Anda di halaman 1dari 5

GAMBARAN RADIOLOGI SINUSITIS MAKSILARIS DEXTRA KRONIK

Abstrak Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, sinus maksila paling sering terkena. Penyebabnya dapat virus, bakteri, atau jamur. Faktor predisposisi berupa obstruksi mekanik, rhinitis alergi, udara dingin dan kering. Diagnosis sinusitis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan radiologi. Pasien datang dengan keluhan pilek yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu, hidung kanan tersumbat, dan nyeri kepala. Dari pemeriksaan fisik ditemukan lendir, edema koana, dan mukosa hiperemis pada hidung kanan. Pada foto rontgen didapatkan kesan rhinnitis dan sinusitis maxillaris dextra

Kata kunci : sinusitis, maksilaris, rontgen

Kasus Seorang wanita berumur 62 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan pilek yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu. Pilek dirasakan terus menerus dan terkadang keluar cairan bening yang tidak berbau dari hidung sebelah kanan. Hidung terasa tersumbat terutama yang sebelah kanan. Kepala terasa pusing, kadang-kadang berdenyut, kadangkadang berputar dan membaik ketika beristirahat. Keluhan ini pernah dirasakan pasien + 2 bulan sebelumnya, pilek yang tidak berhenti dan hidung kanan tersumbat terus menerus selama 1 bulan, akan tetapi rasa pusing baru dirasakan 2 minggu terakhir. Pada keluarga tidak ada yang menderita sakit serupa. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, Tekanan darah 125/80 mmHg, Nadi 68 x/menit, Pernafasan 20 x/menit, Suhu 36,7C. Status generalis dalam batas normal. Dari pemeriksaan rongga hidung kanan didapatkan lendir, edema koana, dan mukosa hiperemis. Pada mulut diperoleh gigi caries, telinga dan tenggorokan dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang dilakukan rontgen Cranium Waters / Lateral, pada kondisi cukup, asimetris, didapatkan hasil : tampak penebalan mukosa cavum nasi, tampak opasitas di sinus maxillaris dextra, septi nasi di tengah, retropharyngeal space tampak baik. Kesan : menyokong gambaran rhinnitis, Sinusitis maxillaris dextra

Diagnosis Rontgen Cranium Waters / Lateral menyokong gambaran rhinnitis, Sinusitis maksilaris dekstra.

Terapi Pasien pada kasus ini setelah diperiksa di poli THT, kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium (darah rutin) dan dilakukan tindakan operatif cadhwell-luc.

Diskusi Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal, bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut parasinusitis. Prevalensi sinusitis tertinggi pada usia dewasa 18-75 tahun, sesuai pada kasus ini, pasien berusia 62 tahun. Menurut Adams berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi atas : Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu. Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa bulan.

Sinusitis kronik, bila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (menurut Cauwenberg bila sudah lebih dari 3 bulan). Pada pasien ini, gejala sudah muncul dari beberapa bulan sehingga termasuk sinusitis kronik. Berdasarkan gejalanya disebut akut bila terdapat tanda-tanda radang akut, subakut bila tanda akut sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversibel, dan kronik bila perubahan tersebut sudah irreversibel, misalnya menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya. Gejala subjektif pada sinusitis kronik bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari : Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post nasal drip). Gejala faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba eustachius. Ada nyeri atau sakit kepala. Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau bronkhiektasis atau asma bronkhial. Gejala di saluran cerna imukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

Pada pasien ini ditemukan gejala berupa pilek yang tidak sembuh-sembuh sejak 2 minggu yang lalu, hidung kanan tersumbat, dan nyeri kepala yang sesuai dengan gejala sinusitis kronik. Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorokan. Pada kasus ini dari pemeriksaan fisik ditemukan sekret, edema koana, dan mukosa hiperemis pada hidung kanan. Anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso endoskopi dan pemeriksaan CT- Scan. Penatalaksanaan sinusitis kronik sebagai berikut : a. Antibiotik untuk mengatasi infeksi dan obat-obat simptomatis, antibiotik diberikan kurang lebih 2 mg. b. Diatermi gelombang pendek di daerah yang sakit.

c. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian proetz. d. Pembedahan 1. 2. Radikal Sinus maksila dengan operasi cadhwell-luc. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi killian. Non Radikal

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks ostiomeatal. Pada kasus ini dilakukan terapi pembedahan radikal untuk sinus maksila dengan operasi cadhwell-luc.

Pada gambaran radiologis, foto sinus paranasal akan tampak sedikit perubahan pada sinus. Sinusitis bakterial yaitu terjadinya infeksi dari sinus ke sinus yang menyebabkan ostium sinus tersumbat diikuti dengan pembentukan secret yang berlebihan. Hal ini sering terjadi asimetris dimana satu sinus atau lebih dari satu sinus secara unilateral terserang. Bila sisi kontralateral terserang, sering terlihat asimetri dalam tingkatan atau lokasi anatomis. Pada sinusitis maksilaris, pada foto polos sinus sfenoidalis tampak normal, tetapi apabila dilakukan pemeriksaan bakteriologik 67% -75% kasus memperlihatkan infeksi yang sama pada sinus sfenoidalis. Pada sinusitis akan tampak penebalan mukosa, air fluid level (kadang-kadang), perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik). Mula-mula tampak penebalan dinding sinus, yang paling sering diserang adalah sinus maxilaris, tetapi pada sinusitis kronik tampak juga sebagai penebalan dinding sinus yang disebabkan karena timbulnya fibrosis dan jaringan parut yang menebal. Foto polos tak dapat membedakan antara penebalan mukosa dan gambaran fibrotik beserta pembentukan jaringan parut, dimana hanya tampak sebagai penebalan dinding sinus. CT scan dengan penyuntikan kontras dimana apabila terjadi enhance menunjukkan adanya inflamasi aktif, tetapi bila tidak terjadi enhance biasanya jaringan fibrotik dan jaringan parut.

Kesimpulan Pada pasien perempuan usia 62 tahun dengan keluhan pilek yang tidak sembuhsembuh, hidung tersumbat, dan nyeri kepala dapat dicurigai menderita sinusitis. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang cermat dan pemeriksaan radiologis untuk membantu diagnosis. Dari pemeriksaan fisik ditemukan lendir, edema koana, dan mukosa hiperemis pada hidung kanan. Penatalaksanaan dengan antibiotik dan obat-obat simptomatis, diatermi gelombang pendek di daerah yang sakit. Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian proetz, dapat juga dilakukan tindakan operatif.

Referensi

1. Damayanti dan Endang, Sinus Paranasal, dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 119. 2. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 106. 3. Peter A. Hilger, MD, Penyakit Sinus Paranasalis, dalam : Haryono, Kuswidayanti, editor, BOIES, buku ajar Penyakit THT, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 241 258. 4. Rasyad, Syahriar. Radiologi Diagnostik. Penerbit Gaya Baru, Jakarta, 2005.

5. Anonim, 2009. http://emedicine.medscape.com/article/384649-imaging diakses tanggal 25 Februari 2010.

Penulis

Hidayatul Kurniawati, bagian Ilmu Radiologi RSUD Temanggung

Anda mungkin juga menyukai