Anda di halaman 1dari 16

DEPARTEMEN THT-KL REFARAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

RAMSAY HUNT SYNDROME

Oleh :

Miftahur Hifzhan Baksir

10119220092

Pembimbing :

dr. Muhammad Isa Pary, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU THT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2024
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom Ramsay Hunt dipublikasikan pertama kali pada tahun 1907 oleh
James Ramsay Hunt pada pasien yang menderita otalgia disertai ruam pada kulit dan
mukosa yang disebabkan oleh infeksi human herpes virus yaitu virus varicella-zoster
(VVZ) pada ganglion genikulatum. Sindrom Ramsay Hunt diperkirakan terjadi
sekitar 16% dari seluruh kasus paresis fasial unilateral pada anak dan 18% pada
dewasa.1

Ramsay Hunt Syndrome (RHS) adalah penyakit langka yang disebabkan oleh
reaktivasi virus Varicella Zoster laten di ganglion genikulatum yang menyebabkan
peradangan, edema dan kompresi saraf wajah. RHS dapat mempengaruhi pasien
imunokompeten dan imunokompromais pada pasien. Insiden RHS adalah 2,2 kasus
per 100.000 penduduk dengan predileksi jenis kelamin yang sama. Penyakit ini
sebagian besar menyerang pasien pada usia 50-60 tahun.2

Kondisi penyakit ini ditandai dengan ruam vesikular ditelinga dan


kelumpuhan saraf motorik wajah yang ipesilateral atau sesuai dengan tempat
terjadinya ruam. Sindrom ini diduga merupakan penyebab dari sekitar 20% dari
kasus yang secara klinis di diagnosis sebagai Bell’s palsy, sehingga merupakan
penyebab tersering kedua pada paresis fasialis setelah Bell’s palsy.3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Sindrom Ramsay Hunt merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri
dari paresis fasialis yang disertai ruam vesikular pada telinga (zoster oticus) atau
mulut, otalgia akut dan gejala lain seperti tinitus, kehilangan pendengaran, mual,
muntah, vertigo, dan nistagmus. Sindrom Ramsay Hunt dipublikasikan pertama
kali pada tahun 1907 oleh James Ramsay Hunt pada pasien yang menderita
otalgia disertai dengan ruam pada kulit dan mukosa yang disebabkan oleh infeksi
human herpes virus 3, yaitu virus varisela-zoster (VVZ) pada ganglion
genikulatun.4
B. Epidemiologi
Sindrom Ramsay Hunt adalah komplikasi yang sangat jarang terjadi dari
infeksi virus varicella zoster laten. Sindrom ini dapat terjadi tanpa adanya ruam
kulit (Zoster Sine Herpete). Menariknya virus ini telah terdeteksi oleh rantai
polymerase reaksi (PCR) pada cairan air mata pasien yang didiagnosis menderita
Bells Palsy. Sindrom Ramsay Hunt diperkirakan mencapai 16% dari seluruh
penyebab kelumpuhan wajah unilateral pada anak-anak dan 18% kelumpuhan
wajah pada dewasa. Sindrom Ramsay Hunt jarang terjadi pada anak-anak kurang
dari 6 tahun.5
C. Etiologi
Sindroma Ramsay Hunt disebabkan oleh virus varisela zoster (VVZ).
Virus varisela zoster merupakan virus alphaherpes manusia yang ada dimana-
mana, yang menyebabkan penyakit varisela dan herpes. Varisela disebabkan
oleh infeksi virus varisela zoster primer pada masa kanak-kanak yang
berhubungan dengan demam, ruam vesikuler menyeluruh. Ciri khas virus ini
akan membentuk latensi dalam sel ganglia akar dorsal setelah infeksi primer.
Herpes Zoster adalah ruam vesikular yang terlokalisasi, nyeri, mengenai satu
atau dua dermatom yang disebabkan karena reaktifasi dari virus varisela primer.
Insiden dari herpes zoster akan meningkat seiring bertambahnya usia atau
imunosupresi.6
D. Patofisiologi
Pada tahap awal virus varisela zoster masuk ke dalam tubuh melalui
saluran nafas atas dan mukosa konjungtiva, kemudian bereplikasi pada kelenjar
limfe regional dan tonsil. Virus kemudian menyebar melalui aliran darah dan
berkembang biak di organ dalam. Fokus replikasi virus terdapat pada system
retikuloendotelial hati, limpa dan organ lain. Selama terjadinya infeksi varisela,
VZV meninggalkan lesi di kulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf
sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf
sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus
memasuki masa laten dan disini tidak infeksius dan tidak mengadakan
multiplikasi lagi, namun tidak berarti virus kehilangan daya infeksinya.7
Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, dan titer virus
tinggi, virus dilepaskan kembali ke aliran darah (viremia kedua) dan
membentuk vesikel pada kulit dan mukosa saluran nafas atas. Kemudian
berkembang dan menyebar melalui saraf sensoris dari jaringan kutaneus,
menetap pada ganglion serebrospinalis dan ganglion saraf kranial. Virus ini
berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis,
kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah
persarafan ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang
ganglion anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala
gangguan motorik. Virus yang mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam
ganglion ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang
berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini
mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir
pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas
untuk erupsi herpes zoster.7
Gambar 1. Ganglion Geniculatum8
Parese nervus VII timbul akibat reaktivasi virus varisela zoster yang
menetap pada ganglion genikulatum dan proses ini disebut dengan
ganglionitis. Ganglionitis menekan selubung jaringan saraf, sehingga
menimbulkan gejala pada nervus VII. Peradangan dapat meluas sampai ke
foramen stilomastoid. Lokasi ruam bervariasi dari pasien ke pasien, seperti
halnya wilayah dipersarafi oleh nervus intermedius (yaitu, bagian sensorik
dari CN VII). Daerah ini mungkin termasuk anterior dua pertiga dari lidah,
langit-langit lunak, kanal auditori eksternal, dan pinna.7

