Anda di halaman 1dari 21

A.

Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia
ensefalopati)
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, 2013).
Jadi, Asfiksia neonatorum adalah keadan bayi baru lahir yang tidak dapat
bernapas secara spontan dengan ditandai adanya hipoksemia (penurunan PaO2),
hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis (penurunan PH).
B. Etiologi
Keadaan asfiksia terejadi karena kurangnya kemampuan fungsi organ bayi
seperti pengembangan paru – paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini
dapat terjadi pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir.
Penyebab asfiksia menurut Mochtar (2013) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
i. Partus lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
ii. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke uri.
iii. Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta.
iv. Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepaladan panggul.
v. Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya.
vi. Perdarahan banyak : plasenta previa dan solutio plasenta.
vii. Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas (serotinus), disfungsi uteri.

b. Paralisis pusat pernafasan


i. Trauma dari luar seperti oleh tindakan forceps
ii. Trauma dari dalam : akibat obat bius.
Sedangkan menurut Betz et al. (2001), asfiksia dapat dipengaruhi
beberapa faktor yaitu :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin
dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan
berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini
sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak
pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu
dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma
yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan
kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis
saluran pernapasan, hipoplasia paru.

C. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi
lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi
lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan
pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis.
Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung
mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas
kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu
glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik
karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada
asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan
terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi
memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung,
tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru
terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak
yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi
selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan
dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.
Gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan/
persalinan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian
O2 tidak dimulai segera. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak
tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia.

Asfiksia neonatorum diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)

Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan


tindakan istimewa.

2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)

Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi


jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia Berat

Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi


jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan
henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit
sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum,
pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat.
Pemeriksaan apgar untuk bayi :

Nilai 0-3 : Asfiksia berat


Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
nafas dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi Fleksi kuat
ekstrimitas gerak aktif
(lemah)
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah
ekstrimitas biru seluruh
tubuh
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang

Nilai 7-10 : Normal

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)
D. Pathway
Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan factor lain : anestesi,
Presentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat
Bersihan jln nafas
Pola nafas
tidak efektif
inefektif
Apneu suplai O2 suplai O2
Ke paru dlm darah

Kerusakan otak G3 metabolisme


Resiko & perubahan asam basa
ketdkseimbangn

DJJ & TD Kematian bayi suhu tubuh Asidosis respiratorik

Janin tdk bereaksi


Terhadap rangsangan G3 perfusi ventilas i
Proses keluarga
Resiko cedera
terhenti Kerusakan
pertukaran gas
E. Manifestasi klinik
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

2. Pada bayi setelah lahir


a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respiratori
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik,
kejang, nistagmus dan menangis kurang baik/tidak baik

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos dada
2. USG kepala
3. Laboratorium : darah rutin( Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb
15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit
4. PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis,
tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi
hemolitik.
G. Penatalaksanaan Medis

Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi


bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi
bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC
resusitasi :

1. Memastikan saluran nafas terbuka :

a. Meletakan bayi dalam posisi yang benar


b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
c. Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka

2. Memulai pernapasan :

a. Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau


menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara
cepat,mengusap atau mengelus tubuh,tungkai dan kepala bayi.

b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif

3. Mempertahankan sirkulasi darah :

Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau
bila perlu menggunakan obat-obatan

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :

1. Tindakan umum

a. Pengawasan suhu
b.Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
2. Tindakan khusus

a. Asfiksia berat

Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama


memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan
intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2
tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai
asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan
pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini
disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis,
reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah
berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan
positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung
eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini
diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali
satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika
tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum
dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau
stenosis jalan nafas.

b. Asfiksia sedang

Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam


waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif
harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2
intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan
menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah
dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding
toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan
spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan
jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru
dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan,
ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke
mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut
ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi
dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan
gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan
tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal
harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera
diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan
pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan
adekuat.

