Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum
reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri
dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan
HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat
makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi
Manusia”.
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu
juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah
(Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah
bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai

1
HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak
melindungi atau melanggar HAM.

b. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian Hak Asasi Manusi
2. Bagaimana Pelaksanaan dan Penegakan Hak Asasi Manusia di
Indonesia?
3. Bagaimana Upaya pemerintah dalam hal Penghormatan,
Pengakuan dan Penghormatan Hukum dan Hak Asasi Manusia?

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Hak Asasi Manusia
HAM adalah hak hak yang telah dipunyai seseorang sejak dalam lahir. Menurut
John Locke HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha
Pencipta sebagai hak yang kodrati.
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi
oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia”.
Tercantum juga dalam UUD 1945 :
a. Pasal 27 ayat 1 : Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di
dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
b. Pasal 28 : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan undang undang.
c. Pasal 29 ayat 2 : Negara menjamin kemerdekaan tiap tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadah menurut
agama dan kepercayaannya itu.
d. Pasal 30 ayat 1 : Tiap-tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta
dalam usaha pertahanan dan keamanan Negara.
e. Pasal 31 ayat 1 : Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan

Ruang lingkup HAM meliputi:


a. Hak pribadi : hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-
lain;
b. Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
c. Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan, serta

3
d. Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga
keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya
menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi
kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur
Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik
kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian
dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras,
agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk
membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM
walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau
melanggar HAM.

2. Sejarah Hak Asasi Manusia


Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, negara-
negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada
penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration
of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep HAM ini secara
sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang atau negara bekas
jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak negara tidak bersedia
menandatangani "Declaration of Human Rights". Hak Asasi Manusia (HAM)
dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada
10 Desember 1948 secara resmi diterima oleh PBB sebagai “Universal
Declaration of Human Rights”. Universal Declaration of Human Rights (1948)
memuat tiga puluh pasal, menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan
kebudayaan yang fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.

4
Hal itu sesuai dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB
adalah untuk mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan
mendorong penghargaan atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang
mendasari bagi semua orang, tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa
maupun agama. Pada awalnya deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan
moral anggota PBB, tetapi sejak 1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian :
1. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
2. International Covenant em civil and political rights
3. Optional Protocol to the International covenant on civil and Political
Rights Ketiga dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16
Desember 1966,
dan kepada anggota PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. Setiap
Negara yang meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan ketentuan
dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi perlindungan atas hak-
hak (rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia.
Setiap Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan
menjamin semua individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan
pengadilan hak-hak yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul
kebangsaan atau social, harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun telah
disepakati secara aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun kemudian
perjanjian itu dapat diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976, baru 35
negara bersedia meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia, Negara
yang merasa dirinya champion dalam hak asasi manusia seperti USA dan Inggris
hingga awal decade 1990-an belum meratifikasi kedua kovenan tersebut.

3. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia


Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak
sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus
penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan,

5
pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna
jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki.
Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia

1. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908-1945 ) Boedi Oetomo


Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi-petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam
tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi
Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Perhimpunan Indonesia lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri. Sarekat Islam Menekankan pada usaha-usaha unutk memperoleh
penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
Partai Komunis Indonesia Sebagai partai yang berlandaskan paham
Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu-
isu yang berkenan dengan alat produksi. Indische Partij Pemikiran HAM yang
paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta
mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan. Partai Nasional
Indonesia Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik
yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri,
hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan
juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di
satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain.
Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan
dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan
dan lisan.

6
2. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945-sekarang )
a. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk
merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang
didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah
memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi )
yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah
selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai
politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November
1945.

b. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan
sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan
yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer
mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof.
Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “
pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli
hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai-
partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing. Kedua, Kebebasan
pers sebagai pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga,
pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana
kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan
perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan
kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif
terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan
iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan
ruang kebebasan.

7
c. Periode 1959-1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem
demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem
demokrasi Parlementer. Pada sistem ini (demokrasi terpimpin) kekuasan
berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan
dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan
dan hak politik.

d. Periode 1966-1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada
semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan
berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan
pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya
pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM
untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar
Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical
review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka
pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV
telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak-
hakAsasiManusiadanHak-hak serta KewajibanWarga negara. Sementara itu,
pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan
ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap
defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk
pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang
tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu
mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih

8
dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif
pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali
digunakan oleh Negara-Negara Barat untuk memojokkan.
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari pihak
pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM
nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang
dimotori oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat akademisi
yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat
melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran
HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM
di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh
masyarakat menjelang periode 1990-an Nampak memperoleh hasil yang
menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan
defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan
dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap
tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993
tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyelidiki
pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM.

e. Periode 1998-sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak
yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat
ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde
baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM.Selanjutnya
dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di
Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM
diadopsi dari hukum dan instrument Internasional dalam bidang HAM.