Gambar 1. Nervus Facialis


Gejala kelainan nervus VIII yang juga dapat timbul akibat infeksi
pada ganglion yang terdapat di telinga dalam atau penyebaran proses
peradangan dari nervus VII. Hal ini menyebabkan terjadinya gangguan
lainnya seperti tinnitus, hilang pendengaran, mual, muntah, vertigo, dan
nistagmus. Gasserian, genikulata, petrosus, aksesorius, jugular, fleksiform,
ganglion dorsalis C2 dan C3 merupakan akibat dari rantai inflamasi yang
terjadi pada salah satu ganglion dan menyebar ke ganglion sekitarnya.7
Hipotesis ini menjelaskan penyebab terjadinya kelumpuhan fasialis
disertai dengan neuropati lainnya seperti vesikel pada daerah mulut biasanya
pada daerah lidah dan palatum ataupun telinga. Walaupun hipotesisnya tetap
valid, neuropati cranial yang menyebar dapat pula dijelaskan melalui
pembuluh darah yang terkontaminasi dengan virus varicela zoster dan suplai
darah dari cabang kecil A. karotis, meningeal media, dan system faringeal
asendens yang saraf cranial. Sebagai contoh A. pharingeus asendes menyuplai
darah kepada N. glossopharingeus, vagus, aksesorius, dan hipoglosus dan
cabang A. meningeal media menyuplai darah untuk N. fasialis serta cabang N.
trigeminus yaitu maksilaris dan mandibularis. Penyebaran transaksonal dari
virus varicela zoster dari satu atau lebih serabut saraf aferen ke vasa vasorum
saraf cranial dapat mengakibatkan infark oleh karena polyneuritis kranialis
zoster.7
E. Diagnosis
Diagnosis SRH ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan fungsi nervus VII diperlukan untuk menentukan letak lesi,
beratnya kelumpuhan dan evaluasi pengobatan. Pemeriksaan meliputi fungsi
motorik otot wajah, tonus otot wajah, gustatometri dan tes Schimer.9
1. Anamesis
Dari dalam anamnesis riwayat penyakit dahulu bisa didapatkan ada
riwayat terkena penyakit cacar air. Penyakit ini didahului dengan gejala
prodromal berupa nyeri kepala, nyeri telinga, lesu, demam, sakit kepala,
mual dan muntah. Lesi terdapat di telinga luar dan sekitarnya, kelainan
berupa vesikel berkelompok di atas daerah yang eritema, edema dan
disertai rasa nyeri seperti terbakar pada telinga dan kulit sekitarnya (nyeri
radikuler).Gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri telinga
paroksismal, ruam pada telinga atau mulut (80% pada kasus yang ada,
ruam bisa menjadi awal dari adanya paresis), ipsilatereal lower motor
neuron paresis wajah (N. VII), vertigo, ipsilateral ketulian (50% kasus),
tinnitus, sakit kepala, diastrhia, gait ataxia, cervical adenopathy. Nyeri
telinga sering kali nyeri menjalar ke luar telinga sampai ke daun telinga.
Nyeri bersifat konstan, difus, dan tumpul. Nyeri muncul biasanya
beberapa jam sampai beberapa hari setelah muncul ruam.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi biasanya terlihat vesikel pada meatus eksternus dan
konka aurikuler. Disertai juga dengan limfadenitis pada kelenjar limfa.

