MOLA HIDATIDOSA
Oleh :
YANTI YULISTIAWATI
B. ETIOLOGI
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui, faktor-faktor yang
menyebabkannya antara lain:
1. Faktor ovum : Ovum memang sudah patologik sehingga mati, tapi
terlambat dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari trofoblas
3. Kekurangan Vitamin A
4. Kekurangan Protein
5. Keadaan sosio ekonomi yang rendah.
6. Infeksi virus dan kromosom yang belum jelas.
C. KLASIFIKASI
Sesuai dengan derajatnya, mola hidatidosa klasifikasikan menjadi 2
jenis, yaitu mola komplit dan mola parsialis
1. Mola Komplit
Kehamilan mola komplit yaitu kehamilan mola tanpa adanya
janin. Pada pemeriksaan kandungan dijumpai pembesaran rahim tetapi
tidak teraba bagian tubuh janin. Hal ini disebabkan 1 sperma
membuahi sel telur dengan gen yang sudah tidak aktif, kemudian
kromosom paternal berkembang menjadi kromosom 46 XX atau 46
XY yang sepenuhnya merupakan kromosom sang ayah, sehingga
didapati perkembangan plasenta tanpa adanya janin.
2. Mola Parsialis
Kehamilan mola parsialis, adalah kehamilan yang terdapat
perkembangan abnormal dari plasenta tetapi masih didapati janin.
Kehamilan mola parsialis biasanya disebabkan karena 2 sperma
membuahi 1 sel telur. Hal ini menyebabkan terjadi nya kehamilan
triploidi (69 XXX atau 69 XXY), sehingga selain terjadinya
perkembangan plasenta yang abnormal juga disertai perkembangan
janin yang abnormal pula. Janin pada kehamilan mola parsialis
biasanya juga meninggal di dalam rahim karena memiliki kelainan
kromosom dan kelainan kongenital seperti bibir sumbing dan
syndactily. Selain itu mola parsialis juga dapat disebabkan adanya
pembuahan sel telur yang haploid oleh sperma diploid 46 XY yang
belum tereduksi.
Secara epidemiologi mola komplit dapat meningkat bila wanita
kekurangan carotene dan defisiensi vitamin A. Sedangkan mola
parsialis lebih sering tejadi pada wanita dengan tingkat pendidikan
tinggi, menstruasi yang tidak teratur dan wanita perokok.
D. MANIFESTASI KLINIS
Pada stadium awal, tanda dan gejal mola hidatidosa tidak dapat
dibedakan dari kehamilan normal, kemudian perdarahan pervagina terjadi
pada hampir setiap kasus. Pengeluaran pervagina mungkin berwarna
coklat tua (menyerupai juice prune) atau merah terang, jumlahnya sedikit-
sedikit atau banyak, itu berlangsung hanya beberapa hari atau terus-
menerus untuk beberapa minggu. Pada awal kehamilan beberapa wanita
mempunyai uterus lebih besar dari pada perkiraan menstruasi berakhir,
kira-kira 25% wanita akan mempunyai uterus lebih kecil dari perkiraan
menstruasi terakhir. Pada penderita mola dapat ditemukan beberapa gejala-
gejala sebagai berikut:
1. Terdapat gejala - gejala hamil muda yang kadang - kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa dan amenore
2. Terdapat perdarahan per vaginam yang sedikit atau banyak, tidak
teratur,
warna tungguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
3. Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua kehamilan
seharusnya.
4. Tidak teraba bagian - bagian janin dan balotemen, juga gerakan janin
serta tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
E. KOMPLIKASI
Pada penderita mola yang lanjut dapat terjadi beberapa komplikasi
sebagai berikut:
1. Anemia
2. Syok
3. Preeklampsi atau Eklampsia
4. Tirotoksikosis
5. Infeksi sekunder.
6. Perforasi karena keganasan dan karena tindakan.
7. Menjadi ganas ( PTG ) pada kira - kira 18-20% kasus, akan menjadi
mola destruens atau koriokarsinoma.
F. PATOFISIOLOGI
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan
merupakan kista-kista kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak
berisi embrio. Secara histo patologic kadang-kadang ditemukan jaringan
mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi kehamilan
ganda, yang dimaksud dengan mola kehamilan ganda adalah : satu janin
tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa. Gelembung mola
besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1
cm. mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung
mola. Secara mikroskopik terlihat trias :
1. Proliferasi dari trofoblas.
2. Degenerasi hidropik dari stroma villi.
3. Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma.
