Anda di halaman 1dari 16

REFRAT

Hiperemesis Gravidarum

BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 50-90% dari seluruh kehamilan disertai dengan mual dan muntah.
Menurut sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 360 wanita hamil, hanya 2% dari
subyek penelitian yang mengalami mual pada pagi hari, sedangkan 80% lainnya
mengeluhkan mual dan muntah yang berlanjut sepanjang hari. Kondisi ini biasanya akan
menghilang dengan sendirinya dan mencapai puncak pada usia gestasi 9 minggu. Gejala
mual muntah ini akan menghilang jika usia kehamilan mencapai 20 minggu. Walaupun
demikian, pada 20 % kasus, gejala dapat berlanjut hingga persalinan.1 Apabila mual dan
muntah yang dialami mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi,
keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5%
berat badan.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum dirawat
inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-menerus dan
gejala sulit hilang sehingga membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu
hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan. Oleh karena itu,
diagnosis dan tatalaksana secara dini dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas hidup
selama kehamilan.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Definisi dan Klasifikasi


Rasa mual dan muntah merupakan gejala yang biasa timbul pada wanita
hamil. Kurang lebih 50-90% dari keseluruhan wanita hamil biasanya mengeluhkan
adanya mual dan muntah. Hiperemesis gravidarum dialami oleh 0,5-2% dari
seluruh kehamilan di dunia. Menurut The Norwegian Society of Gynecology and
Obstetrics (NFOG), hiperemesis gravidarum merupakan rasa mual dan muntah
yang menetap yang timbul sebelum usia gestasi 20 minggu dan dapat
menyebabkan gangguan kesejahteraan, dehidrasi, berkurangnya berat badan, serta
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.4 Biasanya gejala hiperemesis mulai
muncul di awal semester pertama, yaitu sekitar minggu ke-4 sampai ke-10 dari
kehamilan. Gejala mencapai puncaknya pada minggu ke-8 sampai ke-12 dan
menghilang di minggu ke-20 usia kehamilan. Suatu kondisi mual dan muntah
dapat dikategorikan sebagai hiperemesis gravidarum jika mual dan muntah
tersebut terjadi lebih dari lima kali setiap hari, adanya penurunan berat badan lebih
dari 5%, dan gangguan asupan makanan dan cairan.2,5
Hiperemesis gravidarum dapat dikategorikan menjadi tiga kategori
berdasarkan tingkat keparahan dan gejala klinisnya, yaitu2,6:
1. Derajat I: muntah yang terus menerus, timbul toleransi terhadap makanan dan
minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar
makanan, lendir dan sedikit cairan empedu dan yang terakhir keluar darah.
Nadi meningkat hingga 100 kali per menit dan tekanan darah sistolik menurun.
Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin sedikit tetapi
masih dalam batas normal.
2. Derajat II: Gejala yang timbul lebih berat daripada derajat I, semua yang
dimakan dan diminum dimuntahkan kembali oleh pasien, rasa haus yang
hebat, sub-febril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan
darah sitolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, terdapat aseton dan bilirubin dalam urin serta berat badan yang cepat
menurun.
3. Derajat III: Hiperemesis gravidarum tingkat III sangat jarang terjadi. Keadaan
ini merupakan kelanjutan dari hiperemesis gravidarum tingkat II yang ditandai
dengan muntah yang berkurang atau bahkan berhenti, tetapi kesadaran pasien
menurun (delirium sampai koma). Pasien dapat mengalami ikterus, sianosis,
nistagmus, gangguan jantung dan dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.

