Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN BATU GINJAL NY “ B “

DI RUANGAN LONTARA 2 BAWAH DEPAN


RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Disusun Oleh :

EKING RUMAMPUK
17.038

Ci Lahan Ci Institusi

(......………………………….) (……………....……………..)

AKADEMI KEPERAWATAN MAKASSAR

YAYASAN PENDIDIKAN MAKASSAR

2019
KONSEP DASAR MEDIS BATU GINJAL

A. Definisi

Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung
kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp.
And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001 ).

Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan
fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001).

B. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah :

1. Faktor Endogen

Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hyperkalsiuria dan hiperoksalouria.

2. Faktor Eksogen

Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum

3. Faktor lainnya

Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturunan, air minum, pekerjaan, makanan atau
penduduk yang vegetarian lebih sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli (
Syaifuddin, 1996 ).

Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak jarang sebagai
kalsium fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila dijumpai satu atau
beberapa faktor pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu proses
pembentukan batu kemungkinan akibat kecenderungan ekskresi agregat kristal yang lebih besar
dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam urine. Dan beberapa medikasi yang
diketahui menyebabkan batu ureter pada banyak klien mencakup penggunaan obat-obatan yang
terlalu lama seperti antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi (Prof. Dr.
Arjatmo T. Ph. D.Sp. And. Dan dr. Hendra U., SpFk, 2001).
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan
periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

C. Patofisiologi

Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalsium oksalat dengan
inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memicu pembentukan batu
kemih seperti asam sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum di kenali
sepenuhnya dan terjadi peningkatan kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan
terjadinya batu disaluran kemih. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu
kandung kemih, mencangkup infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis urine, priode imobilitas
dan perubahan metabolisme kalsium. Telah diketahui sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung
kemih sering terjadi pada laki-laki dibanding pada wanita, terutama pada usia 60 tahun keatas serta
klien yang menderita infeksi saluran kemih. ( Brunner and Suddarth. 2001 )

Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi, pembentukan
batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan bendungan. Hambatan yang
menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor
serta kelainan metabolisme dapat menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi
bendungan dan statis urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan
mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu (Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 2001:997).

Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam
beberapa teori (Soeparman, 2001:388):

1. Teori Supersaturasi

Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya


kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi kristal dan
kemudian menjadi batu.

2. Teori Matriks

Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5 hexosamin
dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal sehingga menjadi batu.

3. Teori Kurangnya Inhibitor


Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya kelarutan,
sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat mukopolisakarida dan fosfat
merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi kekurangan zat ini maka akan mudah
terjadi pengendapan.

4. Teori Epistaxy

Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis batu
merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan luarnya. Contoh
ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung pembentukan batu kalsium
dengan bahan urat sebagai inti pengendapan kalsium.

5. Teori Kombinasi

Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas

Faktor Predisposisi:

a. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih

b. Usia dan jenis kelamin

c. Kelainan morfologi

d. Pernah mengalami infeksi saluran kemih

e. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat

f. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih

g. Masukan cairan kurang dari pengeluaran

h. Profesi sebagai pekerja keras

i. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama. ( Brunner and Suddart,
2001 ).
D. Manifestasi Klinik

Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan hidrostatik.
Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral dan muncul mual
muntah maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare, demam dan perasaan tidak nyaman
di abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal
kelambung, pangkereas dan usus besar. Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan
gelombang nyeri luar biasa, akut dan kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien
sering merasa ingin kemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah
akibat aksi abrasi batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Umumnya klien akan mengeluarkan batu
yang berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1 cm
biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan dan saluran
urin membaik dan lancar. ( Brunner and Suddarth. 2001).

E. Pemeriksaan Diagnostik

Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien batu kandung kemih adalah :

a. Urinalisa
Warna kuning, coklat atau gelap.

b. Foto KUB

Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu.

c. Endoskopi ginjal

Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil.

d. EKG
Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit.

e. Foto Rontgen

Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal.

f. IVP ( intra venous pylografi ) :


Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung
kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

g. Vesikolitektomi ( sectio alta ):

Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.

h. Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal.

Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.

i. Pielogram retrograd
Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau
pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium,
asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet
dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di
dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih
pada klien. ( Tjokro, N.A, et al. 2001)

F. Penatalaksanaan Medik

Cara yang biasanya digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih (Arif Mansjoer, et.al.2000)
adalah :

a. Vesikolitektomi atau secsio alta.

b. Litotripsi gelombang kejut ekstrakorpureal.

c. Ureteroskopi, Nefrostomi.

