan

darisisa-sisa daging yang diproses sehingga dapat berbentuk tepung, berwarna

coklat dengan tekstur kasar. Dalam pembuatan pakan, tepung tulang tidak perlu

banyak digunkan, dengan kata lain tepung tulang merupakan suatu pelengkap

dalam pembuatan pakan guna melengkapi mineral yang ada dalam pakan.

Biasanya tepung tulang digunakan sebagai pendamping bagi tepung ikan yang

kaya protein karena mineral merupakan bagian yang tidak dibutuhkan terlalu

banyak tetapi harus ada dalam ransum pakan (Retnani, 2011 dalam Sinaga, dkk.,

2018).

Cara pembuatan tepung tulang diawali dengan membersihkan tulang,

kemudian dilanjutkan dengan mengeringkan tulang yang sudah dibersihkan.

Tulang tersebut kemudian dihancurkan hingga menjadi tepung kasar, serpihan-

serpihan tulang tadi direndam dalam air kapur 10% selama semalam, kemudian

dicuci dengan air tawar. Hasil perendaman dikeringkan sampai kadar air 5%

sehingga menghasilkan tepung tulang yang berkualitas (Satria, dkk., 2012 dalam

Sinaga, dkk., 2018).


Penggunaan pupuk tulang diharapkan mampu menjadi salah satu

alternative inovasi teknologi baru yang dapat menjadi referensi para petani

sebagai pupuk tambahan dalam memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman

sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman dapat maksimal, selain itu ramah

lingkungan dan biaya yang dikeluarkan tidak banyak. Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian tepung tulang dengan

pemberian dosis yang tinggi maka hasil pertumbuhannya semakin meningkat hal

ini juga diduga tepung tulang telah mampu berperan sebagai suplai Ca dalam

tanah tetapi tanaman masih kekurangan unsur hara N, P dan K (Lestari, 2015).

2.3 Pengolahan Darah sebagai Pakan dan Kompos

Tepung darah merupakan bahan pakan ternak yang berasal dari darah

segar (sapi, kerbau, kambing dan domba) yang diperoleh dari Rumah Potong

Hewan (RPH) (Padmono, 2005 dalam Ramadhan, dkk., 2015). Tepung darah

merupakan salah satu bahan pakan alternatif sebagai sumber protein, tetapi

pemanfaatannya dalam ransum sangat terbatas sehingga perlu pengolahan untuk

meningkatkan pemanfaatannya. Berbagai pengolahan telah dilakukan untuk

meningkatkan pemanfaatan tepung darah dalam ransum ternak yaitu dengan cara

pengeringan, penyerapan/pencampuran dan fermentasi (Ramadhan, dkk., 2015).

Tepung darah telah dilaporkan mengandung protein sekitar 80-85%,

variasi dari kandungan tepung darah tersebut disebabkan perbedaan dalam metode

pembuatan tepung darah (McDonald et al., 1998 dalam Ramadhan, dkk., 2015).

Tepung darah mengandung protein kasar sebesar 80%, lemak 1,6%, serat kasar

1%, tetapi miskin kalium dan phospor (Rasyaf, 1994 dalam Ramadhan, dkk.,

2015). Darah sangat sulit untuk dikeringkan dan merupakan medium yang bagus
untuk pertumbuhan mikroba karena kandungan air yang tinggi (Donkoh et al.,

1999 dalam Ramadhan, dkk., 2015). Kandungan air darah segar sekitar 80% dan

kandungan air tepung darah sekitar 16,5% (Setiowati et al., 2014 dalam

Ramadhan, dkk., 2015).

