Anda di halaman 1dari 42

MINI-CEX DAN MANAJEMEN KASUS:

LARINGITIS AKUT DAN LARINGITIS


KRONIK
Oleh:
Alfia Nikmah
Adelia Meutia P.
Fina Fatmawati P.
Farhandika Muhammad

Perceptor :
dr. Fivien Fedriani Sp.THT-KL

 KEPANITERAAN KLINIK SMF BAGIAN THT-KL


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
Abstrak
Latar Belakang: Herpes zoster pada kepala dan leher biasanya muncul dengan sindroma Ramsay
Hunt. Namun, erupsi vesikuler dapat terjadi pada daerah faring atau laring dengan multiple lower
cranial-nervus (CN) palsy.

Laporan Kasus: Kami melaporkan kasus seorang pria 54 tahun dengan herpes zoster pada faring
dan laring dengan multiple CN palsy dan cegukan yang persisten. Pasien mengeluhkan disfagia
yang bersifat progresif, suara serak, dan cegukan persisten (CN IX dan X). Setelah dirawat di
rumah sakit, keluhan bertambah dengan pusing, gangguan pendengaran, dan kelumpuhan wajah
perifer (CN VII dan VIII). Hasil tes polymerase chain reaction air liur dan cairan vesikuler dari
telinga dan tenggorokan positif virus varicella zoster. Urutan perkembangan CN palsy terjadi secara
ascending.

Kesimpulan: Kami mengajukan urutan dari CN palsy dapat berupa ascending maupun descending,
tergantung dari tempat awal keterlibatannya.

Kata Kunci: Herpes zoster, Penyakit saraf kranial, laryngitis, cekukan


PENDAHULUAN

Herpes zoster pada kepala dan leher biasanya hadir


bersamaan dengan Sindrom Ramsay Hunt. Namun,
bagaimanapun pecahnya pembuluh darah dapat terjadi pada
faring atau laring dengan diikuti kelumpuhan dari saraf
kranial bawah secara multiple. Meningoencephalitis dan
vasculopathy. Dalam hal laporan kasus dari RHS kali ini
dengan adanya vesikel pada faring dan laring, diikuti
komplikasi adanya kelumpuhan beberapa saraf kranial
bawah dan kondisi cegukan yang persisten pada saat
kondisi imunokompetensi pasien.
CASE REPORT
PERSENTASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.X

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 50 tahun

Pekerjaan : -
Anamnesis
Pasien datang dengan Pasien memiliki riwayat
keluhan disfagia yang cacar air saat kecil, dan
progresif, suara serak, akhir-akhir ini mengeluhkan
demam, cekukan sejak 3 stress emosional yang
hari yang lalu disertai cukup parah.
nyeri pada wajah sebelah
kanan
Pemeriksaan Fisik
dan Penunjang
Tanda Vital:
TD: 130/80mmHg
T: 39,2°C
Status Lokalis:
Didapatkan multiple vesikel kecil di pipi, telinga,
rongga mulut dan faring bagian kanan.

Pemeriksaan Penunjang:
Tzanck Test (+)
MRI tidak menunjukkan kelainan
Diagnosa dan
Tatalaksana
Diagnosa
Kerja
Herpes zoster dengan
CN IX dan X palsy

Tatalaksana
Terapi dimulai dengan acyclovir intravena (30mg/kgBB/hari)
dan dexamethasone (20mg/hari) untuk herpes zoster, dan
asam valproate oral dan topiramate untuk cekukannya.

Pasien pun disarankan rawat inap


Hari kedua perawatan, keluhan suara serak pasien memburuk dan dilakukan laryngeal fibroskopi