2. 2. Faktor Resiko4
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya hiperemesis
gravidarum. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi resiko yang berasal dari
ibu hamil maupun yang berasal dari janin. Demikian adalah faktor-faktor tersebut:
2. 2. 1. Faktor dari Ibu
1. Usia Ibu dan Riwayat Obstetrik
Ibu yang hamil dalam usia yang lebih muda (kurang dari 20 tahun)
memiliki resiko lebih besar untuk mengalami hiperemesis
gravidarum. Selain itu, pada kehamilan pertama biasanya ibu lebih
rentan untuk mengalama hiperemesis gravidarum.
2. Body Mass Index (BMI) dari Ibu
Ibu dengan BMI sebelum kehamilan yang lebih rendah memiliki
kecenderungan lebih untuk mengalami hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan ibu dengan BMI yang lebih tinggi.
3. Ibu dengan Riwayat Penyakit Sebelum Kehamilan
Ibu dengan penyakit hipertiroid, gangguan mental, dan gangguan
gastrointestinal memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terkena hiperemesis gravidarum.
2. 2. 2. Faktor dari Janin
1. Jenis Kelamin Janin
Ibu dengan janin berjenis kelamin perempuan memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk mengalami mual dan muntah serta hiperemesis
gravidarum. Hal ini disebabkan karena level estrogen yang lebih
tinggi pada janin perempuan.
2. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mengalami hiperemesis gravidarum,terutama bila kedua janin adalah
janin perempuan. Hal ini disebabkan tingginya kadar hCG pada
kehamilan multipel.
3. Mola Hidatidosa
Kehamilan mola memiliki kadar hCG yang lebih tinggi dibandingkan
kehamilan normal sehingga meningkatkan kecenderungan bagi
seorang wanita untuk mengalami hiperemesis gravidarum.
4. Jarak antara Kehamilan
Jarak antara kehamilan pada wanita dianggap memiliki hubungan
dengan kemungkinan terjadinya hiperemesis gravidarum. Wanita
dengan jarak kehamilan kurang dari tiga tahun memiliki resiko yang
lebih rendah untuk mengalami hiperemesis gravidarum.

2. 3. Etiologi dan Patogenesis


2. 3.1 Faktor Hormonal
Hiperemesis dapat dipicu oleh beberapa hormone, seperti estrogen,
progesterone, tiroid, dan hCG.
1. Hormon tiroid
Beratnya keluhan mual pada hiperemesis gravidarum tampaknya
berhubungan dengan stimulasi tiroid. Selama kehamilan fungsi tiroid
mengalami perubahan,secara fisiologis termasuk stimulasi oleh hCG.
Terkadang nilai hormone tiroid akan berdeviasi dari batasan normal,
sehingga menyebabkan tiroid toksikosis gestasional. Selain itu
karena kemiripan struktural dengan TSH, peningkatan hCG dapat
menyebabkan stimulasi berlebih pada kelenjar tiroid.1,7
2. Estrogen
Peningkatan kadar estrogen dan estradiol diketahui dapat
menyebabkan mual dan muntah pada kehamilan. Oleh sebab itu pada
kehamilan dengan janin berjenis kelamin wanita biasanya
berhubungan dengan mual dan muntah yang lebih hebat. Hal
disebabkan karena peningkatan kadar estrogen dan estradiol intra-
uterine. Pendapat lain menyebutkan bahwa pasien dengan
hiperemesis gravidarum lebih sensitif terhadap hormone estrogen
dibandingkan dengan wanita tanpa gejala hiperemesis. Walaupun
demikian, hasil penelitian lain masih belum menunjukan hasil yang
bermakna mengenai hubungan tingginya kadar estrogen dan gejala
hiperemesis. 1,5
3. Progesteron
Pada sebuah studi prospektif terhadap 44 orang wanita hamil
yang terdiri dari 22 orang wanita dengan hiperemesis gravidarum dan
22 orang wanita hamil tanpa gejala mual dan muntah, ditemukan
adanya peningkatan kadar progesteron dalam plasma pada wanita
dengan hiperemesis gravidarum di bandingkan dengan kelompok
tanpa gejala. Sedangkan pada penelitian lain pada 62 orang wanita
dengan gejala mual muntah (nausea and vomiting in pregnancy)
yang dibandingkan dengan 40 subjek tanpa gejala, ditemukan kadar
progesterone yang rendah. Berdasarkan penelitian-penelitian lainnya
disimpulkan bahwa tinggi atau rendahnya konsentrasi serum
progesterone tidak berhubungan langsung dengan munculnya gejala
hiperemesis gravidarum. Progesteron bekerja menurunkan motilitas
gastrointestinal selama masa kehamilan. Selain itu progesterone juga
dapat menyebabkan disritmia lambung sehingga berperan dalam
munculnya gejala hiperemesis.5
4. HCG
HCG telah lama diduga sebagai penyebab paling utama HG, ini
dikarenakan ketika terjadi HG kadar HCG selalu terdeteksi dalam
kadar tertingginya. Bagaimana mekanismenya masih belum dapat
dijelaskan sampai sekarang dan masih terus diteliti. HCG merupakan
hormon yang berfungsi mempertahankan korpus luteum yang
membuat estrogen dan progesteron sampai placenta terbentuk
sepenuhnya dan dapat secara mandiri membentuk estrogen dan
progesteron. Bila saat itu tiba maka kadar HCG akan sendirinya
turun karena tidak perlu lagi mempertahankan korpus luteum.5
5. Imunitas
Menurut beberapa penelitian, hiperemesis gravidarum disebabkan
karena hiperaktivitas dari sistem kekebalan tubuh. Beberapa studi
menunjukan adanya peningkatan faktor imun pada ibu dengan
hiperemesis gravidarum dan hal ini berkorelasi dengan peningkatan
kadar hormon dalam tubuh. Pada peningkatan interleukin-6 (IL-6)
pada penderita hiperemesis gravidarum, terjadi peningkatan level B-
hCG. Selain itu, pada peningkatan ratio T-helper tipe 2 terjadi
peningkatan level progesteron dan estrogen.
6. Defisiensi Vitamin
Pada beberapa studi menunjukan adanya korelasi antara defisensi
vitamin B6 pada penderita hiperemesis gravidarum. Selain itu,
defisiensi tiamin dan vitamin K juga dinilai dapat meningkatkan
resiko hiperemesis gravidarum.
7. Psikologi
Wanita hamil biasanya mengalami konflik psikologi. Rasa mual
dihubungkan dengan ketidaksiapan wanita untuk menjadi seorang
ibu yang disebabkan kurang dewasanya kepribadian dan adanya
ketergantungan yang kuat dari wanita tersebut

