Anda di halaman 1dari 97

MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

MODUL
MATEMATIKA TEKNIK I

MODUL
MATEMATIKA TEKNIK I

Oleh: Meidy P.Y. Kawulur, SSi., M.Si

PROGRAM STUDI D-IV PRODUKSI DAN PERAWATAN


JURUSAN TEKNIK MESIN
Oleh: Meidy P.Y.NEGERI
POLITEKNIK Kawulur,MANADO
SSi., M.Si

PROGRAM STUDI D-IV PRODUKSI DAN PERAWATAN


JURUSAN TEKNIK MESIN
POLITEKNIK NEGERI MANADO

i
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan penyertaan dan

tuntunannya maka penulis dapat menyelesaikan modul ini. Matematika merupakan dasar teori yang

sangat diperlukan dalam menunjang perkuliahan di bidang teknik. Modul “Matematika Teknik I”

di perlukan sebagai alat bantu mahasiswa dalam memahami Aljabar, Deret, Matriks, Vektor,

Bilangan Kompleks, Geometri dan Trigonometri. Dengan selesainya modul ini, maka pada

kesempatan ini saya sampaikan terima kasih kepada Bapak Direktur Politeknik Negeri Manado,

Bapak Ir. Evert M. Slat, M.T beserta Wakil Direktur khususnya Wakil Direktur Bidang Akademik

Ibu Dra.Mareyke Alelo, MBA, Pimpinan Jurusan Teknik Mesin, yang memberi kesempatan bagi

saya untuk menyusun modul ini.

Manado, Januari 2019

Meidy P.Y. Kawulur, SSi.,MSi

ii
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

PETA KEDUDUKAN MODUL

MATEMATIKA TEKNIK I

OPERASI DASAR MATRIKS &


DERET VEKTOR
ALJABAR DETERMINAN

BILANGAN GEOMETRI GEOMETRI


TRIGONOMETRI
KOMPLEKS PADA BIDANG PADA RUANG

iii
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
PETA KEDUDUKAN MODUL ii
DAFTAR ISI iii
GLOSARIUM iv
BAB I. Operasi Dasar Aljabar 1
1.1. Hukum Operasi Dasar 1
1.2. Penjumlahan Dalam Pernyataan Aljabar 2
1.3. Pengurangan Dalam Pernyataan Aljabar 2
1.4. Perkalian Dalam Pernyataan Aljabar 3
1.4. Pembagian Dalam Pernyataan Aljabar 4
BAB II. Deret 6
2.1. Pengertian Barisan Dan Deret 6
2.2. Deret Arimetika 6
2.3. Deret Geometri 7
2.4. Deret Geometri Tak Berhingga 8
BAB III. Matriks Dan Determinan 11
3.1. Matriks 11
3.2. Penjumlahan Dan Pengurangan Matriks 13
3.3. Perkalian Matriks 14
3.4. Determinan Matriks Bujur Sangkar Ordo 2x2 19
3.5. Determinan Matriks Bujursangkar Ordo 3x3 21
BAB IV. Vektor 36
4.1. Besaran Vektor dan Skalar 36
4.2. Penambahan Vektor 38
4.3. Perkalian Skalar antara Dua Vektor 40
4.4. Perkalian Vektor antara Dua Vektor 41
4.5. Sudut antara Dua Vektor 42
BAB V. Bilangan Kompleks 45
5.1. Persamaan Kuadrat 45
5.2. Pangkat dari j 46
5.3. Penjumlahan dan pengurangan bilangan Kompleks 48
5.4. Perkalian Bilangan Kompleks 50
5.5. Pembagian bilangan Kompleks 52
5.6. Kesamaan Bilangan Kompleks 53
5.7. Pernyataan bilangan kompleks secara Grafis 56
5.8. Penjumlahan Bilangan Kompleks secara Grafis 59
iv
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

5.9. Bentuk Kutub Bilangan Kompleks 61


BAB VI. Geometri pada Bidang 64
6.1. Kurva Bidang: Penyajian Secara Parametri 64
6.2. Vektor Pada Bidang: Pendekatan Secara Geometri 65
6.3. Vektor Pada Bidang: Pendekatan Secara Aljabar 70
BAB VII. Geometri Pada Ruang 75
7.1. Koordinat Dalam Ruang Dimensi Tiga 75
7.2. Grafik dalam Ruang Dimensi Tiga 77
7.3. Vektor Dalam Ruang Dimensi Tiga 78
BAB VIII. Trigonometri 83
8.1. Perkembangan Trigonometri 83
8.2. Sudut 83

v
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

GLOSARIUM

Hypotenusa : Panjang Sisi Miring pada segitiga siku-siku

Binomial : Pernyataan Aljabar yang terdiri dari dua suku

Imajiner : Bilangan khayal yang terdapat pada bilangan kompleks

Irasional : Bilangan riil yang tidak bisa dibagi (hasil baginya tidak pernah berhenti)

Monomial : Pernyataan Aljabar yang terdiri dari satu suku

Numerik : Sebuah simbol atau kumpulan dari simbol yang mempresentasikan sebuah bilangan

Polinomial : Pernyataan Aljabar Yang terdiri dari banyak suku

Riil : Bilangan yang meliputi bilangan rasional dan irasional

Rasional : Bilangan yang dapat dinyatakan sebagai a/b dimana a,b bilangan bulat dan b tidak

sama dengan 0.

vi
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB I
OPERASI DASAR ALJABAR

1.1. Hukum Operasi Dasar


Dalam Operasi aljabar terdapat empat operasi yaitu: penjumlahan , pengurangan, perkalian dan
pembagian.

a. Penjumlahan. Apabila dua bilangan a dan b dijumlahkan, maka hasilnya


ditunjukkan dengan a + b. Contoh 5 + 3 = 8 .

Dalam operasi ini berlaku hukum :

1. Hukum Komutatif, dimana urutan dari penjumlahan dua


bilangan tidak mempengaruhi hasinya. Jadi a + b = b + a
.Contoh. 5 + 3 = 3 + 5 = 8
2. Hukum Asosiatif, dimana bentuk dari penjumlahan boleh
dikelompokkan secara sembarangan tanpa mempengaruhi
hasilnya. Jadi a + b + c = a + (b + c) = (a + b) + c.
Contoh. 3 + 4 + 1 = 3 + ( 4 + 1 ) = (3 + 4 ) + 1 = 8

b. Pengurangan, Apabila bilangan a dikurangi dengan bilangan b, maka


pengurangannya ditunjukkan dengan a - b . Contoh 3 - 2 = 1.

c. Perkalian, Hasilkali dua bilangan a dan b adalah bilangan c sehingga a x b = c.


Operasi perrkalian ditunjukkan dengan tanda silang atau titik atau kurung. Dalam
operasi ini berlaku hukum :
- Hukum Komutatif, dimana urutan daripada faktor-faktor perkalian tidak
mempengaruhi hasilnya. Jadi a. b = b . a . Contoh 2 . 5 = 5 . 2 = 10
- Hukum Asosiatif, dimana faktor – faktor dari sebuah perkalian dapat
dikelompokkan secara sembarangan tanpa mempengaruhi hasilnya. Jadi a.b.c =
a a(b.c) = (ab)c . Contoh. 3.4.6 = 3(4.6) = (3.4)6 = 72
- Hukum Distributif, dimana perkalian dari sebuah bilangan dengan penjumlahan
dua bilangan (b + c) adalah sama denga penjumlahan dari dua perkalian a.b dan
a.c. Jadi a(b + c) = ab + ac. Contoh 4 (3 + 2) = 4.3 + 4.2 = 20
1
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

d. Pembagian, Apabila sebuah bilangan a dibagi dengan sebuah sebuah bilangan


b, maka hasil bagi yang diperoleh ditulis a : b atau a/b , dimana a disebut yang
dibgi dan b disebit pembagi. Pernyataan a/b juga disebut sebuah pecahan yang
mempunyai pembilang a dan penyebut b. Dalam operasi ini berlaku hukum
distributif. b + c = b/a + c/a
a
Contoh, 4+6 = 4 + 6 = 5
2 2 2

1.2. Penjumlahan dalam Pernyataan Aljabar


Bentuk ini diperoleh dengan menggabungkan suku-suku yang serupa dan kemudian diatur
dalam baris-baris dengan suku-suku yang serupa dalam kolom yang sama, kolom-kolom ini
kemudian dijumlahkan.
Sebuah suku adalah terdiri dari hasilkali, hasil bagi bilangan-bilangan biasa dan huruf huruf
yang merupakan pasangan bilangan-bilangan tersebut.

Contoh:
Jumlahkan pernyataan aljabar 7x + 3y3 + 4xy, 3x – 2y3 +7xy dan 2xy – 5x– 6y3
Dapat ditulis : 7x + 3y3 + 4xy
3x – 2y3 + 7xy
-5x – 6y3 + 2xy +
Penjumlahan : 5x – 5y3 + 5xy
sehingga hasilnya adalah 5x – 5y3 +5xy

1.3. Pengurangan dalam Pernyataan Aljabar


Bentuk ini diperoleh dengan mengubah tanda dari setiap suku dalam pernyataan
pengurangan dan hasilnya dijumlahkan dengan pernyataan yang lainnya (yang dikurangi) .

Contoh:
Kurangkan pernyataan aljabar 2x2 – 3xy + 5y2 dari 10x2 - 2xy - 3y2
Dapat ditulis: 10x2 – 2xy – 3y2
2x2 – 3xy + 5y2 –
Pengurangan : 8x2 + xy – 8y2
Kita juga boleh menulis (10x2 - 2xy - 3y2) – (2x2 – 3xy + 5y2)
= 10x2 - 2xy - 3y2 – 2x2 + 3xy – 5y2 = 8x2 + xy – 8y2
2
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

1.4. Perkalian dalam peryataan Aljabar


Bentuk ini diperoleh dengan tiga cara :
a. Untuk mengalikan dua monomial atau lebih, gunakan hukum-hukum pangkat, hukum tanda,
hukum komutatif dan hukum asosiatif.
Sebuah monomial adalah sebuah pernyataan aljabar yang terdiri dari satu suku

Contoh:
Kalikan pernyatan aljabar -3x2 y3z, 2x4 y dan -4xy4 z2
Ditulis ( -3x2 y3z) ( 2x4y) (-4xy4z2)
Pengaturan menurut hukum komutatif dan asosiatif diperoleh :
(-3) ( 2) (-4) (x2) ( x4) (x) (y3) ( y) (y4) (z) ( z2) 
Gabungkan dengan menggunakan aturan tanda dan hukum-hukum pangkat,
diperoleh : 24x7y8z3

b. Mengalikan sebuah polinomial dengan sebuah monomial, kalikan tiap-tiap suku dari
polinomial dengan monomial kemudian gabungkan hasil-hasilnya.

Contoh:
Kalikan pernyataan aljabar 3xy – 4x3 +2xy2 dengan 5x2 y4
Ditulis (5x2y4) (3xy – 4x3 +2xy2)
= (5x2 y4) (3xy) + (5x2 y4) (-4x3) + (5x2y4)( 2xy2)
= 15x3y5 – 20x5 y4 +10x3y

c. Mengalikan sebuah polinomial dengan sebuah polinomial, kalikan tiap-tiap suku dari
polinomial yang satu dengan tiap-tiap suku dari polynomial lainnya lau gabungkan hasil-
hasilnya. Dalam perkalian sangat bermanfaat apabila mengatur terlebih dahulu polinomial-
polinomial dalam pangkat-pangkat menaik atau menurun menurut huruf-huruf yang ada.

Contoh
Kalikan pernyataan aljabar -3x + 9 + x2 dengan 3 – x,
Pengaturan menurut pangkat x yang menurun
x2 – 3x + 9 (1)
-x + 3 x (2)
Kalikan (1) dengan-x, -x3 + 3x2 – 9x
Kalikan (1) dengan 3, 3x2 – 9x + 27 +
3
Penjumlahan : -x3 + 6x2 - 18x + 27
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

1.5. Pembagian dalam Pernyataan Aljabar


a. Membagi sebuah monomial dengan sebuah monomial, carilah hasil bagi koefisien
numeriknya dan cari juga hasil bagi faktor-faktor huruf yang sama, lalu kalikan hasil-hasil bagi
tersebut.

Contoh:
Bagilalah pernyataan aljabar 24x4 y2z3 dengan -3x3 y4z
Dapat ditulis 24x4y2z3 = 24 x4 y2 z3 = -8 xy-2z2 = -8xz2
-3x3y4z -3 x3 y4 z y2

a. Membagi sebuah polinomial dengan sebuah polinomial, dengan langkah-langkah sebagai


berikut :
1. Aturlah suku kedua polinomial dalam pangkta-pangkat yang menaik sampai menurun
dari huruf-huruf yang sama dikedua polinomial.
2. Bagilah suku pertama pada yang dibagi dengan suku pertama pada yang pembagi. Ini
memberikan suku pertama hasil bagi.
3. Kalikan suku pertama hasil bagi dengan pembagi dan kurangkan dari yang dibagi, jadi
diperoleh yang dibagi baru.
4. Gunakan yang dibagi yang diperoleh di (3) untuk mengulangi langkah (2) dan (3)
sampai diperoleh sebuah sisa yang derajatnya lebih rendah dari pembagi atau sama
dengan nol.
5. Hasilnya ditulis yang dibagi = hasil bagi + sisa
Pembagi pembagi

Contoh: Bagikan x2 + 2x4 – 3x3 + x – 2 dengan x2 – 3x + 2


Tulislah polinomial dalam pangkat x yang menurun dan pengaturan pekerjaan sebagai berikut
2x2 + 3x + 6
x2 – 3x + 2  2x4 – 3x3 + x2 + x - 2
2x4 – 6x3 + 4x2
3x3 – 3x2 + x - 2
3x3 – 9x2 + 6x
6x2 – 5x – 2
6x2 – 18x + 12
13x – 14
Jadi 2x4 – 3x3 + x2 + x - 2 = 2x2 + 3x +6 + 13x - 14
x2 – 3x + 2 x2 – 3x + 2

4
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Soal Latihan :
1. Hitunglah tiap-tiap pernyataan aljabar berikut , juka diberikan x =2, y= -1, z = 3, a = 0 , b =
4, c=1/3
a. 2x2 – 3yz b. 2z4 – 3z3 + 4z2 – 2z + 3 c. 4a2 – 3ab + 6c
d. 5xy + 3z e. 4x2y(z-1)
2a3 – c2 a + b - 3c
2. Carilah derajat dari tiap-tiap polinomial berikut:
a. 2x3y + 4xyz4 b. x2 + 3x3 – 4 c = y3 – 3y2 + 4y – 2 d. xz3 +3x2z2 – 4x3z + x4
3. Jumlahkan pernyataan aljabar dari pernyataan
x2 +y2 – z2 +2xy -2yz, y2 + z2 - x2 + 2yz - 2zx, z2 +x2 – y2 + 2zx – 2xy, 1 – x2 – y2 – z
4. Kurangkan pernyatan aljabar : 4x2y – 3ab + 2a2 –xy, 4xy + ab2 – 3a2 + 2ab
5. Carilah hasil kali dari pernyataan aljabar (x2 – 3xy + y2) ( 4xy2)
6. Carilah hasil pembagian dari pernyataan aljabar 16y4 – 1
2y – 1

5
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB II
DERET

2.1. Pengertian Barisan dan Deret

Barisan adalah suatu set kuantitas u1, u2, u3,.....yang dinyatakan dalam suatu urutan
tertentu dalam setiap sukunya terbentuk menurut pola tertentu, dengan kata lain ur = f(r)
Misalnya : 1, 3, 5, 7,.....adalah suatu barisan (suku berikutnya adalah 9)
2, 4, 6, 8,....adalah suatu barisan (suku berikutnya 10
Derret dibentuk oleh jumlah suku –suku suatu barisan.
Contoh: 1, 3, 5, 7,........adalah suatu barisan
1+3+5+7+......adalah suatu deret.
Kita akan menyatakn suku-suku dari suatu deret sebagai berikut :
u1 menyatakan suku pertama
u2 menyatakan suku kedua
u3 menyatakan suku ketiga, dan seterusnya. Sehingga ur akan menyatakan suku ke-r dan
ur+1 menyatakan suku ke (r + 1), dst.
Jadi jumlah dari n suku pertama akan dinyatakan oleh Sn .

2.2. Deret Arimetika ( Deret Hitung)


Deret arimetika atau deret hitung adalah barisan bilangan yang setiap bilangannya setelah
suku pertama diperoleh dengan cara menambahkan bialngan sebelumnya dengan bilangan konstan
yang disebut beda.
Dengan dengan demikian maka secara umum bentuk dari deret aritmetika dapat ditulis
sebagai berikut: a +(a+d)+(a+2d)+(a+3d)+......

Rumus dalam deret Hitung:


1. Suku ke n atau suku terakhir : l = a +( n - 1) d
2. Jumlah n suku pertama : Sn = n/2 (a + l) atau Sn = n/2 (2a + n – 1.d)
Dimana a = suku pertama dari deret
d = beda
l = suku ke n, atau suku terakhir
n = banyaknya suku
S = jumlah n suku pertama
6
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh 1. Bila diketahui suatu deret aritmetika 10 + 6 + 2 – 2 – 6 ..dst.


Maka untuk mendapatkan jumlah 20 suku pertama dari deret tersebut :
a = 10, dan d = 2 - 6 = -4
Sn = 20/2 (20 + 19 -4 )
= 10 (20 – 76) = 10(-56) = -560
Contoh 2. Jika diketahui suku ke-7 dari deret aritmetika adalah 22 dan suku ke-12 adalah 37 ,
tentukan deretnya.
Kita tahu bahwa suku ke-7 = 22  a + 6d = 22 5d = 15  d = 3
Suku ke-12= 37  a + 11d = 37 a=4
Sehingga dapat deretnya: 4 + 7 + 10 + 13 + 16+...dst
2.3. Deret Geometri (Deret Ukur)
Deret Geometri adalah barisan bilangan-bilangan yang setiap bilangannya setelah bilangan
pertama diperoleh dengan mengalikan bilangan sebelumnya dengan konstanta yang disebut rasio.
Jadi 5 + 10 + 20 + 40 + 80 . . . adalah deret geometri yang setiap bilangannya diperoleh
dengan mengalikan bilangan sebelumnya dengan 2.
Dengan demikian suatu Deret Geometri memiliki bentuk :
a + ar + ar2 + ar3 + . . . dst.
Dimana a = suku pertama, r = rasio

Rumus Deret Geometri:


1) Suku ke n atau suku terakhir: l = ar n-1
2) Jumlah n suku pertama: Sn = a(rn-1) = rl – a , r≠ 1
r–1 r - 1

di mana a = suku pertama; r = rasio ; n = banyaknya suku ;


l = suku ke n atau suku terakhir ; Sn = jumlah n suku pertama.

Contoh 1. Pandang deret geometri 5 + 10 + 20 + . . .

di mana a = 5 dan r = 10 = 20 = 2.
5 10
Suku ke tujuh adalah l = arn-1 = 5(27-1) = 5(26) = 320

Jumlah tujuh suku pertama adalah Sn = a(rn – 1) = 5(27 – 1) =635


r–1 2-1

7
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh 2. Jika suku ke-5 suatu DG adalah 162 dan suku ke-8 adalah 4374, tentukan deretnya.
Kita mengetahui Suku ke-5 = 162  ar4 = 162
Suku ke-8 = 4374  ar7 = 4374
ar7 = 4374  r 3 = 27  r=3
ar4 162  a=2

karena ar4 =162; ar7 =4374 dan r = 3


 a. 34 = 162  a = 162 a=2
81
Sehingga dapat Deret Geometrinya adalah : 2 + 6 + 18 + 54 +. . . dst.
Tentu saja, karena kita sudah mengetahui nilai a dan r, maka kita dapat menghitung nilai dari setiap
suku atau jumlah dari beberapa suku tertentu.
Sebagai contoh, dari deret diatas tadi, tentukanlah:
(a) suku ke-10
(b) jumlah dari 10 suku pertama.
Penyelesaian :
Dik. a = 2, dan r = 3
(a) suku ke-10 = ar9 = 2 x 39 = 2(19683) = 39366
(b) S10 = a(1 – r10) = 2(1 – 310)
1–r 1–3
= 2(1 – 59049) = 59048
-2

1.4. Deret Geometri Tak-Berhingga

Disini kita akan membahas deret yang jumlah sukunya tak berhingga. Jika kita ingin mencari
jumlah dari suatu deret yang banyak sukunya tak-berhingga, kita harus berhati hati dengan langkah-
langkah yang diambil.
Sebagai contoh, tinjaulah deret takhingga 1 + ½ + ¼ + 1/8 +. . .
Deret ini kita ketahui sebagai deret geometri dimana a = 1 dan r = ½ . Dengan demikian jumlan
n suku pertamanya adalah :
1 (1- (1/2)n)
Sn = = 2 ( 1 - ½n )
1- ½

8
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Jika n sangat besar, maka 2n akan menjadi sangat besar dan dengan demikian ½ n akan menjadi
sangat kecil. Sebenarnya, jika n→ ∞, ½ n→0. Jumlah dari semua suku dari deret tak berhingga ini
dengan demikian diperoleh dari S = nilai limit dari Sn jika n →∞,
dengan kata lain S = Lim Sn = 2(1 – 0) = 2 . Hasil ini menunjukkan bahwa kita
n
bisa membuat jumlah dari deret ini sedikit mungkin dengan nilai 2 seperti yang kitainginkan
dengan menggunakan lebih banyak suku dari derer ini.
Perhatikan deret takhingga 1 + 3 + 5 +7 + . . .
Deret ini adalah suatu DA dimana a = 1 dan d = 2. Maka
Sn = n/2(2a + n – 1.d) = n/2(2 + n – 1.2)
= n/2 (2 + 2n – 2)
Sn = n2
Tentu saja, dalam kasus ini, jika n besar maka nilai Sn akan sangat besar. Kenyataannya jika n ,
Sn, yang bukan merupakan nilai numerik yang berhingga sehingga tidak banyak berguna bagi
kita. Ini selalu terjadi untuk suatu DA, jika kita mencoba mencari ”jumlah sampai tak berhingga”,
kita akan selalu mendapatkan hasil + atau -, bergantung kepada deret yang ada.
Jumlah banyak suku sampai tak hingga dari sebarang deret geometri yang rasionya r secara
numerik kurang dari 1 diberikan oleh
a
Sn = , dimana | a | < 1.
1–r

Contoh: Pandang deret geometri tah berhingga 1 – ½ + ¼ - 1/8 +.....dimana a = 1 dan r = ½.


Jumlah dengan banyak suku sampai tak berhingga adalah :
a 1 1 2
S∞ = = = =
1–r 1 – ( -1/2) 3/2 3

Jadi ada dua kesimpulan penting yang dapat kita tarik :

a) Kita tidak bisa menghitung jumlah dari suku-suku suatu Deret aritmetika yang banyak tak
berhingga karena hasilnya selalu tak-berhingga.
b) Kita kadang-kadang bisa menghitung jumlah dari suku-suku suatu Deret Geometri yang
banyaknya tak-berhingga karena untuk deret yang seperti ini ,

9
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

a (1- rn)
Sn = dan asalkan r 1, maka jika n, rn0.
1- r

a (1- 0) a a
S = = ; dengan kata lain, S =
1- r 1–r 1–r

Contoh. Carilah “jumlah sampai tak-berhingga” dari deret


20 + 4 + 0,8 + 0,16 + 0,032 + . . . . . . . . . . . .
Penyelesaian.
Dik. a = 20 dan r = 0,8 / 4 = 0,2 = 1/5 maka
a 20 5
S∞ = = = x 20 = 25
1–r 1 – ( 1/5) 4

Latihan Soal
1. Hitung jumlah semua bilangan antara 100 dan 800 yang habis dibagi 3.
2. Carilah suku ke- 40 dan jumlah 40 suku pertama dari DA : 10+ 8 + 6 +. . .
3. Berapa banyaknya bilangan bulat yang berurutan mulai dari 10 yang harus diambil
agar jumlahnya 2035?
4. Carilah suku ke-8 dan jumlah 8 suku pertama dari DG : 4 + 8 + 16 +.....
5. Diketahui suku ke-2 dari sebuah DG adalah 3 dan suku ke- 5 adalah 81/8. Carilah
suku kedelapannya.
6. Carilah jumlah dari deret geometri tak berhingga
a. 2 + 1 + ½ + ¼ +...
b. 1/3 – 2/9 + 4/27 – 8/81 +....
c. 1 + 1 + 1 + ......
1,04 (1,04)2
7. Carilah banyaknya suku terkecil yang harus di ambil dari deret 1/3 + 1/6 + 1/12 +
. . . agar jumlahnya berbeda dengan jumlah tak terhingga kurang dari 1/1000.

10
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB III
MATRIKS DAN DETERMINAN

3.1. Matriks
Matriks adalah sekumpulan bilangan riil ( atau elemen ) atau kompleks yang disusun
menurut baris dan kolom sehingga membentuk jajaran ( array ) persegi panjang. Matriks
mempunyai m baris dan n kolom disebut matriks m x n.
Suatu matriks ditunjukkan dengan menuliskan jajarannya di antara kurung sisi misalnya

adalah matriks 2 x 3, yaitu matriks ‘2 kali 3’, dengan 5, 7, 2, 6, 3, 8 adalah elemen –

elemennya. Perhatikan bahwa dalam menyatakan matriks, yang pertama yang disebutkan adalah
banyaknya baris dan yang kedua adalah banyaknya kolom.

adalah matriks berorder 4 x 3, yaitu matriks dengan 4 baris dan 3 kolom

Jadi matriks berorde………………………….

dan matriks berode………………….

3 x 2; 2x4
Matriks hanyalah sekedar jajaran sekumpulan bilangan : tidak ada hubungan aritmetis antare
elemen-elemennya. Matriks berbeda dengan determinan, karena tidak ada harga numerik suatu
matriks yang diperoleh dari perkalian antar elemennya. Juga, pada umumnya baris dan kolom tidak
dapat dipertukarkan seperti dalam determinan.
Matriks baris ( line matriks ) : suatu matriks kolom hanya terdiri dari I kolom saja. Contoh,

adalah matriks kolom berode 3 x 1.

11
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Untuk menghemat tempat, matriks kolom seringkali dituliskan dalam satu garis, tetapi diberi
kurung kurawal. Contoh, { 6 3 8 } menyatakan matriks yang sama dengan matriks kolom berode
3 x 1.
Jadi berdasarkan pemahaman di atas:

a) adalah matriks ………………. berode …………………….

b) adalah matriks ……………… berode ………………..


c) adalah matriks ………………… berode ……………….
(a) Kolom, 2 x 1; (b) baris, 1 x 4; (c) kolom, 3 x 1
Untuk menyatakan koordinat x dan y sebuah titik relatif terhadap sumbu x dan y, kita menggunakan
matriks baris sederhana, walaupun dalam hal ini biasanya kita menggunakan kurung biasa. Sebagai
contoh, jika p adalah titik (3, 5) maka angka 3 menyatakan koordinat x dan angka 5 menyatakan
koordinat y. Tetapi dalam matriks pada umumnya tanda koma yang memisahkan elemen –
elemennya tidak dicantumkan.
Matriks berelemen tunggal: sebuah bilangan dapat dipandang sebagai matriks berukuran 1
x 1, yaitu matriks yang hanya mempunyai 1 baris dan 1 kolom saja.
Notasi dua indeks: Masing – masing elemen suatu matriks memiliki ‘alamat’ atau tempat
yang dapat ditentukan dengan menggunakan sistem dua-indeks, indeks pertama menyatakan baris
dan indeks kedua menyatakan kolom. Dengan demikian:
a1.1 a1.2 a1.3 a14
a2.1 a2.2 a2.3 a2.4
a3.1 a3.2 a3.3 a3.4
a2.3 menunjukkan elemen yang terletak pada baris kedua dan kolom ketiga. Jadi, dalam matriks
6 -5 1 -3
2 -4 8 3
4 -7 -6 5
-2 9 7 -1
Letak (a) elemen 3 dapat dinyatakan dengan ……………………………
Letak (b) elemen -1 dapat dinyatakan dengan …………………………..
Letak (c) elemen 9 dapat dinyatakan dengan …………………………...
(a) a2.4 ; (b) a4.4 ; (c) a4.2

12
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Notasi Matriks: Jika tidak menimbulkan keragu-raguan, keseluruhan matriks dapat dinyatakan
dengan sebuah elemen umum yang dituliskan dalam kurung siku, atau dengan
sebuah huruf yang dicetak tebal. Penulisan ini singkat dan rapih, dan juga banyak menghemat
banyak huruf dan tempat. Sebagai contoh,
a11 a12 a13 a14
a21 a22 a23 a24 dapat dinyatakan dengan [ aij ] atau [ a ] atau dengan A saja
a31 a32 a33 a34

Serupa dengan itu dapat dinyatakan dengan [ ] atau [ x ] atau dengan x saja.

Untuk menyatakan matriks ( m x n ) akan kita gunakan huruf besar tebal, misalnya A. Untuk matriks
baris atau matriks kolom kita gunakan huruf kecil tebal, misalnya x. ( Dalam tulisan tangan, cetak
tebal dapat digantikan dengan garis bergelemobang di bawah huruf yang bersangkutan, misalnya A
atau x ).
Jadi jika B menyatakan matriks 2 x 3, tuliskanlah elemen – elemen b dalam matriks tersebut
dengan menggunakan notasi dua-indeks. Hasilnya

B=

3.2. Penjumlahan dan Pengurangan Matriks


Dua matriks dapat dijumlahkan atau dikurangkan, maka orde keduanya haruslah sama.
Selanjutnya jumlah atau selisihnya diperoleh dengan menambahkan atau mengurangkan elemen –
elemennya yang bersesuaian.

Contoh + =

Dan - =

13
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh. (a) + = …………..

(b) _ = ……………………………

Penyelesaian.
(a). 6 +1 5+4 4+2 1+3 = 7 9 6 4
2+6 3 +-1 -7 + 0 8 + 5 8 2 -7 13

(b). 8 – 1 3–2 6–3 7 1 3


5–4 2–5 7–6 = 1 -3 1
1–7 0–8 4–9 -6 -8 -5

3.3. Perkalian Matriks:


(a) Perkalian dengan skalar: Mengalikan matriks dengan sebuah bilangan ( yaitu skalar ) berarti
mengalikan masing-masing elemennya dengan bilangan tersebut.

Contoh 4 x =

yaitu, secara umum, k [ ]=[ ].

Kebalikannya juga berlaku, yaitu kita dapat mengeluarkan faktor yang sama dari setiap elemen –
bukan hanya dari satu baris atau kolom seperti dalam determinan.

Karena itu , dapat dituliskan sebagai ……………………………..

5x

14
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

(b) Perkalian dua buah matriks: Dua buah matriks dapat dikalikan, satu terhadap yang lain, hanya
jika banyaknya kolom dalam matriks yang pertama sama dengan banyaknya baris dalam matriks
yang kedua.

Contoh A=[ ]= dan b = [ ] =

Maka A b=

Yaitu masing – masing elemen matriks A dalam baris yang atas dikalikan dengan elemen yang
bersesuaian dalam kolom pertama matriks b dan kemudian semua hasil-kalinya dijumlahkan.
Serupa dengan itu, baris kedua dari hasil-kali kedua matriks diperoleh dengan mengalikan masing-
masing elemen dalam baris kedua matriks A dengan elemen yang bersangkutan dalam kolom
pertama matriks b.
Contoh 1

= = =

Serupa dengan itu, = ………………………….