A: tampak multiple vesikel dan


ulser dengan dasar eritem pada
epiglottis kanan dan laring, juga
pada palsy pada vocal cord
bagian kanan.
B: tampak multiple vesikel kecil
dibagian kanan faring dan
terganggunya kontaksi dinding
sebelah kanan dari faring dan
pada uvula tampak sedikit deviasi
ke sebelah kiri
Laboratorium:
• Hitung leukosit: 8460/mm³
70,7% neutrophil
13,7% limfosit
8,4% monosit
• C-reactive protein: 4,6mg/dL ( range < 0,06mg/dL)
• Kadar sedimen eritrosit: 31mm/jam ( range < 20mm/jam)
• IgG, IgM VZV (+) menunjukan reaktifasi VZV.
• PCR test saliva dab cairan vesicular telinga dan tenggorokan (+)
• Laboratorium rutin dalam batas normal
Hari keempat dirawat, follow-
Hari ketiga dirawat, pasien mengeluhkan up MRI dengan kontras
pusing, gangguan pendengaran, dan peripheral menunjukkan pembesaran dari
facial palsy pada bagian kanan. Suara serak dan saraf kranial kanan pada area
disfagia dirasa semakin memburuk. yang berdekatan dengan
telinga kanan.
Pemeriksaan neurologi menunjukkan left
beating nystagmus dengan reflek vestibule
ocular yang terlambat pada saat rotasi kepala
kearah kanan. Tes caloric menunjukan adanya
vestibulopati dan pada audiogram diapatkan tuli
sensori neural sedang pada telinga kanan.
Hari kelima dirawat, disfagia dan suara serak mulai membaik.

Hari ketujuh dirawat, keluhan facial palsy, pusing dan cekukan


mulai membaik. Setelah total diterapi dengan acyclovir dan
kortikosteroid selama 14 hari, pasien dipulangkan dengan keadaan
yang sangat membaik. Setelah 15 bulan, pasien mengalami facial
palsy dan suara serak yang sedang, namun tidak disertai dengan
gangguan pendengaran, pusing, disfagia dan cekukan.
PEMBAHASAN
Re-aktivasi dari virus varicella zoster difasilitasi oleh
karena adanya penurunan kekebalan tubuh seluler yang
spesifik terhadap VZV, yang terjadi pasa proses
pertumbuhan atau kondisi imunosupresif, diikuti
kondisi emosional yang cenderung stress atau adanya
infeksi virus lainnya.

Re-aktivasi virus terjadi pada neuron ganglion


sepanjang neuraxis dan menyebabkan herpes zoster.
Bagaimanapun, pasien dalam kasus ini membuktikan
adanya immunocompetent berdasarkan hasil temuan
laboratorium dan tidak adanya riwayat terapi
imunosupresif atau keganasan, hanya adanya kondisi
stress secara emosional pada pasien ini.
Pada area kepala dan leher, herpes zoster dapat
muncul dengan pola yang tidak khas, seperti
tampaknya pecah pembuluh darah pada daerah
faring dan laring dengan diikuti kelumpuhan
dari saraf kranial bagian bawah, cegukan yang
sulit diatasi, atau nyeri pada wajah tanpa
disertai adanya erupsi kulit.

Pada kasus ini tampak herpes zoster dengan


erupsi vesicular pada daerah faring dan laring
dan juga muncul pada wajah, diikuti
komplikasi berdasarkan cegukan yang sulit
diatasi dan kelumpuhan saraf kranial bagian
bawah, termasuk saraf kranial VII, VIII, IX,
dan X.
Dalam hal ini
secara anatomis
Saraf kranial XX dapat dijelaskan,
memiliki virus varicella
komunikasi zoster dapat
Yang menyatakan
dengan saraf menyebar menuju
bahwa adanya
kranial VII dan saraf kranial itu
Terdapat beberapa bermacam jenis
IX. sendiri dan
laporan yang komunikasi antar
menyebabkan
melaporkan cabang dari saraf
Mekanisme kelumpuhan pada
adanya kranial pada
pathogenesis dari beberapa saraf
komunikasi dari sekitar meatus
adanya kranial.
saraf kranial acusticus dan
kelumpuhan
bagian bawah. auricle sebelum
multipel saraf
mencapai sistem
kranial pada
saraf pusat.
herpes zoster
tidak dapat
sepenuhnya dapat
dijelaskan.
Pada kasus disini, awalnya adanya keluhan disfagia,
suara serak, dan cegukan yang persisten (Saraf kranial
IX dan X), lalu diikuti gangguan pendengaran dan
adanya kelumpuhan pada wajah (Saraf kranial VII dan
VIII). Hal ini sangat sulit untuk dideskripsikan secara
jelas, namun pada kasus ini kejadiannya berurutan
seperti itu.