G. Komplikasi

Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah :

a. Hidronefrosis

Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal menyerupai sebuah
kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan dan aliran balik ureter dan urine ke
ginjal akibat kandung kemih tidak mampu lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus
bertambah dan tidak bisa dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang,
teraba benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.

b. Uremia

Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal menyaring hasil
metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah, sakit kepala, penglihatan kabur,
kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.

c. Pyelonefritis

Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke ginjal dan
kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang tinggi disertai mengigil, sakit
pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta vertebra.

d. Gagal ginjal akut sampai kronis

e. Obstruksi pada kandung kamih

f. Perforasi pada kandung kemih

g. Hematuria atau kencing darah

h. Nyeri pingang kronis

i. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu (Soeparman, et.al. 1960)
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa
yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah.

2) Data Medik

Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian.

3) Keluhan Utama

Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak
puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran
pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat
berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan
fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan
konstipasi.

4) Pemeriksaan Fisik

a) Status Kesehatan Umum

Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital.

b) Kepala
Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas
terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien.

c) Muka
Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan
otot rahang.

d) Mata
Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata,
kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih
baik.

e) Telinga

Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing,
membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik.

f) Hidung
Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat
secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.

g) Mulut Faring

Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah
terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum
masih utuh atau tidak.

h) Leher
Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi
pembesaran atau tidak.

i) Dada
Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung.

j) Abdomen
Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus
meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada
abdomen.

k) Inguinal /Genetalia/ anus

Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum,
apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan
pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal
toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya.
l) Ekstermintas
Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau
edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya

b. Pemeriksaan Diagnosis

BNO (Blass Nier Overzicht) untuk mengetahui pembesaran prostat, kandung kemih dan
kelainan ginjal.

c. Hasil Penelitian Laboratorium dan diagnostic

1. Peningkatan sel darah Putih, Ureum, dan kretinin.

2. Kultur Urin ditemukan adanya kuman penyebab infeksi.

3. Pemeriksaan HB, waktu pendarahan dan pembekuan, golongan darah sebagai persiapan
preoperasi.

d. Potensial Komplikasi

Hiponatrium dilusi akibat Transuretal Resection Prostat (TURP), infeksi, komplikasi sirkulasi
termasuk testis, hydrokel, syok, retensi urine akut, ileus para litikum, abses, peningkatan suhu
tubuh, dan nyeri pada saat berjalan.

e. Penatalaksanaan Medis

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri kolik b/d aktivitas peristaltic otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf
sekunder dari adanya batu pada ginjal

2. Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran
kemih.

3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik.

4. Kecemasan b/d prognosis pembedahan, tindakan invasive diagnostic.


3. Rencana Keperawatan

1. Nyeri b/d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises, peregangan dari terminal saraf
sekunder dari adanya batu pada ginjal.

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang, hilang atau teradaptasi

Kriteria evaluasi :

- secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri 0-4

- dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri

- ekspresi pasien rileks

Intervensi Rasional

Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1- Membantu evaluasi tempat obstruksi dan
10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering
verbal seperti: peningkatan TD dan DN, menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia
gelisah, meringis, merintih, menggelepar sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf
dan pembuluh darah yang menyuplai area lain.
Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan
gelisah, takut/cemas

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologidan noninvasif nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan
keefektifan dalam mengurangi nyeri

Lakukan menejemen nyeri keperawatan:

- Istirahatkan pasien - Istirahat akan menurunkan kebutuhan


O2 jaringan perifer sehingga akan
meningkatkan suplai darah ke jaringan

- Menurunkan stimulasi nyeri eksternal dan


- Manajemen lingkungan tenang dan batasi menjaga kondisi O2 di ruangan
pengunjung
- Vasodilatasi dapat menurunkan spasme
otot dan kontraksi otot pinggang sehingga
- Beri kompres hangat pada pinggang menurunkan stimulasi nyeri

- Meningkatkan asupan O2 sehingga akan


menurunkan nyeri sekunder

- Menurunkan stimulus internal sehingga


- Ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
menurunkan persepsi nyeri.

- Pengetahuan yang akan dirasakan


- Ajarkan tehnik distraksi pada saat nyeri membantu mengurangi nyeri dan membantu
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik

- Tingkatkan pengetahuan tentang sebab-


sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung

Kolaborasi pemberian obat sesuai program


terapi:
- Analgetik (gol. narkotik) biasanya
- Analgetik diberikan selama episode akut untuk
menurunkan kolik ureter dan meningkatkan
relaksasi otot/mental.