Dengan jalan yang sama, jika A = dan b = maka A =

Cara yang sama berlaku juga untuk baris dan kolom yang lain.

15
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh 2

Jika A=[ ] = dan B = [ ]=

Maka A B =

Perhatikan bahwa perkalian matriks ( 2 x 3 ) dengan matriks ( 2 x 4 ) menghasilkan matriks berode


( 3 x 4 ).
yaitu orde ( 3 x 2 ) x orde ( 2 x 4 ) orde ( 3 x 4 ).
( sama )
Secara umum, perkalian matriks ( I x m ) dengan matriks (m x n) akan menghasilkan matriks berode
(I x n).

Jika A = dan B =

Maka A B adalah,

Karena A B =

= =

16
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Jelaslah bahwa suatu matriks hanya dapat dikuadratkan jika matriks tersebut merupakan matriks
bujur sangkar, yaitu matriks dengan banyak barisnya sama dengan banyak kolomnya.

Jika A =

= =

Ingatlah bahwa perkalian matriks hanya didefinisikan jika :


Banyaknya kolom dalam matriks pertama =
banyaknya baris dalam matriks kedua

Benar. Jadi tidak ada artinya.

Jika A adalah matriks (m x n)


Maka perkalian A B dan B A keduanya
mungkin dilakukan.
dan B adalah matriks (n x m)

Contoh 3.

Jika A= dan B =

Maka A B =

= =

17
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

dan B A =

= =

Perhatikan bahwa, dalam perkalian matriks, A B B A, yaitu perkalian matriks non-komutatif.


Urutan faktor dalam perkalian sngatlah penting !
Dalam perkalian A B, B dikalikan-kiri ( pre-multiplied) dengan A
dan A dikalikan-kanan (post-multiplied) dengan B

jadi jika A= dan B =

maka A B = ……………………… dan B A = ………………………..

A B= ; B A=

Transpose matriks: Jika baris dan kolom suatu matriks dipertukarkan, maksudnya : baris pertama
menjadi kolom pertama, baris kedua menjadi kolom kedua, baris ketiga menjadi kolom ketiga, dan
seterusnya. Maka matriks baru yang terbentuk disebut transpose dari matriks semula. Jika matriks
semula adalah A, maka transposenya dinyatakan dengan atau . Kita akan menggunakan notasi
yang terakhir .

Maka, jika A = , maka =

Karena itu, jika diberikan

18
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

A= dan B =

Maka A B = …………………. Dan = ………………………………

A B = ; =

Soal Latihan:

1. Jika A = dan B=

tentukan (a) A + B (b) A – B

2. Jika A = dan B=

Tentukan (a) 5A; (b) A B; (c) B A

3. Jika A = dan B= maka A B = ……………………….

4. Jika diberikan A = tentukanlah (a) dan (b) A .

3.4. Determinan Matriks Bujur sangkar Ordo 2 x 2


Sifat- sifat determinan
Menjabarkan determinan yang elemen-elemennya sangat banyak akan sangat menjemukan,
tetapi bila kita mengetahui sifat-sifat determinan , kita dapat menyederhanakan perhitunganya .
berikut ini diberikan beberapa sifat pokok determinan . Carilah sifat-sifat ini dalam buku catatan
anda untuk dipakai sebagai rujukan nanti.

19
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Harga suatu determinan tetap tidak berubah jika baris diganti menjadi kolom dan kolom menjadi
baris.

=
Jika dua baris (atau kolom ) ditukarkan tempatnya tanda determinan berubah .

=
Jika ada dua baris ( atau kolom ) yang identik , maka harga determinan tersebut sama dengan nol .

=0
Jika elemen-elemen salah satu baris ( atau kolom ) semua dikalikan dengan factor yang
sama,maka determinanya pun dikalikan dengan factor tersebut .

=
Jika elemen-elemen salah satu baris ( atau kolom ) ditambah (atau dikurangi ) dengan kelipatan-
kelipatan elemen baris ( atau kolom) lain yang bersesuaian ,maka harga determinannya tidak
berubah .

=
Sekarang, sebagai ulangan, lengkapilah yang berikut ini :

(i) = …………………………

(ii) = …………………………

(iii) = ………………………….

(iv) = ………………………….

Inilah hasilnya :
(i). 20 – 42 = - 22 (ii). -20 – 6 = -26
(iii). ac – bd (iv). ps – rq

3.5. Determinan Matriks Bujur Sangkar Ordo 3 x 3


Determinan matriks bujur sangkar adalah determinan yang mempunyai elemen – elemen yang
sama dengan matriks tersebut. Sebagai contoh,

20
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

determinan dari adalah

Dan harga determinan ini adalah


5( 42-12) – 2(0-24) – 1(0-48)
5(30) – 2(-24) + 1(-48) = 150 + 48 – 48 = 150

Perhatikan bahwa matriks transposenya adalah yang harganya sama dengan,

5(42 – 12) – 0(14 – 4) + 8(6 – 6) = 5(30) = 150.


Hal ini menunjukkan bahwa determinan suatu matriks bujur sangkar memiliki harga yang sama
dengan determinan matriks transposenya.
Suatu matriks yang determinannya sama dengan nol disebut matriks singular.

Harga determinan matriks adalah …………………………………….

Dan harga determinan matriks diagonal adalah ………………………….

= 3(-30) – 2(15) + 5(25) = 5.

= 2(20) + 0 + 0 = 40.

Kofaktor. Jika A = [ ] adalah matriks bujur sangkar, kita dapat membentuk determinan yang

elemen – elemennya adalah

21
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

.
.
.

Masing-masing elemen memberikan kofaktor, yang tidak lain daripada minor elemen dalam
determinan bersama-sama dengan ‘tanda tempat’-nya, yang rinciannya telah dijelaskan dalam
program sebelum ini.

Sebagai contoh, determinan matriks A = adalah

Det A = = yang harganya sama dengan 45. Minor elemen 2 adalah

= 1.0 - 6.4 = 0 - 24 = -24


Tanda tempatnya +. Jadi faktor elemen 2 adalah + (-24) yaitu -24 .

Serupa dengan itu, minor elemen 3 adalah = 0 – 6 = -6.

Tanda tempatnya - . jadi kofaktor elemen 3 adalah – (-6) = 6.


Untuk masing-masing elemen, minornya diperoleh dengan menghilangkan baris dan kolom, yang
memuat elemen yang bersangkutan dan kemudian dibentuk determinan dari elemen – elemen yang
tersisa. Tanda tempat yang sesuai diberikan oleh

22
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Tanda plus dan minus bergantian, dimulai dengan tempat di sudut kiri atas yang memuat tanda +.

Jadi, dalam contoh di atas, minor elemen 6 adalah yaitu 8 – 3 = 5. Tanda tempatnya -.

Sehingga kofaktor elemen 6 adalah -5.

Dengan demikian, untuk matriks , kofaktor elemen 3 adalah……………….dan

elemen 4 adalah ……………………………………


Kofaktor 3 adalah 4-(-10) = 4
Kofakror 4 adalah – (56 – 3) = -53

Adjoin matriks bujur sangkar:

Jika kita mulai dengan A = , determinannya adalah

det A = A = dari sini kita dapat membentuk matriks baru C.

yang elemen – elemen kofaktor

C= dengan adalah kofaktor

adalah kofaktor dst.

=+ = + (0-24) = -24

= - = - (0-6) = 6

= + = + (16-1) = 15

=- = - (0 -20) = 20

23
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

=+ = + (0 – 5) = -5

=- = - (8 – 3) = -5

=+ = +(18 – 5) = 13

=- = -(12 – 20) = 8

=- = +(2 – 12) = -10.

Matriks kofaktornya adalah C =

Dan transpose dari C, yaitu = Matriks ini disebut matriks adjolin dari

matriks A semula dan dituliskan adj. A. Jadi untuk memperoleh adjolin suatu matriks bujur sangkar
A kita harus :
(a) Membentuk matriks kofaktor C
(b) Menuliskan transpose C , yaitu .

Dengan demikian adjoin dari matriks

adalah Adj A = =

3.6. Invers Matriks Bujur Sangkar


Adjoin suatu matriks bujur sangkar sangatlah penting, karena matriks ini memungkinkan
kita untuk membentuk invers matriks yang bersangkutan. Jika masing-masing elemen dari matriks

24
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

adjolin A dibagi dengan harga determinan A, yaitu A , (asal saja A 0), maka diperoleh matriks
baru yang disebut invers dari matriks A dan dituliskan sebagai A-1.
Untuk matriks yang kita gunakan dalam bingkai yang lalu, yaitu, A =

det A = A = = 2 (0-24) – 3(0-6) + 5(16-1) = 45

matriks kofaktornya adalah adalah C =

dan matriks adjolin dari A, yaitu =

maka invers dari A diberikan oleh

A-1 =

Jadi, untuk membentuk invers dari matriks bujur-sangkar Ab:


(a) Hitung determinan A, yaitu A .
(b) Bentuk matriks C yang elemen – elemennya adalah kofaktor elemen A
(c) Tuliskan transpose matriks C, yaitu dengan A .
(d) Bagilah masing – masing elemen dengan A
(e) Matriks terakhir yang diperoleh adalah matriks invers A-1 dari matriks A semula.
Marilah kita lihat pelaksanaannya secara terinci melalui sebuah contoh.
25
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Untuk memperoleh invers dari A = ,

(a) pertama-tama kita hitung determinan A, yaitu,


A = 28

A = =1(2-0) -2(8-0) + (0-6) = 28

(b) sekarang kita bentuk matriks kofaktornya. C = ……………………………………..

C=

Karena
= +(-0) = 2; = -(8-30) = 22; = +(0-6) = 6
= -(4-0) = -4 = +(2-18) = -16; = -(0-12) = 12
= +(10-3) = 7; = -(5-12) = 7 = +(1-8) = -7
Adj A = = ………………………….

Adj A = C =

(d) Akhirnya, elemen – elemen adj A kita bagi dengan harga A , yaitu 28, untuk memperoleh A-
1
, invers matriks A.
A-1 = ……………………….

A -1 =

26
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Untuk matriks lain pun dapat dicari dengan jalan yang sama. Kerjakanlah soal yang berikut ini
sendiri.

Tentukanlah inver matriks A=

A-1 = ……………………………

A-1 =

Inilah penyelesaian lengkapnya.

Det A = A = = 2(8) – 7(-6) + 4(-5) = 38

Kofaktor
= +(8 - 0) = 8; = -(24-30) = 6; = +(0-5) = -5

= -(56 -0) = -56; = +(16-20) = -4; = -(0-12) = 12


= +(42-4) = 38; = -(12-12) = 0 = +(2-21) = -19

C= =

Jadi A -1 =

Sekarang marilah kita lihat beberapa penggunaan invers. Perkalian matriks bujur sangkar dengan
inversnya.

Dari contoh sebelum ini telah kita lihat bahwa jika A =

Maka A -1 =

27
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Sehingga A -1 A =

= =1 A -1 A = 1

Dan juga A A-1 = x

= ………………………………….. selesaikanlah.

A -1 A = = =1

A A-1 = A-1 A=1


Hasil ini memperlihatkan bahwa perkalian suatu matriks bujur sangkar dengan inversnya,
dalam urutan bagaimanapun, akan menghasilkan matriks satuan dalam orde yang sama dengan
matriks semula.
Pemecahan sistem persamaan linear
Tinjaulah suatu sistem persamaan linear

. . . . .
. . . . .
. . . . .

28
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Dari bekal kita tentang perkalian matriks, sistem persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk
matriks.

. . . . = .

. . . . . .

. . . . . .

Yaitu A x=b
Dengan A=
;x= ; dan b =
. . . . .
. . . . .
. . . . .

Jika kedua ruas persamaan matriks tersebut kita kalikan dengan invers matriks A, kita peroleh
A -1 A x = A -1 . b
Tetapi A -1 A = 1 1 x = A -1 b yaitu x = A -1 . b
Kita lihat bahwa jika kita bentuk invers dari matriks koefisien dan matriks b kita kalikan-kiri
(pre-multiply) dengan matriks – invers, maka akan kita peroleh matriks pecahan x.
Contoh pecahkan sistem persamaan

Pertama - tama jika kita tuliskan sistem persamaan ini dalam bentuk matriks, maka kita dapatkan

. =

29
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Yaitu A x = b x = A -1 b
Langkah selanjutnya adalah mencari invers matriks A dengan A adalah matriks koefisien x. kita
telah mengetahui bagaimana menentukan invers suatu matriks, jadi dalam hal ini A -1 = …………...

A -1 = -

Karena: A = = -14 – 50 + 29 = 29 – 64 A = -35

Kofaktor
= + (-20 + 6) = - 14; = - ( 15 +10 ) = - 25; = + ( 9 + 20 ) = 29
= - ( 10 – 3 ) = -7; = + ( 5 – 5 ) = 0; = - ( 3 – 10 ) = 7
= + ( -4 + 4 ) = 0; = - ( -2 – 3 ) = 5; = + ( - 4 – 6 ) = - 10

C= adj A = =

Telah diperoleh A = - 35 A -1 = =-

x = A -1 b = - .

X=- =

30
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Sehingga akhirnya x = = = -1; =5 =3

Matode eliminasi Gauss untuk memecahkan sistem persamaan linear

. . . . . = yaitu A . x = b

. . . . . .

. . . . . .

Semua hal yang diperlukan untuk memecahkan sistem persamaan di atas dikandung oleh
matriks koofisien A dan matriks kolom b. jika elemen – elemen matriks b kita tuliskan dalam
matriks A, maka kita peroleh matriks yang diperluas ( augmented matrix ) B untuk sistem
persamaan tersebut.
Yaitu B =

. . . . .

. . . . .

. . . . .

(a) sekarang kita eliminasikan elemen-elemen dalam kolom pertama, kecuali elemen , dengan
jalan mengurangi baris kedua dengan / kali baris pertama dan mengurangin baris ketiga
dengan / kali baris pertama, demikian seterusnya.
(b) langkah ini menghasilkan matriks baru yang berbentuk

31
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

. . . . .

. . . . .

. . . . .

Proses tersebut kita ulangi lagi untuk mengeliminasi elemen kolom kedua mulai dari baris ketiga

ke bawah.
Contoh pecahkanlah x1 + 2x2 – 3x3 = 3
2x1 – x2 – x3 = 11
3x1 + 2x2 + x3 = -5

Persamaan ini dapat dituliskan sebagai . =

Matriks yang diperluas menjadi

Kurangi baris kedua dengan kali baris pertama dan baris ketiga dengan kali baris pertama

Langkah ini memberikan

Sekarang kurangi baris ketiga dengan , yaitu , kali baris kedua.

Matriksnya menjadi

Dengan langkah ini matriks koofisien x telah direduksi menjadi matriks segitiga.
Akhirnya, kita letakkan kolom-kolom kembali ke posisinya semula.

. =

32
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Dengan ‘subtitusi mundur’, mulai dengan baris yang paling bawah, kita peroleh
= -18 = -3 = -3
+ =5 = 5 + 15 = 20 = -4
+ - =3 –8+9=3 =2

= 2; = -4;  = -3
Perhatikan bahwa dalam mengolah matriks yang diperluas, jika dikehendaki kita boleh
(a) Mempertukarkan dua baris,
(b) Mengalikan baris dengan faktor yang tidak nol
(c) Menambahkan (atau mengurangkan) kelipatan salah satu baris dengan (atau dari ) baris lain.
Operasi ini diperkenankan karena kit menangani koofisien-koofisien dari kedua ruas persamaan.
Contoh pecahkanlah sistem persamaan berikut
X1 – 4x2 – 2x3 = 21
2x1 + x2 + 2x3 = 3
3x1 + 2x2 – x3 = -2
Pertama – tama kita tuliskan persamaan di atas dalam bentuk matriks, yaitu

. =

Matriks yang diperluasnya adalah …………………………………………….