H. Proses Keperawatan
1. PENGKAJIAN
a. Sirkulasi
1) Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg
(diastolik).
2) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/IV.
3) Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
4) Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
1) Berat badan : 2500-4000 gram
2) Panjang badan : 44-45 cm
3) Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua
ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks
menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas).
Penampilan asimetris (molding, edema,
hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada
menangis tinggi menunjukkan abnormalitas
genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang
memanjang)
e. Pernafasan
1) Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor
optimal harus antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat
terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels
umum pada awalnya silindrik thorak : kartilago
xifoid menonjol, umum terjadi.

f. Keamanan
1) Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada
verniks (jumlah dan distribusi tergantung pada
usia gestasi).
2) Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/
kaki dapat terlihat, warna merah muda atau
kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran
dengan forseps), atau perubahan warna
herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan
dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak
portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak
mongolia (terutama punggung bawah dan
bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)

C. PRIORITAS KEPERAWATAN
1) Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif.
2) Memberikan lingkungan termonetral dan
mempertahankan suhu tubuh.
3) Mencegah cidera atau komplikasi.
4) Meningkatkan kedekatan orang tua-bayi.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Data Problem Etiologi


1. Obyektif (O) : Bersihan jalan Produksi mucus yang
a. Terdengar suara nafas tambahan nafas inefektif. banyak.
b. Terdengar ronkhi basah ketika
auskultasi
c. RR > 24 kali per menit
2. Obyektif (O) : Pola nafas Hipoventilasi /hiperventilasi
a. Ekspansi dada tidak sama kanan inefektif.
kiri
b. RR cepat > 24 kali per menit
c. Terdengar suara nafas tambahan
3. Obyektif (O) : Kerusakan Ketidakseimbangan perfusi
a. RR cepat > 24 kali per menit pertukaran gas. ventilasi
4. Obyektif (O) : Risiko cedera. Anomali kongenital tidak
a. Anak tampak rewel terdeteksi atau tidak teratasi
b. Tampak cedera pada anggota pemajanan pada agen-agen
tubuh anak infeksius.
5. Obyektif (O) : Risiko Kurangnya suplai O2 dalam
a. Suhu anak < 365 0 C ketidakseimbangan darah.
b. Anak tampak rewel suhu tubuh.
6. Obyektif (O) : Proses keluarga Pergantian dalam status
terhenti. kesehatan anggota keluarga.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus berlebih
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi/hipoventilasi
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah
6. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
F. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan dan Tujuan Intervensi Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d 1. Tentukan kebutuhan oral/ suction 2. Untuk memungkinkan reoksigenasi.
produksi mukus banyak tracheal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan 3. Pernapasan bising, ronki dan mengi
keperawatan, bersihan jalan nafas sesudah suction. menunjukkan tertahannya secret.
kembali efektif. 3. Beritahu keluarga tentang suction.
Dengan kriteria hasil : 4. Bersihkan daerah bagian tracheal 4. Membantu memberikan informasi
d. Tidak menunjukkan demam setelah suction selesai dilakukan. yang benar pada keluarga.
e. Tidak menunjukkan cemas 5. Monitor status oksigen pasien, 5. Mencegah obstruksi/aspirasi.
f. Rata-rata repirasi dalam batas status hemodinamik segera
normal sebelum, selama dan sesudah
g. Pengeluaran sputum melalui jalan suction 6. Membantu untuk mengidentifikasi
nafas perbedaan status oksigen sebelum
h. Tidak ada suara nafas tambahan dan sesudah suction.
i. Mudah dalam bernafas.
j. Tidak menunjukkan kegelisahan.
k. Tidak adanya sianosis.
l. PaCO2 dalam batas normal.
m. PaO2 dalam batas normal.
n. Keseimbangan perfusi ventilasi
2. Pola nafas tidak efektif b.d 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas 1. Untuk menghilangkan mucus yang
hipoventilasi/ hiperventilasi dengan melakukan pengisapan terakumulasi dari nasofaring, tracea.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan lender
keperawatan selama proses 2. Auskultasi jalan nafas untuk
keperawatan diharapkan pola nafas mengetahui adanya penurunan 2. Bunyi nafas menurun/tak ada bila
menjadi efektif ventilasi jalan nafas obstruksi sekunder.
Kriteria hasil : Ronki dan mengi menyertai
a. Pasien menunjukkan pola nafas 3. Berikan oksigenasi sesuai obstruksi jalan nafas/kegagalan
yang efektif kebutuhan pernafasan.
b. Ekspansi dada simetris 3. Memaksimalkan bernafas dan
c. Tidak ada bunyi nafas tambahan menurunkan kerja nafas.
d. Kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal
3. Kerusakan pertukaran gas b.d 1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, 1. Penurunan bunyi nafas dapat
ketidakseimbangan perfusi ventilasi kedalaman nafas dan produksi menunjukkan atelektasis. Ronki,
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan sputum mengi menunjukkan akumulasi
keperawatan selama proses secret/ketidakmampuan untuk
keperawatan diharapkan pertukaran membersihkan jalan nafas yang
gas teratasi dapat menimbulkan peningkatan
Kriteria hasil : kerja pernafasan.
d. Tidak sesak nafas 2. Pantau saturasi O2 dengan 2. Penurunan kandungan oksigen
e. Fungsi paru dalam batas normal oksimetri (PaO2) dan/atau saturasi atau
peningkatan PaCO2 menunjukkan
kebutuhan untuk
3. Berikan oksigen tambahan yang intervensi/perubahan program terapi.
sesuai. 3. Alat dalam memperbaiki hipoksemia
yang dapat terjadi sekunder terhadap
penurunan ventilasi/menurunnya
permukaan alveolar paru.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital 1. Cuci tangan setiap sebelum dan 1. Mengurangi kontaminasi silang.
tidak terdeteksi atau tidak teratasi sesudah merawat bayi
pemajanan pada agen-agen infeksius 2. Pakai sarung tangan steril
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2. Mencegah penyebaran
keperawatan selama proses 3. Lakukan pengkajian fisik secara infeksi/kontaminasi silang.