2. 4. Manifestasi Klinik1-7
Hiperemesis gravidarum biasanya muncul pada kehamilan trimester pertama.
Pada hiperemesis gravidarum, penegakan diagnosis harus diawali dengan
menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu. Selain itu, dapat dilakukan
anamnesis terhadap pasien. Umumnya gejala yang ditimbulkan oleh hiperemesis
gravidarum biasanya tidak spesifik. Gejala yang paling umum dikemukakan oleh
pasien adalah rasa mual dan muntah hebat yang tidak dapat ditahan dan
berlangsung sepanjang hari sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut dapat dijumpai tanda-tanda vital yang
abnormal, seperti penurunan tekanan darah, peningkatan denyut jantung hingga
lebih dari 100 kali setiap menit, dan dalam kondisi yang lebih berat, dapat didapati
suhu tubuh yang subfebris serta adanya penurunan kesadaran hingga mencapai
koma. Hiperemesis gravidarum dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
nutrisi dari penderitanya. Sehingga hasil pemeriksaan fisik pada penderita
hiperemesis gravidarum dapat dilihat adanya tanda-tanda dehidrasi, yaitu mukosa
oral kering, mata cekung, turgor kulit memanjang, kulit tampak pucat, dan
sianosis. Selain itu, kurangnya berat badan dapat dilihat pada penderita
hiperemesis gravidarum akibat kurangnya asupan nutrisi. Pada pemeriksaan,
uterus didapati sesuai dengan usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan
serviksyang livide saat dilakukan inspeksi dengan inspekulo.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menilai tanda-tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan darah yang perlu dinilai adalah kadar hemoglobin,
hematokrit, laju endap darah, kadar elektrolit, proteinuria, dan ketonuria. Pada
penderita hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin
dan hematokrit. Selain itu didapati adanya hipokalemia dan hiponatremia. Pada
pemeriksaan urin didapati adanya badan keton dan proteinuria. Hal ini disebabkan
adanya pemecahan lemak dalam tubuh akibat kurangnya nutrisi.
Selain itu, dalam mendiagnosis diagnosis hiperemesis gravidarum perlu
dilakukan eksklusi dari diagnosis banding lain. Umumnya gejala seperti sakit
kepala, nyeri abdomen, demam, dan gangguan pencernaan tidak terdapat pada
hiperemesis gravidarum sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.

Tabel 2.1. Diagnosis Banding dari Hiperemesis Gravidarum.8


Selain itu, pemeriksaan terhadap kondisi kehamilan juga penting untuk
dilakukan. Pemeriksaan terhadap kondisi kehamilan dan janin dapat dilakukan
dengan USG. Selain itu, pemeriksaan USG juga penting untuk melihat
kemungkinan adanya mola hidatidosa maupun kehamilan kembar dimana kadar
HCG biasanya lebih tinggi.