Sekarang kita dapat mengeliminasi koofisien dari baris kedua dan ketiga dengan
……………….. dan

Mengurangi baris kedua dengan 2 kali baris pertama


Dan baris ketiga dengan 3 kali baris pertama

Sehingga matriknya menjadi

33
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Selanjutnya kita kurangi baris ketiga dengan ……………………………………….kali baris


kedua

Jika kita lakukan langkah ini, matriksnya menjadi

Kembalikan ke dalam bentuk persamaan matriks,

. =

Dengan mulai dari bawah, kita memperoleh penyelesaiannya.


x1 = ………………….; x2 = ……………………; x3 = …………………
x1 = 3; x2 = -5; x3 = 1
Seperti telah kita lihat, pengetahuan dasar mengenai matriks menyediakan jalan yang bersih
dan singkat untuk memecahkan sistem persamaan linear. Dalam prakteknya, koofisien-koofisien
numeriknya tidak selalu merupakan bilangan sederhana, demikian juga banyaknya persamaan tidak
terbatas hanya sampai tiga. Untuk soal yang lebih rumit, bantuan alat-alat hitung akan sangat
menolong, tetapi prinsip dasar penyelesaiannya tetap sama.
Soal Latihan

1. Sekarang kerjakanlah .

Hitunglah dengan menguraikanya mengikuti baris terbawah

Jawab :

Kita dapatkan dengan mengingat

=5 -7 +2
=5 ( 9 – 4 ) -7 ( 6 – 24 ) + 2 (2 – 18 )
= 5 (5) -7 (-18) +2 (-16)
= 25 + 126 – 32 = 119

2.

34
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Hitunglah dengan menguraikanya atas baris yang tengah.

Jawab:

Karena = -7 +3 -1
= -7 ( 18 – 48 ) + 3 ( 9 – 32 ) -1 ( 6 – 8 )
= -7 ( - 30) +3 (-23) -1 (-2)
= 210 – 69 + 2 = 143

3. Carilah harga y , bila diberikan

Pertama-tama , kuncinya dahulu ,yaitu ……………………………

Untuk mencari y ,kita gunakan

Jadi kita harus mencari dan .

Persamaan yang diberikan adalah


Untuk memperoleh ,kita hilangkan suku y – nya .

΅ = = +5 + 11
= 2 ( 8 – 18 ) + 5 ( 8 + 24 ) + 11 ( -3 – 4 )
= - 20 + 160 – 77 = 6

4. Carilah harga x , y dan z.

Jawab :
Langkah-langkah pokoknya:

= 54
35
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

= 27

= 81

= - 27

=- x= = = 2
X=2

=- y= = = -1
X = -1

=- z = = = -3
X = -3

5. Tentukan harga k agar persamaan berikut sejalan (konsisten )

agar sejalan =0

=3 -1 +2 =0

= 3 ( 6k – k ) -1 ( 12k + 2k ) +2 ( -4 – 4 ) = 0
= 15k – 14k – 16 = 0 k – 16 = 0  k = 16

36
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB IV
VEKTOR

4.1. Besaran Vektor dan Skalar

Pendahuluan : besaran vektor dan besaran skalar


Kuantitas fisis dapat dibagi menjadi dua komponen utama, kuantitas skalar dan kuantitas
vektor.
(a). Kuantitas skalar ialah kuantitas yang didefinisikan secara lengkap oleh bilangan tunggal dengan
satuan yang sesuai, contoh: panjang, luas, volume, massa, waktu, dll. Begitu satuannya
dinyatakan, kuantitas itu ditentukan seluruhnya oleh ukuran atau magnitudonya.
(b). Kuantitas vektor didefinisikan secara lengkap apabila kita mengetahui bukan saja
magnitudonya (dengan satuan) tetapi juga arah kemana vektor itu beroperasi, sebagia contoh:
gaya, percepatan, kecepatan. Kuantitas vektor perlu melibatkan arah dan juga magnitudonya.
Contoh : (a) kealajuan 10 km/jam merupakan kuantitas skalar
(b) kecepatan ’10 km/jam kearah utara’ merupakan kuantitas vektor
Suatu gaya F yang bekerja pada titik P merupakan kuantitas vektor, karena mendefinisikan
gaya ini seluruhnya kita harus memberikan :
(a) magnitudonya, dan juga
(b) arahnya
F

Sebagai contoh, perhatikan pernyataan ini:


a. Temperatur 100oC merupakan kuantitas skalar
b. Percepatan 9,8 m/det2 secara vertikal kebawah merupakan kuantitas vektor, karena ada
magnitudo dan arahnya
c. Bobot 7 kg massa merupakan kuantitas vektor, karena ada magnitudo dan arahnya
d. Jumlah Rp. 500 merupakan kuantitas skalar
e. Angin yang bertiup ke timur laut sebesar 20 knot merupakan kuantitas vektor, karena
ada magnitudo dan arahnya

37
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Representasi Vektor
Suatu kuantitas vektor dapat direpresentasikan secara grafis dengan garis, yang ditarik sdemokian
rupa sehinga :
(a) panjang garisnya menandakan magnitudo kuantitas tersebut, sesuai dengan skala vektor yang
dinyatakan.
(b) arah garis tersebut menandakan arah bekerjsnys kuantitas vektor tersebut. Arah ditunjukkan
oleh anak panah.
Contoh.
Diketahui gaya 35 N yang bekerja ke kanan, akan ditandai oleh garis
dan jika skala vektor yang dipilih adalah 1 cm  10 N. Berapakah panjang dari garis tersebut ?
Penyelesaiannya:
Karena 1 cm  10 N maka panjang dari garis tersebut adalah 35  10 = 3,5 cm.
Kuantitas vektor AB disebut sebagai AB atau a B
Magnitudo kuantitas vektor ditulis dengan
AB , atau  a atau cukup dengan AB atau a. a
A
Perhatikan bahwa BA merepresentasikan suatu kuantitas vektor yang magnitudonya sama tetapi
dengan arah berlawanan.
B B

a
A AB = a A BA = AB = - a
Dua Vektor yang Sama
Dua vektor a dan b dikatakan sama, jika keduanya memiliki magnitudo yang sama dan arah yang
sama.
Jika a = b, maka : a b
(a) a = b (magnitudonya sama)
(b) arah a = arah b, dengan kata lain, kedua vektor sejajar dan berarah sama.
Jika dua vektor a dan b sdemikian rupa sehingga b = -a, apa yang dapat kita katakan tentang
magnitudo dan arahnya ?

38
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Jadi, magnitudonya sama, dan vektor vektor ini sejajar tetapi arahna berlawanan. Artinya, jika b =
-a maka
a b
Jenis-jenis Vektor
(a) Vektor posisi AB terjadi apabila titik A tetap
(b) Vektor garis ialah sedemikian rupa sehinga vektor itu dapat digeser di sepanang garis kerjanya,
misalna, gaya mekanis yang bekeja pada sebuah benda
(c) Vektor bebas tidak dibatasi oleh apapun. Vektor ini didefnisikan secara lengkap oleh magnitudo
dan arahnya dan dapat digambar sebagai salah satu dari kumpulan garis sejajar yang panjangnya
sama.
4.2 Penambahan Vektor
Jumlah dari dua vektor, AB dan BC, didefinisikan sebagai vektor tunggal atau vektor
ekuivalen atau vektor resultan AC.
C artiya AB + BC = AC
atau a + b =c
c b
A a B
Maka untuk mencari jumlah dari dua vektor a dan b, kita gambar vektor-vektor ini sebagai
suatu rantai, memulai vektor yang kedua dari ujung vektor pertama; jumlah c diberikan oleh vektor
tunggal yang menghubungkan pangkal vektor pertama dengan ujung vektor kedua.
Contoh . Jika p  gaya 40 N, yang bekerja ke arah timur
q  gaya 30 N, yang bekerja ke arah utara
maka magnitudo dari jumlah vektor r dari kedua gaya ini akan sama dengan.................
Penyelesaian.
Karena r2 = p2 + q2
= 402 + 302
r q = 1600 + 900 = 2500
r = 2500 = 50 N
p
Jumlah dari beberapa vektor a + b + c + d +. . .
Perhatikan gambar dari vektor-vektor dibawah ini:

39
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

E
d (a) gambar vektor vektor tersebut sebagai suatu rantai
D (b) kemudian,
c a + b = AC
A C AC + c = AD
a B b  a + b + c = AD
AD + d = AE
 a + b + c + d = AE
dengan kata lain, jumlah semua vektor, a, b, c, d, diberikan oleh vektor tunggal yang
menghubungkan pangkal vektor pertama ke ujung vektor terakhir, dalam hal ini AE .
Komponen-komponen Vektor dinyatakan dalam Vektor Satuan
Y
Vektor OP di definisikan oleh besarannya
(r) dan arahnya ( ). Vektor ini dapat pula
P pula dinyatakan dakam kedua komponen
nya dalam arah OX dan OY.
r b


0 a X
Dengan kata lain, OP ekuivalen dengan vector a dalam arah OX + a vektor b dalam arah OY
Artinya, OP = a ( di sepanjang OX) + b (di sepanjang ) OY
Jika kita definisikan i sebagai vektor satuan dalam arah OX
Maka a = ai
Serupa halnya, jika kita definisikan j sebagai vektor satuan dalam arah OY,
Maka a = bj
Dengan demikian Vektor OP dapat di tuliskan sebagai:
r = ai + bj
dimana i dan j meupakan vektor satuan masing-masing dalam arah OX dan OY. Misalkan
z1= 2 i + 4 j dan z2 = 5i + 2j

40
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Y
z1

4 z2
2
0 2 X
5

Untuk mendapatkan z1 + z2, gambarlah kedua vektor tersebut secara berantai


z1 + z2 = OB = ( 2+5 ) i + ( 4 + 2 ) j = 7i + 6j

Z2
Z1 B
2
5
4

X
2
O

Dengan kata lain keseluruhan komponen vektor di sepanjang OX, dan keseluruhan komponen
vektor di sepanjang OY.
Tentu saja hal ini dapat kita lakukan tanpa bantuan diagram :
Jika z1 = 3i + 2j dan z2 = 4i + 3j
z1 + z2 = 3i + 2j + 4i + 3j
= 7i + 5j
Latihan Soal.

Jika z1 = 5i – 2j ; z2 = 3i + 3j; z2 = 4i – 1j

Maka (i) z1 + z2 +z3 = ………………

(ii) z1 - z2 -z3 = ………………….

Penyelesaian :

41
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

(i) z1 + z2 +z3 = 5i – 2j+ 3i + 3j + 4i-1j

= (5 + 3+ 4)i + (3 – 2 - 1)j

=12i

(ii) z1 - z2 -z3 = (5i – 2j) - (3i - 3j) - (4i - 1j)

= (5– 3 – 4)i + ( -2 – 3 + 1)j

= -2i - 4j
4.3 Perkalian Skalar antara Dua Vektor
Jika a dan b adalah dua buah vektor, maka perkalian skalar antara a dan a di definisikan
sebagai skalar (bilangan) ab cos dimana a dan b merupakan magnitudo vektor a dab b serta 
merupakan sudut di antara kedua vektor ini.
a Hasil kali skalar ini di notasikan dengan a.b (sering
disebut ‘hasilkali titik’)
 b

a.b = ab cos
=a proyeksi b pada a
= b proyeksi a pada b

Sebagai contoh
B OA. OB=……..
7
A
o
70 5
O 25o

Penyelesaian:
Karena kita lihat bahwa :
B
OA.OB = OA. OB.
7
= 5.7
A
45o 5 = 35. =
O

4.4. Perkalian Vektor antara Dua vektor

42
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Hasil kali vektor a dan b ditulis a x b (sering di sebut ‘hasilkali silang’) dan didefinisikan
sebagai vektor yang memiliki magnitudo ab sin  dengan  merupakan sudut di antara kedua vektor
yang diketahui tersebut. Vektor hasikali mempunyai arah yang tegak-lurus baik terhadap a maupun
b dengan arah yang sedemikian rupa sehingga a, b, dan a x b membentuk set tangan kanan- dalam
urutan tersebut.
a x b = ab sin 
(a x b) Perhatikan bahwa b x a akan membalik arah
Rotasi dan vektor hasilkalinya sekarang mempu
nyai arah ke bawah, dengan kata lain
b x a = -(a x b)
b Jika  = 0o, maka a x b = 0o
a   = 90o, maka  a x b = ab

(b x a)

Jika a dan b diberikan dalam suku-suku vektr atuan i, j, k :


a = a1i + a2j + a3k dan b = b1i + b2j + b3k
Maka :
a x b = a1b1i x i x a1b2i x j + a1b3i x k + a2b2j x j + a2b3j x k + a3b1k x i + a3b2k
x j + a3b3k x k.

4.5. Sudut Antara Dua Vektor


Misalkan a merupakan satu vektor dengan kosinus arah l, m, n dan misalkan b
merupakan vektor lain dengan kosinus arah l, m, n . Maka kita harus mencari sudut antara
kedua vektor ini.

43
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

P
(n – n)

P' (l – l)

0 (m-m) Y

X
Maka
(PP')2 = (l – l) + (m – m')2 + (n – n')2
= l2 – 2.l.l’ + l’2 + m2 – 2m.m’ + m'2 + n2 – 2n.n' + n'2
= (l2 + m2 + n2) + (l' + m'2 + n'2) – 2(ll' + mm' + nn')
Tetapi (l2 + m2 + n2) = 1 dan (l' + m'2 + n'2) =1
 (PP')2 = 2 – 2(ll' + mm' + nn') (a)
Juga, dengan aturan kosinus :
(PP')2 = OP2 + OP'2 – 2.OP.OP’. cos 
= 1 + 1 – 2.1.1. cos 
= 2 – 2 cos  (b)
Jadi dari (a) dan (b), kita peroleh :
(PP')2 = 2 - 2(ll' + mm' + nn') dan
(PP')2 = 2 – 2 cos 
 cos  = ll' + mm' + nn'
Contoh . 1.Jika l, m, n = 0,54, 0,83, -0,14
dan l', m', n' = 0,25, 0,60, 0,76
Berapakah sudut antara kedua vektor tersebut.
Penyelesaian.
Cos  = ll' + mm + nn
= (0,54)(0.25) + (0,83)(0,60) + (-0,14)(0,76)
= 0,1350 + 0,4980 - 0,1064
= 0,6330 - 0,1064
44
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

= 0,5266
 = 58º13
Contoh 2. Carilah sudut antara vektor-vektor
p = 2i + 3j + 4k dan q = 4i – 3j + 2k
Penyelesaian.
Pertama kita cari kosinus arah p.
p =  p  =  22 + 32 + 42 =  4 + 9 + 16 = 29
l= a = 2
p 29

m= b = 3
p 29
n = c = 4
p 29
 l', m', n' = 2/ 29, 3/29, 4/29
kosinus arah l', m', n' untuk Q dengan cara yang sama pula :
q = q =  42 + 32 + 22 = 16 + 9 + 4 =29
 l', m', n' = 4/29, -3/29, 2/29
Telah kita katahui bahwa untuk P :
 l, m, n = 2/ 29, 3/29, 4/29
Jadi, dengan menggunakan cos  = ll' + mm' + nn', maka sudut  -nya :
cos  = 2 . 4 + 3 . (-3) + 4 . 2
29 29 29 29 29 29
= 8 - 9 + 8
29 29 29
= 7 = 0,2414   = 76º2’
29
Latihan Soal
1. Jika OA = 4i + 3j, OB = 6i – 2j, OC = 2i – j, carilah AB, BC, CA dan tentukanlah panjang
sisi-sisi segitiga ABC tersebut.
2. Carilah kosinus arah dari vektor yang menghubungkan dua titik (4, 2, 2) dan ( (7, 6, 14).
3. Jika a = 2i + 2j – k dan b = 3i – 6j + 2k, carilah (a) a . b dan (b) a x b
4. Jika a = 5i + 4j + 2k, b = 4i – 5j + 3k dan c = 2i – j – 2k, dengan i, j, k adalah vektor-vektor
satuan, tentukanlah ;
45
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

(a) nilai a . b dan sudut antara vektor-vektor a dan b


(b) magnitudo dan kosinus arah dari vektor hasilkali (a x b) dan juga sudut yang dibuat vektor
hasilkali ini dengan vektor c.

