Dan kaum intelektual berkembang biak dibanyak bidang sehingga kaum
cerdik cendikia ini—mungkin mengikuti kepeloporan Gramsci dalam bukunya The Prison Notebook, yang untuk pertama kali melihat kaum intelektual, dan bukan kelas sosial, sebagai kelompok penting dalam terselenggaranya sistem masyarakat modern—telah menjadi objek studi sendiri. Coba saja tambahkan kata “dari” serta “dan”, setelah kata “intelektual” pada daftar katalog di perpustakaan. Maka hampir seketika seluruh koleksi perpustakaan perihal kajian tentang intelektual akan terpampang didepan mata kita. Ragamnya akan membuat nyali ciut. Ada ribuan rujukan sejarah intelektual dan kajian sosiologisnya yang tersedia, seperti halnya sekian banyak kajian tentang intelktual dan nasionalisme, dan kekuasaan, dan tradisi, dan revolusi, dan sebagainya. Setiap kawasan di muka bumi telah melahirkan intelektualnya dan masing-masing formasi ini diperdebatkan dengan tak berkesudahan. Adalah wajar bahwa tak ada revolusi penting dalam sejarah modern yang tanpa intelektual; sebaliknya, setiap gerakan akbar kontra-revolusi juga selalu melibatkan intelektual. Intelektual telah berperan sebagai ayah dan ibu sebuah gerakan. Dan tentu, anak laki-laki dan perempuan, bahkan keponakannya.
Ada bahayanya bahwa figur dan citra intelektual bisa pupus
ditengah banyak sekali seluk beluk, dan seorang cendikiawan bisa hanya sebagai profesional belaka, atau sosok dalam sebuah kecenderungan sosial. Tapi saya ingin menegaskan bahwa intelektual merupakan individu dengan peran publik tertentu dalam masyarakat yang tidak dapat direduksi begitu saja menjadi profesional nir wajah, anggota kelas yang hanya berkompeten dalam bidangnya saja. Fakta utama bagi saya adalah, saya kira, intelektual adalah individu yang dikaruniai bakat untuk mempresentasikan, mengekspresikan, dan mengartikulasikan pesan, pandangan, sikap, filosofi, dan pendapatnya kepada publik. Dan peran ini ada batasnya serta tidak dapat dimainkan tanpa rasa sebagai seseorang yang melontarkannya kepada publik guna membangkitkan pertanyaan terhadap ortodoksi dan dogma (bukannya menghasilkannya), menjadi seseorang yang tidak gampangan dikooptasi pemerintah atau kooporasi. Dan yang alasan mengadanya (raison d’etre) adalah untuk mewakili semua orang dan isu yang secara rutin dilupakan atau disembunyikan. Kaum intelektual memainkan peran tersebut berdasarkan prinsip: semua manusia berhak mengharapkan standar perilaku yang layak sehubungan dengan kebebasan dan keadilan dari penguasa dunia atau negara-negara. Dan karena itu, kekerasan yang disengaja atau yang tanpa tujuan sekalipun terhadap standar-standar tersebut perlu diuji dan ditentang secara berani.