Gambar 3. Gejala Sindrom Ramsay Hunt7


Fungsi saraf motorik dinilai dengan cara menggerakkan otot-otot
wajah utama di muka, mulai dari mengangkat alis (m. frontalis),
mengerutkan alis (m. soucilier), mengangkat serta mengerutkan hidung ke
atas (m. piramidalis), memejamkan mata kuat-kuat (m. orbicularis okuli),
tertawa lebar sambil memperlihatkan gigi (m. zygomatikus),
memoncongkan mulut ke depan sambil memperlihatkan gigi (m. relever
komunis), meggembungkan kedua pipi (m. businator), bersiul (m.
orbicularis oris), menarik kedua sudut bibir ke bawah (m. triangularis), dan
memoncongkan mulut yang tertutup rapat ke depan (m. mentalis). Setiap
gerakkan yang dilakukan dibandingkan kanan dan kiri.10
Disamping itu juga dapat dilakukan tes topografi untuk menentukan
letak lesi saraf fasialis dengan tes Schirmer dan tes gustometri. Tes
gustatomeri ini digunakan untuk menilai n.korda timpani, dengan cara
membandingkan ambang rasa antara sisi lidah kanan dan kiri. Perbedaan
50% anatara kanan dan kiri adalah patologis. Tes Schimer (Naso-lacrymal
reflex) digunakan untuk mengetahui fungsi serabut serabut pada simpatis
dari N.VII yang disalurkan melalui nervus petrosus superfisialis mayor
setinggi genikulatum, dengan cara meletekkan kertas lakmus pada bagian
inferior konjungtiva dan dihitung berapa banyak sekresi kelenjar
lakrimalis.10

Derajat kelumpuhan saraf fasialis dapat dinilai secara subjektif dengan


menggunakan sistim House-Brackmann selain itu derajatdapat digunakan
untuk evaluasi pengobatan.10
Tabel 1. House- Brackman11
Grade Deskripsi Karakteristik
I Normal Normal fungsi dari semua area
wajah
II Disfungsi Ringan Sedikit terlihat kelemahan terlihat
pada inspeksi dekat, terdapat sedikit
synkinesis
III Disfungsi Sedang Jelas, terdapat perbedaan antara 2
posisi, terlihat tetapi tidak parah,
kontraktur sinkinesis atau spasme
hemifasial dengan penutupan mata
total
IV Disfungsi Cukup Berat Kelemahan yang nyata atau
asimetri, tonus otot normal saat
istirahat, penutupan mata yang tidak
sempurna.
V Disfungsi Berat Nyaris tidak terlihat adanya
gerakan, asimetri saat istirahat
VI Total Paralisis Tidak ada gerakan

Pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan garpu tala. Macam-


macam Penala : Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan frekuensi 128Hz,
256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala
digunakan 512 Hz. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai
tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach secara bersamaan Pemeriksaan ini
merupakan tes kualitatif.12 Terdapat berbagai macam tes penala, seperti :
 Tes Rinne : tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan
hantaran melalui tulang yang diperiksa.
 Tes Weber : tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang
telinga kiri dengan telinga kanan
 Tes Swabach : tes membandingkan hantaran tulang organ yang
diperiksa dan pemeriksa yang pendengarannya normal
Tabel 2. Interpretasi Tes Pendengaran12
Tes Rinne Tes Weber Tes Swabch Diagnosis
+ Tidak ada Sama dengan Normal
lateralisasi pemeriksa
- Lateralisasi ke Memanjang Tuli konduktif
telinga yang sakit
+ Lateralisasi ke memendek Tuli
telinga yang sehat sensorineural