46
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB V
BILANGAN KOMPLEKS

5.1. Persamaan Kuadrat


Pemecahan persamaan kuadrat tentu saja dapat diperoleh dengan rumus,

Sebagai contoh, jika , maka kita peroleh

atau

Di sini tidak ada masalah, tetapi jika kita coba memecahkan persamaan
dengan cara yang sama, kita dapatkan

dan sekarang langkah selanjutnya adalah menentukan akar dari (-64).


Apakah ini sama dengan (a) 8, (b) -8, (c) bukan kedua-duanya.
Jelas bukan kedua-duanya, karena +8 dan -8 adalah akar dari 64, bukan (-64). Sesungguhnya,
tidak dapat dinyatakan dengan bilangan biasa, karena tidak ada bilangan riil yang

kuadratnya negatif.
Namun kita tahu bahwa, -64 = -1 x 64, sehingga dapat kita tuliskan

Jadi
Tentu saja kita masih di hadapkan dengan , yang, karena seperti alasan di atas, tidak

dapat dipandang sebagai bilangan riil. Akan tetapi jika kita tuliskan huruf j untuk menyatakan
maka

47
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Dengan demikian, walaupun kita tidak dapat menghitung , kita dapat

menggantikannya dengan j dan ini membuat pekerjaan kita jauh lebih rapih.

Serupa dengan itu,

Jadi dapat dituliskan sebagai…….

j5

Sekarang kita mempunyai cara untuk menyelesaikan persamaan kuadratik seperti yang diberikan
dalam bingkai 1

atau
Kita akan membahas kembali hasil semacam ini nanti.

5.2. Pangkat dari j


Dengan mengingat bahwa j menyatakan , marilah kita tinjau beberapa pangkat dari

j.

2
= =1

Khususnya perhatikanlah hasil terakhir : setiap kali muncul factor ia dapat di gantikan
dengan factor 1, sehingga pangkat dari j berkurang menjadi salah satu di antara keempat hasil di
atas.

Contoh:
48
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

dan
jadi, dengan cara yang sama, j5 …...

j
karena
Yang lain pun dikerjakan dengan cara yang sama.

Sehingga (a)
(b)
(c)
dan (d) Jika
Jawab. (a) -1
(b) 1
(c) –j dan
(d) dapat dicari sebagai berikut :

yaitu atau
Jadi ingatlah, untuk menyederhanakan pangkat dari j, kita kurangi pangkatnya dengan pangkat
tertinggi dari yang mungkin, maka hasilnya akan kembali ke salah satu hasil : j, -1, -j, 1.
Bilangan Kompleks
Hasil yang kita peroleh terdiri atas dua suku yang terpisah, yaitu 3 dan j5. Suku-suku
ini tidak dapat disederhanakan lebih lanjut, karena suku yang kedua bukan bilangan riil (karena
memuat faktor j).
Dalam pernyataan seperti

49
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

3 disebut bagian riil dari x


5 disebut bagian imajiner dari x
dan gabungan keduanya membentuk apa yang disebut bilangan kompleks.
Jadi, Bilangan kompleks = (Bilangan riil) + j(Bilangan imajiner)
Dalam bilangan kompleks 2 + j7, bagian riil = ………………
dan bagian imajiner = ………………….

Bagian riil =2; bagian imajiner = 7 (BUKAN j7!)

Bilangan kompleks sering juga digunakan dalam ilmu teknik. Untuk dapat menggunakannya kita
harus mengetahui dahulu bagaimana melakukan opersi-operasi hitungan (aritmatik) biasa.

5.3. Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Kompleks.

Hal ini sangat mudah dilakukan, satu atau dua contoh cukup untuk memperhatikan ini.
Contoh 1. (4j + j5) + (3 – j2). Walaupun bagian riil dan bagian imajiner tidak dapat digabungkan,
kita boleh membuka tanda-kurungnya dan menjumlahkan suku-suku yang sejenis.
(4 +5j) + (3 - j2) = 4 + j5 + 3 – j2 = (4 + 3) + j(5 – 2)
= 7 + j3
Contoh 2.
(4 + j7) – (2 - j5) = 4 + j7 – 2 + j5 = (4 – 2) + j(7 +5)
= 2 + j12
Jadi, secara umum, (a +jb) + (c +jd) = (a + c) + j(b + d)
Sekarang kerjakan ini:
(5 + j7) + (3 – j4) – (6 – j3) = …………..

2 + j6

Karena (5 + j7) + (3- j4) – (6 – j3)


= 5 + j7 + - j4 _ 6 + j3
= (5 + 3 – 6) + j(7 – 4 + 3)
= 2 + j6

50
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Sekarang hitunglah soal berikut dengan cara yang sama:


(i) (6 + j5) – (4 - j3) + (2 - j7) = ……….

dan (ii) (3 + j5) – (5 - j4) – (-2 – j3)= ………

(i) 4 + j (ii) j12


Caranya begini:
(i) (6 + j5) – (4 – j3) + (2 – j7)
= 6 + j5 – 4 + j3 + 2 – j7
= (6 – 4 + 2) + j(5 + 3 – 7)
=4+j
(ii) (3 + j5) – (5 – 4j) – (-2 – j3)
= 3 + j5 – 5 + j4 + 2 +j3
Hati-hati dengan
= (3 – 5 + 2) + j(5 + 4 + 3) tandanya!
= 0 + j12 = j12
Hal ini sangat mudah, asalkan anda mengingat bahwa bagian riil dan bagian imajiner harus digarap
secara terpisah – seperti halnya x dan y dalam hitungan aljabar.

Soal Latihan
1. Sederhanakanlah (a) j12 (b) j10 (c) j23
2. Sederhanakalah :
(a) (5 – j9) – (2 – j6) + (3 – j4) (b) (6 – j3) (2 + j5)(6 – j2) (c) (4 – j3)2
(d) (5 – j4)(5 + j4)

5. 4. Perkalian Bilangan Kompleks

Ambilah sebagi contoh: (3 + j4) (2 + j5)


Perkalian ini dikerjakan dengan cara yang sama seperti kita menghitung perkalian (3x +
4y) (2x +5y).
Lakukanlah perkalian antara (i) kedua suku yang kiri
(ii) kedua suku yang dalam
(iii) kedua suku yang luar

1
(iv) kedua suku yang kanan
4

51
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

= 6 + j8 + j15 + j220
1 4
2
= 6 +j23 – 20 (karena j2 = -1)
3
2 = -14 + j23
3

Dengan cara yang serupa, (4 – j5) (3 + j2)…………………

22 – j7

Karena: (4 – j5) (3 + j2) = 12 – j15 + j8 – j210


= 12 – j7 + 10 (j2 = -1)
= 22 – j7
Jika perkaliannya memuat lebih dari dua faktor, maka perkaliannya dilakukan secara bertahap:
(3 + j4) (2 – j5) (1 – j2)
= (6 + j8 – j15 – j220) (1 – j2)
= (6 – j7 + 20) (1 – j2)
= (26 – j7) (1 – j2)
=…………………..
12 – j59

Karena: (26 – j7) (1 – j2)


= 26 – j7 – j52 + j214
= 26 – j59 – 14 = 12 – j59
Perhatikanlah bahwa bila kita bekerja dengan bilangan kompleks, hasil perhitungan kita pada
umumnya berupa bilangan kompleks juga.
Sekarang hitunglah soal berikut.
(5 + j8) (5 – j8) =………………

89
Begini caranya:
(5 + j8) (5 – j8) = 25 + j40 – j40 – j264
= 25 + 64
= 89

52
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Meskipun ada pernyataan di atas, ternyata di sini kita tidak menjumpai suku j. Sehingga hasilnya
merupakan bilangan riil.
Hal ini agak khusus. Perhatikanlah kedua bilangan kompleks yang baru saja kita kalikan.
Adakah anda melihat sesuatu yang khusus diantara keduanya? Jika ada, apakah itu?

Keduanya identik kecuali tanda yang di tengah di


dalam kurung, yaitu (5 + j8) dan (j – j8)

Pasangan bilangan kompleks semacam ini disebut bilangan kompleks konjugat dan hasil-kali dua
bilangan kompleks konjugat selalu merupakan bilangan riil.
Perhatikanlah langkah berikut :
(a + b) (a – b) = a2- b2 (Selisih dua bilangan kuadrat)
Serupa dengan itu,
(5 + j8) (5 – j8) = 52 – (j8)2 = 52 – j2 82
= 52 + 82 (j2 = -1)
= 25 + 64 = 89
Tanpa menghitung dahulu, apakah hasil kali (7 – j6) dengan (4 + j3) merupakan
(a) bilangan riil
(b) bilangan imajiner
(c) bilangan kompleks
Jawab.
Bilangan kompleks

Karena (7 – j6) (4 + j3) adalah perkalian antara dua bilangan kompleks yang bukan merupakan
pasangan bilangan kompleks konjugat atau kelipatan konjugat.
Ingatlah: Bilangan kompleks konjugat keduanya identik, kecuali tanda yang di tengah di dalam
kurung
(4+j5) dan (4 – j5) adalah pasangan kompleks konjugat
(a+jb) dan (a – jb) adalah pasangan kompleks konjugat
Tetapi (6+j2) dan (2 + j6) bukan pasangan kompleks konjugat
(5-j3) dan (-5 + j3) bukan pasangan kompleks konjugat

53
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Jadi, bilangan kompleks manakah yang harus kita kalikan degan (3 – j2) agar diperoleh hasil yang
riil?
Karena konjugat dari (3 – j2) harus identik dengannya, kecuali tanda di tengahnya, yaitu (3 + j2),
dan kita tahu bahwa perkalian antara dua bilangan kompleks konjugat selalu riil.
Berikut ini adalah beberapa contoh lagi.
Contoh 1 (3 – j2) (3 + j2) = 32 – (j2)2 = 9 – j24
= 9 + 4 = 13
Contoh 2 (2 + j7) (2 – j7) = 22 – (j7)2 = 4 – j249
= 4 + 49 = 53
Bilangan kompleks dalam bentuk (a + jb) dan (a – jb) disebut pasangan bilangan
kompleks…………….
Konjugat

5.5. Pembagian Bilangan Kompleks


Membagi bilangan kompleks dengan bilangan riil tidaklah sukar.

Tetapi bagaimanakah cara kita menyelesaikan

Seandainya, dengan suatu cara, kita dapat mengubah penyebutnya menjadi bilangan riil, kita dapat
menyelesaikannya seperti pada contoh di atas. Jadi persoalan kita sekarang adalah bagaimana kita
dapat mengubah (4 + j3) menjadi penyebut yang riil – ini tidak lain daripada pekerjaan kita yang
baru lalu.
Kita tahu bahwa kita dapat mengubah (4 + j3) menjadi bilangan riil dengan mengalikannya
dengan k …………….

Konjugatnya Yaitu bilangan kompleks yang sama tetapi dengan tanda yang berlawanan di
Aa,
tengahnya, dalam hal di atas adalah (4 – j3).
Tetapi jika penyebut dikalikan dengan (4 – j3), pembilangnyapun harus dikalikan dengan
faktor yang sama.

54
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

= 0,64 – j1,48

Jadi untuk membagi sebuah bilangan kompleks dengan bilangan kompleks lainnya, kita
kalikan pembilang dan penyebutnya dengan konjugat dari penyebutnya. Cara ini akan mengubah
penyebutnya menjadi bilangan riil dan langkah selanjutnya dapat diselesaikan dengan mudah.

Jadi, untuk menyederhanakan , kita harus mengalikan atas dan bawah dengan……………..

Konjugat dari penyebutnya, yaiut (1 – j2)

kita peroleh:

= -1,2 – j2,6

5.6. Kesamaan Bilangan Kompleks


Sekarang marilah kita lihat apa yang dapat diketahui jika dua bilangan kompleks dikatakan sama
Misalkan kedua bilangan itu adalah
a + jb dan c + jd
maka kita peroleh
a + jb = c + jd
penyusunan kembali letak suku-sukunya memberikan
a – c = j(d – b)
Dalam pernyataan yang terakhir ini, besaran di ruas kiri keseluruhannya riil, sedangakan besaran di
ruas kanan keseluruhannya imajiner, yaitu besaran riil sama dengan besaran imajiner! Nampaknya
bertentangan dan pada umumnya hal ini tidak benar. Tetapi ada satu hal khusus yang
memungkinkan hal ini benar, yaitu jika…………..

Masing-masing ruas sama dengan nol


55
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

a + c = j(d – b)
dapat benar hanya jika
a – c = 0, yaitu a = c
dan jika d – b = 0, yaitu b = d
Dengan demikian kita peroleh hasil yang sangat penting:
Jika dua buah bilangan kompleks sama, maka
(i) Kedua bagian riilnya sama
(ii) Kedua bagian imajinernya sama
Sebagai contoh, jika x + jy = 5 + j4, maka kita ketahui x = 5 dan y = 4 dan jika a + jb = 6 – j3,
maka a =….. dan b=……

a=6 dan b = -3

Jangan lupa menyertakan juga tandanya!


Sekarang bagaimanakah soal yang berikut ini?
Jika (a + b) + j(a – b) = 7 + j2, tentukanlah harga a dan b.
Dengan mengikuti aturan kesamaan dua bilangan kompleks, apa yang dapat kita katakan
tentang (a + b) dan (a – b)?

a+b= a–b=2
dan
7 sama dan kedua bagian imajinernya sama.
Karena kedua bagian riilnya
Keduanya memberikan dua persamaan simultan. Harga a dan b dapat diperoleh dari kedua
persamaan tersebut. Berapakah harga a dan b?

a = 4,5; b = 2,5

Karena a+b=7 2a = 9
2b = 5
a–b=2
Kita lihat bahwa persamaan yang menyangkut bilangan kompleks memberikan sepasang
persamaan simultan dengan membuat
(i) Kedua bagian riilnya sama
(ii) Kedua bagian imajinernya sama

56
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Soal Latihan
1. Tuliskanlah hasil-kali perkalian berikut
a. (4 – j3) (4 + j3) b. (4 + j7) (4 – j7) c. (a + jb) (a –jb) d. (x – jy) (x + jy)
2. Kalikanlah (3 – j5) dengan faktor yang sesuai agar memberikan hasil yang rill.

3. Sederhanakanlah

4. Kerjakan soal berikut ini dengan cara yang sama

(i) (ii)

(iii)

5.7. Pernyataan Bilangan Kompleks Secara Grafis


Walaupun kita tidak dapat menghitung bilangan kompleks seperti bilangan riil, kita dapat
menyatakannya secara diagramatis, seperti akan kita lihat sekarang.
Dalam sistem penggambaran bilangan biasa yang kita
kenal, bilangan 3 dapat dinyatakan sebuah garis dari titik asal ke
titik 3 pada skala. Serupa dengan itu, garis yang menyatakan (-3)
-3 +3
di gambarkan dari titik asal ke titik (- 3). Kedua garis ini sama
-3 -2 -1 0 1 2 3
- panjang, tetapi di gambarkan berlawanan arah. Karena itu, untuk
2
membedakannya, kita gambarkan kepala anak-panah di ujung masing-masing garis.
Garis yang menyatakan besar (lewat panjangnya) dan arah (lewat penunjukan kepala anak-
panah) disebut vektor. Kita akan sering sekali menggunakan istilah ini.
Jadi suatu vektor haruslah memiliki besaran (atau ukuran) dan…………………..

arah

Jika (+3) kita kalikan dengan faktor (-1), maka kita peroleh (-3), yaitu faktor (-1) menyebabkan
vektor berbalik arah 180o.