9
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap
yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada
tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang–undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang–undangDasar
1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang-undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang– undangan lainnya.
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke
masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini.
Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu
sebetulnya adalah puncak dari segala peristiwa yang terjadi sebelumnya. Pada
masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak
tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh
tangan-tangan penguasa pada waktu itu. Aksi demo besar-besaran mahasiswa
dari seluruh Indonesia juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh
aparat keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara sporadic
dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum telah dikuasai oleh
penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan untuk menjerat para pelaku
pelanggaran tersebut. Bahkan ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan
aktifis masih juga terjadi. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum
Munir yang tewas secara mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam
darahnya ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal.
Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.

4. Dasar Hukum pemberlakuan, penegakan dan penghormatan


HAM di Indonesia
Istilah atau perkataan hak asasi manusia itu sendiri sebenarnya tidak
dijumpai dalam UUD 1945 baik dalam pembukaan, batang tubuh, maupun
penjelasannya. Istilah yang dapat ditemukan adalah pencantuman dengan tegas
perkataan hak dan kewajiban warga negara, dan hak-hak Dewan Perwakilan
Rakyat. Baru setelah UUD 1945 mengalami perubahan atau amandemen kedua,
istilah hak asasi manusia dicantumkan secara tegas. Guna lebih memantapkan

10
perhatian atas perkembangan HAM di Indonesia, oleh berbagai kalangan
masyarakat (organisasi maupun lembaga), telah diusulkan agar dapat
diterbitkannya suatu Ketetapan MPR yang memuat piagam hak-hak asasi
Manusia atau Ketetapan MPR tentang GBHN yang didalamnya memuat
operasionalisasi daripada hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia
Indonesia yang ada dalam UUD 1945. Akhirnya ketetapan MPR RI yang
diharapkan memuat secara adanya HAM itu dapat diwujudkan dalam masa Orde
Reformasi, yaitu selama Sidang Istimewa MPR yangberlangsung dari tanggal 10
sampai dengan 13 November 1988. Dalam rapat paripurna ke-4 tanggal 13
November 1988, telah diputuskan lahirnya Ketetapan MPR RI No.
XVII/MPR/1988 tentang Hak Asasi Manusia. Kemudian Ketetapan MPR
tersebut menjadi salah satu acuan dasar bagi lahirnya UU No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia yang disahkan pada tanggal 23 september 1999.
Undang-Undang ini kemudian diikuti lahirnya Perpu No. 1 Tahun 1999 yang
kemudian disempurnakan dan ditetapkan menjadi UU No. 26 Tahun 2000
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sebagai bagian dari HAM, sebelumnya
telah pula lahir UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat Di Muka Umum yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada
tanggal 26 oktober 1998, serta dimuat dalam LNRI Tahun 1999 No. 165.
Di samping itu, Indonesia telah merativikasi pula beberapa konvensi
internasional yang mengatur HAM, antara lain :
1. Deklarasi tentang Perlindungan dan Penyiksaan, melalui UU No. 5
Tahun 1998.
2. Konvensi mengenai Hak Politik Wanita 1979, melalui UU No. 68
Tahun 1958.
3. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap wanita,
melalui UU No. 7 Tahun 1984.
4. Konvensi Perlindungan Hak-Hak Anak, melalui Keppres No. 36 Tahun
1990.
5. Konvensi tentang Ketenagakerjaan, melalui UU No. 25 Tahun 1997,
yang pelaksanaannya ditangguhkan sementara.

11
6. Konvensi tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Ras Tahun 1999,
melalui UU No. 29 Tahun 1999.

5. Pelaksanaan dan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia


Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan
tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan
Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39
Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan
lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran
hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara
egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah
terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik
yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari
pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang
memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan
budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor
penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM.
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi
sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep
dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di
lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab
pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang
dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit
mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
orang lain.
Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue mengenai
HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang sangat
mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah terjadi
begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada
pelanggaran HAM berat(gross human right violation). Disamping itu juga karena
gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan pemajuan

12
dan perlindungan HAM. Masalah Hak Azasi Manusia (HAM) “populer” di
Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru, Di masa ini banyak peristiwa
yang dinilai merupakan pelanggaran HAM. Pada dasarnya HAM terdapat pada
UUD 1945 BAB X-A pasal 28-A sampai dengan pasal 28-J. Sebagian kalangan
menafsirkan, dengan adanya dasar hukum tersebut maka masyarakat Indonesia
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum (UUD 1945 Amandemen ke-2
pasal 28-D ayat 1). Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia
tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya
kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar
jembatan, pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para
pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan
kaki.
Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke
masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini.
Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu
sebetulnya adalah puncak dari segela peristiwa yang terjadi sebelumnya.

6. Permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam penegakan Hak


Asasi Manusia di Indonesia
Kenyataan menunjukkan bahwa masalah HAM di Indonesia selalu menjadi
sorotan tajam dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep
dasarnya yang bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di
lapangan ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab
pelanggaran HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang
dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit
mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
orang lain. Terutama dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, issue
mengenai HAM di Indonesia bergerak dengan cepat dan dalam jumlah yang
sangat mencolok. Gerak yang cepat tersebut terutama karena memang telah
terjadi begitu banyak pelanggaran HAM, mulai dari yang sederhana sampai pada

13
pelanggaran HAM berat (gross human right violation). Di samping itu juga
karena gigihnya organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangkan
pemajuan dan perlindungan HAM. Berbagai permasalahan yang dihadapi
pemerintah Indonesia dalam rangka penghormatan, pengakuan, penegakan
hukum dan HAM antara lain
1. Penegakan Hukum di Indonesia belum dirasakan optimal oleh
masyarakat. Hal itu antara lain, ditunjukan oleh masih rendahnya kinerja
lembaga peradilan. Penegakan hukum sejumlah kasus pelanggaran HAM
berat yang sudah selesai tahap penyelidikannya pada tahun 2002, 2003,
dan 2004, sampai sekarang belum di tindak lanjuti tahap
penyelidikannya.
2. Masih ada peraturan perundang-undangan yang belum berwawasan
gender dan belum memberikan perlindungan HAM. Hal itu terjadi antara
lain, karena adanya aparat hukum, baik aparat pelaksana peraturan
perundang-undangan, maupun aparat penyusun peraturan perundang-
undangan yang belum mempunyai pemahaman yang cukup atas prinsip-
prinsip perlindungan hak asasi manusia.
3. Belum membaiknya kondisi kehidupan ekonomi bangsa sebagai dampak
krisis ekonomi yang terjadi telah menyebabkan sebagian besar rakyat
tidak dapat menikmati hak-hak dasarnya baik itu hak ekonominya seperti
belum terpenuhinya hak atas pekerjaan yang layak dan juga hak atas
pendidikan.
4. Sepanjang tahun 2004 telah terjadi beberapa konflik dalam masyarakat,
seperti Aceh, Ambon, dan Papua yang tidak hanya melibatkan aparat
Negara tetapi juga dengan kelompok bersenjata yang menyebabkan tidak
terpenuhinya hak untuk hidup secara aman dan hak untuk ikut serta dalam
pemerintahan.
5. Adanya aksi terorisme yang ditujukan kepada sarana public yang
mnyebabkan rasa tidak aman bagi masyarakat

14
6. Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu
Negara dengan Negara lainnya manjdi makin tinggi. Dengan demikian
kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi
makin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain, terkait
dengan masalah narkotika, pencucian uang dan terorisme. Salah satu
permasalahan yang sering timbul adalah adanya peredaran dokumen
palsu. Yang membuat orang-orang luar bebas datang ke Indonesia.

Beberapa masalah Hak Asasi di Indonesia yaitu:


1. Perlindungan Perempuan : Keadilan dan kesetaraan gender. UUD 1945 pasal
27 menjamin persamaan Hak perempuan dan Laki-laki ;dan Bahwa
perempuan adalah bagian dari HAM yang tercantum dalam UU No. 7/198-4
tentang anti diskriminasi dan UU No. 39/1999 tentang HAK. Ada pun hak-
hak politik perempuan tercantum dalam UU No. 68/1958.
2. Rencana Aksi Nasional (RAN)
Penghapusan perdagangan perempuan dan Anak Indonesia telah memiliki
rencana aksi nasional penghapusan trafficking perempuan dan anak 2003-
2007. RAN tersebut merupakan implementasi dari konvensi PBB menentang
kejahatan Terorganisir antar Negara.
3. Perlindungan Hak Anak
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah legislative dan
administrative untuk lebih memperbaiki perlindungan hak-hak anak dan
perempuan. Langkah-langkah legislative tersebut antara lain dengan
keluarnya UU No. 32 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan UU No.
20 tahun 2003 dengan system pendidikan nasional. Sedangkan langkah
administrative dalam menetukan rencana aksi dan penentuan penjuru
untuk pemajuan dan perlindungan HAM antara lain, melalui kepres No. 59
tahun 2002 tentang rencana aksi nasional penghapusan Bentuk-bentuk
pekerjaan terburuk anak. Dan juga pembentukan komisi perlindungan anak
Indonesia di bentuk pada tahun 2003 melalui keppres No. 77 tahun 2003.