3. Pemeriksaan Penunjang
 Audiometri nada murni4
Pada Sindrom Ramsay Hunt biasanya terjadi tuli sensorineural. Adapun
audiogram pada tuli sensorineural adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Grafik Audiogram pada Tuli Sensorineural


 Polymarase Chain Reaction5
Penggunaan polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi virus
varicellazoster pada kulit yang terkena daerah telinga dapat membantu
membedakan antara pasien Bellpalsy dan pasien dengan sindrom Ramsay
Hunt pada tahap awal.
F. Tatalaksana
Penanganan awal dengan kombinasi antiviral dan kortikosteroid
dikatakan efektif untuk menangani Sindroma Ramsay Hunt. Kortikosteroid dapat
mengurangi inflamasi dari nervus kranial dan mengurangi nyeri serta gejala
neurologis, sedangkan asiklovir oral digunakan untuk infeksi yang disebabkan
herpes virus seperti virus varisela-zoster.13
Obat anti viral merupakan standar terapi lini pertama pada SRH, obat
yang biasa digunakan adalah acyclovir dan modifikasinya misalnya
valacyclovir. Pemberian antivirus dengan dosis.13
 Acyclovir dewasa : 5x800 mg/hari selama 7-10 hari
 Atau acyclovir : 3x10 mg /kgBB/hari
 Valacyclovir dewasa : 3x1 gram/hari selama 7 hari
 Atau Famsiclovir dewasa : 3x250 mg/hari selama 7 hari
Indikasi pemberian kortikosteroid harus sedini mungkin untuk mencegah
terjadinya paralisis. Obat yang biasa digunakan adalah methylprednisolone
dengan dosis 500 mg hari pertama, 250 mg pada hari kedua dan ketiga, dan 100
mg untuk 4 hari selanjutnya, dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis
prednisone setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung
dengan obat antiviral.14
Pengobatan topical bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel
diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar
tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosive diberikan kompres terbuka. Kalau
terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotic. Bila paralisis fasial menetap lebih
dari 60 hari tanpa tanda-tanda perbaikan, tindakan dekompresi harus dikerjakan.
Dalam hal ini dekompresi dikerjakan pada segmen horizontal dan ganglion
genikulatum.14
G. Prognosis
Beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis Sindrom Ramsay Hunt
adalah usia, diabetes mellitus, hipertensi dan vertigo. Pada pasien dengan
diabetes, hipertensi dan usia lanjut umumnya memberikan prognosis yang buruk.
Penelitian menunjukkan penyembuhan yang komplet pada fungsi motor fasial
sekitar 10-31%. Tetapi, pasien dengan paresis fasial yang disertai disfungsi
auditori dan vestibular umumnya memberikan prognosis yang lebih buruk.
Sedangkan vesikel dan rasa nyeri biasanya akan menghilang dalam 3-5 minggu,
tetapi sekitar 1 dari 5 pasien dapat menderita neuralgia pasca herpetik yang
biasanya sulit diatasi. Berkurangnya pendengaran dapat bersifat permanen,
vertigo menghilang dalam beberapa hari atau minggu.15
BAB III

