TINJAUAN TEORITIS
f. Penelitian
Dokumentasi keperawatan mempunyai nilai penelitian. Data yang
terdapat didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan
sebagai bahan atau objek riset dan pengembangan profesi
keperawatan.
g. Akreditasi
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana
peran dan fungsi perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan
kepada Pasien. Dengan demikian akan dapat diambil kesimpulan
tingkat keberhasilan pemberian Asuhan Keperawatan yang
diberikan, pembinaan dan pengembangan lebih lanjut. Hal ini selain
bermanfaat bagi peningkatan mutu sendiri, juga bagi individu
perawat dalam mencapai tingkat kepangkatan yang lebih tinggi.
5. Manfaat kegunaan dokumentasi implementasi
Manfaat kegunaan dokumentasi implementasiantara lain:
a. Mengkomunikesikan secara nyata tindakan-tindakan yang telah
dilakukan untuk klien. Hal ini penting untuk :
1) Menghindarkan kesalahan-kesalahan seperti duplikasi tindakan,
yang seharusnya tidak perlu terjadi
Contoh : Pemberian obat sudah diberikan, tetapi tidak dicatat
sehingga diberikan obat kembali
2) Quality Assurance (menjamin mutu ) yang akan menunjukkan
apa yang secara nyata telah dilakukan terhadap klien dan
bagaimana hubungannya dengan standar yang telah dibuat.
3) Melihat hubungan respon-respon klien dengan tindakan
keperawatan yang sudah diberikan (evaluasi klinis)
b. Menjadi dasar penentuan tugas
Sistem klasifikasi klien didasarkan pada dokumentasi tindakan
keperawatan yang sudah ada, untuk selanjutnya digunakan dalam
menentukan jurnal perawat yang harus bartugas dalam setiap shift
jaga
c. Memperkuat pelayanan keperawatan
Jalan keluar dari tindakan malpraktek tergantung pada dokumen-
dokumen yang ada.
1) Dokumen tentang kondisi klien
2) Segala sesuatu yang telah dilakukan untuk klien
3) Kejadian-kejadian atau kondisi klien sebelum dilakukan
tindakan
d. Menjadi dasar perencanaan anggaran pembelanjaan
Dokumen tentang penggunaan alat-alat dan bahan-bahan akan
membantu perhitungan anggaran biaya suatu rumah sakit.
6. Proses Dokumentasi Keperawatan
Proses dokumentasi keperawatan mencakup:
a. Pengkajian
1) Mengumpulkan Data
2) Validasi data
3) Organisasi data
4) Mencatat data
b. Diagnosa Keperawatan
1) Analisa data
2) Identifikasdi masalah
3) Formulasi diagnosa
c. Perencanaan / Intervensi
1) Prioritas Masalah
2) Menentukan tujuan
3) Memilih strategi keperawatan
4) Mengembangkan rencana keperawatan
d. Pelaksanaan/implementasi
1) Melaksanakan intervensi keperawatan
2) Mendokumentasikan asuhan keperawatan: mencatat waktu dan
tanggal pelaksanaan, mencatat diagnosa keperawatan nomor
berapa yang dilakukan intervensi tersebut, mencatat semua jenis
intervensi keperawatan termasuk hasilnya, berikan tanda tangan
dan nama jelas perawat satu tim kesehatan yang telah
melakukan intervensi.
3) Memberikan laporan secara verbal
4) Mempertahankan rencana asuhan
e. Evaluasi
1) Mengidentifikasikan kriteria hasil
2) Mengevaluasi pencapaian tujuan
3) Memodifikasi rencana keperawatan
7. Model Asuhan Keperawatan
Keberhasilan suatu asuhan keperawatan kepada klien sangat ditentukan
oleh pemilihan metode pemberian asuhan keperawatan profesional. Ada
5 metode pemberian asuhan keperawatan profesional yang sudah ada dan
akan terus dikembangkan di masa depan dalam menghadapi tren
pelayanan keperawatan. Untuk memberikan asuhan keperawatan yang
lazim dipakai meliputi metode fungsional, metode tim, metode kasus,
modifikasi metode tim-primer (Nursalam, 2014).
a. Metode fungsional
Metode fungsional merupakan manajemen klasik yang
menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan pengawasan
yang baik. Metode ini sangat baik untuk rumah sakit yang
kekurangan tenaga. Perawat senior menyibukkan diri dengan tugas
manajerial, sedangkan perawat pasien diserahkan kepada perawat
junior dan/atau belum berpengalaman.