57
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

180o
-3 +3

-3 -2 -1 0 12 2 3
-2

Mengalikan dengan (-1) setara dengan mengalikan dengan j2, yaitu mengalikan dengan faktor j dua
kali. Jadi mengalikan sekali dengan sebuah faktor j memiliki akibat separuhnya dan merotasikan
vektornya melalui sudut sebesar…….. o.

90o

j3
xj Faktor j selalu memutar vektor sebesar 90o dalam arah positif
+3
pengukuran sudut, yaitu dalam arah berlawanan jarum jam.
-3 -2 -1 0 31 2
-
3
2
Jika sekarang kita kalikan lagi j3 dengan faktor j,
3
maka kita peroleh j23, yaitu (-3) dan diagramnya pun
2 sesuai dengan hasil ini.
j3
xj 1 xj
-3 3

-3 -2 -1 0 41 2 3
-2

Jika (-3) kita kalikan lagi dengan faktor j, gambarkanlah posisi vektor yang baru dalam diagram
seperti di atas.
Hasilnya:

58
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Baiklah kita nyatakan kedua garis acuan ini dengan XX1 dan
YY1 seperti biasa.
j3

Akan kita lihat bahwa:


-3 +3
X1 xj 0 X (i) Skala sepanjang sumbu-X menyatakan bilangan riil.

-j3
Karena itu XX1 disebut sumbu riil.
(ii) Skala pada sumbu-Y menyatakan bilangan imajiner.
Y1
Karena itu YY1 disebut sumbu imajiner.

Soal Latihan
Dalam diagram seperti di atas, gambarkanlah vektor-vektor yang menyatakan
(i) 5, (ii) -4, (iii) -j2, (iv) -j

Hasilnya:
Periksalah apakah vektor-vektor anda telah memuat
Y kepala anak-panah untuk menyatakan arah!

j2
-4 5

X1 X
-j

Y1 Jika sekarang kita ingin menyatkan 3 + 2


sebagai jumlah dua vektor, kita harus menggambarkan kedua vektor itu secara berantai, pangkal
vektor yang kedua diletakkan di ujung vektor yang pertama.

(3) (2)

Kedua 0 1 2 3 4 vektor tersebut, 3 dan 2,


5 3+2=5
bersama-sama setara dengan sebuah vektor yang
digambarkan dari titik asal ke ujung vektor terakhir (tentunya di sini memberikan 3 + 2 = 5).

59
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Jika kita ingin menyatakan bilangan kompleks (3 + j2), maka kita jumlahkan vektor yang
menyatakan j2.
Perhatikan bahwa sekarang 2 dikalikan dengan faktor
j yang memutarkan vektornya sebesar 90o.
j2
Vektor setara yang menyatakan (3 + j2) adalah sebuah
xj
(3) (2) vektor dari pangkal vektor pertama (yaitu titik asal) ke
X ujung vektor kedua.
0 1 2 3 4
5 Pernyataan grafis ini dikenal sebagai diagram Argand.
Soal Latihan
Gambarkanlah diagram Agrand untuk menyatakan vekto-
vektor:
(i) z1 = 2 + j3 (ii) z2 = -3 + j2

(iii) z3 = 4 – j3 (iv) z4 = -4 – j5

Beri label pada masing-masing vektor dengan jelas.


Inilah jawabnya. Periksalah pekerjaan anda!

4
z1 = 2 + j3
j
z2 = -3 +
2
j2

X1 X
-6 -4 -2 0 2 4
6

-2

-j
z3 = 4 - j3
-
4
z4 = -4 - Y1
j5
Perhatikan sekali lagi bahwa letak titik-ujung vektor diperoleh seperti dalam penggambaran
koordinat x dan y.
Bagian riilnya bersesuaian dengan harga x.
Bagian imajinernya bersesuaian dengan harga y.

60
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

5.8. Penjumlahan Bilangan Kompleks secara Grafis

Sekarang marilah kita coba mencari jumlah antara z1 = 5 + j2 dan z2 = 2 + j3 dengan menggunakan
diagram argand. Jika kita menjumlahkan vektor, vektor-vektor itu harus digambarkan berantai. Jadi
Y di
5 P
ujung z1 kita gambarkan vector AP yang baik arah
4
B maupun besarnya menyatakan z2, yaitu AP sama dan
j z2
3 z2 sejajar dengan OB. Segi-empat OAPB merupakan jajar-
2 A genjang. Jumlah z1 dan z2 dinyatakan oleh vektor yang
z1
1 X menghubungkan titik ujung vektor terakhir, yaitu OP.
O 1 2 3 4 5
6 7
Jadi bilangan kompleks z1 dan z2 terdapat di jajar-genjang
yang dibentuk oleh z1 dan z2.
Jika OP menyatakan bilangan kompleks a + jb, berapakah a dan b dalam hal ini?

a=5+2= b=2+3
7 =5

Anda dapat memeriksa hasil ini dengan menjumlahkan (5 + j2) dan (2 + j3) secara aljabar.
Jadi, jumlah dua vektor dalam diagram Argand diberikan oleh…………… jajar genjang yang
dibentuk oleh kedua vektor tersebut.
diagonal

Bagaimanakah kita melakukan pengurangan denagn cara yang sama? Dengan sedikit
kecerdikan kita dapat memecahkannya tanpa harus mempelajari cara baru. Siasatnya hanyalah
demikian:
z1 – z2 = z1 + (-z2)
Jadi, kita gambarkan vektor yang menyatakan z1 dan vektor negatif dari z2 dan kita jumlahkan
keduanya seperti biasa. Vektor negatif z2 adalah vektor yang mempunyai besar ( atau panjang) sama
dengan z2 tetapi mengarah ke arah yang berlawanan.

61
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh: jika z1 = 5 + j2 dan


Y
B (z z2 = 2 + j3
3 2

) A (z1
j )
Vector OA = z1 = 5 + j2
OP = -z2 = -(2 + j3)
X 5
X
-2 0
Q Maka OQ = z1 + (-z2)
z1 = z1 –
z2 = z1 – z2
P -3
(-z2)
Y1

Contoh.
Tentukanlah (4 + j2) + (-2 + j3) – (- + j6) dengan diagram Argand

Y
6
P (z1 +
5 z2)
j
4
(z2) B
-3
A (z1)
2

X1 X
-3 -2 -1 3 4 5 6
-1 7Q (z1 + z2 –
0
z3)
-2
OA = z1 = 4 + j2
-3

- OB = z2 = -2 +j3
4
OC = -z3 = 1 – j6
-5 C (-z3)
Y1
Maka OP = z1 + z2 OQ = z1 + z2 – z3 = 3 – j

62
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

5. 9. Bentuk Kutub Bilangan Kompleks


Kadang- kadang lebih memudahkan menyatakan bilangan kompleks a + jb dalam bentuk lain.
Y P
Dalam diagram Argand, misalkan OP adalah vektor a + jb.
Misalkan r = panjang vektor tersebut dan adalah sudut
j r b
yang di bentuknya dengan OX.

a X Maka r2 = a2 + b2 r=
0
Dan = =
Juga a=r dan b = r
Karena z = a + jb, maka z dapat dituliskan sebagai
z=r + jr atau z = r +j
bentuk ini dikenal sebagai bentuk kutub (polar) bilangan kompleks a + jb, dengan

r= dan
baiklah kita lihat saja suatu contoh numerik.

Contoh: Nyatakanlah z = 4 + j3 dalam bentuk kutub.

Pertama-tama, gambarkanlah dahulu suatu diagram sketsa (hal ini akan selalu sangat membantu)

Y Kita lihat bahwa

(i) r2 = 42 + 32 = 16 + 9 = 25

r=5
j r 3
(ii) = = 0,75
X
0 4
= 36o52’

z = a + jb = r = +j

sehingga dalam hal ini z = 5 cos 36o53’ + j sin 36o52’

63
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Soal Latihan
Tentukanlah bentuk kutub dari bingan kompleks (2 + j3)

Inilah langkahnya,
Y
z = 2 j3 = r (cos = j sin )
r2 = 4 + 9 =13 r = 3,606
tan = = 1,5 = 56o19’
3
r z = 3,6006 (cos 56o19’ + j sin 56o19’)

j
Kita mempunyai nama khusus untuk r dan .
z = a + jb = r = +j
X
0
2 (i) r disebut modulus dari bilangan kompleks dan biasanya
disingkat menjadi ‘mod z’ atau dinyatakan dengan |z|.
jadi jika z = 2 + j5, maka |z| = =
(ii) disebut argumen dari bilangan kompleks tersebut dan disingkat menjadi ‘arg z’.
Jadi jika z = 2 + j5, maka arg z = ……………

Arg z = 68o12’

z = 2 + j5. Maka arg z = θ = = 68o12’

Bentuk kutub bilangan kompleks selalu sama dan hanya berbeda dalm harga r dan saja.
Seringkali digunakan simbol singkat r untuk menyatakan bentuk kutub tersebut.

Soal Latihan

1. Nyatakanlah dalam bentuk a + jb, 4(cos 65o + j sin 65o)

z = 1,6904 + j3,6252

Karena z = 4(cos 65o + j sin 65o) = 4(0,4226 + j0,9062) = 1,6904 + j3,6252

Jika argumennya lebih besar daripada 90o, kita harus hati-hati dalam menghitung cosinus dan
sinusnya agar selalu menyertakan tanda yang sesuai.
Contoh: jika z = 2(cos 210o + j sin 210o), vektornya terlerak dalam kuadran ketiga.

64
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

S A
210
O
Cos 210o = - cos 30o
30 O 0
Sin 210o = - sin 30o
2

T Jadi z = 2(-cos 30o – j sin 302)


c = 2(- 0,8660 – j0,5)
= - 1,732 - j

2. Nyatakanlah z = 5(cos 140o + j sin 140o) dalam bentuk a + jb


Bagaimana anda menanganinya?
Y

Begini langkahnya –
4 5 Cos 140o = - cos 40o
Sin 140o = - sin 40o
140o
40o

X1 0 X

z = 5(cos 140o + j sin 140o) = 5(- cos 40o + j sin 140o)


= 5(- 0,7660 + j0,6428)
= - 3,8300 + j3,2140

65
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB VI
GEOMETRI PADA BIDANG

6.1. Kurva Bidang: Penyajian secara Parametri


Suatu kurva bidang ditentuksn oleh se
pasang persamaan parameter x = f (t), y = g (t), t dalam I.
F dan g adalah kontinu pada selang I, yang pada umumnya sebuah selang tertutup a,b Bayangkan
t, yang disebut parameter, sebagai ukuran waktu. Apabila t naik dari a hingga b titik (x, y) bergerak
sepanjang kurva pada bidang xy. Titik-titik P = (x(a), y(a)) dan Q = (x(b), y(b)) adalah titik ujung
awal dan akhir kurva tersebut.
Apabila kedua titik itu berimpit kurva itu di sebut tertutup. Apabila nilai berlainan dari t
memberi titik berlainan pada bidang (kecuali mungkin untuk t = a dan t = b), dikatakan kurva
sederhana.
(Lihat gambar.)

Menghilangkan Parameter
Untuk mengenali kembali sebuah kurva yang ditentukan oleh persamaan parameter,
sebaiknya kita menghilangkan (mengeliminasikan) parameter. Hal ini kadang dapat dicapai engan
mencari t dan salah satu persamaan parameter dan kemudian mensubstitusikannya ke dalam
persamaan lain.

66
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh1. Hilangkan parameter t dari persamaan kemudian tentukan bentuk kurva dan gambarlah
grafiknya.
y = t2 + 2t, y = t – 3, -2  t  3
Penyelesaian. Dari persamaan kedua kita peroleh t = y + 3 . Jika t ini disubsitusikan dalam
persamaan pertama maka diperoleh;
x = (y + 3)2 + 2(y + 3) = y2 + 8y + 15
atau
x + 1 = (y + 4)2
Persamaan ini kita kenal sebagai parabol dengan puncak di (-1, -4) dan terbuka ke kanan.
Untuk menggambarkan grafiknya, kita hanya memperlihatkan bagian parabol yang sesuai
dengan nilai parameter yang memenuhi -2  t  3 . Daftar nilai-nilai dan grafik dapat dilihat pada
gambar di bawah ini. Anak panah menunjukkan arah naiknya nilai t.

t x y
-2 0 -5
-1 -1 -4
0 0 -3
1 3 -2
2 8 -1
3 15 0

67
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

6.2. Vektor pada Bidang : Pendekatan secara Geometri


Pada bab IV kita telah membahas tentang dua besaran. Banyak besaran yang sering kita
jumpai dalam ilmu pengetahuan(misalnya panjang, massa, volume, dan muatan listrik) yang dapat
dinyatakan oleh suatu bilangan. Besaran ini dinamakan skalar. Sedangkan besaran lain misalnya
kecepatan, percepatan, gaya, dan pergeseran untuk menggambarkannya memerlukan tidak hanya
bilangan tetapi juga arah. Besaran ini dinamakan vektor.
Anak panah mempunyai pangkal dan ujung. Dua vektor dinamakan sama apabila keduanya
sama besarnya (sama panjangnya) dan arahnya juga sama.

Operasi Terhadap Vektor


Untuk memperoleh jumlah, atau resultan dua vektor u dan v, gerakkanlah v tanpa mengubah
besanya dan arahnya hingga pangkalnya berimpit dengan ujung u. Maka u + v adalah vektor yang
menghubungkan pagkal u dengan ujung v. Cara ini disebut hukum segitiga. (lihat gambar a).

gbr.(a) u v gbr. (b)

u
u+v u+v

v
v

Dua cara setara untuk menjumlahkan vektor

Cara lain melukis u + -v ialah menggerakkan v sehingga pangkalnya berimpit dengan


pangkal u. Maka u + v adalah vektor yang sepangkal dengan u dan yang berimpit dengan diagonal
jajarangenjang yang sisanya adalah u + v. Cara ini di sebut hukum jajaran- genjang (lihat gambar
b.)
Kita dapat membuktikan bahwa penjumlahan demikian bersifat komutasi dan asosiasi, yaitu
,
u+v=v+u
(u + v) + w = u + (v + w)

68
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Apabila u vektor, maka 3u adalah vektor yang searah dengan u tetapi yang panjangnya tiga
kali panjang u; vektornya -2u dua kali panjangnya u tetapi arahnya berlawanan (lihat gambar c).
Pada umumnya, cu adalah kelipatan skalar vektor u, yang panjangnya adalah c  kali panjang u,
searah dengan u apabila c positif dan berlawanan arah apabila c negatif. Khususnya, (-1)u (juga
ditulis sebagai –u) sama panjangnya dengan u, tetapi arahnya berlawanan. Vektor ini disebut vektor
negatif u sebab apabila –u dijumlahkan pada u, hasilnya adalah vektor nol (yaitu sebuah titik);
vektor ini, satu-satunya vektor tanpa arah tertentu, dinamakan vektor nol, yang dilambangkan
dengan 0. Vektor ini adalah unsur satuan penjumlahan yaitu u + 0 = 0 + u = u. Akhirnya
pengurangan ditentukan sebagai:
u–v=u+(-v)
Contoh 1. Dalam gambar (d), nyatakan w dengan u dan v
Penyelesaian. Olek karena u + w = v, maka
w=v–u
gbr (c)

u 3u 
 -2u

gbr (d)

w
v

Contoh 2. Dalam Gambar(e), AB = 2/3AC. Nyatakan m dalam u dan v

gbr (e) C
B
A m v

69
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Penyelesaian.
m = u + AB = u + 2 AC
3
= u + 2/3(v – u)

= 1/3u + 2/3v

Pada umumnya, jika AB = tAC dengan 0  t  1, maka

m = (1 – t)u + tv

Atau dapat ditulis, m = u + t(v – u)


Apabila t berubah dari - hingga + kita peroleh semua vektor berujung pada garis yang diperhatikan
pada gambar f. Sifat ini penting dalam mencari persamaan garis dalam bahasa vektor.
gbr. (f)
v- u

u v

u+t(v-u)

Penerapan. Sebuah gaya memiliki besaran dan arah. Apabila dua gaya u dan v bekerja pada sebuah
titik, gaya hasilnya dititik tersebut adalah jumlah vektor gaya-gaya tersebut.
Contoh 3. Diketahui sebuah beban 200 neewton digantungkan pada dua utas kawat (seperti pada
gambar g). Tentukanlah besarnya tegangan dalam tiap-tiap kawat.
Penyelesaian. Bobot w dan tegangan u dan v adalah gaya yang bersifat sebagai vektor (lihat gambar
h). Tiap vektor ini dapat dinyatakan sebagai jumlah komponen yang mendatar dan
yang tegak dalam kedudukan seimbang, maka (1) besarnya gaya yang kekirisama
dengan besarnya gaya yang ke kanan, dan (2) besarnya gaya yang mengarah ke atas
sama dengan besarnya gaya yang mengarah ke bawah.
gbr. (g) gbr. (h)
u v
33o 50o
33o 50o

200 kg w

Sehingga ,
70
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

 u  cos 33° =  v  cos 50°  v  = u cos 33° …..(1)


cos 50o
 u  sin 33° + v  sin 50° =  w  = 200 ......(2)
Dari persamaan (1) kita hitung v  dan mensubsitusikannya dalam (2)., kita peroleh
u  sin 30° + u cos 33° sin 50° = 200
cos 50o
atau
200
u  =  129,52 newton
Sin 33° + cos 33° tan 50°

Sehingga, v  = u cos 33°  129,52 cos 33°  168,99 newton


cos 50o cos 50°
Kecepatan memiliki arah dan besaran, sehingga berperilaku sebagai vektor. Besarnya kecepatan
dinamakan laju.