Pasien dengan herpes zoster yang diikuti suara serak


dan kelumpuhan bulbar maka harus ditatalaksana
sebagai RHS dan sebaliknya. Untuk asalannya, para
dokter harus menaruh banyak perhatian dari
kemungkinan-kemungkinan adanya proses lebih
lanjut dari kelumpuhan saraf kranial lainnya pada
pasien dengan adanya kelumpuhan bulbar dan
kelumpuhan pada wajah.
TINJAUAN
PUSTAKA
PENDAHULUAN
Laringitis merupakan suatu reaksi
peradangan dari laring yang disebabkan oleh
berbagai penyebab dan dapat
diklasifikasikan sebagai kondisi akut atau
kronis berdasarkan lama waktu terjadinya
gejala.

Laringitis dikatakan kronis jika gejala


secara persisten terjadi selama 3
minggu atau lebih.
LARINGITIS
Laringitis akut adalah perangan akut pada laring yang
dapat disebabkan oleh virus dan
Bakteri yang berlangsung <3 minggu

 >3 minggu
 Non Spesifik
 < 3 minggu AKUT KRONIK Spesifik
 Laringitis tuberkulosa
 Laringitis leutika
ANATOMI
FISIOLOGI
Mempunyai 3 fungsi dasar :

Fonasi

Respirasi

Proteksi
Etiologi
virus influenza (tipe A dan B),
parainfluenza (tipe 1,2,3),
rhinovirus, adenovirus dan herpes
simplex virus (sistemik).

bakteri Corynebacterium diptheria,


Bordetella pertusis, Haemofilus
influenza, Moraxella catarrhalis
dan Neisseria Gonorrhea(lokal

Pemakaian suara yang berlebihan


(vocal trauma), bahan kimia,
merokok, dan minum alkohol
PATOFISIOLOGI Parainfluenza virus

Masuk melalui inhalasi

Menginfeksi sel epitelium saluran nafas lokal yang bersilia

Edema dari lamina propria, submukosa, dan adventitia.


Infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit polimorfonuklear
(PMN)

Terjadi oedem & hiperemis dari saluran nafas terutama pada dinding lateral
dari trakea dibawah pita suara (terjadi pada lumen saluran nafas dalam)

Terjadi penyempitan, bahkan sampai hanya sebuah celah

Membran pelindung plika vokalis biasanya hiperemis & oedem


Klasifikasi

a. Laringotrakeitis virus (Croup)


Laringitis
b. Laringitis virus
virus
c. Herpes simplex virus

a. Supraglottitis bakterialis
Laringitis (Epiglottitis)
Bakterialis
b. Laringitis Difteri
Gejala Klinis Laringitis Akut
1. Gangguan suara :

 Parau

 Kasar

 Susah keluar

 Nada > rendah

2. Gejala sumbatan laring (stridor inspirasi, sesak saat inspirasi, retraksi supraclavicula,

interkostal, epigastrial)

3. Nyeri tenggorokan  saat menelan & bicara

4. Dapat disertai Batuk kering yang lama kelamaan disertai dahak kental
TANDA DAN GEJALA
Laringotrakeitis Supraglotitis

Di bawah 3 tahun 3-6 tahun

Awitan dalam beberapa hari Awitan dalam beberapa jam (2-6 jam)

Suara serak (barking cough) Suara jernih

Tidak ada disfagia Disfagia

Tidak mengiler Mengiler

Posisi berbaring Posisi duduk

Dapat kambuh kembali Jarang kambuh

Hilang dalam hari-minggu Perjalanan cepat, hilang dalam 2-3 hari

Radiogram “steeple sign” “Thumb sign”

Etilogi virus Bakteri


PEMERIKSAAN FISIK
Laringoskop
Indirek dan direk

• Mukosa laring yang hiperemis


• edem terutama di atas dan bawah pita suara
*Biasanya disertai dengan peradangan akut di
hidung atau sinus paranasal atau paru
Penatalaksanaan
 Tujuan Terapi adalah untuk mengurangi edema pada laring.