Kelemahan dari metode ini adalah pelayanan keperawatan
terpisah-pisah, tidak dapat menerapkan proses keperawatan. Setiap
perawat hanya melakukan 1-2 jenis intervensi (misalnya merawat
luka). Metode ini tidak memberikan kepuasan kepada pasien maupun
perawat dan persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang
berkaitan dengan keterampilan saja.
b. Metode Tim
Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/grup
yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam
satu kelompok kecil yang saling membantu.
Metode ini memungkinkan pemberian pelayanan
keperawatan yang menyeluruh, mendukung pelaksanaan proses
keperawatan, dan memungkinkan komunikasi antartim, sehingga
konflik mudah diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.
Namun, komunikasi antar anggota tim terbentuk terutama dalam
bentuk konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu, yang
sulit untuk dilaksanakan pada waktu-waktu sibuk.
Hal pokok dalam metode tim adalah ketua tim sebagai
perawat profesonal harus mampu menggunakan berbagai teknik
kepemimpinan, pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas
rencana keperawatan terjamin, anggota tim harus menghargai
kepemimpinan ketua tim, model tim akan berhasil bila didukung
oleh kepala ruang.
Tujuan metode keperawatan tim adalah untuk memberikan
perawatan yang berpusat pada klien. Perawatan ini memberikan
pengawasan efektif dari memperkenalkan semua personel adalah
media untuk memenuhi upaya kooperatif antara pemimpin dan
anggota tim. Melalui pengawasan ketua tim nantinya dapat
mengidentifikasi tujuan asuhan keperawatan, mengindentifikasi
kebutuhan anggota tim, memfokuskan pada pemenuhan tujuan dan
kebutuhan, membimbing anggota tim untuk membantu menyusun
dan memenuhi standard asuhan keperawatan.
Walaupun metode tim keperawatan telah berjalan secara
efektif, mungkin pasien masih menerima fragmentasi pemberian
asuhan keperawatan jika ketua tim tidak dapat menjalin hubungan
yang lebih baik dengan pasien, keterbatasan tenaga dan keahlian
dapat menyebabkan kebutuhan pasien tidak terpenuhi.
c. Metode Primer
Metode penugasan dimana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selama 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong praktik
kemandirian perawat, ada kejelasan antara pembuat rencana asuhan
dan pelaksana. Metode primer ini ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus-menerus antara pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merencanakan, malakukan, dan koordinasi asuhan
keperawatan selama pasien dirawat. Konsep dasar metode primer
adalah ada tanggung jawab dan tanggung gugat, ada otonomi, dan
ketertiban pasien dan keluarga.
Metode primer membutuhkan pengetahuan keperawatan dan
keterampilan manajemen, bersifat kontinuitas dan komprehensif,
perawat primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap
hasil, dan memungkinkan pengembangan diri sehingga pasien
merasa dimanusiakan karena terpenuhinya kebutuhan secara
individu. Perawat primer mempunyai tugas mengkaji dan membuat
prioritas setiap kebutuhan klien, mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mengembangkan rencana keperawatan, dan
mengevaluasi keefektifan keperawatan. Sementara perawat yang lain
memberikan tindakan keperawatan, perawat primer
mengkoordinasikan keperawatan dan menginformasikan tentang
kesehatan klien kepada perawat atau tenaga kesehatan lainnya.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi.
d. Metode Kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan
pasien saat dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda
untuk setiap shift, dan tidak ada jaminan bahwa pasien akan dirawat
oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasanya diterapkan satu pasien satu
perawat, dan hal ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat
atau untuk keperawatan khusus seperti: isolasi, intensivecare.
Kelebihannya adalah perawat lebih memahami kasus per kasus,
sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih mudah.
Kekurangannya adalah belum dapat diidentifikasi perawat
penanggung jawab, perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai
kemampuan dasar yang sama.
e. Modifikasi MAKP Tim-Primer
Pada model MAKP tim digunakan secara kombinasi dari
kedua sistem. Penetapan sistem model MAKP ini didasarkan pada
beberapa alasan :
1) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1
Keperawatan atau setara.
2) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada
berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua model tersebut diharapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan
terdapat pada primer. Disamping itu, karena saat ini perawat
yang ada di RS sebagian besar adalah lulusan SPK, maka akan
mendapat bimbingan dari perawat primer/ketua tim tentang
asuhan keperawatan.
Contoh: untuk ruang model MAKP ini diperlukan 26 perawat.
Dengan menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini
diperlukan 4 (empat) orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi
Ners, di samping seorang kepala ruang rawat juga Ners. Perawat
associate (PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi
terdiri atas lulusan D3 Keperawatan (3 orang) dan SPK (18 orang).
Pengelompokan Tim pada setiap shift jaga terlihat pada gambar di
bawah.
Daftar Pustaka