Soal Latihan
1. Gambarlah vektor w.
(a) w = u +3/2v
u v
(b) w = u1 + u2 + u3
u2
u1 u3

2. Sebuah sungai lebarnya 0,62 mil. Laju air dalam sungai adalah 6 mil tiap jam.Perahu ini dapat
melaju 20 mil tiap jam dalam airyang tidak mengalir. Dengan arah manakah perahu harus
ditujukan apabila ingin melaju sampai diseberang sungai pada sebuah titik yang garis
hubungnya tegak lurus arah aliran. Berapa waktu yang di perlukan untuk menyeberang ?
3. Gambar dibawah ini adalah jajaran genjang. Nyatakan w dalam u dan v

w
u
v

71
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

6.3. Vektor pada Bidang: Pendekatan Secara Aljabar


Dari uraian pada pasal yang terdahulu secara geometri dapat kita simpulkan bahwa sebuah
vektor adalah keluarga anak panah yang panjangnya dan arahnya sama (lihat gambar 1). Sekarang
kita akan membahas vektor secara aljabar.
gambar (1)

vektor u

gambar (2) gambar( 3)


y y
(u1,u2)

x x

Kita mulai dengan mengambil sebuah sistem koordinat cartesius pada bidang. Sebagai wakil
dan vektor u, kita pilih sebuah anakpanah yang berpangkal di titik asal (gambar 2). Anak panah ini
ditentikan secara tunggal oleh koordinat u1 dan u2 titik ujungnya, ini bererti bahwa vektor u
ditentukan oleh pasangan terurut u1,u2 (gambar 3). Jadi kita anggap u1,u2 adalah vektor u;
pasngan terurut u1,u2 ini merupakan vektor u secara aljabar. Kita menggunakan lambang u1,u2
dan bukan (u1,u2) oleh sebab yang terakhir ini sudah memiliki dua pengertian, yaitu untuk selang
terbuka dan untuk titik pada bidang.

72
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Operasi Pada Vektor


Bilangan u1 dan u2 dinamakan komponen-komponen vektor u = u1,u2. Dua vektor u = u1,u2 dan
v = v1,v2 adalah sama jika dan hanya jika u1 = v1 dan u2 = v2. Untuk menjumlahkan u dan v, kita
jumlahkan komponen-komponen yang sesuai, yaitu,
u + v = u1 + v1, u2 + v2 
Untuk mengalikan u dengan skalar c, kita kalikan tiap komponennya dengan c. Jadi,
uc = cu = cu1 , cu2 
Khususnya,
-u = -u1 , -u2 
dan
0 = 0u = 0, 0

Panjang Dan Hasilkali Titik


Panjang (atau besaran),  u  sebuah vektor u = u1,u2 ditentukan oleh:

 u  =  u12 + u22
Misalkan, jika u =4, -2 , maka  u  =  42 + (-2)2 = 25. jika u dikalikan dengan skalar c, maka
panjangnya kita kalikan dengan  c , jadi
cu  =  c   u 
Jangan keliru mengartikan pemakaian ganda simbol  . Simbol  c , yang disebut nilai
mutlak c, adalah jarak antara titik asal dan c pada garis bilangan (lihat gambar 4). Sedangkan  u ,
yang dinamakan panjang u, adalah jarak antara titikasal dan ujung pada bidan (lihat gambar 5).
y u

 c  u 
  x
O c O
gbr (4) gbr(5)
Contoh. Andaikan u =4, -3 . tentukan  u dan  -2u . Tentukan pula vektor v yang searah dengan
u tetapi dengan panjang 1.

73
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Penyelesaian.  u  =  42 + (-3)2 = 5 dan  -2u  =  -2  u  = 2 . 5 = 10. Untuk mencari v, kita


bagi u dengan panjangnya u ; yakni,
u 4, -3 1
v= = = 4, -3 = 4/5, -3/5
u 5 5
Perkalian dua vektor u dan v dinamakan hasilkali titik, yang dilambangkan dengan u . v ,
dapat ditentukan perkalian ini dengan:
u . v = u1v1 + u2v2
Perhatikan bahwa hasilkali titik itu adalah skalar.
Jika u dan v adalahvektor nol, maka hasilkali titik adalah:
u . v = u  v  cos 
disisni  adalah sudut antara u dan v. Dengan sudut antara u dan v, kita maksudkan adalah sudut
terkecil yang positif antara u dan v, sehingga 0    .
Untuk menurunkan rumus tersebut, kita gunakan Hukum Kosinus pada segitiga dalam (lihat
gambar 6).
u–v u – v 2 = u 2 +  v 2 - 2u  v  cos 
v u

gbr (6)
Contoh. Tentukan sudut antara u =8, 6 dan v =5, 12

Penyelesaian.

u.v (8)(5) + (6)(12) 112


cos  = = =  0,862
u  v  (10)(13) 130

 = cos-1 (0,862)  0,532 (atau 30,5°)

Soal Latihan
1. Tentukan b sehingga u =8, 6 dan v =3, b tegak lurus
2. Tentukan besarnya sudut ABC, dengan A= (4, 3), B= (1, -1),dan C = (6, -4), tunjukkan dalam
grafik.
3. Andaikan a = -3i + 4j, b = 2i – 3j, dan c = -5j . hitunglah
(a) 2a – 4b
74
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

(b) a . b
(c) a . (b + c)
4. Hitunglah kosinus sudut antara a dan b
(a) a = 2, -3 , b =-1, 4
(b) a =-5, -2, b =6, 0

75
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB VII
GEOMETRI PADA RUANG

7.1 Koordinat Cartesius dalam Ruang Dimensi Tiga

Tiga garis koordinat yangsaling tegak lurus pada sumbu x, y dan z dengan titik-titik nolnya
berada pada suatu titik 0 yang sama, disebut titik asal. Sumbu y dan z terletak pada bidang kertas
dengan arah positif masing – masing ke kanan dan ke atas. Kemudian sumbu x tegak lurus kertas
dengan arah positif menuju kita, sehingga membentuk suatu sistem tangan-kanan. Kita
menamakannya tangan kanan karena jika jari-jari tangan kanan dikepalan sehingga melengkung
dari sumbu x positif ke arah sumbu y positif, inu jari akan mengarah ke sumbu z positif (Gambar
1).
Gambar (1)

Ketiga sumbu tersebut menentukan tiga bidang, bidang-bidang yz, xz, dan xy, yang membagi
ruang menjadi delapan oktan (Gambar 2). Terhada tiap titik P dalam ruang yang berpadanan suatu
bilangan ganda-tiga berurut (x, y, z), yaitu koordinat Cartesiusnya, yang mengukur jarak-jarak
berarah dari tiga bidang itu (Gambar 3).
Memetakkan titik-titik di oktan pertama (oktan dimana semua koordinatnya posotif) secara
relatif mudah. Pada gambar 4 dan 5, kita ilustrasikan sesuatu yang lebih sukar dengan memetakkan
dua titik dari oktan-oktan lain, titik-titik P(2,-3,4) dan Q(-3,2,-5).

76
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

GAMBAR 4 GAMBAR 5
Rumus Jarak
Pandanglah dua titik P1(x1, y1, z1) dan P2( x2, y2, z2) dalam ruang dimensi-tiga (x1  x2, y1 
y2, z1  z2. Mereka menentukan suatu balok genjang (paralelepipedum), dengan P1 dan P2 sebagai
titik sudut yang berlawanan dan dengan sisi-sisi sejajar terhadap sumbu-sumbu koordinat (Gambar
6). Segitiga P1RQ dan P1QP2 adalah segitiga siku-siku, dan menurut Teorema Pythagoras,
 P1P22 = P1Q 2 +  QP2 2
GAMBAR (6)

dan
 P1Q2 = P1R 2 +  RQ2 2
Jadi,
 P1P22 = P1R 2 +  RQ2 2 +  QP2 2
Ini akan memberikan rumus jarak pada ruang dimensi-tiga.

 P1P2 =  (x2 – x1) 2 + (y2 – y1)2 + (z2 – z1) 2

77
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Contoh 1. Carilah jarak antara titik P(2, -3, 4) dan Q(-3, 2, -5).
Penyelesaian.
 PQ =  (-3 – 2 2
+ (2 + 3)2 + (-5 – 4) 2 = 131  11,45.

Bola dan Persamaannya


Dari rumus jarak ke persamaan sebuah bola merupakan suatu langkah kecil. Dengan sebuah
bola, kita maksudkan himpunan titik berjarak konstan (radius) dari suatu titik tetap (pusat).
Kenyataannya, jika (x, y, z) pada bola dengan radius r berpusat pada (h, k, l), maka (lihat gambar 7)

(x – h)2 + (y – k)2 + (z – l)2 = r2


Ini kita sebut persamaan baku sebuah bola.
Dalam bentuk terurai, persamaan dalam kotak tersebut dapat dituliskan sebagai ,
x2 + y2 + z2 + Gx + Hy + Iz + J = 0
GAMBAR (7)

Contoh 2. Carilah pusat dan radius bola dalam persamaan


x2 + y2 + z2 - 10x - 8y - 12z + 68 = 0, dan gambar grafiknya.
Penyelesaian.
Kita gunakan proses pelengkapan kuadrat.
(x2 – 10x + ) + (y2 – 8y + ) + (z2 – 12z + ) = - 68
(x2 – 10x + 25 ) + (y2 – 8y + 16 ) + (z2 – 12z + 36 ) = - 68 + 25 + 16 +36
(x – 5 )2 + (y – 4 )2 + (z – 6 )2 = 9
GAMBAR (8)

78
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Jadi, persamaan tersebut menyatakan sebuah bola dengan pusat pada (5,4,6) dan radius 3.(grafiknya
lihat pada gambar 8).

7.2 Grafik Dalam Ruang Dimensi-Tiga

Jika suatu bidang memotong ketiga sumbu, yaitu kasus yang akan seringkali terjadi , maka
kita mulai dengan mencari titik-titik potong ini, yakni kita cariperpotongan x, y, z. Ketiga titik ini
menentukan bidang dan memungkinkan kita menggambar jejak, yang berupa garis-garis
perpotongan dengan bidang-bidang koordinat.
Contoh 1. Gambarkan grafik dari 3x + 4y + 2z = 12

GAMBAR (9)
Penyelesaian.
Untuk menemukan perpotongan x, tetapkan y dan z sama dengan nol dan selasaikan untuk x,
diperoleh x = 4. Titik yang berpadanan adalah (4,0,0). Secara serupa, perpotongan y dan
z adalah (0,3,0) dan (0,0,6). Lalu tarik ruas-ruas garis yang menghubungkan titik-titik ini untuk
memperoleh jejak. Kemudian arsir (oktan pertama sebagian) bidang tersebut, dengan demikian
diperoleh hasil yang diperlihatkan pada gambar 9.

Contoh 2. Gambarlah grafik persamaan linier: 2x + 3y = 6 dalam ruang dimensi tiga


Penyelesaian
Perpotongan x dan y masing-masing adalah (3,0,0) dan (0, 2, 0) dan titik-titik ini menentukan jejak
di bidang xy. Bidang ini tidak pernah memotong sumbu z (x dan y keduanya tidak dapat sama
dengan nol), sehingga bidang ini adalah sejajar sumbu z. Grafikya dapat kita lihat dibawah ini.

79
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

7.3. Vektor dalam Ruang Dimensi-Tiga


Kita lihat sekarang untuk vektor u mempunyai tiga komponen; yakni
u = (u1, u2, u3) = u1i + u2j + u3k
Disini i,j,k adalah vektor-vektor satuan baku, disebut vektor-vektor basis, pada arah dari ketiga
sumbu koordinat positif (gambar1). Panjang u ditunjukkan oleh u, berasal dari rumus jarak dan
diberikan sebagai
u =  u12 + u22 + u32
z

u
k
j y
i

Vektor-vektor dapat ditambahkan, dikalikan dengan skalar, dan dikurangkan sama seperti
pada bidang, dan hukum-hukum aljabar yang dipenuhi sesuai dengan yang telah dipelajari
terdahulu. Hasilkali titik dari u = (u1,u2,u3) dan v = (v1,v1v3) definisikan sebagai
u . v = u1,v1 + u1 v1 + u3 v3
dan mempunyai tafsiran geometri yang telah dinyatakan terdahulu, yakni
u . v = uv cos 
dimana  adalah sudut antara u dan v. Akibatnya, masih tetap benar bahwa dua vektor saling tegak
lurus jika dan hanya jika hasilkali titiknya nol.
contoh 1 : cari sudut ABC jika A = (1,-2, 3), B = (2, 4, -6), dan C = (5, -3, 2)
80
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Penyelesaian : pertama kita tentukan vektor-vektor u dan v (berasal dari titik asal), setara terhadap
BA dan BC. Ini dilakukan dengan cara mengurangi koordinat- koordinat titik-titik awal dari titik-
titik ujungnya, yakni
u = 1 – 2, - 2 – 4, 3 + 6  = – 1, – 6, 9
v = 5 – 2, - 3 – 4, 2 + 6  = 3, - 7, 8
A(1,-2,3)

B(2,4,-6) C(5,-3,2)
Jadi,

cos  = u . v = (-1)(3) + (-6)(-7) + (9)(8)  0,9251


uv 1 + 36 + 81 9 + 49 + 64

  0,3894 (kira-kira 22,31º)

Contoh 2 : nyatakan u = 2, 4, 5 sebagai jumlah suatu vektor m yang sejajar


2, -1, -2 dan suatu vektor n yang tegak lurus v.

u v

n
m

Penyelesaian dari gambar diatas kita dapat mencari pertama cari m, yang merupakan proyeksi dari
u pada v.
v v
m = m  = u  cos 
v  v 
= u.v v = u.v v
v  v  v 2
= (2)(2) + (4)(-1) + (5)(-2) 2,-1,2
4 + 1 + 4

= -20/9, 10/9, 20/9


81
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Maka,
n = u – m = 38/9, 26/9, 25/9

7.4. Permukaan dalam Ruang Dimensi-Tiga


Grafik suatu persamaan dalam tiga peubah umumnya berupa permukaan. Grafik Ax + By
+ Cz = D berupa sebuah bidang, grafik (x – h)2 + (y – k)2 + (z – l)2 = r2 berupa sebuah bola.
Penggambaran permukaan dapat dilaksanakan dengan mencari perpotongan permukaan dengan
bidang yang terpilih. Perpotongan ini disebut jejak (gambar 7.1).