keperawatan diharapkan risiko cidera rutin terhadap bayi baru lahir, 3. Untuk mengetahui apakah ada kelainan
dapat dicegah perhatikan pembuluh darah tali pada bayi.

Kriteria hasil : pusat dan adanya anomaly


a. Bebas dari cidera/ komplikasi 4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan
b. Mendeskripsikan aktivitas yang gejala infeksi dan melaporkannya
4. Membantu keluarga untuk mendapatkan
tepat dari level perkembangan pada pemberi pelayanan kesehatan
pendidikan dan pengetahuan yang benar
anak 5. Berikan agen imunisasi sesuai
tentang tanda dan gejala infeksi begitu
c. Mendeskripsikan teknik indikasi (imunoglobulin hepatitis B juga dengan penanganan yang benar.
pertolongan pertama dari vaksin hepatitis B bila serum
ibu mengandung antigen
permukaan hepatitis B (Hbs Ag), 5. Membantu memberi kekebalan anak
antigen inti hepatitis B (Hbs Ag) terhadap agen infeksi.
atau antigen E (Hbe Ag).
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh 1. Hindarkan pasien dari kedinginan 1. Menghindari terjadinya hipitermia.
b.d kurangnya suplai O2 dalam darah dan tempatkan pada lingkungan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan yang hangat.
keperawatan selama proses 2. Monitor temperatur dan warna
keperawatan diharapkan suhu tubuh kulit. 2. Mengetahui terjadinya hipotermi.
normal 3. Monitor TTV.
Kriteria hasil : 3. Perubahan tanda-tanda vital yang
a. Temperatur badan dalam batas signifikan akan mempengaruhi
normal proses regulasi ataupun metabolisme
b. Tidak terjadi distress pernafasan 4. Jaga temperatur suhu tubuh bayi dalam tubuh.
c. Tidak gelisah agar tetap hangat. 4. Menghindari terjadinya hipitermia.
d. Perubahan warna kulit 5. Tempatkan BBL pada inkubator
e. Bilirubin dalam batas normal bila perlu.
5. Mambantu BBL tetap berada pada
keadaan yang sesuai dengan
keadaannya.
6. Proses keluarga terhenti b.d 1. Buat hubungan dan akui kesulitan 1. Mambantu orang terdekat untuk
pergantian dalam status kesehatan situasi pada keluarga. menerima apa yang terjadi dan
anggota keluarga berkeinginan untuk membagi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2. Tentukan pengetahuan akan situasi masalah dengan staf.
keperawatan selama proses sekarang. 2. Sediakan informasi untuk memulai
keperawatan diharapkan koping perencanaan perawatan dan
keluarga adekuat membuat keputusan. Kurangnya
Kriteria Hasil : informasi dapat mengganggu
a. Percaya dapat mengatasi masalah. 3. Ikutsertakan orang terdekat dalam respons pemberi/penerima asuhan
b. Kestabilan prioritas. pemberian informasi, pemecahan terhadap situasi penyakit.
c. Mempunyai rencana darurat. masalah dan perawatan pasien 3. Informasi dapat mengurangi
d. Mengatur ulang cara perawatan. sesuai kemungkinan. perasaan tanpa harapan dan tidak
e. Status kekebalan anggota berguna. Keikutsertaan dalam
keluarga. perawatan akan meningkatkan
f. Anak mendapatkan perawatan perasaan kontrol dan harga diri.
tindakan pencegahan.
g. Akses perawatan kesehatan.
h. Kesehatan fisik anggota keluarga

Anda mungkin juga menyukai