KESIMPULAN

Sindrom Ramsay Hunt adalah sekelompok gejala akibat komplikasi infeksi


virus yang disebut herpes zoster. Herpes zoster menyebabkan rasa sakit dan adanya
bintil merah yang melepuh. Selain itu, sindrom Ramsay Hunt juga dapat
menyebabkan kelumpuhan otot wajah dan kehilangan pendengaran di telinga yang
terinfeksi. Nama lain untuk sindrom ini adalah zoster geniculate, herpes zoster oticus,
dan herpes geniculate ganglionitis.
Sindrom Ramsay Hunt jarang terjadi pada anak-anak tetapi sering terjadi pada
orang tua, baik laki-laki dan perempuan. Gejala umum dari sindrom Ramsay Hunt
adalah lecet kecil yang terjadi di dalam dan sekitar telinga, pada membran timpani
telinga, dan di sepanjang sisi mulut, kehilangan pendengaran, kelumpuhan wajah di
satu sisi dan nyeri wajah dengan sakit kepala.
Penyebabnya adalah virus varicella zoster. Virus ini diyakini menginfeksi
saraf wajah yang terletak dekat telinga bagian dalam. Virus ini aktif kembali ketika
sistem kekebalan tubuh melemah dan menyebabkan herpes zoster atau cacar api. Jika
infeksi terjadi di daerah dekat telinga, bisa menyebabkan sindrom Ramsay Hunt.
Faktor-faktor tertentu yang meningkatkan risiko mengalami sindrom Ramsay Hunt
adalah pasien berusia lebih tua dari 60 tahun, pasien yang belum pernah menderita
cacar air atau melakukan vaksinasi untuk cacar, dan pasien yang memiliki sistem
kekebalan tubuh yang lemah.
Pengobatan sindrom Ramsay Hunt yang dilakukan dengan cepat dapat
mengurangi risiko komplikasi yang dapat menyebabkan lemahnya otot wajah dan
hilangnya pendengaran secara permanen. Pengobatan dengan obat antivirus (seperti
acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir) dapat membantu penyembuhan luka pada
kulit lebih cepat dan mengurangi rasa sakit yang terkait dengan herpes zoster. Obat
pengurang nyeri seperti ibuprofen dan naproxen juga dapat diberikan untuk
meredakan bintil merah dan nyeri yang timbul setelah bintil merah hilang yang
dikenal sebagai neuralgia post herpetic.
Edukasi kepada pasien yang menderita Sindrom Ramsay Hunt agar gejalanya
dapat berkurang dengan lebih cepat adalah dengan manjaga kebersihan daerah yang
terkena, gunakan kompres basah yang dingin pada bintil merah untuk meringankan
rasa sakit, gunakan obat pereda nyeri atau obat anti radang, seperti ibuprofen,
gunakan obat tetes mata sepanjang hari jika mata
DAFTAR PUSTAKA

1. Ramsay, S. et al. Sindrom ramsay hunt: laporan kasus. 28–37.


2. Ayu, M., Dwitasari, D., Made, D. & Saraswati, C. OPEN ACCESS RAMSAY
HUNT SYNDROME : A CASE REPORT. 9, 70–72 (2023).
3. Kanerva, M., Jones, S. & Pitkaranta, A. Ramsay Hunt syndrome:
characteristics and patient self-assessed long-term facial palsy outcome. Eur.
Arch. Oto-Rhino-Laryngology 277, 1235–1245 (2020).
4. Kurnia Wijaya, J. & Wijaya Wong, H. A Rare Case of Cranial Polyneuritis as
Complication of Ramsay Hunt Syndrome. Serbian J. Dermatology Venereol.
11, 133–136 (2019).
5. Bakshi, S. S., Ramesh, S. & Annam, C. S. Ramsay Hunt Syndrome. Am. J.
Med. 135, e125–e126 (2022).
6. Julian, K. & Bodaghi, B. Varicella-zoster virus. Intraocular Inflamm. 9, 1227–
1238 (2019).
7. Witari, N. P. Sindrom ramsay hunt. (2019).
8. Drake, R., Vogl, W. & Mitchell, A. Gray’s Basic Anatomy. (Churchill
Livingstone, 2012).
9. Passific Cross. Ramsay-Hunt syndrome.
10. BUKU AJAR NEUROLOGI. in Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(eds. Anindhitha, T. & Winuggroho Wiratman) (Kedokteran Indonesia, 2017).
11. Song, I., Vong, J., Yen, N. Y., Diederich, J. & Yellowlees, P. Profiling Bell’s
Palsy based on House-Brackmann Score. J. Artif. Intell. Soft Comput. Res. 3,
41–50 (2018).
12. Prof. Dr. Eflaty Arsyad Soepardi, S. T.-K. (K), Prof. Dr. Nurbaiti Iskandar, S.
T.-K. (K), Prof. DR. Dr. Jenny Bashiruddin, S. T.-K. (K) & DR. Dr. Ratna
Dwi Restuti, S. T.-K. (K). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. (Universitas Indonesia, 2022).
13. Amir, S., Anggi, G., Suyatna, F. D. & Setiabudy, R. Farmakologi dan Terapi
Universitas Indonesia. in (2016).
14. Indonesia, F. K. U. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. (Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2019).
15. Ametati, H. & Avianggi, H. D. Herpes Zoster Otikus Dengan Paresis Nervus
Fasialis (Sindrom Ramsay Hunt) Pada Pasien Imunokompromais. Medica
Hosp. J. Clin. Med. 7, 113–118 (2020).

Anda mungkin juga menyukai