Sel - sel Langhans tampak seperti sel polidral dengan inti terang
dengan adanya sel sinsisial giantik ( Syncytial Giant Cells). Pada kasus
mola banyak kita jumpai ovarium dengan kista lutein ganda berdiameter 10
cm atau lebih ( 25-60%). Kista lutein akan berangsur - angsur mengecil
dan kemudian hilang setelah mola hidatidosa sembuh.
G. PATHWAY
Kelemahan fisik
Intoleran Aktivitas
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk mengetahui secara pasti adanya mola hidatidosa, maka
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Reaksi kehamilan : karena kadar HCG yang tinggi maka uji biologik
dan uji imunologik ( galli mainini dan planotest ) akan positif setelah
pengenceran (titrasi):
a. Galli mainini 1/300 (+), maka suspek mola hidatidosa.
b. Galli mainini 1/200 (+), maka kemungkinan mola hidatidosa atau
hamil kembar. Bahkan pada mola hidatidosa, uji biologik atau
imunologik cairan serebrospinal dapat menjadi positif.
2. Pemeriksaan dalam. Pastikan besarnya uterus, uterus terasa lembek,
tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam
kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan servik.
3. Uji sonde : Sonde ( penduga rahim ) dimasukkan pelan - pelan dan hati
- hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada
tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada
tahanan kemungkinan mola ( cara Acosta- Sison).
4. Foto rongent abdomen : tidak terlihat tulang - tulang janin (pada
kehamilan 3-4 bulan).
5. Arteriogram khusus pelvis
6. Ultrasonografi : pada mola akan kelihatan bayangan badai salju dan
tidak terlihat janin.
I. PENATALAKSANAAN
1. Terapi
a. Kalau perdarahan banyak dan keluar jaringan mola, atasi syok dan
perbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian cairan dan
transfusi darah. Tindakan pertama adalah melakukan manual digital
untuk pengeluaran sebanyak mungkin jaringan dan bekuan darah;
barulah dengan tenang dan hati - hati evaluasi sisanya dengan
kuretase.
b. Jika pembukaan kanalis servikalis masih kecil:
1) Pasang beberapa gagang laminaria untuk memperlebar
pembukaan selama 12 jam.
2) Setelah pasang infus Dectrosa 5 % yang berisi 50 satuan oksitosin
( pitosin atau sintosinon ); cabut laminaria, kemudian setelah itu
lakukan evakuasi isi kavum uteri dengan hati - hati. Pakailah
cunam ovum yang agak besar atau kuret besar : ambillah dulu
bagian tengah baru bagian - bagian lainnya pada kavum uteri.
Pada kuretase pertama ini keluarkanlah jaringan sebanyak
mungkin, tak usah terlalu bersih.
3) Kalau perdarahan banyak, berikan tranfusi darah dan lakukan
tampon utero - vaginal selama 24 jam.
c. Bahan jaringan dikirim untuk pemeriksaan histo - patologik dalam 2
porsi:
1) Porsi 1 : yang dikeluarkan dengan cunam ovum.
2) Porsi 2 : dikeluarkan dengan kuretase.
d. Berikan obat - obatan, antibiotika, uterustonika dan perbaikan keadaan
umum penderita.
e. 7-10 hari sesudah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke 2 untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan, dan kirim lagi hasilnya untuk
pemeriksaan laboratorium.
f. Kalau mola terlalu besar dan takut perforasi bila dilakukan kerokan,
ada beberapa institut yang melakukan histerotomia untuk
mengeluarkan isi rahim ( mola).
g. Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi ( high risk mola):
usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat
besar (mola besar) yaitu setinggi pusat atau lebih.
2. Periksa ulang ( follow-up )
Ibu dianjurkan jangan hamil dulu dan dianjurkan memakai
kontrasepsi pil. Kehamilan, dimana reaksi kehamilan menjadi positif
akan menyulitkan observasi. Juga dinasehatkan untuk mematuhi jadwal
periksa ulang selama 2-3 tahun:
1. Setiap minggu pada trimester pertama
2. Setiap 2 minggu pada trimester kedua.
3. Setiap bulan pada 6 bulan berikutnya
4. Setiap 2 bula pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
3. Sitostatika profilaksis pada mola hidatidosa
Beberapa institut telah memberikan methotrexate ( MTX) pada
penderita mola dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap keganasan.