Non
Medika
mentosa

Medika
Penatalaksanaan mentosa

Rawat RS
Non Medikamentosa

Menghindari segala
sesuatu yang dapat
Vocal rest dengan Penggunaan uap mengakibatkan
tidak banyak lembab iritasi pada faring
berbicara atau (humidifikasi) dan laring semisal:
bersuara hangat atau dingin merokok, makanan
pedas atau minum
es
MEDIKAMENTOSA

Antipiretik Dekongestan

Pada Infeksi sekunder


(membranous croup)
Kortikosteroid
dapat diberikan
oral
antibiotik : eritromisin
3x500mg
INDIKASI RAWAT RS
Stridor
progresif

Hipoksemia,
gelisah, Kegawatan
sianosis, pernapasan
pucat

Depresi
sensorium
Epiglotitis
dan demam
tinggi
LARINGITIS
KRONIK
Etiologi:
• laryngopharyngeal reflux,
• bahan iritan (rokok, debu dan bahan kimia),
• Penggunaan suara berlebih, vocal abuse
• rhinitis, sinusitis kronis, deviasi septum, polip
hidung
• iritasi mekanik dari pita suara dan
• infeksi termasuk laryngitis bakteri dan candida.

Laringitis kronis dibagi menjadi:


• Laringitis kronis non spesifik
• Laringitis kronis spesifik (laryngitis
tuberkulosa dan laryngitis leutika)
PATOFISIOLOGI

Udara yang
melewati kedua
Inflamasi dan Peningkatan plica vocalis
Tekanan fonasi
iritasi pada plica tekanan untuk mengalami Suara parau
tidak adekuat
vocalis proses fonasi edema sehingga
suara mengalami
distorsi
PENEGAKAN DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN
• Laringoskopi direk dan indirek
ditemukan Mukosa laring
tampak hiperemis dan menebal
ANAMNESIS • Pemeriksaan laboratorium,
• Disfonia, kultur sputum, dan swab
• Sensasi globus, mukosa laring
• Odinofagia, • Pada patologi anatomi tampak
• Pembersihan tenggorokan metaplasi skuamosa
berlebihan.
DIAGNOSIS BANDING
KARSINOMA AKTINOMIKOSI
LARING S LARING

LUPUS
NODUL PLICA
VULGARIS
VOCALIS
LARING
TATALAKSANA
Tatalaksana berupa terapi suportif dan Menghindari Modifikasi
Voice rest Terapi Uap
diberikan berdasarkan dari keparahan iritan Diet
laryngitis. Modifikasi GERD dengan
menggunakan obat anti-reflux (H2
reseptor dan PPI)
Merupakan faktor
penting.
Penggunaan suara
selama laryngitis
akan menyebabkan Menghirup udara Membatasi diet
penyembuhan lembab akan disarankan untuk
yang tertunda atau meningkatkan pasien dengan
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil incomplete. kelembaban dari Seperti asap rokok GERD. Pasien
kultur. Penggunaan steroid singkat dapat Diusahakan untuk upper airway dan dan alcohol dapat menghindari
istirahat suara membantu cafein, makanan
mengurangi proses peradangan namun total, namun jika pengeluaran sekret pedas dan
tidak untuk rehabilitasi jangka panjang. tidak dan eksudat berlemak.
Bila terdapat sumbatan laring maka dimungkinkan
maka disarankan
dilakukan pemasangan ETT atau untuk pelan dan
trakeostomi lembut
PROGNOSIS

PROGNOSIS
• Bergantung pada penyebab dari laryngitis kronis
LARINGITIS LUETIKA
Tatalaksana:
• Penisilin dosis
PP: laringoskop tinggi
dan pemeriksaan • Pengangkatan
PF: jika guma serologic sekuester
pecah, timbul • Trakeostomi
Gejala: suara ulkus yang sangat jika ada
parau dan batuk dalam, bertepi sumbatan laring
kronis. Disfagia dengan dasar
Terjadi pada keras, warna
stadium tersier jika guma di
introitus esofagus merah tua dan
dari sifilis yaitu eksudat warna
saat terbentuk kekuningan
guma
LARINGITIS TUBERCULOSA Tatalaksana:
obat
Diagnosa antituberculosa
banding: dan voice rest.
Rasa kering, laryngitis
panas, dan leutika dan
Gejala tertekan pada karsinoma
bergantung dari laring; suara laring
Klinis: terbagi stadiumnya, parau sampai
menjadi 4 disertai dengan afoni,
Hampir selalu stadium gejala hemoptisis,
berasal dari TB • Stadium tambahan nyeri menelan
paru, sering infiltrasi berupa: yang hebat, dan
kali setelah • Stadium keadaan umum
pengobatan TB yang buruk
ulserasi
paru sembuh
• Stadium
namun
laryngitis TB perikondritis
masih menetap. • Stadium
pembentukan
tumor
Thank You

Anda mungkin juga menyukai