Tepung darah kaya akan asam amino lysine, arginine, methionine, cystine,

dan leucine tetapi sangat miskin asam amino isoleusine dan mengandung glycine

lebih rendah dibandingkan dengan tepung ikan (NRC, 1994). Odukwe dan Njoku

(1987) menyatakan tepung darah kaya akan asam amino lysine. Dari penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya suplementasi 1,5% tepung darah lebih baik

dibandingkan suplementasi campuran lysine dan methionine sintetik (Njoku, 1985

dalam Ramadhan, dkk., 2015). Ketika dibandingkan suplementasi tepung darah

dengan protein tumbuhan untuk pakan unggas cukup tinggi nilai biologisnya,

protein tumbuhan umumnya kekurangan dua asam amino esensial yaitu lysine dan

methionine sementara tepung darah kaya akan dua asam amino tersebut

(McDonald et al., 1992 dalam Ramadhan, dkk., 2015).

Pemanfaatan tepung darah sebagai pakan unggas sangat terbatas,

penggunaannya dalam ransum tidak direkomendasikan lebih dari 5% (Dafwang et

al., 1986 dalam Ramadhan, dkk., 2015), hal ini dikarenakan kecernaan dari

tepung darah tidak efisien seperti kecernaan tepung ikan (Haq et al., 2004 dalam

Ramadhan, dkk., 2015). Crawshaw (1994) menyatakan keterbatasan penggunaan

tepung darah dalam ransum broiler dikarenakan ketidaseimbangan asam amino

yang menyebabkan menurunnya performa ternak. Titin (2011) menyatakan

tepung darah mengandung zat besi yang cukup tinggi sehingga keberadaannya

dapat mengganggu kecernaan dari zat nutrisi lainnya dalam ransum. Tepung darah
juga mengandung asam amino terbatas yaitu asam amino isoleusin, yang apabila

terjadi kekurangan akan menyebabkan penerunan pertumbuhan bobot badan

sehingga juga dapat menurunkan produksi karkas (Ramadhan, dkk., 2015).

Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan untuk membantu

pertumbuhan tanaman yakni tepung darah sapi, tepung darah sapi mengandung

unsur hara yang tinggi yakni nitrogen 12,18%, P2O5 28%, K2O 0,15% dan C-

organik 19,01%, dengan unsur hara yang dimiliki tepung darah sapi diharapkan

mampu untuk memenuhi kebutuhan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman.

Limbah darah sapi yang berasal dari rumah potong hewan sering kali tidak

dimanfaatkan dengan maksimal atau terbuang begitu saja, padahal 3,5-7% dari

berat tubuh hewan adalah darah. Limbah rumah potong hewan (RPH) tersebut

sebenarnya masih memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, bila diolah menjadi

tepung darah dan digunakan sebagai pakan ternak atau pupuk tanaman (Wiyono,

2007 dalam Lianis, dkk., 2017).

2.4 Teknologi Pengolahan Isi Rumen sebagai Pakan dan Kompos

Rumen dapat di manfaatkan sebagai sumber pakan ternak dan sumber

mikrobia karena mengandung karbohidrat, serat kasar, dan protein kasar. Adanya

protein menunjukan adanya mikrobia dalam rumen dan berpotensi untuk

memperbaiki kualitas pakan (Arlini, 2014 dalam Basri, 2017). Nutrisi rumen sapi

terdiri dari : protein 8,42 %, lemak 2,6 %, serat kasar 28,78 %, Ca 0,53 %, P :

0,55 %, BETN : 44,24 %,abu : 18,54 %, dan air 10,92 %. Komposisi kimia isi

rumen sapi (% BK) (Basri, 2017). Menurut Darsono, 2011 adalah sebagai

berikut : AB 11 %, Protein kasar 17,6 %, lemak kasar 2,1 %, serat kasar 28 %,

Beta-N 41,40 %, Ca 0,79 %, P 0,67 % .


Berdasarkan hasil penelitian Sanjaya (1995), penggunaan isi rumen sapi

sampai 12% mampu meningkatkan pertambahan bobot badan dan konsumsi

pakan ayam pedaging dan mampu menekan konversi pakan ayam pedaging.

Jumlah mikroba di dalam isi rumen sapi bervariasi meliputi: mikroba proteolitik

2,5 x 10 pangkat 9 sel/g isi rumen, mikroba selulolitik 8,1 x 10 pangkat 4 sel/gram

isi rumen, amilolitik 4,9 x 10 pangkat 9 sel/g isi, mikroba pembentuk asam 5,6 x

10 pangkat 9 sel/g isi, mikroba lipolitik 2,1 x 10 pangkat 10 sel/g isi dan fungi

lipolitik 1,7 x 10 pangkat 3 sel/g isi (Sutrisno dkk, 1994). Mikroorganisme

tersebut dapat mencerna pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan proein

untuk membentuk mikrobial dan vitamin B.

Beberapa jenis bakteri/mikroba yang terdapat dalam isi rumen adalah (a)

bakteri/mikroba lipolitik, (b) bakteri/mikroba pembentuk asam, (c)

bakteri/mikroba amilolitik, (d) bakteri/mikroba selulotik, (e) bakteri/mikroba

proteolitik (Sutrisno dkk, 1994). Kandungan zat makanan yang terdapat pada isi

rumen sapi meliputi: air (8,8%), protein kasar (9,63%), lemak (1,81%), serat kasar

(24,60%), BETN (38,40%), Abu (16,76%), kalsium (1,22%) dan posfor (0,29%)

dan pada domba meliputi: air (8,28%), protein kasar (14,41%), lemak (3,59%),

serat kasar (24,38%), Abu (16,37%), kalsium (0,68%) dan posfor (1,08%)

(Suhermiyati, 1984).

Cairan rumen merupakan limbah dari rumah potong hewan yang tidak

dimanfaatkan oleh masyarakat. Cairan rumen banyak mengandung mikroba baik

bakteri, protozoa maupun fungi. Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa

pemanfaatan cairan rumen maupun enzim kompleks sebagai inokulan dalam

pembuatan silase akan mempercepat dan memperbaiki fermentasi silase


(penurunan pH, peningkatan rasio laktat - asetat, menurunkan ammonia),

memperbaiki pertumbuhan bakteri rumen.

Faktor yang paling membatasi pakan hijauan ruminansia adalah kecernaan

dan kualitas nutrisinya. Kekurangan protein merupakan faktor paling penting

menyebabkan rendahnya produktivitas ruminansia yang diberi pakan hijauan

kualitas rendah. Calliandra calothyrsus merupakan leguminosa tropis digunakan

sebagai pakan ruminansia, memiliki kandungan protein dan polifenol yang tinggi.

Protein kasar mensuplai N untuk sintesis protein mikroba rumen dan polifenol

digunakan sebagai strategi untuk menurunkan emisi enterik CH4 di ruminansia.

Pakan dengan kandungan protein tinggi seperti C. calothyrsus seharusnya

dilakukan penyimpanan menggunakan metode pengawetan yang sesuai dengan

kondisi geografi. Namun, legum tersebut pada umumnya mempunyai kandungan

karbohidrat terlarut yang rendah dan tingginya kapasitas penyangga yang

menyebabkan rendahnya kualitas pakan awetan (silase). Kombinasi rumput dan

legum merupakan solusi untuk keberhasilan proses fermentasi silase dan

meningkatkan kandungan protein pakan untuk produksi ruminansia yang

berkelanjutan (Ridwan, Roni. 2014).

Kandungan isi rumen kaya akan nutrisi, maka isi rumen sangat baik

digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan feed suplemen ternak berupa

bioplas. Bioplus ada suplemen ternak terbuat dari limbah ternak, yaitu isi rumen

dengan penambahan bahan pakan lain, seperti bekatul atau dedak, molases dan

EM-4. Pemberian bioplus pada ternak dapat meningkatkan pertambahan berat

badan harian ternak sampai 0,68 kg/perhari (Basri, 2017).