Tabel 2.2. Diagram Langkah Diagnosis untuk Hiperemesis Gravidarum9


2. 5. Tatalaksana
Pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum tingkat II atau penderita
gravidarum yang mengalami gangguan keseimbangan elektrolit, maka wanita
tersebut harus menjalani perawatan di rumah sakit. Tatalaksana hiperemesis
gravidarum pada pasien yang mejalani perawatan di rumah sakit dibagi menjadi
dua, yaitu tatalaksana awal dan tatalaksana farmakologis. Tatalaksana awal dari
hiperemesis gravidarum dapat berupa rehidrasi dan penghentian makan per oral
secara total. Rehidrasi dapat dilakukan dengan memberikan cairan ringer laktat
atau normal saline. Rehidrasi dengan menggunakan dextrose juga dapat dilakukan
karena dapat mengurangi pemecahan lemak. Penghentian makanan per oral
dilakukan selama 24-48 jam atau sampai frekuensi muntah pasien telah berkurang
mencapai kurang dari tiga kali sehari.2,9
Pada hiperemesis gravidarum pemberian terapi farmakologis untuk
mengurangi rasa mual dapat diberikan setelah dilakukan rehidrasi dan perbaikan
terhadap hemodinamik. Pemberian obat secara intravena dipertimbangkan jika
toleransi oral dari pasien masih buruk. Obat-obatan yang biasa diberikan kepada
penderita hiperemesis gravidarum adalah vitamin B6 (piridoksin), antihistamin,
dan agen-agen prokinetik.2

2.5.1. Anti Histamin


Anti Histamin yang biasa digunakan sebagai terapi mual dan muntah
pada kehamilan merupakan doksilamin yang dikombinasikan dengan
piridoksin. Selain itu, anti histamin lain seperti meclizine, dimenhidrinat,
dan difenhidramin juga dapat digunakan. Pada 24 studi kontrol, ditemukan
bahwa H-1 reseptor blocker memiliki efek protektif pada resiko malformasi.
Anti histamin bekerja dengan menginhibisi histamin pada histamin-1
reseptor. Selain itu, anti histamin juga memiliki efek tidak langsung pada
sistem vestibular dengan cara mengurangi stimulasi pada pusat muntah serta
menginhibisi reseptor muskarinik yang bekerja memediasi respon emetik.
2.5.2. Vitamin B6 (Pyridoxine)
Pemberian pyridoxine terbukti mampu mengurangi rasa mual, namun
tidak signifikan dalam mengurangi gejala muntah. Mekanisme efek
terapeutik pada wanita dengan gejala mual sampai sekarang masih belum
diketahui, namun ada hipotesis yang menjelaskan keuntungan pemberian
piridoksin termasuk untuk pencegahan/ tatalaksana defisiensi vitamin B6
dan bersinergi dengan sifat anti-emetik pada antihistamin.
Sebagai monoterapi, piridoksin dapat diberikan dengan dosis awal 25
mg per oral setiap enam sampai delapan jam dengan dosis maksimal yang
disarankan bagi wanita hamil 250 mg per hari. Piridoksin tergolong aman
dengan efek samping yang minimal pada kehamilan sehingga sering
digunakan sebagai terapi lini pertama untuk mual dan muntah selama
kehamilan sebagai monoterapi atau kombinasi dengan doxilamin.

2.5.3. Anti Emetik


Pemberian obat-obatan antiemetik juga dapat dilakukan karena
dianggap cukup aman untuk ibu hamil. Contoh obat-obat antiemetik
konvensional adalah fenotiazin dan benzodin. Pemberian fenotiazin dan
metokloperamid diberikan jika terapi anti histamin gagal dalam mengurangi
rasa mual ibu. Namun pemberian metokloperamid dicurigai dapat
menyebabkan tardive dyskinesia sehingga penggunaan lebih dari 12 minggu
harus dihindari.
Pemberian obat antagonis reseptor 5-hydroxytryptamine seperti
ondasentron mulai sering digunakan. Ondansentron memiliki efektivitas
yang cukup tinggi dan memiliki efek sedasi yang lebih rendah. Selain itu,
pemberian ondansentron tidak memiliki efek terhadap timbulnya malformasi
pada janin jika digunakan pada trimester pertama.
Tabel 2.3. Obat-Obatan yang Dapat Digunakan dalam Tatalaksana Hiperemesis
Gravidarum.2

Selain itu, pada pasien hiperemesis gravidarum dapat diberikan pengobatan


anti-emetik yang dibarengi dengan pemberian suplemen vitamin. Vitamin yang
perlu diberikan adalah vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, dan
vitamin C. Pemberian vitamin dilakukan dengan pemberian parenteral melalui
infus.
Tabel 2.3. Terapi Wanita Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum.9

Sedangkan pada pasien dengan hiperemesis ringan dan belum mengalami


gangguan elektrolit, maka yang paling penting untuk dilakukan adalah edukasi
mengenai perubahan pola diet. Pada penderita hiperemesis gravidarum, makanan
yang dianjurkan adalah makanan yang tinggi karbohidrat dan rendah lemak. Selain
itu, makanan sebaiknya disajikan dalam porsi yang kecil. Makanan dengan bau
yang menyengaty sebaiknya dihindari.
Pemberian obat-obatan yang dapat diberikan adalah pemberian vitamin B6,
anti histamin, antiemetik, dan obat-obatan yang dapat meningkatkan motilitas
usus. Pemberian ondasentron dan promethazine dapat diberikan pada hiperemesis
gravidarum yang berat. Pemberian terapi alternatif, seperti pemberian minuman
jahe, terbukti dapat membantu meringankan gejala mual dan muntah yang timbul
pada hiperemesis gravidarum.

2.6 Prognosis dan Komplikasi


Pada umumya, mual dan muntah pada kehamilan akan berakhir secara
spontan setelah usia kandungan melewati usia 20 minggu. Hiperemesis
gravidarum dihubungkan dengan peningkatan resiko gangguan kesejahteraan
janin, seperti gangguan pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah, berat bayi lahir
sangat rendah (<1500 gram), dan APGAR score 5 menit setelah kelahiran rendah.
Di sisi lain, beberapa penelitian menyatakan bahwa hiperemesis gravidarum dapat
membawa keluaran yang baik pada janin, seperti mengurangi resiko tejadinya
kegagalan kehamilan pada trimester pertama dan mengurangi resiko lahir
prematur.1,4
Selain memiliki dampak pada janin, hiperemesis gravidarum juga dapat
menyebabkan gangguan bagi wanita hamil. Resiko yang dapat terjadi pada ibu
adalah resiko gangguan elektrolit, gangguan nutrisi, dehidrasi, berkurangnya berat
badan, dan dehidrasi. Selain itu, komplikasi yang sering terjadi pada ibu adalah
Wernicke’s encephalopathy. Wernicke’s encephalopathy merupakan lesi pada
bagian nukleus talamikus, nukleus periaqueduktus, nukleus periventrikular,
mammilary body, dan vermis cerebellar superior yang disebabkan karena adanya
defisiensi tiamin. Wernicke’s encephalotpathy ditandai dengan adanya gejala-
gejala ataxia, opthamyalgia, nistagmus, dan kegagalan memori jangka pendek.
Selain itu, dapat terjadi beri-beri yang disebabkan karena kurangnya tiamin.4
Defisiensi vitamin K juga dapat terjadi pada hiperemesis gravidarum
sehingga penderita hiperemesis gravidarum beresiko mengalami koagulopati.
Sehingga pada penderita hiperemesis dapat terjadi perdarahan, seperti perdarahan
retina, perdarahan intrakranial pada janin, dan hidrocephalis sekunder.4
Komplikasi lain yang dapat terjadi pada penderita hiperemesis gravidarum
adalah ruptur esofagus dan Sindroma Mallory-Weiss yang terjadi karena
peningkatan tekanan pada esofagus akibat muntah yang berlebihan.1

BAB II
KESIMPULAN

3. 1. Kesimpulan
Hiperemesis gravidarum dialami oleh 0,5-2% dari seluruh kehamilan di
dunia. hiperemesis gravidarum merupakan rasa mual dan muntah yang menetap
yang timbul sebelum usia gestasi 20 minggu dan dapat menyebabkan gangguan
kesejahteraan, dehidrasi, berkurangnya berat badan, serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Biasanya gejala hiperemesis mulai muncul
di awal semester pertama, yaitu sekitar minggu ke-4 sampai ke-10 dari
kehamilan dan hilang sebelum minggu ke-20.
Hiperemesis dapat dipicu oleh beberapa hormone, seperti estrogen,
progesterone, ACTH, kortisol, growth hormone serta prolactin. Gejala yang
ditimbulkan oleh hiperemesis gravidarum biasanya tidak spesifik. Gejala yang
paling umum ditemukan adalah rasa mual dan muntah hebat yang tidak dapat
ditahan dan berlangsung sepanjang hari. Hiperemesis gravidarum dapat
mengganggu keseimbangan cairan dan nutrisi dari penderitanya sehingga pada
penderita hiperemesis gravidarum dapat dilihat adanya tanda-tanda dehidrasi.
Terapi yang paling penting dalam menangani pasien dengan hiperemesis
gravidarum adalah terapi cairan parenteral dan penggantian elektrolit.
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janin.
Resiko yang dapat terjadi pada ibu adalah resiko gangguan elektrolit, gangguan
nutrisi, berkurannya berat badan, dan dehidrasi.

Anda mungkin juga menyukai

  • Anatomi Mata
    Anatomi Mata
    Dokumen8 halaman
    Anatomi Mata
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Kalazion
    Kalazion
    Dokumen16 halaman
    Kalazion
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan
    Penyuluhan
    Dokumen17 halaman
    Penyuluhan
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Refrat Pneumonia
    Refrat Pneumonia
    Dokumen44 halaman
    Refrat Pneumonia
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Tugas Gizi Makronutrien
    Tugas Gizi Makronutrien
    Dokumen19 halaman
    Tugas Gizi Makronutrien
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Pdfslide - Tips - Diagnosa Dan Pengelolaan Mata Merah
    Pdfslide - Tips - Diagnosa Dan Pengelolaan Mata Merah
    Dokumen23 halaman
    Pdfslide - Tips - Diagnosa Dan Pengelolaan Mata Merah
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Status Ipd
    Status Ipd
    Dokumen12 halaman
    Status Ipd
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Case Vertigo
    Case Vertigo
    Dokumen28 halaman
    Case Vertigo
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Case
    Case
    Dokumen30 halaman
    Case
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Otitis Externa Maligna
    Otitis Externa Maligna
    Dokumen9 halaman
    Otitis Externa Maligna
    Odaz Mulana
    Belum ada peringkat
  • REFRAT Obsgyn
    REFRAT Obsgyn
    Dokumen16 halaman
    REFRAT Obsgyn
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Hiperemesis Gravidarum
    Hiperemesis Gravidarum
    Dokumen24 halaman
    Hiperemesis Gravidarum
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • REFRAT Obsgyn
    REFRAT Obsgyn
    Dokumen16 halaman
    REFRAT Obsgyn
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Aorta
    Aorta
    Dokumen14 halaman
    Aorta
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • BPH
    BPH
    Dokumen22 halaman
    BPH
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • BPH Putri PPT Fix
    BPH Putri PPT Fix
    Dokumen31 halaman
    BPH Putri PPT Fix
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • TCD
    TCD
    Dokumen20 halaman
    TCD
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Refrat BPH
    Refrat BPH
    Dokumen27 halaman
    Refrat BPH
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Referat Parkinson As
    Referat Parkinson As
    Dokumen21 halaman
    Referat Parkinson As
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • GERD
    GERD
    Dokumen14 halaman
    GERD
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Refrat Tumor Testis
    Refrat Tumor Testis
    Dokumen21 halaman
    Refrat Tumor Testis
    Alberto Ozzy Sdbs
    Belum ada peringkat
  • Case RSJ Cimahi - Dikonversi
    Case RSJ Cimahi - Dikonversi
    Dokumen16 halaman
    Case RSJ Cimahi - Dikonversi
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • GERD
    GERD
    Dokumen14 halaman
    GERD
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Skizofrenia
    Skizofrenia
    Dokumen48 halaman
    Skizofrenia
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Intoksikasi Sulfur Ke 2
    Intoksikasi Sulfur Ke 2
    Dokumen22 halaman
    Intoksikasi Sulfur Ke 2
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2 Anak
    Kasus 2 Anak
    Dokumen38 halaman
    Kasus 2 Anak
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 12 Mumps
    PBL Blok 12 Mumps
    Dokumen11 halaman
    PBL Blok 12 Mumps
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat
  • Parotitis
    Parotitis
    Dokumen10 halaman
    Parotitis
    Ulie Julie Julie
    Belum ada peringkat
  • Evrog
    Evrog
    Dokumen34 halaman
    Evrog
    Chandra Franata
    Belum ada peringkat