Disusun oleh:
Anwar Mujahid
A32019013
TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
NY.R DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST SC VES BIGENIMI +
MVP G0 P2 A0 DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA
HAMBATAN MOBILITAS FISIK DIRUANG FLAMBOYAN
RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO PURWEKERTO
HALAMAN PENGESAHAN
Di susun oleh:
NM : A32019013
Mengetahui
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Sectio caesaria (SC) adalah membuka perut dengan sayatan pada
dinding perut dan uterus yang dilakukan secara vertical atau mediana, dari
kulit sampai fasia (Carpenito, 2010).
Sectio caesaria SC adalah pembedahan untuk mengeluarkan anak
dari rongga rahim dengan mengiris dinding perut dan dinding rahim
(Bobak, 2013).
Sectio caesaria SC adalah suatu pembedahan guna melahirkan
janin lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan,
sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut serta dinding
rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Doengoes, 2010).
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga
janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar
anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat.
B. Etiologi
Menurut Manuaba (2015), ada beberapa faktor sectio caesarea
diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD (Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang
dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk
rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan
kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum
jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting
dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu
mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian
besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih
tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat
mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk
dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan letak janin
a) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
g. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna (Saifuddin, 2010).
C. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo
pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan
masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan
aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah
defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah
ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan
dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan
terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah
proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan
masalah risiko infeksi (Saifuddin, 2010).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Doenges (2010) Persalinan dengan Sectio Caesaria,
memerlukan perawatan yang lebih koprehensif, yaitu perawatan post
operatif dan perawatan post partum. Manifestasi klinis sectio caesarea,
antara lain:
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak diumbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak
banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Biasanya terpasang kateter urinarius
g. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual, muntah, dan keterbatasan
anggota gerak
h. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan post partum menurut menurut Doenges (2010),
anatara lain:
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada
pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit.
F. Penata Laksanaan
Penatalakanaan yang diberikan pada pasien Post SC menurut
(Saefudin, 2010) diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
a) Analgesik diberikan setiap 3-4 jam atau bila diperlukan seperti
Asam Mefenamat, dan Ketorolak.
b) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang
hebat.
c) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain.
Walaupun pemberian antibiotika sesudah Sectio Caesaria efektif
dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya
dianjurkan.
d) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
a) Periksa dan catat tanda-tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam
pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.
b) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
c) Mobilisasi
d) Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat
tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua
penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
e) Pemulangan
f) Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada
hari kelima setelah operasi
D. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut
Prawirohardjo (2012), sebagai berikut:
a. Infeksi puerperal
Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama
beberapa hari dalam masa nifas yang bersifat berat seperti peritonitis,
sepsis.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan
parut pada dinding uterus sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada
kehamilan berikutnya.
E. Diagnosa keperawatan
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (NANDA, 2017).
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan keterbatasan
kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang
(Doenges, 2013).
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan tidak bergerak/tirah
baring yang terus menerus selama 5 hari/lebih akibat perubahan fungsi
fisiologis (Carpenito, 2015).
F. Etiologi
a. Gangguan perkembangan otot
b. Kerusakan saraf pusat
c. Trauma sistem muskuluskeletal
d. Kekakuan otot
e. Kecelakaan
f. Proses penyakit injuri
g. Tingkat energi
G. Batasan karakteristik
a. Tidak mampu mengontrol anggota gerak
b. Kurang semangat
c. Penurunan kemampuan, kekuatan dan masa otot
d. Tidak mampu mengikuti perintah
e. Nyeri
f. Keterbatasan ruang gerak
H. Fokus pengkajian
a. Pola aktivitas
Sebelum sakit: Selama kehamilan klien hanya berjalan-jalan disekitar
rumah dan istirahat yang cukup.
Saat sakit: Selama dirumah sakit pasien hanya berbaring dan tidur
karena nyeri yang dirasakan (Post SC).
Tabel ADL
No Aktivitas 1 2 3 4 5
1 Makan dan minum
2 Mandi
3 Terlentang
4 Berpakaian
5 Mobilisasi ditempat tidur
6 Berpindah
Keterangan:
1. Mandiri
2. Dengan alat bantu
3. Dibantu
4. Dibantu dan alat bantu
5. Tergantung total
b. Pola istirahat
Selama kehamilan pasien banyak istirahat tapi sering terbangun juga
dan di RSMS dilakukan oprasi SC dalam persalinannya pasien kurang
istirahat karena nyeri yang dirasakan bekas oprasi (luka oprasi).
c. Pola konsep diri-persepsi diri
Setelah melahirkan anak kedua pasien merasakan cemas karena belum
bisa menghisap puting areola secara maksimal.
I. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bagi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cepalo
perpic, ruptur uteri mengancam, dan partus luna. Kondisi tersebut
menyebabkan adanya suatu tindakan pembedahan yaitu SC (sectio
caesarea).
Proses oprasi dilakukan tindakan anastesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah
mobilisasi. Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Hidyat, 2013).
a. Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunter dan sensorik untuk mengontrol secara peuh area
tubuh.
b. Mobilisasi permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan untuk
rusaknya saraf reversibel.
J. Pathway
Tindakan oprasi
Sectio caesarea
(SC)
Konraksi berlebihan
Penurunan
emboli
Perdarahan
meningkat
Co2 menurun Perawatan luka
kurang baik/tidak
steril/kebersihan luka
SYOK
tidak terjaga
HIPOPOLEMIK
Perubahan perfusi
jaringan
RISIKO
INFEKSI
muskuluskeletal
HAMBATAN
Intoleransi aktivitas MOBILITAS FISIK
K. Masalah keperawatan lain yang muncul
a. Risiko infeksi
b. Nyeri akut
c. Syok hipopolemik
L. Intervensi keperawatan
a. Hambatan mobilitas fisik
a) Menjelaskan/melakukan tirah baring
b) Posisikan body asesment yang tepat
c) Ajarkan pasien miring kanan/kiri dua jam setelah oprasi
d) Ajarkan latihan ditempat tidur dengan cara yang tepat.
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Identitas klien
Nama : Ny. R
Umur : 34 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : JL. Cemara 6 No. 105 RT 03/06 Teluk
Status : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SLTA/SMK
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019
No. RM : 02-10-98-88
Diagnosa medis : G0 P2 A0 Post SC + VES Bigenimi + MVP
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien
: Anak ke 2
: Suami
H. Riwayat ginekologi
Pasien mengatakan pertamakali menstruasi pada usia 14 tahun frekuensi
haid teratur setiap bulanya, dan setiap mau haid pasien merasakan nyeri.
I. Riwayat KB
Pasien mengatakan menggunakan KB jenis spiral selama 8 tahun.
J. Riwayat kehamilan dan peralinan yang lalu
Pasien mengatakan persalonan anak pertama tidak secara normal tetapi
denga persalinan SC, karena indikasi penyakit asma, bayi lahir berjenis
kelamin laki-laki, BBL 3400 kg, PB 50 cm, dengan umur kehamilan ± 10
bulan.
Pengalama menyusui: Ya berapa lama: 1 Tahun
K. Riwayat kehamilan
No Tipe Usia kehamilan JK BBL Keadaan masalah
Sehat,
1 SC ± 10 bulan L 3400 kg -
menangis
Sehat,
2 SC 37 Minggu L 3200 kg -
menangis
L. Riwayat persalinan
a. Jenis persalinan : SC
b. Jenis kelamin bayi : Laki-laki, BBL 3200 gram, PB 50 cm
c. Perdarahan : 300cc
d. Masalah dalam persalinan : -
M. Pola fungsional menurut gordon
a. Pola persepsi-manajeman
Sebelum MRS : Pasien rujukan dari rumah sakit keluarga dengan
riwayat asma berat
Setelah MRS : Setelah diobservasi pasien harus segera melakukan
persalinan dengan oprasi (SC).
b. Pola nutrisi-metabolik
Sebelum MRS : Selama kehamilan pasien makan seperti biasa tapi
porsi lebih banyak makan sayur dan buah-buahan
Setelah MRS : Selama kehamilan pasien makan seperti biasa tapi
porsi habis ditambah sering makan buah-buahan
c. Pola eliminasi
Sebelum MRS : Selama kehamilan tidak ada maslah dalam
BAB/BAK (1x/5-6x sehari), dalam 10 hari terakhir
kaki mulai bengkak dan berjalanpun harus hati-hati
Setelah MRS : Pasien terpasang DC (Selang untuk BAK), pasien
masih berat menggerakan kakinya karena post
oprasi (efek obat anastesi)
d. Pola latihan-aktivitas
Sebelum MRS : Selama hamil pasien hanya berjalan-jalan disekitar
rumah dan istirahat yang cukup, suaminya
menggantikan keperluan yang dibutuhkan dalam
keluarganya
Setelah MRS : Aktivitas pasien sangat terbatas karena nyeri post
SC dan ekstremitas bawah masih berat untuk
digerakan pasien terpasang DC, infus disebelah
tangan kanan, setelah 6 jam post SC pasien
dianjurkan untuk mengerakan kakinya dan miring
kanan/kiri, keuadian 12 jam kemudian
diperbolehkan untuk setengah duduk (semi fowler),
dan 24 jam kemudian pasien dianjurkan untuk
duduk total, tapi pasien tetap mencoba menggerkan
jari-jari dan sendi-sendi kakinya
Tabel ADL
No Aktivitas 1 2 3 4 5
1 Makan dan minum
2 Mandi
3 Terlentang
4 Berpakaian
5 Mobilisasi ditempat tidur
6 Berpindah
Keterangan:
1. Mandiri
2. Dengan alat bantu
3. Dibantu
4. Dibantu dan alat bantu
5. Tergantung total
e. Pola kognitif-perseptual
Sebelum MRS : Selama kehamilan pasien tidak memiliki gangguan
penglihatan, pendengaran, dan masih hubungan
dengan keluargnya snagat baik
Setelah MRS : Setelah dilakukan oprasi SC, sempat mengalami
penglihatan kabur, pusing dan lemas
f. Pola istirahat-tidur
Sebelum MRS : Selama kehamilan pasien banyak istirahat tapi
sering bangun juga
Setelah MRS : Setelah dilakukan oprasi SC, pasien jam tidurnya
kurang, karena nyeri yang dirasakan pada luka post
oprasi
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Sebelum MRS : Selama kehamilan pasien seorang ibu rumah
tangga dan mempunyai anak pertama dan anak ke
dua yang dikandungnya
Setelah MRS : setelah dirawat pasien merasakn cemas dan
khawatir terhadap anak ke duanya karena reflek
hisapnya lemah dan mencari puting susu (areola
masih lemah
h. Pola peran-hubungan
Sebelum MRS : Selama kehamilan pasien adlah ibu rumah tangga
dengan mempunyai dua anak, anak pertama
berumur 21 tahun dan anak yang ke dua baru saja di
lahirkan ynag berumur 0 hati (± 8 jam)
Setelah MRS : Pasien akan lebih bahagia dan fokus untuk
merawat ke dua anaknya jika sudah pulang ke
rumahnya
i. Pola reproduksi-seksual
Sebelum MRS : Pasien mengatakan haid pertama kaloinya pada
umur 14 tahun, setap mau haid pasien merasakan
nyeri, dengan siklus normal 1 bulan sekali
Setelah MRS : Pasien sudah sudah di sterilkan/MOW, jadi tidak
bisa mempunyai anak lagi, karena sudah 2x
melahirkan secara SC
j. Pola pertahanan diri (coping-toleransi stres)
Sebelum MRS : Pasien mengatakan selama ini hanya dibantu
suaminya unutk mengurus anaknya
Setelah MRS : Pasien sangat perlu bantuan untuk mengurus
anaknya dan dirinya karena keterbatasan dalam
gerak
k. Pola keyakinan-nilai
Sebelum MRS : Pasien mengatakan bangga menjadi seorang
muslim, dan melaksanakan sholat dalam 5 waktu
Setelah MRS : Pasien mengatakan setelah melahirkan anak ke2
nya pasien tidak mengikuti kebiasaan daerahnya
(nganyep/ngadem/mutih), pasien makan sesuai yang
di anjurkan dari RS
N. Pemeriksaan fisik
Status obstretik: NH P2 A0 bayi rawat gabung : Ya
Keadaan umum: Baik Kesadaran: Composmentis (CM)
BB: 65 kg, TB: 157 cm
a. Tanda-tanda vital
TD: 100/87 mmHg, Nadi: 89 x/menit, Suhu: 36,7 0C, RR: 27 x/menit
b. Kepala
Bentuk mesocepal, rambut hitam, kulit kepala bersih, tidak ada nyeri
tekan, dan berdistribusi normal dna tidak ada jejas
c. Leher
Reflek menelan baik dan nadi karotis teraba
d. Mata
Ke dua mata simetris, seklera anikterik, pupil anisokor, reflek cahaya
baik (2 mm)
e. Hidung
Hidung bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran polip dan
tidak ada nyeri tekan
f. Mulut
Mukosa bibir kering, terdapat karies gigi, stomatitis (-), dan tidak ada
pembesaran tonsil
g. Telinga
Kedua telinga simetris, terdapat seruman, dan tidak ada nyeri tekan
h. Dada
Paru-paru
I : Tidak terlihat ictus cordis, tidak ada lesi/jejas, dan tidak ada
retraksi dinding dada
P : Tidak ada nyeri tekan, stempremitus kanan/kiri, dan krepitasi (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru
A : Suara vesikuler, tidak ada suara tambahan
Jantung
I : Jejas/lesi (-), Ictus cordis (-)
P : Tidak ad ayeri tekan, denyut jantung teraba di ICS ke 5 MS
P : Suara perkusi jantung pekak dari ICS ke 2 parasternal dekstra
sampai ICS ke 5 MCS
A : Suara vesikuler tidak ada suara tambahan
i. Payudara
Puting susu (areola) : Berwarna hitam coklat
Pengeluaran ASI : Belum normal
j. Abdomen
Strecmach (+), terdapat luka SC, interaksi uterus (+), Fundus uteri: 3
cm kontraksi keras
Fungsi pencernaan : Normal
Maslah :-
k. Perineum dan Genital
Vagina : Terpasang DC
Integritas kulit tidak terdapat ruptur, edema (-), memar (-)
Perineum: Tanda REEDA
R : Kemerahan (-)
E : Bengkak (-)
E : Echimosis (-)
D : Discarge (-)
A : Aproksimate (-)
Kebersiahn : (-)
Lockhea jumlah : Jenis rubra, merah segar, dan berbau amis
Hemoroid : (-)
Masalah : (-)
l. Ekstremitas
Ekstremitas atas
Edema (-), terpasang infus ditangan kanan, RL 20 TPM
Ekstemitas bawah
Kedua kaki tidak dapat digerakan, masih terasa berat, edema (-), tanda
human (-)
Masalah : (-)
m. Keadaan mental
Adaptasi psikologis : Cemas
Penerimaan bayi : Baiyi (sangat diharapkan)
Masalah khusus : (-)
Kemampuan menyusui : kemampuan ibu sudah bisa dalam
memberikan ASI ke bayi langsung tetapi reflek hisap bayi lemah
6. Terapi Farmakologi
A. Pengertian
Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal dialami
oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup di
dalam uterus melalui vagina kedunia luar (Handayani, 2015). Cara
persalinan ada dua yaitu persalinan normal dan persalinan operasi
sectio caesarea (SC). Sectio caesarea merupakan prosedur
pembedahan, dimana dilakukan pembedahan dibagian abdomen dan
uterus untuk mengeluarkan bayi (Niklasson, 2015). Menurut World
Health Organization (WHO), rata-rata SC 5-15% per 1000 kelahiran
di dunia, angka kejadian di rumah sakit pemerintah rata-rata 11%,
sementara dirumah sakit swasta bisa lebih dari 30%. Permintaan SC di
sejumlah Negara berkembang melonjak pesat setiap tahunnya
(Sriyanti, 2016). Di Jawa Tengah berdasarkan Riskesdas tahun 2015
persalinan yang ditangani oleh tenaga yang kompeten sebesar 87,1%.
Jumlah persalinan yang terjadi di RSUD Temanggung pada tahun
2016 sebanyak 1561 persalinan, dan jumlah persalinan SC sebanyak
507 persalinan. Bulan Januari–Maret 2017 persalinan SC diRSUD
Temanggung sebanyak 121 orang.
B. Implementasi
Mobilisasi adalah adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing pasien untuk
mempertahankan fungsi fisiologisnya (Karlina, 2014). Latihan
mobilisasi dini juga dapat meningkatkan sirkulasi darah, menstimulasi
kembali fungsi gastrointestinal dan memicu penurunan nyeri
(Rustinawati, 2013). Kalisch, Soohee, & Beverly (2013) menyatakan
mobilisasi dini pasca section caesarea merupakan suatu gerakan, atau
kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan.
Menurut Saleha (2009) tahapan mobilisasi dini pada pasien
post SC adalah 6 jam pertama setelah operasi pasien dapat
menggerakkan lengan, tangan dan jari-jari, serta menggerakkan kedua
kaki. Mobilisasi dini pada pasien post SC dapat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kurang berhasilnya
melakukan mobilisasi dini. Menurut hasil penelitian yang dilakukan
Putinah dan Chabibah (2014) tentang faktorfaktor yang berhubungan
dengan kemandirian ibu post SC menunjukkan bahwa faktor dukungan
tenaga kesehatan, umur, kehamilan, pendidikan, pengalaman SC, gaya
hidup, dan dukungan keluarga mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kemandirian ibu post SC dalam melakukan mobilisasi dini.
C. Kesimpulan
Perawat dan Bidan dapat menerapkan mobilisasi dini dengan
tidak hanya menganjurkan saja melainkan memotivasi dan
mendampingi ibu post sectio caesarea dalam melakukan mobilisasi
dini khususnya pada 24 jam pertama dan setelah 24 jam agar ibu dapat
melakukan mobilisasi dengan baik. Peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian secara observasional,yaitu melakukan observasi
langsung ke pasien pada saat melakukan mobilisasi dini dan mengkaji
secara langsung kemandirian pasien.
Daftar Pustaka
Bobak, L.J. 2013. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.
Niclasson. 2015. Pain Relief following Cesarean Section Short and Long Term
Perspectiv. Sweden University.
Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.