Para ahli lain tidak setuju pemberian ini, karena disatu pihak obat ini
tentu mencegah keganasan, dan dipihak lain obat ini tidak luput dari efek
samping dan penyulit yang berat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Keluhan utama
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan mengalami
perdarahan disertai gelembung berisi cairan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat pembedahan
4. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh mengalami perdarahan disertai gelembung-
gelemung berisi sejak 6 hari, mual muntah, pusing sudah 3 hari, nyeri
bagian perut.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Kaji adanya riwayat penyakit keluarga seperti peyakit
keturunan, menular, penyakit yang sama
6. Riwayat Obstetri
a. Riwayat menstruasi
Menstruasi pertama usia 14 tahun, siklus menstruasi teratur 28
hari, setiap kali menstruasi selama 6 hari. Hari pertama haid terakhir
tanggal 4 2016, sebelumnya tidak mengalami perdarahan , pada
tanggal 2 september mengalami perdarahan sampai saat ini dan baru
di bawa kerumah sakit pada tanggal 10 september 2016.
b. Riwayat kehamilan
Klien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang,
selama hamil anak 1, dan baru kehamilan anak ke 2 mengalami
perdarahan.
7. Pola kesehatan
a. Pola aktivitas dan latihan : Klien seorang ibu rumah tangga, setiap hari
melakukan pekerjaan rumah dan waktu istirahat sedikit. Klien
merasakan nyeri pada bagian perut bawahnya, nyeri bertambah berat
ketika bergerak.
b. Tidur dan istirahat : Klien tidur selama 6- 8 jam. Saat sakit klien
mengalami gangguan tidur karena nyeri yang dirasakan.
c. Nyaman dan nyeri : Klien Mengalami nyeri dibagian perut bawahnya
dan perdarahan, nyeri yang hebat membuat klien tidak bisa tidur.
d. Pola nutrisi : Klien mengalami gangguan nafsu makan, karena setiap
kali makan dan minum klien selalu muntah.
e. Cairan elektrolit : Mukosa bibir klien kering, turgor kulit tidak elastis.
f. Oksigenasi : Klien tidak mengalami sesak nafas.
g. Eliminasi urin : Klien BAK 6-7 kali dalam sehari, warna kuning
bercampur darah, tidak nyeri saat BAK, dilakuakn secara mandiri.
h. Eliminasi fekal : Klien melakukan eleminasi fekal 1 kali sehari, namun
saat sakit klien tidak BAB sama sekali.
i. Sensori, persepsi, dan kognitif : Klien tidak mengalami gangguan
penglihatan, ketajaman visus baik, Klien tidak mengalami gangguan
pendengaran, tidak mengalami gangguan penciuman maupun
pengecapan.
8. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak meringis kesakitan memengang perutnya, pucat
Kesadaran klien : composmentis dengan GCS 15,
Tanda – tanda viital
TD : 100/80,
RR : 22x/menit,
N : 125x/menit,
suhu : 37 ○ c.
BB : 55 kg
a. Kepala
Inspeksi : tampak simetris, rambut bersih, tidak ada lesi, konjungtiva
anemis, sclera tidak ikterik, hidung normal, tidak terlihat adanya sektum
deviasi, epiktaksis. telinga simetris. Wajah pucat, mukosa bibir kering.
b. Leher
Inspeksi : Leher terlihat normal tidak terlihat adanya kaku kuduk,
tenggorokan normal.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran tonsil dan nyeri telan, tidak teraba
adanya pembesaran tiroid.
c. Dada
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak terdapat adanya bantuan otot
pernafasan.
Palpasi : Fremitus kanan dan kiri sama, tidak terdapat nyeri tekan.
Auskultasi : Suara nafas normal, Tidak terdengar suara nafas tambahan.
Perkusi : Terdengar suara sonor.
d. Abdomen
Terdapat nyeri tekan di perut, saat di auskultasi terdengar wising usus,
dan peristaltik 15x/menit.
e. Genetalia
Vulva tampak kotor, terdapat peradarahan pervagina.
f. Kulit
Turgor kulit kering tidak elastis, tidak terdapat lesi, tidak terdapat tanda
alergi.
g. Rektum
Rektum bersih tidak ada infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Nyeri akut
3. DS:- klien mengatakan cemas Perdarahan terus menerus ansietas
DO:
- Gelisah Pre Curatage
- Mengekspresikan kekhawatin
- Sangat khawatir Tindakan invasif
- Ketakutan
- Wajah tegang Kurang informasi tentang prosedur
Kurang pengetahuan
ansietas
4. DS : - klien megatakan lemas Perdarahan terus menerus Intoleran Aktivitas
DO :
- Konjungtiva aemis Kuratase
- Ttv abdormal
Kurang suplai darah ke otak
Kelemahan fisik
Intoleran aktivitas
5. DS: Abortus Resiko Infeksi
DO:
Terdapat luka operasi Jonjot-jonjot korion bermestatase
Resiko Infeksi
Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi