Hiperemesis Gravidarum
BAB I
PENDAHULUAN
Sekitar 50-90% dari seluruh kehamilan disertai dengan mual dan muntah.
Menurut sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 360 wanita hamil, hanya 2% dari
subyek penelitian yang mengalami mual pada pagi hari, sedangkan 80% lainnya
mengeluhkan mual dan muntah yang berlanjut sepanjang hari. Kondisi ini biasanya akan
menghilang dengan sendirinya dan mencapai puncak pada usia gestasi 9 minggu. Gejala
mual muntah ini akan menghilang jika usia kehamilan mencapai 20 minggu. Walaupun
demikian, pada 20 % kasus, gejala dapat berlanjut hingga persalinan.1 Apabila mual dan
muntah yang dialami mengganggu aktivitas sehari-hari atau menimbulkan komplikasi,
keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum. Komplikasi yang dapat terjadi adalah
ketonuria, dehidrasi, hipokalemia dan penurunan berat badan lebih dari 3 kg atau 5%
berat badan.2
Hiperemesis gravidarum jarang menyebabkan kematian, tetapi angka
kejadiannya masih cukup tinggi. Hampir 25% pasien hiperemesis gravidarum dirawat
inap lebih dari sekali. Terkadang, kondisi hiperemesis yang terjadi terus-menerus dan
gejala sulit hilang sehingga membuat pasien depresi. Pada kasus-kasus ekstrim, ibu
hamil bahkan dapat merasa ingin melakukan terminasi kehamilan. Oleh karena itu,
diagnosis dan tatalaksana secara dini dapat memperbaiki kesehatan dan kualitas hidup
selama kehamilan.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 2. Faktor Resiko4
Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya hiperemesis
gravidarum. Faktor resiko tersebut dapat dibagi menjadi resiko yang berasal dari
ibu hamil maupun yang berasal dari janin. Demikian adalah faktor-faktor tersebut:
2. 2. 1. Faktor dari Ibu
1. Usia Ibu dan Riwayat Obstetrik
Ibu yang hamil dalam usia yang lebih muda (kurang dari 20 tahun)
memiliki resiko lebih besar untuk mengalami hiperemesis
gravidarum. Selain itu, pada kehamilan pertama biasanya ibu lebih
rentan untuk mengalama hiperemesis gravidarum.
2. Body Mass Index (BMI) dari Ibu
Ibu dengan BMI sebelum kehamilan yang lebih rendah memiliki
kecenderungan lebih untuk mengalami hiperemesis gravidarum
dibandingkan dengan ibu dengan BMI yang lebih tinggi.
3. Ibu dengan Riwayat Penyakit Sebelum Kehamilan
Ibu dengan penyakit hipertiroid, gangguan mental, dan gangguan
gastrointestinal memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
terkena hiperemesis gravidarum.
2. 2. 2. Faktor dari Janin
1. Jenis Kelamin Janin
Ibu dengan janin berjenis kelamin perempuan memiliki resiko yang
lebih tinggi untuk mengalami mual dan muntah serta hiperemesis
gravidarum. Hal ini disebabkan karena level estrogen yang lebih
tinggi pada janin perempuan.
2. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mengalami hiperemesis gravidarum,terutama bila kedua janin adalah
janin perempuan. Hal ini disebabkan tingginya kadar hCG pada
kehamilan multipel.
3. Mola Hidatidosa
Kehamilan mola memiliki kadar hCG yang lebih tinggi dibandingkan
kehamilan normal sehingga meningkatkan kecenderungan bagi
seorang wanita untuk mengalami hiperemesis gravidarum.
4. Jarak antara Kehamilan
Jarak antara kehamilan pada wanita dianggap memiliki hubungan
dengan kemungkinan terjadinya hiperemesis gravidarum. Wanita
dengan jarak kehamilan kurang dari tiga tahun memiliki resiko yang
lebih rendah untuk mengalami hiperemesis gravidarum.
2. 4. Manifestasi Klinik1-7
Hiperemesis gravidarum biasanya muncul pada kehamilan trimester pertama.
Pada hiperemesis gravidarum, penegakan diagnosis harus diawali dengan
menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu. Selain itu, dapat dilakukan
anamnesis terhadap pasien. Umumnya gejala yang ditimbulkan oleh hiperemesis
gravidarum biasanya tidak spesifik. Gejala yang paling umum dikemukakan oleh
pasien adalah rasa mual dan muntah hebat yang tidak dapat ditahan dan
berlangsung sepanjang hari sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisik lebih lanjut dapat dijumpai tanda-tanda vital yang
abnormal, seperti penurunan tekanan darah, peningkatan denyut jantung hingga
lebih dari 100 kali setiap menit, dan dalam kondisi yang lebih berat, dapat didapati
suhu tubuh yang subfebris serta adanya penurunan kesadaran hingga mencapai
koma. Hiperemesis gravidarum dapat mengganggu keseimbangan cairan dan
nutrisi dari penderitanya. Sehingga hasil pemeriksaan fisik pada penderita
hiperemesis gravidarum dapat dilihat adanya tanda-tanda dehidrasi, yaitu mukosa
oral kering, mata cekung, turgor kulit memanjang, kulit tampak pucat, dan
sianosis. Selain itu, kurangnya berat badan dapat dilihat pada penderita
hiperemesis gravidarum akibat kurangnya asupan nutrisi. Pada pemeriksaan,
uterus didapati sesuai dengan usia kehamilan dengan konsistensi lunak dan
serviksyang livide saat dilakukan inspeksi dengan inspekulo.
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk menilai tanda-tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan darah yang perlu dinilai adalah kadar hemoglobin,
hematokrit, laju endap darah, kadar elektrolit, proteinuria, dan ketonuria. Pada
penderita hiperemesis gravidarum dapat diperoleh peningkatan relatif hemoglobin
dan hematokrit. Selain itu didapati adanya hipokalemia dan hiponatremia. Pada
pemeriksaan urin didapati adanya badan keton dan proteinuria. Hal ini disebabkan
adanya pemecahan lemak dalam tubuh akibat kurangnya nutrisi.
Selain itu, dalam mendiagnosis diagnosis hiperemesis gravidarum perlu
dilakukan eksklusi dari diagnosis banding lain. Umumnya gejala seperti sakit
kepala, nyeri abdomen, demam, dan gangguan pencernaan tidak terdapat pada
hiperemesis gravidarum sehingga membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
BAB II
KESIMPULAN
3. 1. Kesimpulan
Hiperemesis gravidarum dialami oleh 0,5-2% dari seluruh kehamilan di
dunia. hiperemesis gravidarum merupakan rasa mual dan muntah yang menetap
yang timbul sebelum usia gestasi 20 minggu dan dapat menyebabkan gangguan
kesejahteraan, dehidrasi, berkurangnya berat badan, serta gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Biasanya gejala hiperemesis mulai muncul
di awal semester pertama, yaitu sekitar minggu ke-4 sampai ke-10 dari
kehamilan dan hilang sebelum minggu ke-20.
Hiperemesis dapat dipicu oleh beberapa hormone, seperti estrogen,
progesterone, ACTH, kortisol, growth hormone serta prolactin. Gejala yang
ditimbulkan oleh hiperemesis gravidarum biasanya tidak spesifik. Gejala yang
paling umum ditemukan adalah rasa mual dan muntah hebat yang tidak dapat
ditahan dan berlangsung sepanjang hari. Hiperemesis gravidarum dapat
mengganggu keseimbangan cairan dan nutrisi dari penderitanya sehingga pada
penderita hiperemesis gravidarum dapat dilihat adanya tanda-tanda dehidrasi.
Terapi yang paling penting dalam menangani pasien dengan hiperemesis
gravidarum adalah terapi cairan parenteral dan penggantian elektrolit.
Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janin.
Resiko yang dapat terjadi pada ibu adalah resiko gangguan elektrolit, gangguan
nutrisi, berkurannya berat badan, dan dehidrasi.