Melimpahnya jumlah atau populasi mikroorganisme hidup di dalam

rumen, sangat baik untuk para petani organik. Limbah dari Rumah Pemotongan

Hewan Ruminansia (RPH-R) seperti sapi dan kambing biasanya membuang isi

rumen begitu saja. Isi rumen yang diperoleh dari rumah potong hewan kaya akan

nutrisi, limbah ini sebenarnya sangat potensial bila dimanfaatkan sebagai pakan

ternak. Dalam proses pembuatan pupuk organik cair sangat dibutuhkan berbagai

bahan-bahan alami yang kaya akan nutrisi, seperti isi dari limbah rumen untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Pengolahan limbah rumah

pemotongan hewan diharapkan mampu menekan biaya produksi budidaya

pertanian di Indonesia dengan pola Organik (Joko Samudro, 2014 dalam Basri,

2017).

Rumen sapi merupakan bahan buangan yang mengandung mikroba atau

parasit dan bahan makanan yang tidak tercerna. Kandungan nutrisi dan bahan–

bahan makanan yang tidak tercerna inilah yang menyebabkan rumen sapi dapat

didaur ulang. Didalam rumen terjadi proses fermentasi oleh mikroorganisme

seperti bakteri, protozoa, ragi dan fungi. Berdasarkan hasil isolasi dan identifikasi

mikrba yang terkandung dalam cairan rumen diperoleh bakteri xilanolitik yaitu :

Bacillus sp, Cellumonas sp, Lactobacillus sp, Pseudomonas sp, dan Acinetobacter

sp. (Lamid dkk., 2006 dalam Basri, 2017).

Bakteri rumen sapi terdiri dari kumpulan beberapa mikroorganisme yang

sangat bermanfaat dalam proses pengolahan pupuk kandang, kompos, pupuk

organik cair, dan sekaligus mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah dan

memberi kehidupan di dalam tanah. Mikroorganisme yang terdapat didalam

bakteri rumen sapi dapat meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik,
meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk tanaman, serta menekan aktifitas

serangga, hama dan mikroorganisme patogen (Abadi, 2010 dalam Basri, 2017).
DAFTAR PUSTAKA

Bagau, B. 2012. Bioavaibilitas Kalsium dan Fosfor Special Bone Meal Produk
Hidrolisis Alkali Tulang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L.) pada
Ayam Broiler. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran, Bandung.
Basri, E. 2017. Potensi dan pemanfaatan rumen sapi sebagai bioaktivator.
Prosiding Seminar Nasional Agroinovasi Spesifik Lokasi Untuk
Ketahanan Pangan Pada Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Hal :
1053-1059.
Lestari, S. U. 2015. Efikasi dosis pupuk tepung tulang (tulag sapi dan tulang
ayam) terhadap pertumbuhan tanaman sorghum (sorghum bicolor (L)
moench) pada tanah PMK. Jurnal Ilmiah Pertanian. Hal : 19-26.
Lianis, J. H., E. Zuhry, H. Yetti. 2017. Respon tanaman kedelai (glycine max (L.)
Merril) yang diberi tepung darah sapi. JOM Faperta. 4 (1) : 1-10.

Ramadhan, R. F., Y. Marlida, Mirzah, dan Wizna. 2015. Metode pengolahan


darah sebagai pakan unggas. Jurnal Peternakan Indonesia. 17 (1) : 63-
76.
Rusmana, D., Wiradimadja, R., Noor, F. A., Mayasaroh, I., & Winarsih, W.
(2016). Special Bone Meal Produk Hidrolisis Alkali Pada Tulang
Ayam. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 41(3), 355-360.
Sinaga, I. B., L. A. Harahap, N. Ichwan. 2018. Karakteristik tepung tulang yang
dihasilkan berbagai bahan baku yang diolah dengan alat penggiling
tulang. J. Rekayasa Pangan dan Pert. 6 (1) : 181-185.

Anda mungkin juga menyukai