GAMBAR 7. 1

Contoh Sketsa Grafik dari


x2 + y2 + z2 = 1
16 25 9
Penyelesaian. Untuk Mencari jejak di bidang xy, kita tetapkan z = 0 pada persamaan yang
deberikan. Grafik dari persamaan yang dihasilkan;
x2 + y2 = 1
16 25

GAMBAR 7. 2

82
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Adalah sebuah elips. Jejak-jejak di bidang xz dan bidang yz (masing-masing diperoleh dengan
menetapkan y =0 dan x = 0) juga berupa elips. Jejak ini dapat kita lihat pada gambar 7.2 dan gambar
itu disebut elipsoid.

Soal Latihan
1. Tuliskan persamaan bola yang pusat dan radiusnya diberikan
(a) (3,1,4); 5 (b) (-6,2,-3); 2

2. Pakailah proses pelengkap kuadrat untuk mencari pusat dan radius bola dari persamaan
(a) x2 + y2 + z2 – 12x + 14y - 8z + 1 = 0
(b) 4x2 + 4y2 + 4z2 - 4x + 8y + 16z - 13 = 0
3. Cari sudut ABC jika A = (2,-3,4), B + (-2, 6,1) dan C = (2,0,2)

83
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

BAB VIII
TRIGONOMETRI

8.1. Perkembangan Trigonometri


Trigonometri adalah slah satu unit dari Matematika yang membicarakan hubungan antara
besaran sudut dan besaran sisi dalam segitiga. Juga membicarakan hubungan (relasi) antara fungsi
trigonometri dari sudut-sudutnya.
Ilmu ini muncul kira-kira 2000 tahun sebelum masehi, ketika Bangsa Greeks
mengembangkan metode penelitian untuk mengukur sudut-sudut dan sisi-sisi segi tiga. Kira-kra
1500 tahun sebelum masehi, Ptolemeus telah membuat daftar tali busur lingkaran. Kira-kira 600
tahun sebelum masehi, Tales telah menemukan cara untuk menghitung tinggi piramid hanya dengan
menghitung panjang bayang-bayang. Kira-kira 180 tahun sebelum masehi, hypsicles dapat
menghitung tinggi piramid dengan fungsi busur lingkaran. Kira-kira 100 tahun sebelum masehi,
Menelaos telah menulis tentang trigonometri speris (Ilmu ukur segitiga bola).
Pada abad sekarang, ilmu ini sangat membantu dalam penyelidikan ruang angkasa.

8.2. Sudut

Rotasi
Apabila suatu garis lurus di rotasi terhadap satu titik, garis tersebut akan menyapu suatu
sudut yang dapat di ukur dalam derajat atau radiun. Menurut konvensi suatu garis lurus yang
berotasi satu sudut penuh dan kembali keposisi awalnya dikatakan telah dirotasi melalui 360 derajat
– 3600 – dimana setiap derajatnya dibagi menjadi 60 menit – 60’ – dan setiap menitnya dibagi lagi
menjadi 60 detik – 60’’. Sudut lurus adalah separuhnya, yakni 1800 dan sudut siku separuhnya lagi,
yakni 900. Sebarang sudut yang lebih kecil dari pada 900 disebut sudut lancip dan lebih besar dari
pada 900 disebut sudut tumpul.
Suatu sudut yang di ukur dalam derajat, menit dan detik dapat di konversi ke derajat decimal
sebagai berikut:
o o
45036’18’’ = 450 + 36 + 18
60 6060

84
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

= (45 + 0,6 + 0,005)o


= 45,6050
Pengkonversian ini mudah, jadi bentuk desimal untuk 530 25’7’’ hingga 3 tempat decimal
ialah 53,4850
Karena, o o
53029’7’’ = 530 29 + 7
60 60  60

= (53 + 0,483 +0,00194)o


= 53,4850 sampai 3 tempat decimal
Bagaimana dengan sebaliknya? Sebagai contoh, untuk mengkorvensi 18,478 0 menjadi derajat,
menit dan detik kita kerjakan sebagai berikut:
18,4780 = 180 + (0,478  60)' kalikan bagian pecahan derajat tersebut dengan 60
= 18 + 28,68’
0

= 180 + 28’ + (0,68  60) kalikan bagian pecahan menit dengan 60


= 18 + 28’ + 40,8’’
0

= 18028’41’’ ke detik terdekat


Sehingga 236,9860 = 236059’10’’ (dalam derajat, menit dan detik)
Karena 236,9860 = 2360 + (0,986  60)’
= 2360 + 59,16’
= 2360 + 59’ + (0,16  60)’’
= 2360 + 59’ + 9,6’’
= 2360 59’10’’ hingga ke detik terdekat
Radian
Satuan lain untuk ukuran sudut ialah radian. Jika garis lurus yang panjangnya r berotasi pada
salah satu ujungnya sehingga ujung lain membentuk busur yang panjangnya r, garis tersebut
dikatakan telah berotasi melalui 1 radian – 1 rad.

r
r

1 radian

85
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Karena busur yang dibentuk ketika garis tersebut berotasi satu putaran penuh merupakan
keliling suatu lingkaran yang berukuran 2 r, besar radian untuk satu putaran penuh ialah 2  radian.
Karenanya, dengan menghubungkan derajat dengan radian kita lihat bahwa :
3600 = 2  rad
= 6,2831 . . . rad
Sehingga 10 = 0,0175 rad (hinga tiga angka signifikan)
Karena,
3600 = 2  rad, jadi 10 = 2  =  = 0,0175 rad hingga tiga angka signifikan
360 180
Seringkali, sewaktu derajat diubah ke radian, derajat tersebut diberikan sebagai kelipatan .
Sebagai contoh:
3600 = 2  rad, sehingga1800 =  rad, 900 = /2 rad, 450 = /4 rad dan seterusnya.
Jadi, 300, dan 2700 diberikan dalam kelipatan  sebagai /6 rad, 2/3 rad, 3/2 rad.
Karena 300 = 1800/6 = /6 rad
1200 = 2  600 = 2  (1800/3) = 2/3 rad
2700 = 3  900 = 3  (1800/2) = 3/3 rad

Juga, 1 rad = 57,2960 (hingga tiga tempat desimal)

Karena
2 rad = 3600, jadi 1 rad = 360 = 180 = 57,0960
2 
Jadi, ekuivalen derajat untuk 2,34 rad, /3 rad, 5/6 rad dan 7/4 ialah
134,10 hingga 1 tempat desimal, 600, 1500 dan 3150
Karena
0
2,34 rad = 2,34  180 = 134,10 hingga 1 tempat desimal

0
/3 rad =   180 = 600
3 

0
5/6 rad = 5  180 = 1500
6 

0
7/4 rad = 7  180 = 3150
4 
86
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Segitiga
Semua segitiga memiliki bangun dan ukuran. Bangun segitiga ditentukan oleh ketiga
sudutnya dan ukuran oleh panjang ketiga sisinya. Dua segitiga dapat memiliki bangun yang sama -
memiliki sudut yang sama – tetapi dengan ukuran yang berbeda. Kita katakan bahwa kedua segitiga
itu sebangun. Kesebangunan gambar dari ukuran yang berbeda inilah yang memungkinkan seorang
seniman dapat melukis gambar pemandangan yang tampak menyerupai aslinya – panjang garis-
garis yang bersesuaian dalam gambar tersebut dan pemandangannya jelas berbeda tetapi sudut-
sudut yang bersesuaian dalam gambar dan pemandangannya tetap sama.
A’

B’ C’

Sifat penting pada gambar-gambar yang sebangun ialah panjang sisi-sisi yang bersesuaian
semuanya dalam rasio yang sama, sehingga. Misalnya, dalam segitiga sebangun ABC dan A’B’C’
dalam gambar ini:
AB = AC = BC
AB AC BC

Rasio Trigonometrik
Diketahui suatu segitiga siku-siku ABC seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini :
A


B C

Dengan sudut  pada titik sudut B dimana sisi AC berhadapan dengan , sisi BC bersebelhan
dengan  dan sisi AB disebut hipotenusa, kita mendefinisikan rasio trigonometrik sebagai :
sinus sudut sebagai berhadapan = AC, rasio ini dinyatakan dengan sin 
hipotenusa AB

cosinus sudut sebagai bersebelahan = BC , rasio ini dinyatakan dengan cos 


hipotenusa AB

87
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

tangen sudut sebagai berhadapan = AC, rasio ini dinyatakan dengan tan 
bersebelahan AB

Setiap sudut memiliki pasangan nilai masing-masing untuk rasio trigonometrik ini dan nilai-
nilai ini paling mudah dicari dengan menggunakan kalkulator. Misalnya, dengan kalkulator dalam
mode derajat, masukanlah 58 dan tekan tombol sin untuk memperagakan 0,84804..yang merupakan
nilai sin 58o (yaitu rasio sisi berhadapan terhadap hipotenusa semua sigitiga siku-siku dengan sudut
58o).
Sekarang kita dapat menggunakan rasio untuk mencari yang takdiketahui. Sebagao contoh
lihat gambar dibawah ini, tangga yang panjangnya 3 m bersandar pada dinding dengan sudut 56 o
terhadap bidang mendatar (horizontal).
v
3m
56o
Tinggi tangga ini sekarang dapat dicari sebagai berikut. Dengan membagi tingginya v (berhadapan)
dengan panjang tangga (hipotenusa) akan dihasilkan sin sudut kemiringa 56 o. Dengan kata lain :
tinggi = sin 56o. Dengan kata lain v = 0,82903…yang menghasilkan tinggi
panjang tangga

v sebagai,
3 x 0,82903...= 2,49 m (hingga 3 angka signifikan)
Jadi ika sebatang tangga yang panjangnya L bersandar pada dinding dengan sudut 60 o terhadap
bidang mendatar dengan ujung atas tangga 4,5 m di atas tanah, panjang tangga tersebut ialah:
tinggi = 4,5 = sin 60o = ,8660...
L L

Sehingga L = 4,5 = 5,20 m (hingga 2 tempat desimal)


0,8660

Teorema Pythagoras
Semua segitiga siku-siku memiliki sifat-sifat yang sama yang
dinyatakan dalam teorema Pythagoras:
Kuadrat hipotenusa suatu segitiga siku-siku sama dengan
penjumlahan dari kuadrat kedua sisi lainnya

88
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

c b

B a C
Jadi pada gambar diatas :
a2 + b2 = c2
Jadi jika segitiga siku-siku memiliki hipotenusa yang panjangnya 8 dan satu sisi lain
panjangnya 3, panjang sisi ketigahingga 3 tempat desimal, dapat dicari :
Jika a merepresentasikan panjang sisi ketiga tersebut, maka :
a 2 + 32 = 8 2 jadi a2 = 64 - 9 = 55 yang menghasilkan a = 7,416 hingga 3 tempat
desimal. Sebagai pertanyaan apakah segitiga dengan sisi-sisi 7, 24 dan 25 merupakan segitiga siku-
siku?
Kita lihat, dengan mengkuadratkan panjang sisi-sisinya akan dihasilkan :
72 = 49, 242 = 576 dan 252 = 625
Sekarang, 49 + 576 = 625, sehingga 72 + 242 = 252
Penjumlahan kuadrat panjang dua sisi yang lebih pendek sama dengan kuadrat sisi yang terpanjang.
Karena panjang ini memenuhi teorema Pythagoras, segitiga tersebut merupakan segitiga siku-siku.
Segitiga-Segitiga Khusus
Dua segitiga siku-siku mendapat perhatian khusus karena rasio trigonometrik sudut.
Sudutnya diberikan dalam bentuk bilangan irasional (surd) atau dalam bentuk pecahan. Yang
pertama ialah segitiga siku-siku sama-kaki (suatu segitiga sama-kaki merupakan segitiga dengan
dua sisinya sama panjang) yang sudut-sudutnya ialah 90o, 45o, yang oleh sebab itu, panjang sisi-sisi
memiliki rasio 1: 1 :2 (berdasarkan teorema Pythagoras).
45o
2 1

45o
1
Disini kita lihat bahwa :
Sin 45o = cos 45o = 1 dan tan 45o = 1
2
89
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

Atau , dengan mengukur sudut-sudutnya dalam radian:


Sin /4 = cos /4 = 1 dan tan /4 = 1
2
Contoh 1. Sebuah soal yang menggunakan rasio ini :

45o

45o
3,4 m
Penyangga berbentuk segitiga sama-kaki yang terbuat dari kayu ditempatkan pada dinding tegak.
Jika panjang sisi di sepanjang permukaan datar ialah 3,4 m, panjang hipotenusanya hingga 2 tempat
desimal ialah sebagai berikut :
panjang datar = 3,4 = cos 45o = 1
hipotenusa hipotenusa 2

Sehingga hipotenusa = 2 x 3,4 = 4,81 m.


Contoh 2. Kerangka sepeda berbentuk segitiga sama-kaki dengan batang mendatar sebagai
hipotenusa. Jika batang ini panjangnya 53 cm, maka panjang masing-masing dari kedua sisi lainnya
hingga ke mm terdekat adalah :
panjang sisi = panjang sisi = cos 45o = 1 = 0,7071...
hipotenusa 53 2
sehingga:
panjang sisi = 53 x 0,7071 = 37,5 cm.

Setengah Sama-sisi
Segiiga siku-siku khusus kedua ialah segitiga setengah sama-sisi (half equilateral) (suatu
segitiga sama sisi ialah segitiga yang semua sisinya sama panjang) dengan panjang sisi (berdasarkan
Pythagoras) memiliki rasio 1 : 3 : 2.

2 30o 2
3

60o
1 1
Disini kita lihat bahwa :

90
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan
MODUL MATEMATIKA TEKNIK I

sin 30o = cos 60o = ½, sin 60o = cos 30o = 3 dan tan 60o = 1 = 3
o
2 tan 30
Dalam hal ini pun, jika kita mengukur sudut-sudutnya dalam radian:

sin/6 = cos /3 = ½, sin /3= cos /6 = 3 dan tan /3 = 1 = 3
2 tan /6
Contoh. Dengan menggunakan rasio baru ini.

60o
83 m
Sebatang pohon membentuk bayangan panjangnya 83. Jika sebuah garis ditarik dari ujung
bayangan ke puncak pohon, garis tersebut akan miring terhadap bidang mendatar dengan sudut 60o.
Berapa tinggi pohon itu ?
Penyelesaian.
Panjang pohon = tan 60o 3
Panjang bayangan

Sehingga,

tinggi pohon = 3 x panjang bayangannya = 3 x 83 = 8 x 3 = 24 m.

Soal Latihan
1. Sebuah tangga disandarkan pada dinding dengan panjang bayangan tangga 3cm, dengan sudut yang
terbentuk 550 . Berapakah tinggi tangga tersebut?
2. Diketahui sisi dari segitiga siku siku berturut turut 2cm dan 4cm. Berapakah panjang sisi yang lainnya?
3. Sebuah pohon tingginya 3m dan ditarik garis miring dari ujung pohon tersebut dan membentuk sudut
3/4. Berapa panjang bayangan dari pohon tersebut?

91
Program Studi D-IV Teknik Mesin Produksi & Perawatan

Anda mungkin juga menyukai