15
7. Upaya pemerintah dalam hal Penghormatan, Pengakuan dan
Penghormatan Hukum dan Hak Asasi Manusia
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini
disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas terorika,
melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-
tunda. Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku
di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil
substansil dan klasik.
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi,
menegakkan, Dan memajukan Hak asasi manusia melalui langkah implementasi
yang efektif dalam bidang hukum, politik, social, budaya, pertahanan dan
keamanan Negara, dan bidang lainnya.
Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin
pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan perlindungan , kepastian
keadilan dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu
dibentuk suatu pengadilan Hak asasi manusia untuk menyelesaikan pelanggaran
Hak Asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan pasal 104 ayat (1) UU
No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia yakni UU No. 26 tahun 2000.
Program pemrintah dalam penegakan Hukum dan HAM (PP Nomor 7 tahun
2005) yaitu meliputi pemberantasan korupsi, anti terorisme, dan pembasmian
penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum
dan HAM harus selalu ditegakkan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Partisipasi masyarakat dapat pula berpartisipasi dalam perlindungan,
penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Masyarakat disini meliputi antara
lain : setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya seperti Perguruan
Tinggi dan lembaga studi.
Partisipasi masyarakat ini dapat berupa :
a. Pengajuan usulan mengenai perumusan dan kebajikan yang berkaitan
dengan hak asasi manusia.

16
b. Melakukan penelitian.
c. Melakukan pendidikan.
d. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia

17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tegaknya HAM selalu mempunyai hubungan korelasional positif dengan
tegaknya negara hukum. Sehingga dengan dibentuknya KOMNAS HAM dan
Pengadilan HAM, regulasi hukum HAM dengan ditetapkannya UU No. 39
Tahun 1999 dan UU No. 26 Tahun 2000 serta dipilihnya para hakim ad hoc, akan
lebih menyegarkan iklim penegakkan hukum yang sehat. Artinya kebenaran
hukum dan keadilan harus dapat dinikmati oleh setiap warganegara secara
egaliter. Disadari atau tidak, dengan adanya political will dari pemerintah
terhadap penegakkan HAM, hal itu akan berimplikasi terhadap budaya politik
yang lebih sehat dan proses demokratisasi yang lebih cerah. Dan harus disadari
pula bahwa kebutuhan terhadap tegaknya HAM dan keadilan itu memang
memerlukan proses dan tuntutan konsistensi politik. Begitu pula keberadaan
budaya hukum dari aparat pemerintah dan tokoh masyarakat merupakan faktor
penentu (determinant) yang mendukung tegaknya HAM. Kenyataan
menunjukkan bahwa masalah HAM di indonesia selalu menjadi sorotan tajam
dan bahan perbincangan terus-menerus, baik karena konsep dasarnya yang
bersumber dari UUD 1945 maupun dalam realita praktisnya di lapangan
ditengarai penuh dengan pelanggaran-pelanggaran. Sebab-sebab pelanggaran
HAM antara lain adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki
seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya
sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain.
Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di
Indonesia terutama terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan
bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya
mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut
kepentingan bangsa Indonesia secara utuh. Dewasa ini, meskipun ditengarai
banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum
Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan

18
penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat
dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan.
Di samping itu telah dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan
berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.

B. SARAN
Pengawalan penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik
telapak tangan. Buktinya di bangsa yang berumur 66 tahun ini belum bisa
sepenuhnya menancapkannya. Walau masih bangsa muda dibandingkan dengan
Negara-negara barat, namun waktu seperti itu bukanlah sempit bagi pemerintah
kita untuk mewujudkannya. Namun mari kembali lagi pada kenyataannya.
Bangsa Indonesia belum menjamin HAM warganya.
Di butuhkan keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan
HAM di Indonesia. Tentu saja itu tidak cukup, hanya pemerintah
namun,partisipasi dan kerja sama warga nemasih sangat dibutuhkan kerjasama
warna Negara Indonesia yang semoga baik-baik saja. Kemudian secara sinergi
merongrong Negara Indonesia yang adil. Kita sebagai mahasiswa dan generasi
penerus bangsa, sudah semestinya membantu pemerintah untuk terus
menegakkan HAM di Indonesia. Kondisi HAM di Indonesia sudah saatnya
dibenahi dan ditata ulang agar terbentuk good goverment. Segala jenis hambatan
dan tantangan yang dapat mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM harus
segera dihilangkan.

19

Anda mungkin juga menyukai