Menurunkan refleks spasme, dapat


menurunkan kolik dan nyeri.

- Mungkin digunakan untuk menurunkan


edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

- Antispasmodik
- Kortikosteroid - Mencegah stasis/retensi urine,
menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal
dan infeksi.

2. Perubahan pola miksi b/d retensi urine, sering BAK, hematuria sekunder dari iritasi saluran
kemih.

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai kondisi pasien

Kriteria hasil :

- Frekuensi miksi dalam batas 5-8x/24 jam

- Pasien mampu minum 2000 cc/24 jam dan kooperatif untuk menghindari cairan yang
mengiritasi kandung kemih

Intervensi Rasional

Kaji pola berkemih dan cata produksi urine tiap Mengetahui pengaruh iritasi kandung kemih
6 jam dengan frekuensi miksi

Anjurkan pasien untuk minum 2000cc/hari Mempertahankan fungsi ginjal, pemberian air
secara oral adalah pilihan terbaik untuk
mendukung aliran darah renal dan membilas
bakteri dari traktus urinarus

Hindari minuman kopi, the, kola, dan alcohol Menurunkan iritasi dengan menghindari
minuman yang bersifat mengiritasi saluran
kemih

Pantau hasil pemeriksaan Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit


laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin) menjukkan disfungsi ginjal

1. Berikan obat sesuai indikasi:

- Asetazolamid (Diamox), Alupurinol - Meningkatkan pH urine (alkalinitas)


(Ziloprim) untuk menurunkan pembentukan batu asam.

- Mencegah stasis urine dan menurunkan


pembentukan batu kalsium.
- Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril),
Klortalidon (Higroton)

- Menurunkan pembentukan batu fosfat

- Amonium klorida, kalium atau natrium


fosfat (Sal-Hepatika)

- Menurunkan produksi asam urat.


- Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

- Antibiotika
- Mungkin diperlukan bila ada ISK

- Natrium bikarbonat
- Mengganti kehilangan yang tidak dapat
teratasi selama pembuangan bikarbonat dan
atau alkalinisasi urine, dapat mencegah
pemebntukan batu.

- Mengasamkan urine untuk mencegah


- Asam askorbat berulangnay pembentukan batu alkalin.
3. Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah efek
sekunder dari nyeri kolik.

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan asupan nutrisi klien terpenuhi

Kriteria hasil :

- Klien dapat mempertahankan status asupan nutrisi yang adekuat

- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya

Intervensi Rasional

Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah
badan, dan derajat penurunan berat badan, untuk menetapkan pilahn intervensi yang tepat
integritas mukosa mulut, kemampuan menelan,
riwayat mual/muntah dan diare

Fasilitasi klien memperoleh diet biasa yang Memperhitungkan keinginan individu dapat
disukai klien (sesuai indikasi) memperbaiki asupan nutrisi

Pantau intake dan output, anjurkan untuk Mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
timbang berat badan secara periodic (sekali cairan.
seminggu)

Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum Menurunkan rasa tidak enak karena sisa
dan sesudah makan, serta pemeriksaan peroral makanan atau bau obat yang dapat merangsang
pusat muntah

Fasilitasi klien memperoleh diet sesuai indikasi Intake minuman mengandung kafein dihindari
dan anjrkan menghindari asupan dari agen karena merupakan stimulant sistem saraf pusat
iritan yang meningkatkan aktivitas lambung dan
sekresi pepsin.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan Merencanakan diet dengan kandungan nutrisi
komposisi dan jenis diet yang tepat yang adekuat untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan energy dan kalori

Kolaborasi dalam pemberian anti-emetik Meningkatkan rasa nyaman gastrointestinal dan


meningkatkan kemauan asupan nutrisi dan
cairan peroral.

4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan. Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan, perawat melakukan
kontrak dengan klien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan serta peran serta klien yang
diharapkan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik dimana
dimulai setelah rencana tindakan yang disusun dan dirujukan pada perawat untuk membantu klien
untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada
klien. Evaluasi dilakukan terus-menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu : evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau sumatif membandingkan respon klien pada tujuan umum
dan khusus yang telah ditentukan. Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylinn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC

Muttaqin & Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam & Baticaca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

O’Callaghan. (2007). At a Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga

Purnomo, BB (2000), Dasar-Dasar Urologi, Jakarta: Sagung Seto

Syaifuddin. (2006). Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai